“Erica! Ke sini kamu!”
Dengan segera, Erica pergi ke dapur, dia melihat tumpukkan piring kotor di atas wastafel. Erica tidak mengeluh dan langsung mencuci piring, selain itu masih ada tugas lain ya itu mencuci pakaian milik tante dan sepupunya.
“Cuci yang bersih!” kata Bibi dengan nada yang cukup tinggi.
Erica tidak membantah dan langsung mengerjakannya, walaupun dirinya sangat lelah. Karena jika tidak, tubuhnya akan menjadi sasaran amukan bibinya.
***
Erica melihat jam tangannya, dia langsung meninggalkan kampus.
Pada sore harinya, ia akan bekerja di sebuah restoran sebagai waitress. Namun, sayangnya hari ini dia harus datang terlambat. Karena harus terjebak macet, bentrok dengan para pegawai pabrik yang baru saja keluar.
Sesampainya di restoran, Erica bergegas pergi ke loker dan berganti pakaian sebagaimana seorang waitress
Erica mengamati restoran yang sedang ramai. Ia merasa ada sosok pria yang mengawasinya.
Dan ketika dia memutar kepala ke arah meja no. 28, di sisi kaca. Erica terkejut melihat sepasang mata dingin yang tajam tengah memperhatikannya.
“Oh Tuhan, si customer killer, kenapa dia menatapku seperti itu. Jangan-jangan ingin membuat perhitungan denganku, gara-gara semalam?” gumam Erica yang langsung bergegas pergi membereskan piring-piring kotor di meja lain.
Leonel tersenyum miring seraya menyisip Americano panas miliknya.
“Ini pertama kalinya saya melihat Anda memperhatikan waitress itu,” ucap Thomas yang tak lain adalah sekretarisnya.
Leonel tersenyum miring. ”Dia sering terlambat. Anak ini tidak disiplin, terakhir kali dia menumpahkan kopi di pakaian saya. Menurutmu, apa saya tidak akan mengingatnya?!”
“Ah, gadis itu,” ucap Thomas menganggukkan kepalanya.
Erica menyapa pelanggan yang baru saja datang, dia memberikan buku menu seraya berbicara dengan ramah.
Saat, ia mengantarkan minuman, seorang anak kecil berlari tidak sengaja menabraknya.
“Mbak, maaf anak saya tidak sengaja,” ucap ibu dari anak kecil itu.
“Tidak apa-apa, Bu. Saya juga yang tidak hati-hati,” jawab Erica kembali ke bar.
Setelah membersihkan lantai yang terkena tumpahan dari minuman itu, Erica dipanggil oleh manajer restoran. Perasaan Erica sangat tidak enak, saat ini dia duduk di hadapan Pak Rully.
“Erica, saya perhatikan akhir-akhir ini kinerja kamu menurun. Apa kamu punya masalah di rumah?” tanya Pak Rully.
Erica menjadi cemas, dia takut sekali kalau dirinya akan dipecat!
“Maaf, Pak!”
“Erica, sebenarnya saya senang dengan kinerjamu, kamu anak yang rajin juga memiliki semangat yang tinggi. Tapi, dalam satu bulan ini kamu sudah berapa kali telat. Kami harus melakukan evaluasi lagi, dan terpaksa gaji kamu harus saya potong!” kata Pak Rully.
Erica terkejut.”Pak, saya hanya terlambat lima menit. Saya janji tidak akan mengulanginya lagi, saya mohon jangan potong gaji saya!” ucap Erica dengan penuh harap.
“Maaf Erica, ini sudah keputusan perusahaan dan owner. Meskipun Owner kita tidak selalu ke sini, tetapi dia memiliki mata dan telinga lain. Lain kali kamu jangan terlambat lagi.”
Erica tidak berdaya. Gaji yang tidak seberapa tidak akan cukup baginya, meskipun selama ini dia sudah pintar mengelola keuangan, tetapi kebutuhan hidupnya lebih tinggi. Dengan langkah lemas, Erica meninggalkan ruangan itu.
