Leonel kembali menyalakan lampu dan menatap Erica yang kini terduduk menatapnya dengan keringat bercucuran.
Mata mereka bertemu, lalu Erica langsung buru-buru masuk ke dalam selimut dengan posisi membelakangi suaminya.
“Kamu takut gelap, apa kamu yakin tidak kepanasan?” tanya Leonel.
“Ya!” jawab Erica singkat.
Leonel menatap punggung istrinya. Dia menaikkan sebelah alisnya seraya menghembuskan udara ke atas keningnya.
‘Sepertinya yang dia takutkan bukan gelap, tapi aku!’
Sebenarnya Leonel juga merasa canggung berbaring di ranjang yang sama dengan orang asing, karena selama ini dia selalu tidur sendirian.
Keduanya juga masih tidak percaya akan menikah secepat ini. Namun, semua ia lakukan untuk membuat ibunya bahagia dan tidak lagi berada dalam kekhawatiran. Mengingat dia sudah mau memasuki kepala empat.
Leonel kembali berbaring seraya menatap langit-langit kamar hotel, sebelum akhirnya dia tertidur dengan posisi tubuh yang sama-sama membelakangi.
Erica membuka matanya, keringatnya terus bercucuran. Namun, dia sama sekali tidak bergerak sedikit pun, ada rasa cemas di dalam hatinya. Dia juga penuh kewaspadaan.
‘Dia sudah tidurkan? Dia tidak akan melakukan hal aneh-aneh tanpa persetujuanku, kan?’
Meskipun sudah sah, Erica masih memiliki kecemasan. Bagaimanapun, ini terlalu cepat dan siap tidak siap dia harus bisa melewatinya.
Entah sudah berapa lama waktu berlalu, Erica merasa ada sebuah tangan yang saat ini sedang mengguncangkan tubuhnya.
“Erica, bangun,” ucap Leonel.
Dengan wajah yang masih mengantuk Erica membuka matanya dan menatap Leonel. Rasanya belum lama dia tertidur, dan sekarang sudah kembali dibangunkan.
“Pak, kenapa Bapak ada di kamarku?” tanya Erica linglung seraya mengucek matanya dan menguap.
Leonel menaikkan sebelah alisnya.
“Cepat bangun, saya tidak mau ketinggalan pesawat,” jawab Leonel yang saat itu langsung berdiri membelakangi tubuh Erica.
Erica mengerutkan keningnya. Setelah terdiam sesaat, matanya melotot. Dia langsung mengintip pakaiannya dari dalam selimut.
“Ah, lupa. Kalau aku sudah menikah!”
Leonel memutar kepalanya dan melirik Erica dengan tatapan tajam dan terasa dingin.
“Siap, Pak. Saya akan segera bangun. Tolong beri saya waktu 30 menit,” kata Erica seraya menyingkap selimutnya.
Tatapan Leonel semakin tajam. Erica yang takut akan diomeli suaminya langsung tergesa-gesa memakai sandal hotel.
“Dua puluh menit, Pak!” jawab Erica yang langsung berlari ke kamar mandi.
“Erica, pakaianmu ada di koper putih.”
“Oh … terima kasih, Pak.”
Erica langsung mengambil pakaian yang dikatakan Leonel. Namun, dia terkejut bukannya pakaian yang biasa dia kenakan. Ternyata, semua pakaian itu baru dan memiliki brand.
Mereka meninggalkan kamar hotel jam 5 pagi dan langsung berangkat ke airport diantarkan oleh Thomas.
Sepanjang perjalanan ke airport Erica hampir ketiduran. Thomas yang sedang menyetir hanya mengulas senyum tipis. Namun, Leonel hanya berfokus pada tab yang dipegangnya.
Leonel memesan penerbangan first class. Ini pertama kalinya Erica menaiki pesawat, dan berlibur ke luar negeri.
Setelah lebih dari 17 jam, akhirnya mereka tiba di Osaka International airport pada pagi hari. Semuanya telah diatur oleh Leonel, Leonel juga sudah menyewa kendaraan dan seorang sopir telah menjemput mereka mengantarkannya ke Kyoto.
