“Sepakat,” jawab Erica.
Mereka berdua akhirnya saling menandatangani perjanjian pernikahan yang memang menguntungkan Erica.
“Ingat ini jangan ganggu kedamaian saya.Karena saya datang ke sini bukan untuk bulan madu, tapi untuk bekerja.”
Erica tercengang.”Bekerja? Lalu kenapa Anda membawa saya bersama Anda?”
Jika Leonel tidak membawa Erica, Eleanor pasti akan mengomelinya karena meninggalkan istrinya.
Leonel memilih untuk tidak menyahutinya.
“Jika kamu mau jalan-jalan, kamu bisa pergi sendiri. Kamu juga bisa berbelanja sesukamu,”kata Leonel mengeluarkan sebuah kartu.
Erica terbelalak terkejut melihat kartu di depannya.
“Ini—”
“Untukmu. Sekarang kamu adalah istri saya, maka semua kebiasaan burukmu harus diubah. Disiplin waktu,” kata Leonel.
“Baik, Pak, saya mengerti.”
“Satu lagi berhenti saya memanggil Bapak.”
“Loh, Bapakkan memang lebih dewasa dari saya. Jadi. sepertinya sapaan Bapak cukup umum.”
“Dari pada saya panggil om tuwir!” gumam Erica pelan dengan mata yang menatap hati-hati Erica.
“Om tuwir katamu? Saya memang sudah cukup tua, tapi wajah saya masih baby face!” Leonel pun berdiri dan meninggalkan Erica.
Saat ini Leonel sedang mandi dengan air hangat. Erica pun melihat-lihat ruangan kamar mandi yang luas, dimana ada kolam air hangat, dan juga kolam air dingin.
“Hotel ini benar-benar mewah. Beruntung sekali aku diajak kemari,” gumam Erica tersenyum.
Erica kembali melangkahkan kakinya, dia melihat ada bathtub yang menghadap ke arah jembatan di seberang sana. Dan ketika manik matanya menoleh ke arah ruangan kaca, Erica pun menjerit dengan mata melotot.
Punggung Leonel terekspos dengan sempurna, di balik ruangan kaca yang kini sudah berembun. Erica lari kembali ke dalam kamar, Leonel memutar kepalanya ke kanan, tetapi tidak menoleh.
“Apa dia belum pernah melihat tubuh pria? Aku rasa dia sudah belajar anggota tubuh manusia.”
Wajah Erica merah. Jantungnya berdegup kencang, Erica memegangi kedua wajahnya yang terasa panas.
“Apa yang barusan aku lihat.” Erica mengipas-ngipas tangannya, dia merasa sangat malu.
Dia tidak bisa membayangkan jika dia sedang mandi, Leonel masuk dan melihat tubuhnya yang belum pernah dilihat oleh orang lain selain dirinya.
Leonel memakai yukata dan menghampiri Erica. Sontak mata Erica melotot dan langsung membuang wajah.
“Cepat mandi. Pakaian kotor dari luar tidak boleh naik ke atas tempat tidur, ada pakaian keluar, pakaian tidur, pakaian santai. Apa kamu mengerti,” kata Leonel.
Erica tercengang, dia hanya mengangguk pelan.
“Baik, aku mengerti.”
“Satu lagi, peralatan mandi sudah saya pisah. Jadi, jangan sentuh milik saya termasuk handuk.”
“Iya,” jawab Erica dengan suara kecil. Dia tampak malas menanggapinya.
Erica pergi ke kamar mandi, dia menggerutu karena memiliki suami yang begitu cerewet.
“Begini nasib nikah sama om-om, cerewet. Dia lebih cerewet dari bapakku!”
Mengucap kalimat bapak. Erica sedikit sedih, karena saat menikah kemarin, Erica tidak didampingi bapaknya. Entah dimana, dia pergi meninggalkan hutang yang sangat banyak.
Dengan perasaan was-was dan selalu melihat ke belakang, Erica akhirnya mandi.
Saat dia selesai mandi dan berganti pakaian, dia sama sekali tidak menemukan Leonel.
“Apa dia pergi?”