Erica kembali bekerja. Meskipun hatinya sedih, tetapi dia tetap harus bersikap profesional, tidak boleh menunjukkan kesedihannya.
Dan tepat pada saat itu, temannya meminta Erica untuk mengantarkan makanan ke meja nomor 28.
“Erica, berikan servis terbaik. Nomor 28 adalah pelanggan tetap kita, jangan sampai ada kesalahan,” ucap pria bernama Alex.
“Baik Kak.”
Erica mengantarkan pesan Leonel dengan perasaan gugup dan cemas akan membuat kesalahan. Mata mereka bertemu, dan seketika membuat Erica terpukau oleh ketampanan Leonel.
“Mbak, kok melamun?” tegur Thomas mengibaskan tangannya.
Erica mengalihkan pandangannya kepada Thomas.“Eh, maaf, Pak!”
“Ini fettuccine alfredo-nya, dan ini raviolinya saya taruh di sebelah sini, ya Pak.” Erica menaruh spaghettinya di arah Thomas.”Selamat menikmati hidangan kami,” ucap Erica dengan wajah tersenyum.
“Terima kasih,” jawab Leonel.
Erica pergi dengan perasaan lega, karena Leonel tidak mengungkit soal kejadian malam itu. Leonel memperhatikan Erica yang tampak sibuk ke sana kemari. Bisa dilihat dia yang paling aktif di antara teman-temannya. Saat sedang menyantap makanannya, ia teringat pada kejadian tadi malam, Erica hampir saja tertabrak olehnya.
‘Sepertinya dia memang sedang banyak masalah!’ ucapnya dalam hati.
***
Mobil yang ditumpangi Leonel berhenti di sebuah parkiran rumah sakit. Dia masuk ke dalam seorang diri membawakan buket bunga anyelir.
Sesampainya di kamar 406, Leonel melihat ibunya bersama dengan keponakannya bernama Tiara.
“Kamu di sini?” tegur Leonel.
“Aku datang kemari memberitahu nenek kabar gembira,” jawab Tiara seraya memijat kaki neneknya.
Leonel tidak langsung bertanya, karena ia akan segera tahu dari mulut mamanya.
“Leo, lihat, keponakan kamu sudah mau bertunangan. Kapan kamu mau menikah? Kamu sudah matang, sudah cocok memiliki anak. Jangan sampai keduluan Tiara,” ucap Eleanor membujuk putranya dengan suara yang rapuh.
“Paman, Nenek benar. Sudah waktunya Paman menikah,” sahut Tiara.
“Ma, untuk saat ini saya belum memiliki plan menikah. Saya sedang fokus pada proyek yang sedang ditangani.”
“Leo, mau sampai kapan? Kamu tidak lihat Mama sedang sakit keras. Mama ingin, sebelum Mama mati, Mama menggendong cucu. Kamu tidak kasihan apa, sama Mama?” tanya Elanor dengan mata yang sudah digenangi air mata.
Ketika Leonel hendak menjawab, ponselnya berdering. Dia melihat panggilan itu dari Thomas.
“Maaf, saya harus menerima panggilan dulu.”
Leonel menjauh dari mamanya, dia menerima panggilan dari Thomas.
“Ya?”
“Pak, wanita ini datang lagi membuat rusuh. Dia bersikukuh tidak bisa melunasi hutangnya dalam kurun waktu yang ditetapkan.”
Leonel juga mendengar suara teriakan yang sangat keras di seberang sana yang seperti sedang memaki.
“Aku akan ke sana,” kata Leonel menutup panggilan telepon.
Saat itu juga Leonel langsung berpamitan kepada mamanya. Eleanor sama sekali tidak bisa menghentikan Leonel untuk tidak pergi.
Setelah 20 menit berlalu, dia tiba di sebuah lokasi. Dimana ada kepala desa di antara perempuan itu yang tidak lain adalah Catalina.