“Pak, apa kita masih belum sampai?” tanya Erica pelan menatap sepasang mata dingin suaminya.
“Sebentar lagi.”
Perjalanan mereka kurang lebih 1 jam. Dan tiba di sebuah hotel yang cukup terkenal di Kyoto, sebuah hotel mewah dan strategis di pinggiran sungai ‘Kamogawa’.
“Woah.” Erica takjub dengan keindahan Kyoto.
Leonel menatapnya sinis. Kedatangan mereka langsung disambut hangat oleh staf hotel. Setelah cek in dan lain-lain, Leonel dan Erica diantarkan ke kamar hotel.
Kamar yang mereka tempati tipe suite room nomor 568. Leonel dan Erica masuk ke dalam kamar hotel, Erica menarik kopernya dan berlari kecil melihat ke setiap sudut ruangan yang begitu luas, dengan full fasilitas. Dia terlihat senang.
“Bisakah kamu tidak berlari-lari,” tegur Leonel dengan tatapan dingin.
Erica memutar tubuhnya tersenyum begitu manis pada suaminya.
“Em, ini pertama kalinya aku berlibur ke luar negeri! Maaf, jika aku sedikit udik!”
“Mulai sekarang kamu bisa pergi kemana pun kamu mau, selama kamu patuh dan tunduk kepada saya,” kata Leonel seraya menarik kopernya ke ruangan pakaian.
Erica mengerutkan keningnya.
“Dasar om-om arogan, dingin!” gerutunya pelan.
“Saya bisa mendengar suaramu. Jika kamu ingin memaki, sebaiknya langsung di hadapan saya,” kata Leonel.
Seketika Erica melotot dan menghampiri suaminya.
“T–tidak kok, mana berani saya memaki.”
Leonel tidak menanggapi, dia mengambil koper Erica dan menaruhnya di sebelah kopernya. Di depan mereka ada sepasang yukata untuk mereka gunakan.
Erica berjalan menuju kamar utama, dia melihat tempat tidur mereka. Erica pun tersenyum.
“Hanya ada satu kamar tidur, apa artinya aku dan dia ... akan kembali tidur di kamar yang sama?” gumamnya yang seketika membuat wajah Erica memerah dan malu sendiri.
Kamar yang mereka tempati sangat besar, seberang kanan tempat tidur terdapat sebuah sofa dan jendela besar yang memperlihatkan sungai Kamogawa dan jalanan serta gedung perkotaan.
Leonel menarik pintu di seberang tempat tidur. Itu sebuah ruangan kerja yang terhubung dengan kamarnya, ia pun masuk.
“Erica, kemari,” kata Leonel.
Erica menghampiri suaminya dan melihat Leonel duduk di sebuah sofa.
Di atas meja terdapat beberapa lembaran kertas. Perasaan Erica berubah menjadi tidak enak. Mata mereka berdua saling menatap, setelah keheningan sesaat. Akhirnya suara Leonel kembali terdengar.
“Aku ingin kamu menandatangani ini. Dan tidak ada penolakkan,” kata Leonel.
“Apa ini?” tanya Erica dengan suara pelan yang kini sudah meraih lembaran kertas di hadapannya.
Leonel memilih tidak menjawab. Erica terkejut dan kembali menatap Leonel.
“Perjanjian pernikahan?!”
Leonel mangut pelan. Erica kembali membaca perjanjian itu, terkejut dengan poin-poin yang dituliskan oleh Leonel.
Ternyata Leonel sudah menyiapkan semua ini.
“Kamu ingin menjadikan pernikahan ini sebagai pernikahan kontrak?” tanya Erica dengan sorot mata teduh.
Sepasang mata dingin itu, menatapnya dengan angkuh. Kepalanya sedikit dimiringkan.
“Kamu pikir saya menikahimu karena cinta? Kita baru bertemu beberapa kali di restoran. Saya yakin kamu cukup pintar,” kata Leonel.
“Lalu, kenapa Bapak mau menikahiku?” tanya Erica.
Tatapannya masih tegas dan terasa semakin dingin.