Erica melihat ada sebuah kertas berwarna biru yang ditempelkan di atas ponselnya. Erica mengambilnya.
[Saya pergi keluar.]
Erica tidak ambil pusing, dia mengambil buku dalam kopernya. Dia membacanya. Di waktu yang sama, dia mendapatkan pesan dari sahabatnya.
[Caca, kamu kemana saja kok masih belum ngampus? Kamu baik-baik saja, kan?]
Erica yang melihat notifikasi pesan itu baru ingat kalau sahabatnya tidak tahu kalau dirinya cuti karena menikah. Erica juga tidak bisa memberitahu sahabatnya.
“Maaf, aku harus mengabaikanmu lebih dulu,” gumam Erica yang kembali membaca buku.
Dia baru sadar kalau dia dan Leonel tidak bertukar nomor telepon.Mengingat Leonel yang cerewet, membuat Erica sedikit kesal.
Erica mencari tahu tentang Kyoto, sampai dirinya ketiduran di sofa. Dan saat terbangun langit sudah gelap. Erica merasakan keheningan.
“Apa dia belum kembali?” gumam Erica bangun dari sofa.
Erica melihat sudah jam 7 malam. Dia merasa lapar, jadi dia mencari makanan dan menemukan camilan di dalam sebuah lemari makanan. Dia pun memakannya seraya menunggu Leonel kembali.
“Duh, perutku sakit,” rintihnya.
Erica memiliki penyakit mag, karena selalu makan terlambat dan selalu mendapatkan jatah makan sedikit dari bibinya.
Waktu terus berputar. Leonel baru saja kembali, dia melihat Erica berada di kamar meringkuk.
Sejak dia kembali, dia tidak melihat adanya makanan. Dan hanya menemukan satu bungkus camilan yang terbuka bahkan tidak habis.
“Erica, bisakah kamu taruh makanan ke tempatnya kembali? Dan tidak dibuat berantakan seperti ini. Remahan makanan akan mengundang semut,” kata Leonel seraya berjalan ke ruang ganti pakaian.
Setelah berganti pakaian, Leonel masih melihat Erica berbaring dengan posisi yang sama, yaitu membelakanginya. Leonel mengangkat tangan seperti ingin menyentuh tubuh istrinya. Namun, dia mengurungkan niatnya.
“Kamu dengar tidak saya berbicara? Saya bukan sedang berbicara pada patung!” tegur Leonel ketus.
“Maaf, perut saya sedag sakit!” jawab Erica pelan.
Leonel langsung duduk di tepi tempat tidur dan akhirnya menempelkan tangan di kening Erica. Badannya sedikit hangat, Erica terkejut dan menatapnya lemas.
“Kamu belum makan malam?” tanya Leonel.
“Aku menunggu Bapak.”
Leonel menghela napas, dan terlihat marah.”Kenapa kamu harus menunggu saya? Kamu kan bisa makan sendiri, jangan jadikan saya alasan perut kamu sakit karena menunggu saya pulang.”
Erica yang mendengar itu tidak bisa berkata-kata, matanya berkaca-kaca. Kata-kata Leonel terdengar dingin dan memarahinya. Erica pun menurunkan pandangannya.
“Ini pertama kalinya saya keluar negeri dan menginap di hotel semewah ini. Saya juga tidak bisa menggunakan bahasa Jepang. Ya, Bapak benar ini salah saya,” kata Erica yang langsung menyingkap selimutnya menginjakkan kaki di lantai.
Ketika hendak berdiri, Erica merasa perutnya sakit. Jadi, dia berjalan dengan membungkuk sedikit demi sedikit seraya memegangi perutnya. Leonel yang melihat itu semua, akhirnya berdiri dengan begitu tiba-tiba membopong Erica membuatnya terkejut.
Erica menatap sepasang mata dingin suaminya. “Apa yang akan Anda lakukan?”
“Turunkan saya!” pinta Erica seraya menerjang-nerjang kakinya.
Namun, Leonel tidak memperdulikannya dan menurunkan tubuh Erica di tempat tidur. Mata Erica langsung melotot dan berguling ke kananan seraya menyilangkan tangannya di dada.