“Pak Leo, silakan masuk dengan saya,” ucap Bapak kepala desa yang diikuti oleh Thomas.
Mereka masuk ke dalam sebuah ruangan yang berada di kantor kepala desa, sedangkan Catalina berada di luar dan tidak diperbolehkan masuk ke dalam ruangan itu. Lalu, Pak kepala desa pergi mengambil dokumen.
“Jadi, pria barusan bosnya,” gumam Catalina.
Meskipun sudah diperingatkan oleh kepala desa untuk menunggu di luar, Catalina tidak mendengarkannya dan tetap mengendap-ngendap masuk ke dalam.
“Sepertinya Anda sedang tidak senang?” Thomas bertanya.
“Orang tua saya terus mendesak menikah. Mereka juga mengatur kencan buta!”
“Lalu, Anda ingin saya menggantikan Anda lagi?”
Sebelum Leonel menjawab, dia mendengar suara deheman di luar sana. Catalina langsung menoleh ke belakang dan melihat kepala desa menggelengkan kepala.
“Ada apa, Pak?” tanya Thomas melihat Catalina dan Pak kades berada di luar.
Catalina memasang wajah sedih di hadapan Thomas.”Aku ingin berbicara dengan Bapak bos, aku mohon!” ucapnya dengan wajah memelas.
“Masuk,” jawab Leonel dengan nada dingin.
Mendengar itu Catalina sangat senang. Dan langsung menyerobot masuk ke dalam ruangan itu. Namun, ketika dia berhadapan langsung dengan Leonel, dia merasa takut melihat tampang Leonel yang angkuh dan arogan.
“Bo—Bos, tolong beri aku waktu lagi, ya? Aku janji pasti akan melunasi hutang-hutangku. Tolong jangan ambil tanah kami, rumah itu satu-satunya peninggalan keluarga suamiku!” ucap Catalina memohon.
“Saya sudah memberikan kamu waktu selama 6 tahun. Tapi, sampai sekarang kamu masih tidak bisa melunasi hutangmu!”
“Bos, tolong pertimbangkan kembali. Bagaimanapun keluargaku sudah lama bekerja di perusahaan Bapak bos!” ucap Catalina.
Leonel tersenyum miring, menatap tajam ke arah Catalina.
“Tidak ada tawar menawar dengan saya. Dalam 1 minggu, aku ingin kamu mengosongkan rumah itu!”
Catalina yang mendengar itu terkejut, dia langsung diseret keluar dari kantor lurah. Meskipun dia berteriak dan memohon. Pak Kades meminta maaf kepada Leonel atas perilaku Catalina yang buruk. “Pak, ini dokumen tanahnya yang Bapak minta,” kata Pak kades. Leonel melihatnya sekilas dan memberikannya langsung kepada Thomas. “Saya ingin tanah itu juga. Karena tanah itu strategis dengan perumahan yang sedang saya bangun,” kata Leonel. “Pak, mengenai rumah Bu Catalina, apa Anda ingin menggusurnya juga?” tanya Pak kades. Leonel menatap dingin Pak kades dengan senyuman miring, dia tidak menjawabnya. “Tuan kami tidak butuh rumah itu. Beliau hanya ingin memberikan pelajaran,” kata Thomas. Pak kades hanya mangut-mangut saja. Leonel melihat pesan dari mamanya. [Mama sudah mengatur kencan buta untukmu besok malam. Jangan sampai tidak datang, jika kamu menolak pergi, Mama akan mogok makan dan minum obat!] Leonel yang melihat pesan itu, tiba-tiba mendadak sakit kepala dan menghela napas.