“Jangan lupa, kalau kamu sudah dijual oleh keluargamu sebagai pelunas hutang. Selain itu kamu adalah kandidat yang sedikit cocok untuk dijadikan istri sementara saya.”
Erica menurunkan pandangannya, dia sadar diri. Dia dan Leonel bagai langit dan bumi. Sekarang dia tahu, kalau ini adalah penjelasan yang dikatakan Leonel saat hari pernikahan.
“Jika aku tidak mau menandatangani perjanjian ini, punishment apa yang akan aku dapatkan?”
Leonel tersenyum kecil.”Saya bisa melakukan apa saja yang membuat keluargamu rugi. Tapi, jika kamu patuh, kamu akan mendapatkan keuntungan seperti yang tertulis dalam perjanjian pernikahan.”
Erica menatap lekat suaminya. Karena Erica masih diam, jadi Leonel melanjutkan perkataannya.
“Dan kamu bisa melanjutkan kuliah kedokteran di luar negeri. Hanya syaratnya kamu harus melahirkan anak saya. Kita akan bercerai di waktu yang telah ditentukan. Anak-anak akan ikut dengan saya, kamu bisa melanjutkan karir mu. Pikirkan keuntungan yang akan kamu dapatkan dari saya.”
Melayani Leonel dan melahirkan anak, memang itu sudah menjadi kewajibannya. Tapi, menjadi janda di usia muda, membuat Erica mempertimbangkannya kembali.
‘Banyak maunya. Dia kira hamil, melahirkan itu mudah apa?’
Wajah Erica berubah menjadi kecut.
“Kamu tidak mau? Saya dengar adikmu sudah menunggak hampir satu tahun di sekolah. Apa kamu tidak takut adikmu dikeluarkan dari sekolah?”
Karena sudah seperti ini, Erica tidak memiliki pilihan selain mengajukan syarat juga.
“Aku akan menandatanganinya, tapi aku juga mengajukan tambahan poin tertentu,” kata Erica dan langsung mengambil balpoint dan menuliskan beberapa poin di bawahnya.
Erica meminta hutang keluarganya dianggap lunas. Dan ingin adiknya dipindahkan ke sekolah lebih bagus dan tinggal di asrama, Erica juga meminta Leonel membiayai pendidikan adiknya sampai kuliah nanti. Dan memfasilitasi Erica dan adiknya.
Erica juga meminta jika mereka memiliki anak nanti, dalam satu minggu Leonel harus membagi waktu itu untuk Erica bersama dengan anaknya. Dan harus adil, tidak boleh melarang Erica menemuinya.
Erica juga ingin tetap bekerja. Keduanya sepakat menyembunyikan pernikahan mereka dari publik
“Setuju.”
“Semudah itu?”
Leonel mengangguk pelan.”Sisanya kamu harus melakukan tugasmu sebagai seorang istri. Dan jika salah satu diantara kita melanggar perjanjian maka pihak tertentu tidak akan mendapatkan apapun!” ucap Leonel dengan tatapan dingin.”Karena pengkhianat harus dihukum!”
