Kana memasuki ballroom hotel sambil memeluk lengan Ivander. Baru masuk, Kana langsung dibuat takjub dengan dekorasi ruangan ini. Seumur hidup, Kana baru pertama kali melihat dekorasi seindah ini. Lampu kristal besar yang terletak di tengah, kemudian karpet mewah berwarna maroon, dekorasi bunga berwarna putih di sisi depan panggung yang kontras dengan warna karpet di ballroom membuat suasana makin indah dan elegan. Belum lagi meja di sisi kiri ruangan yang menyajikan kue yang disusun rapi membentuk kerucut. Bahkan ada beberapa kue yang belum pernah Kana lihat. Kira-kira apa rasa dari kue yang berwarna hijau muda dan merah muda itu? Bahkan ada yang berwarna biru. Tidak hanya hidangan dan dekorasinya, orang yang hadir di sini juga mengenakan gaun serta setelan jas terbaik mereka. Pasti orang yang datang adalah orang penting semua."Siapa wanita yang memeluk lengan Pak CEO Harvey?" Tanpa sengaja telinga Kana mendengar pembicaraan orang lain. Ia sangat ingin menoleh, tetapi ia menahan dir
Kana memejamkan matanya erat-erat. Sesungguhnya napasnya tercekat dan pundaknya tegang, sementara Ivander membalut bibirnya. Kenapa Ivander tidak menyebutkan perintahnya saja daripada begini. Sama seperti sebelumnya, otak Kana membeku. Namun tiba-tiba Ivander mengambil tangannya dan meletakkannya ke pundak. Apakah ini perintah? Ivander melepas sebentar ciumannya."Balas ciumanku!" bisik Ivander. Sontak Kana tertegun."Bagaimana?" Pasalnya, Kana tidak permah membalas ciuman siapapun, bahkan di malam Ivander menicumnya, ia tidak bisa melakukan apa-apa "Ikuti saja permainan lidahku!" titah Ivander yang kembali menautkan bibirnya pada bibir Kana. Hal itu membuat Kana berpikir lagi dan tak sengaja membuka mulutnya. Tepat saat itu, lidah Ivander masuk! Namun berbeda dari sebelumnya, Ivander menyentuh tiap rongga mulut Kana lebih lembut. Jantung Kana seketika berdetak lebih cepat. Kepalanya panas, dia membuka sedikit matanya dan melihat wajah Ivander yang begitu serius mencumbunya. Rupany
"Kamu mau berlibur ke Bali bersama Kana minggu depan?" ulang Ivander saat mendengar rencana adiknya di makan pagi mereka di rumah sang Ayah. "Itu ide yang bagus, Iola sayang," cetus Reynold. "Kamu mau berlibur ke Bali bersama Kana? Aku mau ikut, Iola!" seru Shein antusias. "Apa? Kamu ikut? Enak aja! Ini adalah liburan khusus kakak dan adik ipar! Lagipula kenapa kamu mau ikut?" sosor Iola. "Kenapa? Aku 'kan adik ipar Kana juga! Harusnya aku bisa gabung sama kalian." Shein tersenyum sambil menaikkan-turunkan kedua alisnya pada Kana. Sementara Kana hanya tersenyum saja. Hal itu membuat Iola geram."Hei, Shein, ingat! Kita baru bertunangan, kamu belum jadi adik ipar Ivander Kana atau pun Ivander. Aneh kalau kamu mau ikut!" tukas Iola. "Aneh? Justru kamu yang aneh, Iola! Kamu tidak pernah suka Kana jadi Kakak Iparmu, tapi tahu-tahu mau mengajak Kana liburan. Apakah itu tidak aneh?" tukas Shein yang membuat Ivander kini menatap lurus ke arah adik perempuannya dengan tatapan tajam.Sonta
Iola terkesiap. Tidak! Ivander tidak boleh bergabung. Apakah sebenarnya sang Kakak masih mencurigainya? Jika Ivander ikut, maka dia akan membongkar rencana Jenni secara brutal. Kenapa juga dia menjaga Kana sampai segitunya? Mana lagi pakai alasan mau bulan madu!"Tentu saja tidak boleh!" seru Shein yang menarik atensi semua orang."Kenapa, Shein?" protes Reynold."Ivander, aku saja tidak boleh. Itu berarti kamu juga tidak boleh! Ini bukan sekedar liburan antara Kakak dan Adik Ipar, melainkan liburan para wanita!" tekan Shein yang membuat alis Iola naik sebelah. Shein bertindak di saat yang tepat."Kamu akan merusak semuanya jika hadir di malam kedua," jelas Shein. Seketika senyum Iola merekah. "Kamu benar, Shein! Akhirnya kamu mendukungku, Say—" Iola langsung menutup mulutnya. Apa yang mau dia ucapkan? "Aku selalu tahu keinginanmu, Iola," bangga Shein yang juga ikut melempar senyumnya pada sang tunangan. Iola langsung membuang muka."Selalu tahu apanya?" cibir Iola sambil mencebik.
