“Jangan jodohkan aku dengan pria tua!” kata Erica dengan nada yang sedikit tinggi.
Usai mengatakan itu, Erica langsung berbalik dan berjalan pergi, membuat Catalina berteriak.
“Heh, siapa yang menyuruhmu pergi!?”
Namun, Erica mengabaikannya.
Akan tetapi, rupanya keributan tersebut didengar hingga jalanan depan rumah, tempat para tetangga berkumpul sepagian ini sembari bergosip.
Seorang ibu-ibu bertanya kepada Erica saat gadis itu keluar rumah.
”Mau ke mana sepagi ini?” tanya ibu-ibu yang membawa sapu.
“Mau berangkat ngampus, Bu.” Erica melihat jam tangannya bahkan tidak bisa dikatakan pagi.
Terdengar suara yang tidak mengenakkan.
”Anak zaman sekarang bilangnya ngampus. Mana ada ngampus pulang malam, berangkat pagi. Jangan-jangan bukan perempuan baik-baik!” cibir seorang ibu yang saat ini berdiri di depan pagar rumah.
“Ih, bener banget, Buuu.” Ibu-ibu yang lainnya menimpali. “Mana ada sekolah pulangnya tengah malam. Mana tiap hari lagi.”
Ibu yang lainnya menyahuti dan mengatakan kalau anak pulang malam sebaiknya diikat saja di rumah. Kalau perlu dinikahkan saja, dengan begitu tidak akan meresahkan warga.
Erica yang mendengar semua itu mengepal tangannya, dan memutuskan untuk tidak menanggapi ucapan mereka.
Padahal tidak hanya Erica yang sering pulang malam, anak-anak mereka juga beberapa kali kepergok pulang malam.
Tapi tentu saja mereka tidak akan menjelek-jelekkan anak mereka sendiri, bukan?
***
Pagi itu Leonel bergegas pergi ke rumah sakit, setelah mendapatkan telepon dari rumah sakit, perihal kondisi mamanya yang kembali kritis.
Kondisi Eleanor kembali menurun, di kamar rawat Leonel tengah memegangi tangan mamanya yang saat ini tidak sadarkan diri dengan mata merah.
“Leo, harapan mamamu hanya satu yaitu melihatmu menikah, Mama selalu mencemaskanmu. Apa kamu tidak kasihan kepada Mamamu?!” ucap Philip yang merupakan ayah Leonel.
Leonel mencium punggung tangan mamanya, dan kemudian memejamkan matanya.
‘Jika itu yang mama inginkan, aku akan menikah agar Mama tidak sedih lagi memikirkan aku!’ ucapnya dalam hati.
Leonel tidak berdaya selain mengabulkan keinginan mamanya untuk menikah. Leonel meninggalkan rumah sakit dan pergi ke kantor. Dan meminta Thomas untuk membatalkan semua janjinya dalam satu pekan ini.
“Pak, dalam setahun ini Anda tidak pernah mengambil cuti. Kenapa tiba-tiba Anda ingin membatalkan semua jadwal Anda?” tanya Thomas masih terkejut.
Leonel melangkah seraya membuka kancing-kancing jasnya, kemudian duduk di kursi kerjanya.
“Aku akan menikah!”
Thomas seperti baru saja disambar petir. Dia bahkan menampar wajahnya sendiri, hampir tidak percaya dengan apa yang dia dengar saat ini.
***
Saat ini Erica baru saja selesai mengikuti kelas anatomi. Dia sedang berjalan menuju perpustakaan. Tiba-tiba ponselnya berdering, dia melihat panggilan itu dari pamannya.
Tanpa pikir panjang Erica langsung menerima panggilan itu.
“Hallo, Paman?”
“Erica, apa kamu bisa pulang sekarang?” tanya Paman Andre.
“Bisa Paman.”
“Kalau begitu Paman tunggu di rumah,” jawabnya yang saat itu juga langsung mematikan panggilan.
Erica meremas ponselnya, perasaannya mengatakan tidak enak. Erica tidak punya cara lain selain menghadapinya.
Erica pun memutuskan pulang menggunakan angkutan umum. Setelah 30 menit perjalanan, dia pun tiba di rumah, melihat pamannya dan bibinya duduk di bersebelahan.
“Paman, Erica sudah pulang,” tuturnya.
“Erica, duduk, ada yang ingin Paman katakan padamu,” ucap Andre.