“Sepakat,” jawab Erica. Mereka berdua akhirnya saling menandatangani perjanjian pernikahan yang memang menguntungkan Erica. “Ingat ini jangan ganggu kedamaian saya.Karena saya datang ke sini bukan untuk bulan madu, tapi untuk bekerja.” Erica tercengang.”Bekerja? Lalu kenapa Anda membawa saya bersama Anda?” Jika Leonel tidak membawa Erica, Eleanor pasti akan mengomelinya karena meninggalkan istrinya. Leonel memilih untuk tidak menyahutinya. “Jika kamu mau jalan-jalan, kamu bisa pergi sendiri. Kamu juga bisa berbelanja sesukamu,”kata Leonel mengeluarkan sebuah kartu. Erica terbelalak terkejut melihat kartu di depannya. “Ini—” “Untukmu. Sekarang kamu adalah istri saya, maka semua kebiasaan burukmu harus diubah. Disiplin waktu,” kata Leonel. “Baik, Pak, saya mengerti.” “Satu lagi berhenti saya memanggil Bapak.” “Loh, Bapakkan memang lebih dewasa dari saya. Jadi. sepertinya sapaan Bapak cukup umum.” “Dari pada saya panggil om tuwir!” gumam Erica pelan dengan mata yang menat
“Belum, Pak, terima kasih untuk makan malamnya.” “Bagaimana dengan perutmu?” tanya Leonel dengan suara pelan. “Sudah membaik. Sekali lagi terima kasih,” kata Erica. Leonel pun memutar tubuhnya menghadap Erica. “Berbalik, saya tidak sedang berbicara dengan tembok.” Dengan jantung berdebar, akhirnya Erica memberanikan diri menoleh dan melihat sepasang mata lembut yang kini sedang menatapnya. Entah mengapa Erica merasa kalau Leonel yang berada di atas tempat tidur adalah lelaki yang hangat. “Apa kalian dua saudara?” tanya Leonel. “Ya, hanya Lucio yang saya miliki saat ini.” Leonel memejamkan matanya. “Besok aku akan pergi bertemu rekan bisnis sebentar. Setelah itu aku akan mengajakmu jalan-jalan.” “Benarkah?” tanya Erica. Leonel tidak menyahut. Erica tersenyum, dia menatap wajah tampan suaminya. ‘Saat tidur pun masih terlihat tampan.’ Erica memejamkan matanya dan tertidur begitu saja. *** Entah sudah berapa lama mereka tertidur. Erica merasa tubuhnya hangat,
Erica tertegun, melihat Leonel mengulurkan tangannya. Namun, sebelum Erica menjawab, Leonel sudah lebih dulu meraih tangannya. Erica merasa ada sedikit kehangatan di dalam hati kecilnya. Dia merasa diperhatikan, dan dijaga. Setelah membeli tiket, mereka masuk ke area kuil. Keduanya berjalan-jalan dengan santai, dan berhenti di sebuah kuil di tengah-tengah danau. “Indah sekali. Apa benar kuilnya terbuat dari emas murni?” tanya Erica. “Ya,” jawab Leonel kembali melangkah. “Eh, Pak, tunggu. Kita foto bersama dulu,” ajak Erica. “Saya tidak suka berfoto,”jawab Leonel. Erica yang mendengar itu tercengang. Namun, dia tidak tinggal diam saja dia memotret keindahan tempat itu. Dan dengan paksa, dia menarik Leonel. “Pak, ayo, nanti Mama Bapak tanya, loh.” Leonel terdiam dan menatap Erica, dia berpikir kalau ucapan Erica memang ada benarnya juga. Akhirnya Leonel mau berfoto bersama. Namun, tatapannya sangat dingin dalam potret itu. “Pak, senyum dikit, kek. Jangan kaya es batu begitu.”