“Apa yang kamu pikirkan. Kamu bilang perutmu sakit, otakmu selalu dipenuhi pikiran kotor.”
Erica melotot dan langsung membuang muka. Leonel mengambil sesuatu di kotak obat yang dibawanya dan menuangkan segelas air putih.
“Minumlah,” kata Leonel memberikannya kepada Erica.
‘Meskipun orang ini dingin, tapi dia masih memiliki hati nurani!’
Leonel menatap dingin Erica.”Apa yang sedang kamu pikirkan? Kamu sedang mengatai saya dalam hati?”
“Tidak, kok!” bantah Erica.
Leonel menghubungi pihak hotel dengan meminta layanan kamar untuk Erica. Malam itu Erica makan dengan begitu lahap, sedangkan Leonel hanya melihat tab yang sekarang berada dalam genggamannya.
“Anda tidak makan?” tanya Erica.
“Sudah.”
“Dengan rekan bisnis atau, teman?” tanya Erica penasaran.
Sepasang mata dingin kini menatapnya dengan tatapan penuh peringatan.
“Ah, sepertinya pacar Anda!”
“Sepertinya kamu sangat penasaran dengan kehidupan saya.”
“Emh, jelas saya penasaran. Karena Anda dan aku terpaut usia yang sangat jauh, aku hanya seorang gadis polos yang dinikahi oleh om dingin dan galak!” kata Erica seraya menghabiskan makanannya.
Leonel menaikkan sebelah alisnya.”Om?!”
“Ya, saya heran saja pada orang kaya, menjadikan manusia sebagai pelunas hutang. Padahal di luar sana, banyak wanita yang lebih matang untuk dijadikan istri. Anda lebih cocok menjadi ayah saya, bukan? Namun, bedanya Anda terlihat awet muda secara fisik dan juga masih tampan!” kata Erica menyengir.
Tatapan Leonel menajam dan semakin dingin. Tanpa adanya sebuah senyuman.
‘Sepertinya aku berhasil membuatnya kesal. Lagi pula, siapa suruh menyebalkan!’
“Kamu benar, kamu masih sangat muda. Alasan saya mempertimbangkan kamu, salah satunya karena kamu kuliah kedokteran. Setidaknya kamu bisa merawat ibu saya, kedua saya menginginkan anak,” jawab Leonel. Mengingat anak muda bisa lebih banyak menghasilkan anak dan tenaganya masih kuat.
Erica teringat kalau saat terakhir kali video call, dia melihat mertuanya berada di rumah sakit.
“Setelah makan, saya tidak ingin ada piring kotor di atas meja. Jangan lupa sikat gigimu,” kata Leonel yang langsung masuk ke dalam kamar dan merebahkan tubuhnya di tempat tidur.
“Lihat, dia lebih mirip bapak, kan?” Erica menghela napas.
Erica pergi ke ruangan pakaian, dia sama sekali tidak menemukan pakaian tidurnya. Semua yang ada di koper ada baju tidur seksi, jadi dia hanya bisa memakai pakaian santai yang saat ini dia pakai.
Dia melihat Leonel sudah tidur. Dengan hati-hati dia naik ke atas tempat tidur dan membelakangi Leonel. Leonel membuka matanya, keduanya terdiam dalam pikirannya masing-masing.
Erica meremas selimutnya dan belum mengucapkan terima kasih atas makanan yang dipesan suaminya. Namun, dia takut mengganggu Leonel yang sudah tidur.
“Kamu sudah tidur?” tanya Leonel.
