Kana tercengang melihat sosok Shein yang tiba-tiba berteriak padanya.
"She-shein ... aku—"Shein berdesis sambil menjambak rambutnya sendiri. Kemudian atensinya kembali pada Kana."Kana, aku dari tadi berusaha menahan rasa penasaran ini, tapi kamu udah keteraluan!" tukas Shein dengan suaranya yang lantang.Kana masih memandang Shein dengan mata yang melebar."Ke-keteraluan?""Ya, aku ... aku gak ngerti lagi sama kamu, Kana! Menjual ginjal? Yang benar saja? Ivander akan semarah apa sampai kamu harus menjual ginjal, ha?"Kana menggigit bibir bawahnya."Mungkin dia akan menceraikanku, Shein," ungkap Kana."Ce-cerai?" Seketika suara Shein mengecil. Pria itu langsung kembali duduk di samping Kana."Kamu bilang, Ivander akan menceraikanmu? Kenapa? Memangnya kesalahan apa yang kamu perbuat?" cecar Shein."Kesucianku hampir direbut oleh pria asing, Shein ...." umbar Kana yang sama sekali tidak berani menatIvander menatap Kana secara mendalam seraya mengelus pipi istrinya lembut. Sementara Kana melirik ke arah tangan Ivander masih dengan bola mata bergetar. 'A-apa yang mau dilakukan pria ini?' panik Kana dalam hati, tetapi tubuhnya sama sekali tidak bisa bergerak. Jari-jemari Ivander yang menyentuh pipinya bergerak perlahan-lahan hingga memegang ujung dagu Kana. Pria itu langsung menarik dagu Kana ke atas agar dia bisa melihat wajah wanita itu lebih jelas. Kemudian Ivander menyeringai."Kenapa, Sayang?" Napas Kana tercekat mendengar panggilan itu lagi. Dia langsung memejamkan matanya erat-erat, enggan memandang wajah angkuh Ivander. Ivander yang tidak mendapat jawaban pun menghela napas berat. Pria itu kemudian melepas tangabnya daei dagu Kana lalu berdiri. "Aku tidak akan melakukan apa-apa padamu, Sayang," ucap Ivander. Sontak Kana membuka matanya, dia langsung memandang Ivander yang kini berdiri sambil membelakanginya. "Be-beneran?" ragu Kana. "Ya ...." jawab Ivander sambil ter
Tubuh Kana sempat membeku begitu mendengar suara dingin Ivander. Namun dia tidak boleh gentar. Kana langsung berbalik dan mendorong Ivander menjauh. Anehnya, pria itu tidak melawan sama sekali. Dia hanya menatap Kana dengan dingin. "Aku muak denganmu!" sergah Kana. Sontak Ivander tertohok, tetapi dia menahan gejolak dalam dadanya dengan mengepalkan tangan."Muak? Baru segini sudah muak?" geram Ivander. "Ya! Aku muak denganmu! Aku muak jadi istrimu! Aku muak dengan permainanmu dengan Jenni!" Kedua mata Ivander membulat mendengar penuturan Kana. Dia semakin mengeratkan kepalan tangannya sambil mendelik."Permainanku?" geram Ivander. "Ya! Kamu yang tidak mau menikah, kenapa harus aku yang dikorbankan? Bahkan wanita itu—Seperti katamu! Dia bahkan menjebakku dengan pria mesum! Bagaimana, bagaimana jika kamu tidak datang di waktu yang tepat? Hidupku pasti langsung hancur ...." Kaki Kana kembali terasa lemas, tubuhnya hampir meluruh ke lantai, tetapi Ivander langsung menangkapnya."Makan
Kana memasuki ballroom hotel sambil memeluk lengan Ivander. Baru masuk, Kana langsung dibuat takjub dengan dekorasi ruangan ini. Seumur hidup, Kana baru pertama kali melihat dekorasi seindah ini. Lampu kristal besar yang terletak di tengah, kemudian karpet mewah berwarna maroon, dekorasi bunga berwarna putih di sisi depan panggung yang kontras dengan warna karpet di ballroom membuat suasana makin indah dan elegan. Belum lagi meja di sisi kiri ruangan yang menyajikan kue yang disusun rapi membentuk kerucut. Bahkan ada beberapa kue yang belum pernah Kana lihat. Kira-kira apa rasa dari kue yang berwarna hijau muda dan merah muda itu? Bahkan ada yang berwarna biru. Tidak hanya hidangan dan dekorasinya, orang yang hadir di sini juga mengenakan gaun serta setelan jas terbaik mereka. Pasti orang yang datang adalah orang penting semua."Siapa wanita yang memeluk lengan Pak CEO Harvey?" Tanpa sengaja telinga Kana mendengar pembicaraan orang lain. Ia sangat ingin menoleh, tetapi ia menahan dir
Kana memejamkan matanya erat-erat. Sesungguhnya napasnya tercekat dan pundaknya tegang, sementara Ivander membalut bibirnya. Kenapa Ivander tidak menyebutkan perintahnya saja daripada begini. Sama seperti sebelumnya, otak Kana membeku. Namun tiba-tiba Ivander mengambil tangannya dan meletakkannya ke pundak. Apakah ini perintah? Ivander melepas sebentar ciumannya."Balas ciumanku!" bisik Ivander. Sontak Kana tertegun."Bagaimana?" Pasalnya, Kana tidak permah membalas ciuman siapapun, bahkan di malam Ivander menicumnya, ia tidak bisa melakukan apa-apa "Ikuti saja permainan lidahku!" titah Ivander yang kembali menautkan bibirnya pada bibir Kana. Hal itu membuat Kana berpikir lagi dan tak sengaja membuka mulutnya. Tepat saat itu, lidah Ivander masuk! Namun berbeda dari sebelumnya, Ivander menyentuh tiap rongga mulut Kana lebih lembut. Jantung Kana seketika berdetak lebih cepat. Kepalanya panas, dia membuka sedikit matanya dan melihat wajah Ivander yang begitu serius mencumbunya. Rupany