Leonel melirik ke arah istrinya. Sebelum Kenzo bereaksi, suara Tiara sudah lebih dulu terdengar menyapa Leonel yang merupakan pamannya.“Paman, aku senang sekali Paman bisa datang ke perayaan pertunangan kami,” kata Tiara tersenyum, lalu menatap Erica dengan tatapan lekat, kemudian kembali tersenyum.“Ah, ini Bibi kecilku.”“Kenzo, perkenalkan ini Bibi kecil dan Pamanku,” kata Tiara.Dengan mata merah, dia mengulurkan tangannya kepada Leonel dan juga Erica yang saat ini berusaha profesional.Tiara meraih tangan Erica, hal itu membuat Erica sedikit terkejut.“Sepertinya kita seumuran. Paman sangat keren. Bibi kecil, Paman maaf karena kemarin aku masih di luar negeri. Jadi, tidak sempat datang ke acara pernikahan kalian.”Erica terlihat tidak nyaman, dia ingin sekali segera meninggalkan tempat ini. Leonel merasakan kegelisahan Erica saat ini.“Istriku, apa kamu baik-baik saja?” tanya Leonel.Kalimat istri membuat Erica terperangah sejenak. Lalu, manik matanya bertemu dengan mata Kenzo y
Meskipun jantungnya berdebar, dan sedikit takut. Namun, keduanya saling membalas ciuman dengan hangat. Leonel melepaskan ciuman itu, menatap wajah Erica dan mengelus wajahnya. Kali ini tatapannya terasa lembut. “Erica,” panggil Leonel. Erica membuka mata dengan katup bibir yang terangkat, menatap Leonel dengan wajah semu merah. “Ya.” “Apa kamu masih mencintai mantanmu?” tanya Leonel, sekilas sorot matanya terlihat dingin. Erica menurunkan pandangannya.”Tidak.” Leonel meraih dagu istrinya, sehingga wajahnya menengadah menatap Leonel. “Aku tanya sekali lagi, apa kamu masih menyukai lelaki itu?” “Tidak! Aku bukan wanita bodoh yang masih mau mencintai bajingan seperti dia.”Mata Erica kembali memerah, sementara mata Leonel semakin tajam.”Dia lebih memilih keponakanmu daripada aku. Aku sangat membencinya!” Mata mereka saling menatap dengan begitu lekat. “Saya pria dewasa, bukan anak seumuran kalian. Jadi, pengalaman percintaan seperti ini sudah saya lalui. Saya peringatkan kamu, j
Erica yang mendengar suara suaminya terkejut dan langsung melotot. Erica dapat merasakan hangat napas suaminya, hal itu membuat Erica semakin berdebar.“Saya ingin mandi, saya harus pergi ngampus.”“Kamu masih masa cuti, hari ini jadwal kita adalah menemui orang tua saya. Setelah itu pulang ke rumah,” jawab Leonel.Erica memutar tubuhnya menghadap Leonel.“Maksudmu, kita akan pergi ke rumah sakit?” tanya Erica.Jemari tangan Leonel perlahan mengelus wajah Erica, manik mata Erica melirik kepada tangan hangat yang kini masih mengelus wajahnya.“Ya, ingat. Jangan sampai kamu membahas perihal kontrak pernikahan. Hari ini kamu harus menjadi istri yang mencintai suaminya, jika sampai kamu melakukan kesalahan, saya akan menghukummu!” kata Leonel dengan tatapan yang berubah menjadi dingin, dan kalimatnya terdengar mengancam.“Lalu, bagaimana dengan kuliahku?”“Setelah semua urusan resmi kita selesai, kamu sudah boleh ngampus. Dan ingat, rahasiakan pernikahan kita dari teman-temanmu.”Erica t
Wajah Erica seketika berubah menjadi merah. Namun, tidak dengan Leonel yang sama sekali tenang seperti biasanya.“Istriku, sudahlah jangan menggoda mereka. Leo dan menantu kita pasti lelah, sejak kemarin mereka tidak ada istirahat. Biarkan mereka pergi, kamu juga harus istirahat.”Eleanor tersenyum kepada suaminya seraya memegangi tangannya.“Kali ini aku akan mendengarkanmu.”“Ma, kami akan pulang ke rumah dulu,” kata Leonel.“Hati-hati,” kata Eleanor.Erica membungkuk kepada mertuanya, mereka berdua meninggalkan rumah sakit. Eleanor tersenyum lebar dan menurunkan pandangannya.“Sekarang aku bisa bernapas lega putra kecilku sudah menikah. Aku harap dia bisa melupakan masa lalunya yang pahit. Erica ini, meskipun dia terlahir dari keluarga biasa, tapi aku yakin dia pilihan terbaik untuk menjadi istri Leo.”“Aku juga berpikir begitu. Semoga dia tidak mengecewakan kita di masa depan.”Leonel saat melepaskan genggaman tangannya, dia menghela napas. Keduanya masuk kembali ke dalam mobil ya