“Belum, Pak, terima kasih untuk makan malamnya.” “Bagaimana dengan perutmu?” tanya Leonel dengan suara pelan. “Sudah membaik. Sekali lagi terima kasih,” kata Erica. Leonel pun memutar tubuhnya menghadap Erica. “Berbalik, saya tidak sedang berbicara dengan tembok.” Dengan jantung berdebar, akhirnya Erica memberanikan diri menoleh dan melihat sepasang mata lembut yang kini sedang menatapnya. Entah mengapa Erica merasa kalau Leonel yang berada di atas tempat tidur adalah lelaki yang hangat. “Apa kalian dua saudara?” tanya Leonel. “Ya, hanya Lucio yang saya miliki saat ini.” Leonel memejamkan matanya. “Besok aku akan pergi bertemu rekan bisnis sebentar. Setelah itu aku akan mengajakmu jalan-jalan.” “Benarkah?” tanya Erica. Leonel tidak menyahut. Erica tersenyum, dia menatap wajah tampan suaminya. ‘Saat tidur pun masih terlihat tampan.’ Erica memejamkan matanya dan tertidur begitu saja. *** Entah sudah berapa lama mereka tertidur. Erica merasa tubuhnya hangat,
Erica tertegun, melihat Leonel mengulurkan tangannya. Namun, sebelum Erica menjawab, Leonel sudah lebih dulu meraih tangannya. Erica merasa ada sedikit kehangatan di dalam hati kecilnya. Dia merasa diperhatikan, dan dijaga. Setelah membeli tiket, mereka masuk ke area kuil. Keduanya berjalan-jalan dengan santai, dan berhenti di sebuah kuil di tengah-tengah danau. “Indah sekali. Apa benar kuilnya terbuat dari emas murni?” tanya Erica. “Ya,” jawab Leonel kembali melangkah. “Eh, Pak, tunggu. Kita foto bersama dulu,” ajak Erica. “Saya tidak suka berfoto,”jawab Leonel. Erica yang mendengar itu tercengang. Namun, dia tidak tinggal diam saja dia memotret keindahan tempat itu. Dan dengan paksa, dia menarik Leonel. “Pak, ayo, nanti Mama Bapak tanya, loh.” Leonel terdiam dan menatap Erica, dia berpikir kalau ucapan Erica memang ada benarnya juga. Akhirnya Leonel mau berfoto bersama. Namun, tatapannya sangat dingin dalam potret itu. “Pak, senyum dikit, kek. Jangan kaya es batu begitu.”
Leonel melirik ke arah istrinya. Sebelum Kenzo bereaksi, suara Tiara sudah lebih dulu terdengar menyapa Leonel yang merupakan pamannya.“Paman, aku senang sekali Paman bisa datang ke perayaan pertunangan kami,” kata Tiara tersenyum, lalu menatap Erica dengan tatapan lekat, kemudian kembali tersenyum.“Ah, ini Bibi kecilku.”“Kenzo, perkenalkan ini Bibi kecil dan Pamanku,” kata Tiara.Dengan mata merah, dia mengulurkan tangannya kepada Leonel dan juga Erica yang saat ini berusaha profesional.Tiara meraih tangan Erica, hal itu membuat Erica sedikit terkejut.“Sepertinya kita seumuran. Paman sangat keren. Bibi kecil, Paman maaf karena kemarin aku masih di luar negeri. Jadi, tidak sempat datang ke acara pernikahan kalian.”Erica terlihat tidak nyaman, dia ingin sekali segera meninggalkan tempat ini. Leonel merasakan kegelisahan Erica saat ini.“Istriku, apa kamu baik-baik saja?” tanya Leonel.Kalimat istri membuat Erica terperangah sejenak. Lalu, manik matanya bertemu dengan mata Kenzo y