“Jangan jodohkan aku dengan pria tua!” kata Erica dengan nada yang sedikit tinggi. Usai mengatakan itu, Erica langsung berbalik dan berjalan pergi, membuat Catalina berteriak. “Heh, siapa yang menyuruhmu pergi!?” Namun, Erica mengabaikannya. Akan tetapi, rupanya keributan tersebut didengar hingga jalanan depan rumah, tempat para tetangga berkumpul sepagian ini sembari bergosip. Seorang ibu-ibu bertanya kepada Erica saat gadis itu keluar rumah. ”Mau ke mana sepagi ini?” tanya ibu-ibu yang membawa sapu. “Mau berangkat ngampus, Bu.” Erica melihat jam tangannya bahkan tidak bisa dikatakan pagi. Terdengar suara yang tidak mengenakkan. ”Anak zaman sekarang bilangnya ngampus. Mana ada ngampus pulang malam, berangkat pagi. Jangan-jangan bukan perempuan baik-baik!” cibir seorang ibu yang saat ini berdiri di depan pagar rumah. “Ih, bener banget, Buuu.” Ibu-ibu yang lainnya menimpali. “Mana ada sekolah pulangnya tengah malam. Mana tiap hari lagi.” Ibu yang lainnya menyahuti dan menga
Erica mengangkat tangan hendak menampar wajahnya sendiri, tetapi langsung ditahan oleh Leonel. Sontak Erica menatap tajam kepada Leonel. “Ini bukan mimpi? Aku benar-benar akan menikahi customer killer?!” gumamnya. Sebuah senyuman manis tampak pada wajah tampan Leonel. Namun, bagi Erica senyuman itu sangat mengerikan. Bagaimana tidak, bisa-bisanya lelaki yang dinikahinya adalah pria arogan seperti Leonel. Ini lebih dari sekadar mimpi buruk. “Ayo, kita selesaikan prosesi pernikahan kita,” ucap Leonel. “Anda tahu ini saya?” tanya Erica. Namun, Leonel tidak menyahut, sebelum Erica berpikir panjang, tangan Leonel sudah membawanya ke altar dan dihadapkan pada pendeta. Keduanya mengucap janji suci pernikahan, meskipun Erica sempat tidak fokus karena masih terkejut mengetahui lelaki yang dinikahinya adalah Leonel. Leonel memasangkan cincin dijari Erica yang kini sudah menjadi istrinya, begitu juga dengan Erica memasangkan cincin di jari Leonel. Setelah itu, Leonel mengangkat veil yang
Leonel kembali menyalakan lampu dan menatap Erica yang kini terduduk menatapnya dengan keringat bercucuran. Mata mereka bertemu, lalu Erica langsung buru-buru masuk ke dalam selimut dengan posisi membelakangi suaminya. “Kamu takut gelap, apa kamu yakin tidak kepanasan?” tanya Leonel. “Ya!” jawab Erica singkat. Leonel menatap punggung istrinya. Dia menaikkan sebelah alisnya seraya menghembuskan udara ke atas keningnya. ‘Sepertinya yang dia takutkan bukan gelap, tapi aku!’ Sebenarnya Leonel juga merasa canggung berbaring di ranjang yang sama dengan orang asing, karena selama ini dia selalu tidur sendirian. Keduanya juga masih tidak percaya akan menikah secepat ini. Namun, semua ia lakukan untuk membuat ibunya bahagia dan tidak lagi berada dalam kekhawatiran. Mengingat dia sudah mau memasuki kepala empat. Leonel kembali berbaring seraya menatap langit-langit kamar hotel, sebelum akhirnya dia tertidur dengan posisi tubuh yang sama-sama membelakangi. Erica membuka matanya, keri