Iola berlari ke arah bibir pantai. "Yeay, akhirnya aku melihat pantai lagi setelah sekian lama!" seru Iola girang. Iola memasan cotage yang terhubung dengan pantai sehingga ia bisa bebas pergi ke pantai kapan pun dia mau. Sementara Kana mengikutinya dari belakang. "Sepertinya kamu benar-benar suka pantai, ya, Iola?" komentar Kana agak canggung. Sejak di pesawat, Kana berusaha mengakrabkan dori dengan Iola, tetapi entah kenapa suasana di antara mereka masih belum cair. Namun, setidaknya dia bisa melihat senyum Iola selebar ini. Biasanya adik perempuan Ivander ini selalu menekuk wajahnya. Seketika senyum Iola sirna. Apa yang sedang dilakukan wanita rendahan ini? Apa dia mau sok akrab dengan Iola? Namun Iola tidak bisa marah seperti biasanya, toh di hadapan Ivander, dia sudah mengaku mau mencoba menerima Kana. Iola langsung menarik kedua sudut bibirnya ke atas. "Iya. Aku sangat suka pantai. Jika ada kesempatan, aku selalu ke sini ...." Iola memandang
Sontak mata Kana membulat. "Ada apa, Mba?" tanya pemandu Iola, atensi Kana pun beralih, sementara Iola langsung menutup mulutnya rapat-rapat. "Ti-tidak apa-apa, Bli," ujar Iola mengklarifikasi. "Oke, kita lanjut, ya," ujar pemandu Iola dan Kana. Mereka berdua mengikuti pemandu mereka di belakang. Tepat saat itu, Kana menarik tangan Iola. "Iola, apa maksudmu aku merebut Shein darimu?" bisik Kana. Iola tersentak. Bola matanya bergerak ke kanan dan kiri. "Uhm, i-itu ...." Harusnya tidak begini, kenapa Iola tidak bisa menahan diri sedikit lagi? "Sudahlah! Jangan dibahas lagi!" Suara Iola berubah jadi dingin. Kana sendiri tak bisa protes. Mereka berdua pun fokus melanjutkan kegiatan di lokakarya. Setelah melalui proses yang panjang, akhirnya perhiasan mereka sudah selesai dibuat. Kana memandang cincin buatannya untuk Ivander. Ia membuat desain cincin elegan pria yang dia ukir dengan ukiran tanaman di pinggirnya serta satu ukiran inisial huruf "I" dengan aksara Bali di tengahnya. Dia
"Iola?" panggil Kana saat dia bangun sambil meraba tempat di sampingnya. Namun, dia tidak menemukan apapun, Kana langsung terbangun. Dahinya mengernyit saat ia menemukan tempat di sampingnya kosong. "Iola ke mana?" gumamnya. Kana langsung turun dari tempat tidur, dia langsung pergi ke kamar mandi. "Iola?" panggilnya, tetapi tidak ada sahutan. Lantai kamar mabdi juga tetasa kering. Kana kemudian memeriksa di dapur, tetapi hasilnya sama. Kana kemudian pergi ke teras cottage dan memerika rak sepati, tetapi dia tidak menemukan sandal Iola. Kana langsung kembali ke dalam dan duduk di sofa. Dia berusaha mengingat, mungkin saja semalam Iola mengatakan mau ke mana sebelum tidur. Namun Kana tidak bisa menemukan petunjuk apapun. Semalam tubuhnya terasa sangat lelah hingga setelah berbincang dengan sang Adik Ipar, dia langsung terlelap. Dia tidak sadar, apakah Iola sudah tidur atau belum. Dia bahkan tidak sadar jika Iola mungkin saja sudah bangun lebih pagi untuk olahraga. "Ya, mungkin Iola
Shein memandang layar ponselnya dengan tatapan kosong kemudian pandangannya beralih pada Kana. "I-ivander. Ini Ivander," ucap Shein lesu. "Angkat!" cetus Kana seraya menatap lurus ke arah shein. Namun, tangan lemas Shein sama sekali tidak bisa mengusap tombol hijau di layar hingga akhirnya panggilan dari Ivander berakhir. Shein bahkan sudah tidak bisa merasakan energi di seluruh tubuhnya. Kana hanya bisa menghela napas. "Shein, izinkan aku yang mengangkatnya," pinta Kana seraya menatap lurus ke arah Shein. Shein pun mengangguk. "Silakan," ucap Shein lesu sambil menyerahkan ponselnya. Tak selang berapa lama, Ivander kembali menelpon. Kana langsung mengangkatnya. [Shein, jelaskan secara rinci! Apa maksudmu Iola hilang?] ucap Ivander di seberang begitu Kana mengangkat panggilannya."Uhm, I-ivander ...." [Kana?] seru Ivander agak kaget. "I-iya, i-ini a-aku, Ka-kana," ucap Kana agak gemetaran.[Bagaimana kamu bisa bersama Shein?] tanya Ivander dengan suara yang terdengar agak pani