Erica menatap pamannya dan Bibinya yang kini sedang menatapnya tajam penuh peringatan.
“Silakan,” kata Erica dengan suara pelan.
“Erica, dua hari lagi kamu akan menikah! Tidak ada penolakkan, kamu harus setuju dengan pernikahan ini.”
Erica sudah tahu kalau pamannya pasti akan membahas ini. Namun, Erica tidak menyangka akan secepat ini.
“Paman, Erica—”
Belum sempat meneruskan kalimatnya, Andre sudah mendahuluinya.”Malam ini, calon suamimu akan datang memberikan mahar pernikahan. Jika kamu menolaknya, kami semua akan diusir dari rumah ini. Erica, pikirkan lagi. Paman sudah tua, tidak mungkin harus membangun kembali rumah. Terlebih rumah ini adalah warisan kakekmu!”
Mata Erica berubah menjadi merah, dan sudah digenangi air mata.
“Paman, tapi Erica tidak mau menikahi lelaki tua bangka! Erica masih kuliah kedokteran. Paman, pasti ada solusinya,” kata Erica dengan mata berkaca-kaca.
“Solusinya adalah kamu menikahi pak bos, Erica sadar diri dong. Anggap saja ini balas budi kepada pamanku,” sahut Catalina dengan mata melotot.
“Erica, Paman mohon kamu menerima pernikahan ini. Waktu yang tersisa tinggal 3 hari lagi, jika kamu menolak menikahi pak bos, kita tamat! Erica!” ucap Paman Andre dengan raut wajah sedih dan juga letih.
Erica menurunkan pandangannya, air matanya pun menetes. Dia tidak percaya akan berakhir seperti ini.
“Besok dan lusa, kamu tidak perlu pergi ke kampus. Jangan harap kamu bisa kabur dari rumah ini!” kata Catalina menuntut.
Saat itu juga Andre langsung pergi dari ruangan tamu yang disusul oleh Catalina.
Air mata Erica semakin deras, katup bibirnya terbuka dan tertutup. Semua kalimat tercekat, dadanya sesak. Erica memejamkan matanya, tidak ada pilihan selain menyelamatkan keluarganya. Dan menjadikan dirinya sebagai alat pelunas hutang!
Malam itu perwakilan dari pihak lelaki datang mengantarkan mahar pernikahan. Erica bahkan tidak melihat siapa yang datang, karena dia dikurung di dalam kamar dan tidak diperbolehkan keluar dari kamar.
Erica juga tidak tahu mahar apa yang dibawakan calon suaminya. Karena semuanya mahar yang diantarkan, telah diambil oleh Catalina semuanya. Tidak ada yang tersisa untuk Erica.
“Lelaki tua mana yang ingin menikahi gadis muda sepertiku? Pasti lelaki itu, pria hidung belang! Atau mungkin pria mesum yang senang mendua!” tuduhnya dengan perasaan cemas.
Erica yang menatap keluar jendela tidak bisa membayangkan kalau dia dijadikan madu dari pria beristri! Dia merasa masa depannya sangat suram.
***
Hari berlalu begitu cepat. Erica duduk di ruangan tunggu, dengan balutan gaun pengantin yang indah, dia memegang buket bunga. Raut wajahnya sama sekali tidak bahagia, tidak seperti pengantin pada umumnya.
Pernikahan itu diadakan secara tertutup di sebuah hotel bintang lima, dan hanya dihadiri oleh kedua belah pihak keluarga. Bahkan teman-teman Erica, tidak ada yang tahu kalau Erica akan melangsungkan pernikahan hari ini.
‘Ibu, Erica tidak tahu keputusan Erica sudah benar atau salah! Erica tidak punya pilihan lain,’ ucapnya dalam hati, seraya meneteskan air mata.
Waktu baik telah tiba, pintu besar di hadapannya di buka lebar. Erica dan pamannya melangkahkan kaki memasuki ballroom hotel. Tempat itu disulap menjadi ruangan yang sangat indah dan terkesan mewah. Bunga-bunga segar terpampang dimana-mana.
Erica menjadi penasaran, lelaki tua mana yang mau menikahi gadis dari keluarga miskin sepertinya? Dari balik vail dengan aksen bunga yang sangat indah, Erica mencoba mengintip ke sekitarnya.
Erica melihat orang asing berdiri memperhatikannya. Hingga sorot matanya terfokus kepada lelaki gagah yang kini berdiri depan altar dengan jas pengantin.