“Sepakat,” jawab Erica. Mereka berdua akhirnya saling menandatangani perjanjian pernikahan yang memang menguntungkan Erica. “Ingat ini jangan ganggu kedamaian saya.Karena saya datang ke sini bukan untuk bulan madu, tapi untuk bekerja.” Erica tercengang.”Bekerja? Lalu kenapa Anda membawa saya bersama Anda?” Jika Leonel tidak membawa Erica, Eleanor pasti akan mengomelinya karena meninggalkan istrinya. Leonel memilih untuk tidak menyahutinya. “Jika kamu mau jalan-jalan, kamu bisa pergi sendiri. Kamu juga bisa berbelanja sesukamu,”kata Leonel mengeluarkan sebuah kartu. Erica terbelalak terkejut melihat kartu di depannya. “Ini—” “Untukmu. Sekarang kamu adalah istri saya, maka semua kebiasaan burukmu harus diubah. Disiplin waktu,” kata Leonel. “Baik, Pak, saya mengerti.” “Satu lagi berhenti saya memanggil Bapak.” “Loh, Bapakkan memang lebih dewasa dari saya. Jadi. sepertinya sapaan Bapak cukup umum.” “Dari pada saya panggil om tuwir!” gumam Erica pelan dengan mata yang menat
“Belum, Pak, terima kasih untuk makan malamnya.” “Bagaimana dengan perutmu?” tanya Leonel dengan suara pelan. “Sudah membaik. Sekali lagi terima kasih,” kata Erica. Leonel pun memutar tubuhnya menghadap Erica. “Berbalik, saya tidak sedang berbicara dengan tembok.” Dengan jantung berdebar, akhirnya Erica memberanikan diri menoleh dan melihat sepasang mata lembut yang kini sedang menatapnya. Entah mengapa Erica merasa kalau Leonel yang berada di atas tempat tidur adalah lelaki yang hangat. “Apa kalian dua saudara?” tanya Leonel. “Ya, hanya Lucio yang saya miliki saat ini.” Leonel memejamkan matanya. “Besok aku akan pergi bertemu rekan bisnis sebentar. Setelah itu aku akan mengajakmu jalan-jalan.” “Benarkah?” tanya Erica. Leonel tidak menyahut. Erica tersenyum, dia menatap wajah tampan suaminya. ‘Saat tidur pun masih terlihat tampan.’ Erica memejamkan matanya dan tertidur begitu saja. *** Entah sudah berapa lama mereka tertidur. Erica merasa tubuhnya hangat,
Erica tertegun, melihat Leonel mengulurkan tangannya. Namun, sebelum Erica menjawab, Leonel sudah lebih dulu meraih tangannya. Erica merasa ada sedikit kehangatan di dalam hati kecilnya. Dia merasa diperhatikan, dan dijaga. Setelah membeli tiket, mereka masuk ke area kuil. Keduanya berjalan-jalan dengan santai, dan berhenti di sebuah kuil di tengah-tengah danau. “Indah sekali. Apa benar kuilnya terbuat dari emas murni?” tanya Erica. “Ya,” jawab Leonel kembali melangkah. “Eh, Pak, tunggu. Kita foto bersama dulu,” ajak Erica. “Saya tidak suka berfoto,”jawab Leonel. Erica yang mendengar itu tercengang. Namun, dia tidak tinggal diam saja dia memotret keindahan tempat itu. Dan dengan paksa, dia menarik Leonel. “Pak, ayo, nanti Mama Bapak tanya, loh.” Leonel terdiam dan menatap Erica, dia berpikir kalau ucapan Erica memang ada benarnya juga. Akhirnya Leonel mau berfoto bersama. Namun, tatapannya sangat dingin dalam potret itu. “Pak, senyum dikit, kek. Jangan kaya es batu begitu.”