Meskipun jantungnya berdebar, dan sedikit takut. Namun, keduanya saling membalas ciuman dengan hangat. Leonel melepaskan ciuman itu, menatap wajah Erica dan mengelus wajahnya. Kali ini tatapannya terasa lembut. “Erica,” panggil Leonel. Erica membuka mata dengan katup bibir yang terangkat, menatap Leonel dengan wajah semu merah. “Ya.” “Apa kamu masih mencintai mantanmu?” tanya Leonel, sekilas sorot matanya terlihat dingin. Erica menurunkan pandangannya.”Tidak.” Leonel meraih dagu istrinya, sehingga wajahnya menengadah menatap Leonel. “Aku tanya sekali lagi, apa kamu masih menyukai lelaki itu?” “Tidak! Aku bukan wanita bodoh yang masih mau mencintai bajingan seperti dia.”Mata Erica kembali memerah, sementara mata Leonel semakin tajam.”Dia lebih memilih keponakanmu daripada aku. Aku sangat membencinya!” Mata mereka saling menatap dengan begitu lekat. “Saya pria dewasa, bukan anak seumuran kalian. Jadi, pengalaman percintaan seperti ini sudah saya lalui. Saya peringatkan kamu, j
Erica yang mendengar suara suaminya terkejut dan langsung melotot. Erica dapat merasakan hangat napas suaminya, hal itu membuat Erica semakin berdebar.“Saya ingin mandi, saya harus pergi ngampus.”“Kamu masih masa cuti, hari ini jadwal kita adalah menemui orang tua saya. Setelah itu pulang ke rumah,” jawab Leonel.Erica memutar tubuhnya menghadap Leonel.“Maksudmu, kita akan pergi ke rumah sakit?” tanya Erica.Jemari tangan Leonel perlahan mengelus wajah Erica, manik mata Erica melirik kepada tangan hangat yang kini masih mengelus wajahnya.“Ya, ingat. Jangan sampai kamu membahas perihal kontrak pernikahan. Hari ini kamu harus menjadi istri yang mencintai suaminya, jika sampai kamu melakukan kesalahan, saya akan menghukummu!” kata Leonel dengan tatapan yang berubah menjadi dingin, dan kalimatnya terdengar mengancam.“Lalu, bagaimana dengan kuliahku?”“Setelah semua urusan resmi kita selesai, kamu sudah boleh ngampus. Dan ingat, rahasiakan pernikahan kita dari teman-temanmu.”Erica t
Wajah Erica seketika berubah menjadi merah. Namun, tidak dengan Leonel yang sama sekali tenang seperti biasanya.“Istriku, sudahlah jangan menggoda mereka. Leo dan menantu kita pasti lelah, sejak kemarin mereka tidak ada istirahat. Biarkan mereka pergi, kamu juga harus istirahat.”Eleanor tersenyum kepada suaminya seraya memegangi tangannya.“Kali ini aku akan mendengarkanmu.”“Ma, kami akan pulang ke rumah dulu,” kata Leonel.“Hati-hati,” kata Eleanor.Erica membungkuk kepada mertuanya, mereka berdua meninggalkan rumah sakit. Eleanor tersenyum lebar dan menurunkan pandangannya.“Sekarang aku bisa bernapas lega putra kecilku sudah menikah. Aku harap dia bisa melupakan masa lalunya yang pahit. Erica ini, meskipun dia terlahir dari keluarga biasa, tapi aku yakin dia pilihan terbaik untuk menjadi istri Leo.”“Aku juga berpikir begitu. Semoga dia tidak mengecewakan kita di masa depan.”Leonel saat melepaskan genggaman tangannya, dia menghela napas. Keduanya masuk kembali ke dalam mobil ya
Leonel menurunkan pandangannya. Dia teringat malam dimana Leonel hampir menabraknya.‘Sepertinya malam itu, adalah malam perpisahan mereka.’Leonel menebaknya begitu saja. Menghitung hingga hari dia menikah dan pertunangan Tiara.“Pak, apa ada yang ingin Anda tanyakan lagi?” ucap Thomas.“Saya ingin kamu mengawasi mereka.”“Apa Anda cemas kalau Nyonya kecil akan kembali ke pelukan Tuan Kenzo?”Leonel yang mendengar itu langsung melirik Thomas dengan tatapan mematikan. Thomas langsung menunduk dan menutup mulutnya rapat-rapat dan tidak lagi berbicara.“Sekarang kamu sudah boleh pergi.”Thomas pergi meninggalkan ruangan kerja Leonel. Setelah kepergian Thomas Leonel langsung berdiri, dan kembali ke kamarnya menggunakan pintu khusus. Saat dia masuk ke dalam, dia melihat Erica sedang merapikan meja belajarnya. Leonel berdiri menyilangkan kedua tangannya.Erica pun menoleh kepada suaminya.“Anda sudah selesai?” tanya Erica.Leonel berdehem.”Kamu tidak perlu formal pada saya, lagi pula sek