Leonel menurunkan pandangannya. Dia teringat malam dimana Leonel hampir menabraknya.‘Sepertinya malam itu, adalah malam perpisahan mereka.’Leonel menebaknya begitu saja. Menghitung hingga hari dia menikah dan pertunangan Tiara.“Pak, apa ada yang ingin Anda tanyakan lagi?” ucap Thomas.“Saya ingin kamu mengawasi mereka.”“Apa Anda cemas kalau Nyonya kecil akan kembali ke pelukan Tuan Kenzo?”Leonel yang mendengar itu langsung melirik Thomas dengan tatapan mematikan. Thomas langsung menunduk dan menutup mulutnya rapat-rapat dan tidak lagi berbicara.“Sekarang kamu sudah boleh pergi.”Thomas pergi meninggalkan ruangan kerja Leonel. Setelah kepergian Thomas Leonel langsung berdiri, dan kembali ke kamarnya menggunakan pintu khusus. Saat dia masuk ke dalam, dia melihat Erica sedang merapikan meja belajarnya. Leonel berdiri menyilangkan kedua tangannya.Erica pun menoleh kepada suaminya.“Anda sudah selesai?” tanya Erica.Leonel berdehem.”Kamu tidak perlu formal pada saya, lagi pula sek
Tiara terbelalak mendengarnya. Dia tidak menyangka kalau Leonel akan bersikap keras terhadapnya. Hingga membentaknya di hadapan Kenzo, saat itu juga Tiara tidak bisa menyembunyikan air matanya. Dia menangis di hadapan Kenzo.“Sejak menikahi Erica, Paman sudah banyak berubah. Bahkan sekarang membentakku hanya untuk orang asing seperti dia. Jangan-jangan anak yang dikandung Erica bukan anak Paman, tapi anak dia!” tuduh Tiara kepada Kenzo.Kenzo terkejut mendengarnya.”Kau! … Tiara, aku memang masih mencintai Erica, tetapi tuduhanmu terhadapku sangat keterlaluan.”Leonel mengepal tangannya. Darahnya mendidih, jika saja bukan keponakannya. Mungkin Tiara sudah mendapatkan tamparan dari Leonel.“Tiara, saya peringatkan padamu sekali lagi. Jangan membuat masalah dengan Erica, kedua jangan membuat ulah yang merugikan Erica, ketiga Erica bukan orang asing, dia istri saya. Keluarga saya, ibu anak saya. Saya lebih tahu anak siapa yang dikandung Erica, karena saya yang menghamilinya!” dengus Leon
Leonel terkejut mendengarnya. Melihat reaksi suaminya Erica tertawa, perlahan kedua tangannya menyentuh kedua pipi Leonel.“Leonel, aku bercanda. Aku mencintaimu!” ucap Erica dengan wajah tersenyum.Tanpa sebuah kalimat Leonel langsung mencium bibir Erica dengan sangat lembut dan penuh kehangatan. Tidak ada sebuah kalimat yang bisa menggambarkan kebahagiaan Leonel saat ini. Kalimat pun tidak cukup, kalimat yang begitu sederhana, tetapi membuatnya sangat bahagia.Lalu kecupan hangat itu terlepas dan keduanya sama-sama mengukir sebuah senyuman yang hangat.“Erica, saya sangat-sangat mencintaimu dan juga anak kita. Akhirnya aku akan menjadi seorang ayah, kamu harus sehat. Mulai sekarang jangan pikirkan apapun lagi, apapun yang kamu inginkan, kamu hanya perlu memberitahu saya. Anak kita dan kamu tidak boleh kekurangan apapun.”“Aku tahu. Sejak kecil aku hidup penuh dengan kekurangan, sekarang aku tidak akan lagi seperti itu. Terutama anakku dan Lucio, masa depan mereka harus cerah. Dan ti