Leonel melirik ke arah istrinya. Sebelum Kenzo bereaksi, suara Tiara sudah lebih dulu terdengar menyapa Leonel yang merupakan pamannya.“Paman, aku senang sekali Paman bisa datang ke perayaan pertunangan kami,” kata Tiara tersenyum, lalu menatap Erica dengan tatapan lekat, kemudian kembali tersenyum.“Ah, ini Bibi kecilku.”“Kenzo, perkenalkan ini Bibi kecil dan Pamanku,” kata Tiara.Dengan mata merah, dia mengulurkan tangannya kepada Leonel dan juga Erica yang saat ini berusaha profesional.Tiara meraih tangan Erica, hal itu membuat Erica sedikit terkejut.“Sepertinya kita seumuran. Paman sangat keren. Bibi kecil, Paman maaf karena kemarin aku masih di luar negeri. Jadi, tidak sempat datang ke acara pernikahan kalian.”Erica terlihat tidak nyaman, dia ingin sekali segera meninggalkan tempat ini. Leonel merasakan kegelisahan Erica saat ini.“Istriku, apa kamu baik-baik saja?” tanya Leonel.Kalimat istri membuat Erica terperangah sejenak. Lalu, manik matanya bertemu dengan mata Kenzo y
Erica membalik ponselnya dan menggelengkan kepala. “Tidak ada.”Namun, mata Leonel seakan tahu kalau ada yang disembunyikan oleh Erica, tetapi dia tidak ingin memaksa sang istri untuk memberitahunya. Erica saat ini menyisip coklat panas yang dibuat oleh Leonel.Suara notifikasi ponsel Erica terus berbunyi dan membuat Leonel yang duduk di sebelahnya melirik ke arah ponselnya. Erica yang menyadari itu spontan berbicara.”Raisya, terus mengirimiku video lucu.”“OH … lanjutkan saja, saya ada kerjaan. Jika kamu lelah, kamu istirahat saja.”Erica mengangguk. Leonel berdiri dan pergi, Erica menghela napas lega. Namun, ia juga merasa bersalah karena tidak bisa memberitahu yang sebenarnya.Erica melihat kembali ponselnya, dia melihat postingan teman Kenzo sudah banyak dibagikan dan menjadi trending di grup kampus. Ada banyak sekali yang teman yang men-tag Erica di grup kedokteran. Erica hanya bisa menghela napas.“Kenzo, hubungan kita sudah usai, kenapa kamu tidak bisa melepaskanku. Kamu yang m
Mendengar jawaban Leonel, Erica cukup mengerti apa yang diinginkan Leonel saat ini. Setelah itu mereka kembali ke rumah, Leonel memangkunya menuju ke kamar. Perlahan Leonel menurunkan tubuh Erica di atas tempat tidur, Erica duduk dan melepaskan sandal rumahnya.“Kamu tidak perlu repot-repot memangku aku, aku bisa jalan sendiri.”“Aku tahu, tetapi selagi bisa aku ingin memangkumu. Mungkin saja dua tahun lagi aku tidak sanggup memangkumu. Aku sudah cukup tua, walaupun aku masih terlihat tampan dari luar.”Entah kenapa Erica tidak senang mendengarnya. Dia menarik tangan Leonel untuk duduk di sisinya, perlahan tangannya membelai wajah Leonel menatapnya lembut. Mata keduanya saling menatap begitu lekat, ada kehangatan dari kedua mata yang saling menatap.“Di mataku kamu masih muda. Jika suatu hari nanti kamu tidak sanggup bekerja lagi, jangan dipaksakan. Aku yang akan merawatmu, biar aku yang bekerja. Kamu hanya perlu berada di rumah bersama anak kita,” kata Erica.Leonel tersenyum. “Jadi
Leonel membelai rambut Erica. “Karena saya sayang kamu, dan janin di dalam perut kamu. Sekarang kamu memiliki tanggung jawab lebih, yaitu calon anak kita.”Erica diam menatap suaminya, lalu dia tersenyum. Leonel kini sudah memegangi pipi Erica yang semakin hari semakin berisi. “Terima kasih, karena sudah sayang sama aku.”“Itulah tanggung jawab seorang suami. Kamu lapar tidak, ingin makan sesuatu?” tanya Leonel.Erica mengangkat kepala, dia seperti sedang memikirkannya. Lalu, dia teringat sesuatu.”Aku ingin makan mie ayam di pinggir jalan. Mie ayam Pak Joko.”“Di mana? Biar saya belikan,” kata Leonel.“Emh, sebenarnya aku ingin makan di tempatnya. Kalau di rumah kadang rasanya agak beda gitu, boleh tidak?” tanya Erica dengan mata berbinar.Leonel yang melihat ekspresi sang istri tidak berdaya. Akhirnya dia menganggukkan kepalanya. “Baiklah kita pergi sekarang,” kata Leonel.Erica mengangguk, Leonel mengambil sebuah jaket untuk Erica kenakan.“Di luar habis hujan, cuaca pasti dingin.