“Tidak mungkin,” gumam Erica yang tiba-tiba menghentikan langkah kakinya menatap pria di atas altar yang sudah lama menunggunya.
Andre menoleh kepada Erica. Catalina, Siska serta adik lelakinya menatap ke arah Erica. Sorot mata Catalina semakin tajam, dan memperingati Erica.
“Erica, ayo, jangan membuat malu Paman!” bisik Andre.
Langkah kakinya terhenti tepat di depan altar. Erica semakin melotot saat lelaki di depannya mengulurkan tangan.
Erica masih tertegun dan tidak percaya dengan apa yang terjadi saat ini.
“Sepertinya aku sedang mimpi buruk, bagaimana bisa aku menikahi orang sepertinya?!”
Erica mengangkat tangan hendak menampar wajahnya sendiri, tetapi langsung ditahan oleh Leonel. Sontak Erica menatap tajam kepada Leonel. “Ini bukan mimpi? Aku benar-benar akan menikahi customer killer?!” gumamnya. Sebuah senyuman manis tampak pada wajah tampan Leonel. Namun, bagi Erica senyuman itu sangat mengerikan. Bagaimana tidak, bisa-bisanya lelaki yang dinikahinya adalah pria arogan seperti Leonel. Ini lebih dari sekadar mimpi buruk. “Ayo, kita selesaikan prosesi pernikahan kita,” ucap Leonel. “Anda tahu ini saya?” tanya Erica. Namun, Leonel tidak menyahut, sebelum Erica berpikir panjang, tangan Leonel sudah membawanya ke altar dan dihadapkan pada pendeta. Keduanya mengucap janji suci pernikahan, meskipun Erica sempat tidak fokus karena masih terkejut mengetahui lelaki yang dinikahinya adalah Leonel. Leonel memasangkan cincin dijari Erica yang kini sudah menjadi istrinya, begitu juga dengan Erica memasangkan cincin di jari Leonel. Setelah itu, Leonel mengangkat veil yang
Leonel kembali menyalakan lampu dan menatap Erica yang kini terduduk menatapnya dengan keringat bercucuran. Mata mereka bertemu, lalu Erica langsung buru-buru masuk ke dalam selimut dengan posisi membelakangi suaminya. “Kamu takut gelap, apa kamu yakin tidak kepanasan?” tanya Leonel. “Ya!” jawab Erica singkat. Leonel menatap punggung istrinya. Dia menaikkan sebelah alisnya seraya menghembuskan udara ke atas keningnya. ‘Sepertinya yang dia takutkan bukan gelap, tapi aku!’ Sebenarnya Leonel juga merasa canggung berbaring di ranjang yang sama dengan orang asing, karena selama ini dia selalu tidur sendirian. Keduanya juga masih tidak percaya akan menikah secepat ini. Namun, semua ia lakukan untuk membuat ibunya bahagia dan tidak lagi berada dalam kekhawatiran. Mengingat dia sudah mau memasuki kepala empat. Leonel kembali berbaring seraya menatap langit-langit kamar hotel, sebelum akhirnya dia tertidur dengan posisi tubuh yang sama-sama membelakangi. Erica membuka matanya, keri
“Sepakat,” jawab Erica. Mereka berdua akhirnya saling menandatangani perjanjian pernikahan yang memang menguntungkan Erica. “Ingat ini jangan ganggu kedamaian saya.Karena saya datang ke sini bukan untuk bulan madu, tapi untuk bekerja.” Erica tercengang.”Bekerja? Lalu kenapa Anda membawa saya bersama Anda?” Jika Leonel tidak membawa Erica, Eleanor pasti akan mengomelinya karena meninggalkan istrinya. Leonel memilih untuk tidak menyahutinya. “Jika kamu mau jalan-jalan, kamu bisa pergi sendiri. Kamu juga bisa berbelanja sesukamu,”kata Leonel mengeluarkan sebuah kartu. Erica terbelalak terkejut melihat kartu di depannya. “Ini—” “Untukmu. Sekarang kamu adalah istri saya, maka semua kebiasaan burukmu harus diubah. Disiplin waktu,” kata Leonel. “Baik, Pak, saya mengerti.” “Satu lagi berhenti saya memanggil Bapak.” “Loh, Bapakkan memang lebih dewasa dari saya. Jadi. sepertinya sapaan Bapak cukup umum.” “Dari pada saya panggil om tuwir!” gumam Erica pelan dengan mata yang menat