Erica terdiam dan hanya menangis dalam pelukan suaminya. “Berhenti menangis, menangis tidak akan menyelesaikan masalah. Jangan menangis untuk orang tidak berguna seperti mereka.”Pelukan Leonel terasa hangat. Entah mengapa Erica selalu merasa, setiap kali Leonel memeluknya, semua beban di hatinya seolah hilang. Erica merasa sedikit kenyamanan dan merasa dilindungi oleh pria yang belum lama ini dia nikahi.Meskipun begitu Erica tahu kalau pernikahan mereka hanyalah sementara. Erica tidak ingin menaruh harapan atau bergantung padanya.“Jika kamu mau, saya bisa membalaskan rasa sakitmu?”Mendengar itu Erica melepaskan pelukan suaminya dan menggelengkan kepala.“Jangan.”“Kenapa?”“Kejahatan tidak harus selalu dibayar oleh cara yang sama. Biarkan Tuhan yang membalasnya.”Leonel menghela napas.“Cara berpikirmu terlalu kolot,” kata Leonel menyilangkan kedua tangannya.“Biar saja. Kenapa Kakak sangat baik sama aku mau nolongin aku?”Leonel tersenyum miring.“Jangan salah paham, saya melaku
Mendengar jawaban Leonel, Erica cukup mengerti apa yang diinginkan Leonel saat ini. Setelah itu mereka kembali ke rumah, Leonel memangkunya menuju ke kamar. Perlahan Leonel menurunkan tubuh Erica di atas tempat tidur, Erica duduk dan melepaskan sandal rumahnya.“Kamu tidak perlu repot-repot memangku aku, aku bisa jalan sendiri.”“Aku tahu, tetapi selagi bisa aku ingin memangkumu. Mungkin saja dua tahun lagi aku tidak sanggup memangkumu. Aku sudah cukup tua, walaupun aku masih terlihat tampan dari luar.”Entah kenapa Erica tidak senang mendengarnya. Dia menarik tangan Leonel untuk duduk di sisinya, perlahan tangannya membelai wajah Leonel menatapnya lembut. Mata keduanya saling menatap begitu lekat, ada kehangatan dari kedua mata yang saling menatap.“Di mataku kamu masih muda. Jika suatu hari nanti kamu tidak sanggup bekerja lagi, jangan dipaksakan. Aku yang akan merawatmu, biar aku yang bekerja. Kamu hanya perlu berada di rumah bersama anak kita,” kata Erica.Leonel tersenyum. “Jadi
Leonel membelai rambut Erica. “Karena saya sayang kamu, dan janin di dalam perut kamu. Sekarang kamu memiliki tanggung jawab lebih, yaitu calon anak kita.”Erica diam menatap suaminya, lalu dia tersenyum. Leonel kini sudah memegangi pipi Erica yang semakin hari semakin berisi. “Terima kasih, karena sudah sayang sama aku.”“Itulah tanggung jawab seorang suami. Kamu lapar tidak, ingin makan sesuatu?” tanya Leonel.Erica mengangkat kepala, dia seperti sedang memikirkannya. Lalu, dia teringat sesuatu.”Aku ingin makan mie ayam di pinggir jalan. Mie ayam Pak Joko.”“Di mana? Biar saya belikan,” kata Leonel.“Emh, sebenarnya aku ingin makan di tempatnya. Kalau di rumah kadang rasanya agak beda gitu, boleh tidak?” tanya Erica dengan mata berbinar.Leonel yang melihat ekspresi sang istri tidak berdaya. Akhirnya dia menganggukkan kepalanya. “Baiklah kita pergi sekarang,” kata Leonel.Erica mengangguk, Leonel mengambil sebuah jaket untuk Erica kenakan.“Di luar habis hujan, cuaca pasti dingin.