Tiara terbelalak mendengarnya. Dia tidak menyangka kalau Leonel akan bersikap keras terhadapnya. Hingga membentaknya di hadapan Kenzo, saat itu juga Tiara tidak bisa menyembunyikan air matanya. Dia menangis di hadapan Kenzo.“Sejak menikahi Erica, Paman sudah banyak berubah. Bahkan sekarang membentakku hanya untuk orang asing seperti dia. Jangan-jangan anak yang dikandung Erica bukan anak Paman, tapi anak dia!” tuduh Tiara kepada Kenzo.Kenzo terkejut mendengarnya.”Kau! … Tiara, aku memang masih mencintai Erica, tetapi tuduhanmu terhadapku sangat keterlaluan.”Leonel mengepal tangannya. Darahnya mendidih, jika saja bukan keponakannya. Mungkin Tiara sudah mendapatkan tamparan dari Leonel.“Tiara, saya peringatkan padamu sekali lagi. Jangan membuat masalah dengan Erica, kedua jangan membuat ulah yang merugikan Erica, ketiga Erica bukan orang asing, dia istri saya. Keluarga saya, ibu anak saya. Saya lebih tahu anak siapa yang dikandung Erica, karena saya yang menghamilinya!” dengus Leon
Leonel terkejut mendengarnya. Melihat reaksi suaminya Erica tertawa, perlahan kedua tangannya menyentuh kedua pipi Leonel.“Leonel, aku bercanda. Aku mencintaimu!” ucap Erica dengan wajah tersenyum.Tanpa sebuah kalimat Leonel langsung mencium bibir Erica dengan sangat lembut dan penuh kehangatan. Tidak ada sebuah kalimat yang bisa menggambarkan kebahagiaan Leonel saat ini. Kalimat pun tidak cukup, kalimat yang begitu sederhana, tetapi membuatnya sangat bahagia.Lalu kecupan hangat itu terlepas dan keduanya sama-sama mengukir sebuah senyuman yang hangat.“Erica, saya sangat-sangat mencintaimu dan juga anak kita. Akhirnya aku akan menjadi seorang ayah, kamu harus sehat. Mulai sekarang jangan pikirkan apapun lagi, apapun yang kamu inginkan, kamu hanya perlu memberitahu saya. Anak kita dan kamu tidak boleh kekurangan apapun.”“Aku tahu. Sejak kecil aku hidup penuh dengan kekurangan, sekarang aku tidak akan lagi seperti itu. Terutama anakku dan Lucio, masa depan mereka harus cerah. Dan ti
Erica meraih tangan Leonel sembari mengukir sebuah senyuman.“Tidak apa-apa,” sahutnya yang kemudian meraih tubuh Leonel dan memeluknya.Erica menepuk-nepuk pundak Leonel. Dan keduanya saling memeluk satu sama lain.“Kamu tidak ingin bertanya siapa perempuan tadi?”Erica menghela napas secara perlahan dan menghembuskannya.“Masa lalu tidak perlu diungkit. Semua orang memiliki masa lalu, termasuk aku. Kisah kita memang terlalu pelik, tetapi kita berdua berjalan untuk masa depan. Dan aku tidak mau sedih terus menerus, aku tidak ingin kehamilanku juga terganggu.”“Aku sudah melupakannya. Apa kamu percaya?”“Kamu sudah dengar tadi, kalau aku percaya padamu. Jadi, aku juga berharap kamu juga percaya dengan masa laluku. Saat ini yang aku cintai hanyalah kamu, Leonel.”Pelukan itu melonggar, mata-mata yang sayu menyapu kesedihan. Tatapan hangat pada malam penuh ujian. Keduanya berusaha bersikap kuat, Leonel mengelus rambut Erica lalu mengecup keningnya.“Caca, saya berjanji. Saya tidak akan