“Belum, Pak, terima kasih untuk makan malamnya.” “Bagaimana dengan perutmu?” tanya Leonel dengan suara pelan. “Sudah membaik. Sekali lagi terima kasih,” kata Erica. Leonel pun memutar tubuhnya menghadap Erica. “Berbalik, saya tidak sedang berbicara dengan tembok.” Dengan jantung berdebar, akhirnya Erica memberanikan diri menoleh dan melihat sepasang mata lembut yang kini sedang menatapnya. Entah mengapa Erica merasa kalau Leonel yang berada di atas tempat tidur adalah lelaki yang hangat. “Apa kalian dua saudara?” tanya Leonel. “Ya, hanya Lucio yang saya miliki saat ini.” Leonel memejamkan matanya. “Besok aku akan pergi bertemu rekan bisnis sebentar. Setelah itu aku akan mengajakmu jalan-jalan.” “Benarkah?” tanya Erica. Leonel tidak menyahut. Erica tersenyum, dia menatap wajah tampan suaminya. ‘Saat tidur pun masih terlihat tampan.’ Erica memejamkan matanya dan tertidur begitu saja. *** Entah sudah berapa lama mereka tertidur. Erica merasa tubuhnya hangat,
Erica tertegun, melihat Leonel mengulurkan tangannya. Namun, sebelum Erica menjawab, Leonel sudah lebih dulu meraih tangannya. Erica merasa ada sedikit kehangatan di dalam hati kecilnya. Dia merasa diperhatikan, dan dijaga. Setelah membeli tiket, mereka masuk ke area kuil. Keduanya berjalan-jalan dengan santai, dan berhenti di sebuah kuil di tengah-tengah danau. “Indah sekali. Apa benar kuilnya terbuat dari emas murni?” tanya Erica. “Ya,” jawab Leonel kembali melangkah. “Eh, Pak, tunggu. Kita foto bersama dulu,” ajak Erica. “Saya tidak suka berfoto,”jawab Leonel. Erica yang mendengar itu tercengang. Namun, dia tidak tinggal diam saja dia memotret keindahan tempat itu. Dan dengan paksa, dia menarik Leonel. “Pak, ayo, nanti Mama Bapak tanya, loh.” Leonel terdiam dan menatap Erica, dia berpikir kalau ucapan Erica memang ada benarnya juga. Akhirnya Leonel mau berfoto bersama. Namun, tatapannya sangat dingin dalam potret itu. “Pak, senyum dikit, kek. Jangan kaya es batu begitu.”
Leonel melirik ke arah istrinya. Sebelum Kenzo bereaksi, suara Tiara sudah lebih dulu terdengar menyapa Leonel yang merupakan pamannya.“Paman, aku senang sekali Paman bisa datang ke perayaan pertunangan kami,” kata Tiara tersenyum, lalu menatap Erica dengan tatapan lekat, kemudian kembali tersenyum.“Ah, ini Bibi kecilku.”“Kenzo, perkenalkan ini Bibi kecil dan Pamanku,” kata Tiara.Dengan mata merah, dia mengulurkan tangannya kepada Leonel dan juga Erica yang saat ini berusaha profesional.Tiara meraih tangan Erica, hal itu membuat Erica sedikit terkejut.“Sepertinya kita seumuran. Paman sangat keren. Bibi kecil, Paman maaf karena kemarin aku masih di luar negeri. Jadi, tidak sempat datang ke acara pernikahan kalian.”Erica terlihat tidak nyaman, dia ingin sekali segera meninggalkan tempat ini. Leonel merasakan kegelisahan Erica saat ini.“Istriku, apa kamu baik-baik saja?” tanya Leonel.Kalimat istri membuat Erica terperangah sejenak. Lalu, manik matanya bertemu dengan mata Kenzo y