Seketika sekujur tubuh Kana terasa lemas. Tubuhnya langsung meluruh ke lantai tepat ketika Ivander keluar dari kamarnya. Kini dia tidak bisa lagi mengeluarkan air mata, tetapi dadanya terasa sangat sesak hingga ia sulit bernapas. "Kenapa rasanya sangat sakit ...." pedih Kana dengan suara tercekat. Apakah dia mulai mengharapkan cinta Ivander? Apa itu tidak terlalu serakah? Kenapa Kana menginginkan hal yang mustahil terjadi? Sementara itu, Ivander langsung menyandarkan punggungnya ke dinding setelah menutup pintu kamar Kana. Dia memejamkan matanya erat-erat sambil mengepalkan tangan. Ivander menggemerutukkan giginya. Napasnya kini terasa sesak. Dadanya terasa sangat gusar. Dia ingin menangis, tetapi tidak bisa menangis. "Sial ...." umpatnya sambil melepas kepalan tangannya, tetapi sang tangan malah bergetar hebat. Sebenarnya Ivander kenapa? Apakah perasaan yang selama ini ia belenggu di lubuk hatinya yang terdalam mulai memberontak keluar? Tidak, Ivander tidak boleh membiarkan rasa
Ivander terkesiap mendengar ucapan Iola. Jantungnya berdebar lebih cepat dari biasanya. Kana adalah istri Ivander, itu memang benar adanya. Sekalipun ada kontrak pernikahan yang mereka tanda tangani, tetapi mereka melaksanakan pernikahan yang sah dan diakui negara. Apa salahnya jika Ivander menganggap Kana istrinya?"Kenapa kamu diam, Ivander?" tegur Shein yang menatapnya dengan nanar. Entah kenapa melihat ekspresi wajah Shein yang agak "shock" membuat jantung Ivander terasa diremas. Apakah ia berbuat kesalahan? Kenapa Shein menatapnya begitu, bahkan Iola yang menatapnya dengan tajam.Iola menghela napas. "Oke, sekarang aku tanya satu hal!" ucap Kana yang menarik atensi Ivander. "Apa itu?" tanya Ivander.Iola langsung menatapnya dengab lurus."Jawab jujur dari hatimu, apakah bagimu Kana adalah wanita yang pantas menerima cintamu?" Dahi Ivander langsung mengernyit. "Cinta? Cinta apa? Jangan bercanda, Iola. Di hidupku mana ada yang namanya "Cinta". Kamu sangat tahu itu," kekeh Ivand
"Jadi selama ini kalian hanya menikah kontrak?" Iola langsung berdiri begitu mendengar semua penjelasan Ivander tentang pernikahan mereka. Sementara Shein masih duduk tercengang dan sibuk dengan pikirannya sendiri."Ya. Itulah kenyataannya," jawab Ivander santai seolah tidak ada beban. Apa akan baik-baik saja jika Iola dan Shein diberitahu begini? Kana hanya bisa menghela napas.Iola kembali menghempaskan tubuhnya ke sofa."Kalian gila! Tidak, kamu gila, Ivander!" tukas Iola. Ivander malah terkekeh."Bukankah kamu sudah tahu kalau aku ini gila," jawab Ivander malah geli sendiri. "Tapi ... kamu keteraluan, Ivander!" Shein mulai angkat bicara, membuat atensi Ivander beralih padanya."Kamu menjadikan Kana tameng dari Jenni! Kamu tahu sendiri, 'kan kalau melawan Jenni, maka Kana akan dalam bahaya!" tekan Shein. Ivander malah tersenyum seraya merangkul Kana yang duduk dengan tegang di sampingnya."Tenang. 'Kan ada aku. Aku yang akan melindunginya. Iya, 'kan, Sayang?" Kana terhenyak da