Erica meraih tangan Leonel sembari mengukir sebuah senyuman.“Tidak apa-apa,” sahutnya yang kemudian meraih tubuh Leonel dan memeluknya.Erica menepuk-nepuk pundak Leonel. Dan keduanya saling memeluk satu sama lain.“Kamu tidak ingin bertanya siapa perempuan tadi?”Erica menghela napas secara perlahan dan menghembuskannya.“Masa lalu tidak perlu diungkit. Semua orang memiliki masa lalu, termasuk aku. Kisah kita memang terlalu pelik, tetapi kita berdua berjalan untuk masa depan. Dan aku tidak mau sedih terus menerus, aku tidak ingin kehamilanku juga terganggu.”“Aku sudah melupakannya. Apa kamu percaya?”“Kamu sudah dengar tadi, kalau aku percaya padamu. Jadi, aku juga berharap kamu juga percaya dengan masa laluku. Saat ini yang aku cintai hanyalah kamu, Leonel.”Pelukan itu melonggar, mata-mata yang sayu menyapu kesedihan. Tatapan hangat pada malam penuh ujian. Keduanya berusaha bersikap kuat, Leonel mengelus rambut Erica lalu mengecup keningnya.“Caca, saya berjanji. Saya tidak akan
Tiara menggelengkan kepala seraya menyeka air matanya.“Tidak Ma, Tiara sedikit sedih saja melihat Paman terlihat bahagia. Aku harap Erica perempuan baik, dan bukan perempuan matre yang hanya menginginkan uang dari Paman!”Natalie terkejut mendengarnya. Biasanya Tiara tidak akan memanggil Erica dengan sebutan nama langsung. Natalie merasa ada yang aneh, di sisi lain dia tidak melihat keberadaan Kenzo dan Dahlia.Saat ini Dahlia sedang menarik Kenzo yang sudah mabuk. Dia berada di balkon.“Bisa-bisanya kamu mabuk di saat seperti ini. Ayo pulang dengan Mama, jangan sampai kamu berkata yang tidak-tidak.”Saat itu juga Dahlia menyuruh ajudannya untuk membawa paksa Kenzo yang sudah mulai melantur. Sementara Erica dan Leonel menikmati pesta resepsi mereka, berbagai acara terus berlangsung.Teman-teman yang bekerja di restoran juga datang ke pesta, mereka masih tidak percaya karena Erica memang menikahi Leonel. Bahkan saat ini sedang mengandung putra dari Leonel.Pesta resepsi pun selesai. K
Erica yang sama sekali tidak mengenali Jasmine tersenyum dengan begitu ramah. Mauren langsung berjalan menarik gaunnya dan buru-buru mengarah ke arah pelaminan. Namun, semua itu terlambat. Karena Jasmine sudah lebih dulu mengulurkan tangannya kepada Leonel dengan wajah tersenyum.“Leo, selamat atas pernikahan dan kehamilan istrimu!” kata Jasmine yang perlahan tatapan matanya berubah menjadi sorot kesedihan, kerinduan.Leonel meraih tangan Jasmine, keduanya berjabat tangan. Tatapan Leonel datar, lalu Jasmine mendekatkan tubuhnya ke wajah Leonel.“Biarkan aku memelukmu untuk terakhir kalinya,” bisik Jasmine memeluk Leonel tanpa ragu. Dia juga mencium pipi Leonel di hadapan Erica, setelah itu dia langsung memutar tubuhnya dan turun dari pelaminan.Erica yang melihat semua itu tertegun. Dia tidak bisa berkata-kata, beberapa tamu yang melihatnya juga tercengang.“Erica, nanti aku akan menjelaskan padamu.”Erica mengangguk pelan.”Aku percaya padamu!”Jawaban Erica mengejutkan Leonel, karena
Mendengar kabar bahagia itu membuat Eleanor dan Philip terkejut dalam kebahagiaan. Karena pada akhirnya yang diinginkan mereka terkabul. Tiara juga tampak bahagia, begitu juga dengan sang ayah Archer, Sarah dan Henry benar-benar terkejut dalam kebahagiaan.“Ternyata benar Erica sedang hamil, sejak awal Mama curiga kalau Erica hamil,” kata Eleanor seraya memegang tangan suaminya.“Baguslah. Keinginanmu sekarang sudah tercapai,” kata Philip dengan wajah tersenyum.Namun, tidak dengan Natalie yang terdiam bersama dengan Dahlia dan juga Kenzo. Sedangkan Jasmine yang mendengar kabar itu benar-benar syok, sampai gelas di tangannya terjatuh ke lantai, saat itu juga dia langsung membalikkan badan meneteskan air mata.“Kita pulang saja, yuk.” Mauren mengelus punggungnya.Jasmine menggelengkan kepalanya.“Aku masih ingin melihatnya di sini. Aku ingin melihat kebahagiaan mereka,”jawab Jasmine yang saat itu pergi ke toilet.Mauren menghela napas, dia tahu tidak akan mudah membujuk Jasmine Mauren