Tiara terbelalak mendengarnya. Dia tidak menyangka kalau Leonel akan bersikap keras terhadapnya. Hingga membentaknya di hadapan Kenzo, saat itu juga Tiara tidak bisa menyembunyikan air matanya. Dia menangis di hadapan Kenzo.“Sejak menikahi Erica, Paman sudah banyak berubah. Bahkan sekarang membentakku hanya untuk orang asing seperti dia. Jangan-jangan anak yang dikandung Erica bukan anak Paman, tapi anak dia!” tuduh Tiara kepada Kenzo.Kenzo terkejut mendengarnya.”Kau! … Tiara, aku memang masih mencintai Erica, tetapi tuduhanmu terhadapku sangat keterlaluan.”Leonel mengepal tangannya. Darahnya mendidih, jika saja bukan keponakannya. Mungkin Tiara sudah mendapatkan tamparan dari Leonel.“Tiara, saya peringatkan padamu sekali lagi. Jangan membuat masalah dengan Erica, kedua jangan membuat ulah yang merugikan Erica, ketiga Erica bukan orang asing, dia istri saya. Keluarga saya, ibu anak saya. Saya lebih tahu anak siapa yang dikandung Erica, karena saya yang menghamilinya!” dengus Leon
Leonel terkejut mendengarnya. Melihat reaksi suaminya Erica tertawa, perlahan kedua tangannya menyentuh kedua pipi Leonel.“Leonel, aku bercanda. Aku mencintaimu!” ucap Erica dengan wajah tersenyum.Tanpa sebuah kalimat Leonel langsung mencium bibir Erica dengan sangat lembut dan penuh kehangatan. Tidak ada sebuah kalimat yang bisa menggambarkan kebahagiaan Leonel saat ini. Kalimat pun tidak cukup, kalimat yang begitu sederhana, tetapi membuatnya sangat bahagia.Lalu kecupan hangat itu terlepas dan keduanya sama-sama mengukir sebuah senyuman yang hangat.“Erica, saya sangat-sangat mencintaimu dan juga anak kita. Akhirnya aku akan menjadi seorang ayah, kamu harus sehat. Mulai sekarang jangan pikirkan apapun lagi, apapun yang kamu inginkan, kamu hanya perlu memberitahu saya. Anak kita dan kamu tidak boleh kekurangan apapun.”“Aku tahu. Sejak kecil aku hidup penuh dengan kekurangan, sekarang aku tidak akan lagi seperti itu. Terutama anakku dan Lucio, masa depan mereka harus cerah. Dan ti
Erica meraih tangan Leonel sembari mengukir sebuah senyuman.“Tidak apa-apa,” sahutnya yang kemudian meraih tubuh Leonel dan memeluknya.Erica menepuk-nepuk pundak Leonel. Dan keduanya saling memeluk satu sama lain.“Kamu tidak ingin bertanya siapa perempuan tadi?”Erica menghela napas secara perlahan dan menghembuskannya.“Masa lalu tidak perlu diungkit. Semua orang memiliki masa lalu, termasuk aku. Kisah kita memang terlalu pelik, tetapi kita berdua berjalan untuk masa depan. Dan aku tidak mau sedih terus menerus, aku tidak ingin kehamilanku juga terganggu.”“Aku sudah melupakannya. Apa kamu percaya?”“Kamu sudah dengar tadi, kalau aku percaya padamu. Jadi, aku juga berharap kamu juga percaya dengan masa laluku. Saat ini yang aku cintai hanyalah kamu, Leonel.”Pelukan itu melonggar, mata-mata yang sayu menyapu kesedihan. Tatapan hangat pada malam penuh ujian. Keduanya berusaha bersikap kuat, Leonel mengelus rambut Erica lalu mengecup keningnya.“Caca, saya berjanji. Saya tidak akan