Tiara menggelengkan kepala seraya menyeka air matanya.“Tidak Ma, Tiara sedikit sedih saja melihat Paman terlihat bahagia. Aku harap Erica perempuan baik, dan bukan perempuan matre yang hanya menginginkan uang dari Paman!”Natalie terkejut mendengarnya. Biasanya Tiara tidak akan memanggil Erica dengan sebutan nama langsung. Natalie merasa ada yang aneh, di sisi lain dia tidak melihat keberadaan Kenzo dan Dahlia.Saat ini Dahlia sedang menarik Kenzo yang sudah mabuk. Dia berada di balkon.“Bisa-bisanya kamu mabuk di saat seperti ini. Ayo pulang dengan Mama, jangan sampai kamu berkata yang tidak-tidak.”Saat itu juga Dahlia menyuruh ajudannya untuk membawa paksa Kenzo yang sudah mulai melantur. Sementara Erica dan Leonel menikmati pesta resepsi mereka, berbagai acara terus berlangsung.Teman-teman yang bekerja di restoran juga datang ke pesta, mereka masih tidak percaya karena Erica memang menikahi Leonel. Bahkan saat ini sedang mengandung putra dari Leonel.Pesta resepsi pun selesai. K
Erica yang sama sekali tidak mengenali Jasmine tersenyum dengan begitu ramah. Mauren langsung berjalan menarik gaunnya dan buru-buru mengarah ke arah pelaminan. Namun, semua itu terlambat. Karena Jasmine sudah lebih dulu mengulurkan tangannya kepada Leonel dengan wajah tersenyum.“Leo, selamat atas pernikahan dan kehamilan istrimu!” kata Jasmine yang perlahan tatapan matanya berubah menjadi sorot kesedihan, kerinduan.Leonel meraih tangan Jasmine, keduanya berjabat tangan. Tatapan Leonel datar, lalu Jasmine mendekatkan tubuhnya ke wajah Leonel.“Biarkan aku memelukmu untuk terakhir kalinya,” bisik Jasmine memeluk Leonel tanpa ragu. Dia juga mencium pipi Leonel di hadapan Erica, setelah itu dia langsung memutar tubuhnya dan turun dari pelaminan.Erica yang melihat semua itu tertegun. Dia tidak bisa berkata-kata, beberapa tamu yang melihatnya juga tercengang.“Erica, nanti aku akan menjelaskan padamu.”Erica mengangguk pelan.”Aku percaya padamu!”Jawaban Erica mengejutkan Leonel, karena
Mendengar kabar bahagia itu membuat Eleanor dan Philip terkejut dalam kebahagiaan. Karena pada akhirnya yang diinginkan mereka terkabul. Tiara juga tampak bahagia, begitu juga dengan sang ayah Archer, Sarah dan Henry benar-benar terkejut dalam kebahagiaan.“Ternyata benar Erica sedang hamil, sejak awal Mama curiga kalau Erica hamil,” kata Eleanor seraya memegang tangan suaminya.“Baguslah. Keinginanmu sekarang sudah tercapai,” kata Philip dengan wajah tersenyum.Namun, tidak dengan Natalie yang terdiam bersama dengan Dahlia dan juga Kenzo. Sedangkan Jasmine yang mendengar kabar itu benar-benar syok, sampai gelas di tangannya terjatuh ke lantai, saat itu juga dia langsung membalikkan badan meneteskan air mata.“Kita pulang saja, yuk.” Mauren mengelus punggungnya.Jasmine menggelengkan kepalanya.“Aku masih ingin melihatnya di sini. Aku ingin melihat kebahagiaan mereka,”jawab Jasmine yang saat itu pergi ke toilet.Mauren menghela napas, dia tahu tidak akan mudah membujuk Jasmine Mauren