Jasmine mengulas senyum kepada Leonel, dia juga tidak segan-segan mengangkat gelasnya mengajak Leonel bersulang. Di waktu yang sama manik mata Erica dan Jasmine bertemu.‘Perempuan itu sangat cantik.’Erica sama sekali tidak mengenali Jasmine, dan beberapa tamu Leonel. Natalie dan Archer menyadari kehadiran Jasmine bersama dengan Mauren.“Sekarang kamu sudah melihat wanita yang dinikahi Leonel, apa kamu sudah puas?” kata Mauren.“Cantik dan masih muda. Tapi, tetap saja aku yang lebih mengenal Leo dari dia, aku juga yang pertama kali bertemu dengannya. Dia hanyalah gadis kecil yang beruntung dinikahi pria yang aku cintai.”Mauren menghela napas.”Jangan berulah di pernikahan mereka.”“Aku tidak sebodoh itu. Meskipun hatiku tidak rela, apa yang bisa aku perbuat saat ini. Menghancurkan pesta pernikahan mereka tidak akan membuat Leonel kembali kepadaku, bukan?”Mauren mengelus punggung Jasmine dengan wajah tersenyum.Kini Leonel dan Erica berada di kursi pernikahan mereka tersenyum kepada
“Ca, tenangkan dirimu. Hari ini, hari baik. Tidak boleh berpikiran yang tidak-tidak, oke.”Erica mangut-mangut. Dia duduk di sofa.“Kamu pergi saja temui Mama dan yang lainnya, aku ingin istirahat sebentar. Jam berapa penata rias mulai meriasku?”“Saya meminta merias kamu jam 6 saja, acaranya jam 7. Cukup untuk merias kamu,” kata Leonel.“Oke. Aku tidur sebentar,” kata Erica.Leonel mengecup kening Erica.”Jika kamu butuh sesuatu hubungi aku langsung.”Leonel pergi menemui orang tuanya yang berada di kamar khusus. Mereka semua berkumpul di sofa, di sana juga ada Lucio yang cukup canggung berada di tengah-tengah keluarga dari Leonel.“Jadi, ini Lucio. Akhirnya aku melihatmu juga, selama ini kita tidak berkesempatan bertemu. Cukup tampan juga, tetapi pemalu. Wajar saja masih SMA, kalau dipoles sedikit pasti lebih menarik.”Lucio tersenyum tipis.“Kamu juga pas awal masuk SMA masih buluk,” kata Sarah.“Bibi —” Tiara mengerutkan keningnya dan menghela napas.Natalie tersenyum dan menggoda
“Tidak. Saya sangat bersyukur bisa menemukanmu di tengah keramaian wanita di luar sana, meskipun usia kita jauh berbeda. Tapi, saya tidak pernah menyesal bertemu denganmu. Karena saya tahu, ini jalan hidup saya.”Erica menatap mata suaminya yang tampak teduh. Dia memeluk Leonel, dalam hati kecilnya, ia berharap kalau Leonel tidak pernah mengecewakannya. Bagaimanapun, dia sudah mengorbankan masa mudanya untuk sebuah pernikahan dan rela hamil di saat dia sedang kuliah.“Bagaimana, apa kamu sudah siap? Jika kamu sudah siap kita akan pergi ke hotel, acaranya jam 7 malam. Kamu bisa istirahat sampai sore di sana,” kata Leonel.“Ayo kita pergi sekarang. Keluarga kita sudah berada di sana,” kata Erica.Leonel mengangguk, dia meraih tangan Erica mereka menuruni lift dan menaiki mobil menuju hotel milik keluarganya. Di seberang sana, Catalina saat ini sedang membeli sayur di tukang sayur yang ada di mobil. Dia melihat ibu-ibu seperti biasa tengah berkerumun bersama dengan ibu penjual sayur.“E