Meskipun jantungnya berdebar, dan sedikit takut. Namun, keduanya saling membalas ciuman dengan hangat. Leonel melepaskan ciuman itu, menatap wajah Erica dan mengelus wajahnya. Kali ini tatapannya terasa lembut. “Erica,” panggil Leonel. Erica membuka mata dengan katup bibir yang terangkat, menatap Leonel dengan wajah semu merah. “Ya.” “Apa kamu masih mencintai mantanmu?” tanya Leonel, sekilas sorot matanya terlihat dingin. Erica menurunkan pandangannya.”Tidak.” Leonel meraih dagu istrinya, sehingga wajahnya menengadah menatap Leonel. “Aku tanya sekali lagi, apa kamu masih menyukai lelaki itu?” “Tidak! Aku bukan wanita bodoh yang masih mau mencintai bajingan seperti dia.”Mata Erica kembali memerah, sementara mata Leonel semakin tajam.”Dia lebih memilih keponakanmu daripada aku. Aku sangat membencinya!” Mata mereka saling menatap dengan begitu lekat. “Saya pria dewasa, bukan anak seumuran kalian. Jadi, pengalaman percintaan seperti ini sudah saya lalui. Saya peringatkan kamu, j
Erica yang mendengar suara suaminya terkejut dan langsung melotot. Erica dapat merasakan hangat napas suaminya, hal itu membuat Erica semakin berdebar.“Saya ingin mandi, saya harus pergi ngampus.”“Kamu masih masa cuti, hari ini jadwal kita adalah menemui orang tua saya. Setelah itu pulang ke rumah,” jawab Leonel.Erica memutar tubuhnya menghadap Leonel.“Maksudmu, kita akan pergi ke rumah sakit?” tanya Erica.Jemari tangan Leonel perlahan mengelus wajah Erica, manik mata Erica melirik kepada tangan hangat yang kini masih mengelus wajahnya.“Ya, ingat. Jangan sampai kamu membahas perihal kontrak pernikahan. Hari ini kamu harus menjadi istri yang mencintai suaminya, jika sampai kamu melakukan kesalahan, saya akan menghukummu!” kata Leonel dengan tatapan yang berubah menjadi dingin, dan kalimatnya terdengar mengancam.“Lalu, bagaimana dengan kuliahku?”“Setelah semua urusan resmi kita selesai, kamu sudah boleh ngampus. Dan ingat, rahasiakan pernikahan kita dari teman-temanmu.”Erica t
Mendengar jawaban Leonel, Erica cukup mengerti apa yang diinginkan Leonel saat ini. Setelah itu mereka kembali ke rumah, Leonel memangkunya menuju ke kamar. Perlahan Leonel menurunkan tubuh Erica di atas tempat tidur, Erica duduk dan melepaskan sandal rumahnya.“Kamu tidak perlu repot-repot memangku aku, aku bisa jalan sendiri.”“Aku tahu, tetapi selagi bisa aku ingin memangkumu. Mungkin saja dua tahun lagi aku tidak sanggup memangkumu. Aku sudah cukup tua, walaupun aku masih terlihat tampan dari luar.”Entah kenapa Erica tidak senang mendengarnya. Dia menarik tangan Leonel untuk duduk di sisinya, perlahan tangannya membelai wajah Leonel menatapnya lembut. Mata keduanya saling menatap begitu lekat, ada kehangatan dari kedua mata yang saling menatap.“Di mataku kamu masih muda. Jika suatu hari nanti kamu tidak sanggup bekerja lagi, jangan dipaksakan. Aku yang akan merawatmu, biar aku yang bekerja. Kamu hanya perlu berada di rumah bersama anak kita,” kata Erica.Leonel tersenyum. “Jadi
Leonel membelai rambut Erica. “Karena saya sayang kamu, dan janin di dalam perut kamu. Sekarang kamu memiliki tanggung jawab lebih, yaitu calon anak kita.”Erica diam menatap suaminya, lalu dia tersenyum. Leonel kini sudah memegangi pipi Erica yang semakin hari semakin berisi. “Terima kasih, karena sudah sayang sama aku.”“Itulah tanggung jawab seorang suami. Kamu lapar tidak, ingin makan sesuatu?” tanya Leonel.Erica mengangkat kepala, dia seperti sedang memikirkannya. Lalu, dia teringat sesuatu.”Aku ingin makan mie ayam di pinggir jalan. Mie ayam Pak Joko.”“Di mana? Biar saya belikan,” kata Leonel.“Emh, sebenarnya aku ingin makan di tempatnya. Kalau di rumah kadang rasanya agak beda gitu, boleh tidak?” tanya Erica dengan mata berbinar.Leonel yang melihat ekspresi sang istri tidak berdaya. Akhirnya dia menganggukkan kepalanya. “Baiklah kita pergi sekarang,” kata Leonel.Erica mengangguk, Leonel mengambil sebuah jaket untuk Erica kenakan.“Di luar habis hujan, cuaca pasti dingin.