"Kamu mau berlibur ke Bali bersama Kana minggu depan?" ulang Ivander saat mendengar rencana adiknya di makan pagi mereka di rumah sang Ayah. "Itu ide yang bagus, Iola sayang," cetus Reynold. "Kamu mau berlibur ke Bali bersama Kana? Aku mau ikut, Iola!" seru Shein antusias. "Apa? Kamu ikut? Enak aja! Ini adalah liburan khusus kakak dan adik ipar! Lagipula kenapa kamu mau ikut?" sosor Iola. "Kenapa? Aku 'kan adik ipar Kana juga! Harusnya aku bisa gabung sama kalian." Shein tersenyum sambil menaikkan-turunkan kedua alisnya pada Kana. Sementara Kana hanya tersenyum saja. Hal itu membuat Iola geram."Hei, Shein, ingat! Kita baru bertunangan, kamu belum jadi adik ipar Ivander Kana atau pun Ivander. Aneh kalau kamu mau ikut!" tukas Iola. "Aneh? Justru kamu yang aneh, Iola! Kamu tidak pernah suka Kana jadi Kakak Iparmu, tapi tahu-tahu mau mengajak Kana liburan. Apakah itu tidak aneh?" tukas Shein yang membuat Ivander kini menatap lurus ke arah adik perempuannya dengan tatapan tajam.Sonta
Iola terkesiap. Tidak! Ivander tidak boleh bergabung. Apakah sebenarnya sang Kakak masih mencurigainya? Jika Ivander ikut, maka dia akan membongkar rencana Jenni secara brutal. Kenapa juga dia menjaga Kana sampai segitunya? Mana lagi pakai alasan mau bulan madu!"Tentu saja tidak boleh!" seru Shein yang menarik atensi semua orang."Kenapa, Shein?" protes Reynold."Ivander, aku saja tidak boleh. Itu berarti kamu juga tidak boleh! Ini bukan sekedar liburan antara Kakak dan Adik Ipar, melainkan liburan para wanita!" tekan Shein yang membuat alis Iola naik sebelah. Shein bertindak di saat yang tepat."Kamu akan merusak semuanya jika hadir di malam kedua," jelas Shein. Seketika senyum Iola merekah. "Kamu benar, Shein! Akhirnya kamu mendukungku, Say—" Iola langsung menutup mulutnya. Apa yang mau dia ucapkan? "Aku selalu tahu keinginanmu, Iola," bangga Shein yang juga ikut melempar senyumnya pada sang tunangan. Iola langsung membuang muka."Selalu tahu apanya?" cibir Iola sambil mencebik.
Iola berlari ke arah bibir pantai. "Yeay, akhirnya aku melihat pantai lagi setelah sekian lama!" seru Iola girang. Iola memasan cotage yang terhubung dengan pantai sehingga ia bisa bebas pergi ke pantai kapan pun dia mau. Sementara Kana mengikutinya dari belakang. "Sepertinya kamu benar-benar suka pantai, ya, Iola?" komentar Kana agak canggung. Sejak di pesawat, Kana berusaha mengakrabkan dori dengan Iola, tetapi entah kenapa suasana di antara mereka masih belum cair. Namun, setidaknya dia bisa melihat senyum Iola selebar ini. Biasanya adik perempuan Ivander ini selalu menekuk wajahnya. Seketika senyum Iola sirna. Apa yang sedang dilakukan wanita rendahan ini? Apa dia mau sok akrab dengan Iola? Namun Iola tidak bisa marah seperti biasanya, toh di hadapan Ivander, dia sudah mengaku mau mencoba menerima Kana. Iola langsung menarik kedua sudut bibirnya ke atas. "Iya. Aku sangat suka pantai. Jika ada kesempatan, aku selalu ke sini ...." Iola memandang
Sontak mata Kana membulat. "Ada apa, Mba?" tanya pemandu Iola, atensi Kana pun beralih, sementara Iola langsung menutup mulutnya rapat-rapat. "Ti-tidak apa-apa, Bli," ujar Iola mengklarifikasi. "Oke, kita lanjut, ya," ujar pemandu Iola dan Kana. Mereka berdua mengikuti pemandu mereka di belakang. Tepat saat itu, Kana menarik tangan Iola. "Iola, apa maksudmu aku merebut Shein darimu?" bisik Kana. Iola tersentak. Bola matanya bergerak ke kanan dan kiri. "Uhm, i-itu ...." Harusnya tidak begini, kenapa Iola tidak bisa menahan diri sedikit lagi? "Sudahlah! Jangan dibahas lagi!" Suara Iola berubah jadi dingin. Kana sendiri tak bisa protes. Mereka berdua pun fokus melanjutkan kegiatan di lokakarya. Setelah melalui proses yang panjang, akhirnya perhiasan mereka sudah selesai dibuat. Kana memandang cincin buatannya untuk Ivander. Ia membuat desain cincin elegan pria yang dia ukir dengan ukiran tanaman di pinggirnya serta satu ukiran inisial huruf "I" dengan aksara Bali di tengahnya. Dia