Tiara menggelengkan kepala seraya menyeka air matanya.“Tidak Ma, Tiara sedikit sedih saja melihat Paman terlihat bahagia. Aku harap Erica perempuan baik, dan bukan perempuan matre yang hanya menginginkan uang dari Paman!”Natalie terkejut mendengarnya. Biasanya Tiara tidak akan memanggil Erica dengan sebutan nama langsung. Natalie merasa ada yang aneh, di sisi lain dia tidak melihat keberadaan Kenzo dan Dahlia.Saat ini Dahlia sedang menarik Kenzo yang sudah mabuk. Dia berada di balkon.“Bisa-bisanya kamu mabuk di saat seperti ini. Ayo pulang dengan Mama, jangan sampai kamu berkata yang tidak-tidak.”Saat itu juga Dahlia menyuruh ajudannya untuk membawa paksa Kenzo yang sudah mulai melantur. Sementara Erica dan Leonel menikmati pesta resepsi mereka, berbagai acara terus berlangsung.Teman-teman yang bekerja di restoran juga datang ke pesta, mereka masih tidak percaya karena Erica memang menikahi Leonel. Bahkan saat ini sedang mengandung putra dari Leonel.Pesta resepsi pun selesai. K
Erica yang sama sekali tidak mengenali Jasmine tersenyum dengan begitu ramah. Mauren langsung berjalan menarik gaunnya dan buru-buru mengarah ke arah pelaminan. Namun, semua itu terlambat. Karena Jasmine sudah lebih dulu mengulurkan tangannya kepada Leonel dengan wajah tersenyum.“Leo, selamat atas pernikahan dan kehamilan istrimu!” kata Jasmine yang perlahan tatapan matanya berubah menjadi sorot kesedihan, kerinduan.Leonel meraih tangan Jasmine, keduanya berjabat tangan. Tatapan Leonel datar, lalu Jasmine mendekatkan tubuhnya ke wajah Leonel.“Biarkan aku memelukmu untuk terakhir kalinya,” bisik Jasmine memeluk Leonel tanpa ragu. Dia juga mencium pipi Leonel di hadapan Erica, setelah itu dia langsung memutar tubuhnya dan turun dari pelaminan.Erica yang melihat semua itu tertegun. Dia tidak bisa berkata-kata, beberapa tamu yang melihatnya juga tercengang.“Erica, nanti aku akan menjelaskan padamu.”Erica mengangguk pelan.”Aku percaya padamu!”Jawaban Erica mengejutkan Leonel, karena
Mendengar kabar bahagia itu membuat Eleanor dan Philip terkejut dalam kebahagiaan. Karena pada akhirnya yang diinginkan mereka terkabul. Tiara juga tampak bahagia, begitu juga dengan sang ayah Archer, Sarah dan Henry benar-benar terkejut dalam kebahagiaan.“Ternyata benar Erica sedang hamil, sejak awal Mama curiga kalau Erica hamil,” kata Eleanor seraya memegang tangan suaminya.“Baguslah. Keinginanmu sekarang sudah tercapai,” kata Philip dengan wajah tersenyum.Namun, tidak dengan Natalie yang terdiam bersama dengan Dahlia dan juga Kenzo. Sedangkan Jasmine yang mendengar kabar itu benar-benar syok, sampai gelas di tangannya terjatuh ke lantai, saat itu juga dia langsung membalikkan badan meneteskan air mata.“Kita pulang saja, yuk.” Mauren mengelus punggungnya.Jasmine menggelengkan kepalanya.“Aku masih ingin melihatnya di sini. Aku ingin melihat kebahagiaan mereka,”jawab Jasmine yang saat itu pergi ke toilet.Mauren menghela napas, dia tahu tidak akan mudah membujuk Jasmine Mauren
Jasmine mengulas senyum kepada Leonel, dia juga tidak segan-segan mengangkat gelasnya mengajak Leonel bersulang. Di waktu yang sama manik mata Erica dan Jasmine bertemu.‘Perempuan itu sangat cantik.’Erica sama sekali tidak mengenali Jasmine, dan beberapa tamu Leonel. Natalie dan Archer menyadari kehadiran Jasmine bersama dengan Mauren.“Sekarang kamu sudah melihat wanita yang dinikahi Leonel, apa kamu sudah puas?” kata Mauren.“Cantik dan masih muda. Tapi, tetap saja aku yang lebih mengenal Leo dari dia, aku juga yang pertama kali bertemu dengannya. Dia hanyalah gadis kecil yang beruntung dinikahi pria yang aku cintai.”Mauren menghela napas.”Jangan berulah di pernikahan mereka.”“Aku tidak sebodoh itu. Meskipun hatiku tidak rela, apa yang bisa aku perbuat saat ini. Menghancurkan pesta pernikahan mereka tidak akan membuat Leonel kembali kepadaku, bukan?”Mauren mengelus punggung Jasmine dengan wajah tersenyum.Kini Leonel dan Erica berada di kursi pernikahan mereka tersenyum kepada