Tiara terbelalak mendengarnya. Dia tidak menyangka kalau Leonel akan bersikap keras terhadapnya. Hingga membentaknya di hadapan Kenzo, saat itu juga Tiara tidak bisa menyembunyikan air matanya. Dia menangis di hadapan Kenzo.“Sejak menikahi Erica, Paman sudah banyak berubah. Bahkan sekarang membentakku hanya untuk orang asing seperti dia. Jangan-jangan anak yang dikandung Erica bukan anak Paman, tapi anak dia!” tuduh Tiara kepada Kenzo.Kenzo terkejut mendengarnya.”Kau! … Tiara, aku memang masih mencintai Erica, tetapi tuduhanmu terhadapku sangat keterlaluan.”Leonel mengepal tangannya. Darahnya mendidih, jika saja bukan keponakannya. Mungkin Tiara sudah mendapatkan tamparan dari Leonel.“Tiara, saya peringatkan padamu sekali lagi. Jangan membuat masalah dengan Erica, kedua jangan membuat ulah yang merugikan Erica, ketiga Erica bukan orang asing, dia istri saya. Keluarga saya, ibu anak saya. Saya lebih tahu anak siapa yang dikandung Erica, karena saya yang menghamilinya!” dengus Leon
Leonel terkejut mendengarnya. Melihat reaksi suaminya Erica tertawa, perlahan kedua tangannya menyentuh kedua pipi Leonel.“Leonel, aku bercanda. Aku mencintaimu!” ucap Erica dengan wajah tersenyum.Tanpa sebuah kalimat Leonel langsung mencium bibir Erica dengan sangat lembut dan penuh kehangatan. Tidak ada sebuah kalimat yang bisa menggambarkan kebahagiaan Leonel saat ini. Kalimat pun tidak cukup, kalimat yang begitu sederhana, tetapi membuatnya sangat bahagia.Lalu kecupan hangat itu terlepas dan keduanya sama-sama mengukir sebuah senyuman yang hangat.“Erica, saya sangat-sangat mencintaimu dan juga anak kita. Akhirnya aku akan menjadi seorang ayah, kamu harus sehat. Mulai sekarang jangan pikirkan apapun lagi, apapun yang kamu inginkan, kamu hanya perlu memberitahu saya. Anak kita dan kamu tidak boleh kekurangan apapun.”“Aku tahu. Sejak kecil aku hidup penuh dengan kekurangan, sekarang aku tidak akan lagi seperti itu. Terutama anakku dan Lucio, masa depan mereka harus cerah. Dan ti
Erica meraih tangan Leonel sembari mengukir sebuah senyuman.“Tidak apa-apa,” sahutnya yang kemudian meraih tubuh Leonel dan memeluknya.Erica menepuk-nepuk pundak Leonel. Dan keduanya saling memeluk satu sama lain.“Kamu tidak ingin bertanya siapa perempuan tadi?”Erica menghela napas secara perlahan dan menghembuskannya.“Masa lalu tidak perlu diungkit. Semua orang memiliki masa lalu, termasuk aku. Kisah kita memang terlalu pelik, tetapi kita berdua berjalan untuk masa depan. Dan aku tidak mau sedih terus menerus, aku tidak ingin kehamilanku juga terganggu.”“Aku sudah melupakannya. Apa kamu percaya?”“Kamu sudah dengar tadi, kalau aku percaya padamu. Jadi, aku juga berharap kamu juga percaya dengan masa laluku. Saat ini yang aku cintai hanyalah kamu, Leonel.”Pelukan itu melonggar, mata-mata yang sayu menyapu kesedihan. Tatapan hangat pada malam penuh ujian. Keduanya berusaha bersikap kuat, Leonel mengelus rambut Erica lalu mengecup keningnya.“Caca, saya berjanji. Saya tidak akan
Tiara menggelengkan kepala seraya menyeka air matanya.“Tidak Ma, Tiara sedikit sedih saja melihat Paman terlihat bahagia. Aku harap Erica perempuan baik, dan bukan perempuan matre yang hanya menginginkan uang dari Paman!”Natalie terkejut mendengarnya. Biasanya Tiara tidak akan memanggil Erica dengan sebutan nama langsung. Natalie merasa ada yang aneh, di sisi lain dia tidak melihat keberadaan Kenzo dan Dahlia.Saat ini Dahlia sedang menarik Kenzo yang sudah mabuk. Dia berada di balkon.“Bisa-bisanya kamu mabuk di saat seperti ini. Ayo pulang dengan Mama, jangan sampai kamu berkata yang tidak-tidak.”Saat itu juga Dahlia menyuruh ajudannya untuk membawa paksa Kenzo yang sudah mulai melantur. Sementara Erica dan Leonel menikmati pesta resepsi mereka, berbagai acara terus berlangsung.Teman-teman yang bekerja di restoran juga datang ke pesta, mereka masih tidak percaya karena Erica memang menikahi Leonel. Bahkan saat ini sedang mengandung putra dari Leonel.Pesta resepsi pun selesai. K
Erica yang sama sekali tidak mengenali Jasmine tersenyum dengan begitu ramah. Mauren langsung berjalan menarik gaunnya dan buru-buru mengarah ke arah pelaminan. Namun, semua itu terlambat. Karena Jasmine sudah lebih dulu mengulurkan tangannya kepada Leonel dengan wajah tersenyum.“Leo, selamat atas pernikahan dan kehamilan istrimu!” kata Jasmine yang perlahan tatapan matanya berubah menjadi sorot kesedihan, kerinduan.Leonel meraih tangan Jasmine, keduanya berjabat tangan. Tatapan Leonel datar, lalu Jasmine mendekatkan tubuhnya ke wajah Leonel.“Biarkan aku memelukmu untuk terakhir kalinya,” bisik Jasmine memeluk Leonel tanpa ragu. Dia juga mencium pipi Leonel di hadapan Erica, setelah itu dia langsung memutar tubuhnya dan turun dari pelaminan.Erica yang melihat semua itu tertegun. Dia tidak bisa berkata-kata, beberapa tamu yang melihatnya juga tercengang.“Erica, nanti aku akan menjelaskan padamu.”Erica mengangguk pelan.”Aku percaya padamu!”Jawaban Erica mengejutkan Leonel, karena
Mendengar kabar bahagia itu membuat Eleanor dan Philip terkejut dalam kebahagiaan. Karena pada akhirnya yang diinginkan mereka terkabul. Tiara juga tampak bahagia, begitu juga dengan sang ayah Archer, Sarah dan Henry benar-benar terkejut dalam kebahagiaan.“Ternyata benar Erica sedang hamil, sejak awal Mama curiga kalau Erica hamil,” kata Eleanor seraya memegang tangan suaminya.“Baguslah. Keinginanmu sekarang sudah tercapai,” kata Philip dengan wajah tersenyum.Namun, tidak dengan Natalie yang terdiam bersama dengan Dahlia dan juga Kenzo. Sedangkan Jasmine yang mendengar kabar itu benar-benar syok, sampai gelas di tangannya terjatuh ke lantai, saat itu juga dia langsung membalikkan badan meneteskan air mata.“Kita pulang saja, yuk.” Mauren mengelus punggungnya.Jasmine menggelengkan kepalanya.“Aku masih ingin melihatnya di sini. Aku ingin melihat kebahagiaan mereka,”jawab Jasmine yang saat itu pergi ke toilet.Mauren menghela napas, dia tahu tidak akan mudah membujuk Jasmine Mauren
Jasmine mengulas senyum kepada Leonel, dia juga tidak segan-segan mengangkat gelasnya mengajak Leonel bersulang. Di waktu yang sama manik mata Erica dan Jasmine bertemu.‘Perempuan itu sangat cantik.’Erica sama sekali tidak mengenali Jasmine, dan beberapa tamu Leonel. Natalie dan Archer menyadari kehadiran Jasmine bersama dengan Mauren.“Sekarang kamu sudah melihat wanita yang dinikahi Leonel, apa kamu sudah puas?” kata Mauren.“Cantik dan masih muda. Tapi, tetap saja aku yang lebih mengenal Leo dari dia, aku juga yang pertama kali bertemu dengannya. Dia hanyalah gadis kecil yang beruntung dinikahi pria yang aku cintai.”Mauren menghela napas.”Jangan berulah di pernikahan mereka.”“Aku tidak sebodoh itu. Meskipun hatiku tidak rela, apa yang bisa aku perbuat saat ini. Menghancurkan pesta pernikahan mereka tidak akan membuat Leonel kembali kepadaku, bukan?”Mauren mengelus punggung Jasmine dengan wajah tersenyum.Kini Leonel dan Erica berada di kursi pernikahan mereka tersenyum kepada