Kana terbangun duluan. Ternyata dia masih berada di dalam dekapan Ivander. Sampai akhirnya, setelah Kana puas menangis, mereka bercinta lagi. Kini, mereka berdua sama-sama tidak mengenakan sehelai benang pun dan hanya mendekap satu sama lain di bawah selimut agar tidak kedinginan. Kana paling suka saat-saat seperti ini, ketika Ivander masih terlelap dan dia bisa bebas memandangi wajah polos pria ini. Jari-jari kecilnya mulai menyentuh tiap inchi wajah tampan Ivander. Hal lain yang paling menyenangkan, adalah pria ini tidak akan protes karena masih terlelap. "Kenapa tidak cium saja, Sayang ...." Tiba-tiba Ivander bersuara, membuat Kana terhenyak. Wanita itu langsung terduduk sambil menarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya. "Uhm, ma-maaf. Kalau begitu, aku pak—Ah!" Ivander malah menarik tubuh Kana hingga wanita itu kembali berakhir dalam dekapannya. "Siapa yang mengizinkanmu pergi, hm?" goda Ivander kemudian menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Kana. "I-ivander ... geli," pro
Sudah berjam-jam berlalu saat Ivander memutuskan untuk tidur, tetapi tubuhnya tetap tak merasa nyaman. Sejak tadi, dia hanya bisa mengubah-ubah posisi tidurnya, tetapi matanya tidak mau terpejam. Jantungnya terus berdebar dan kepalanya terus berpikir. Sebuah pertanyaan di benaknya sampai sekarang belum mendapat jawaban yang memuaskan. Apa yang membuat Ivander terus merasa tidak tenang dari tadi semenjak Kana meninggalkannya sendirian?"Arrgh!" Ivander muak! Dia langsung terduduk sambil mengacak-acak rambutnya yang selalu ia sisir rapih sebelum tidur. "Sebenarnya apa yang wanita itu lakukan padaku?" geram Ivander seraya memandang ke arah lemari yang menghubungkan kamar mereka. Pria itu sempat terdiam cukup lama. Kira-kira, apakah Kana sudah tidur? Pakaian tidur apa yang dia kenakan? Bagaimana gaya tidurnya? Apakah dia mengenakan selimut? Jangan-jangan dia kedinginan? Tunggu, kenapa Ivander berpikir sejauh itu?Ivander kembali mengacak-acak rambutnya sambil
Akhirnya mereka selesai dan kini berada di dalam mobil menuju rumah. Pada akhirnya, mereka melakukannya sampai tiga ronde dan ronde terakhir adalah yang paling gila karena Kana melakukannya di atas Ivander dan pria itu membiarkannya mendominasi. Padahal jika dilihat dari karakter pria angkuh ini, dia tidak suka jika orang lain mendominasinya. Namun mereka berdua tetap sama-sama menikmatinya. Kana tersenyum tiap memikirkan apa yang mereka berdua lakukan tadi. Mereka sudah sama-sama kehilangan akal. Namun senyum Kana sirna. Tiga kali mereka melakukannya, tiga kali juga Ivander memberikan harta berharganya pada Kana dan menyimpannya di perut ini. "Apakah aku akan hamil?" gumam Kana. Dia tidak boleh hamil anak Ivander! Jika sampai hamil, maka, hubungannya dengan Ivander akan semakin rumit. Kana kemudian memandang wajah plos Ivander yang tengah tertidur yang sejak tadi. Apakah bercinta membuatnya kelelahan? Namun, itu tidak masalah, jika pria ini tertidur, Kana bisa bebas memandanginya h
"Me-melakukan apa?" Kana mulai was-was, tetapi sesuatu di bawah sana mulai menyentuh bagian bawah tubuhnya, seolah berusaha memancing gejolak yang sejak tadi Kana tahan. Kana harus segera pergi dari sini. Dia menggigit bibir bawahnya untuk menahan gejolak tersebut. Dia hendak melepaskan diri, tetapi Ivander menarik pipinya hingga wajah Kana berhadapan dengan wajah Ivander. Pria itu menatapnya lamat-lamat. "Aku selalu ingin melakukan ini denganmu, Kana. Hanya denganmu," ungkapnya dengan suara yang rendah. "Ivander ...." Pria itu tersenyum seraya memandang setiap inchi wajah Kana. "Aku merindukanmu, Kana. Sangat merindukanmu," ungkap Ivander tanpa melepas pandangannya pada Kana. Sontak Kana tertegun. "Me-merindukanku?" Itu adalah ucapan paling mustahil dari mulut Ivander. "Ke-kenapa?" Kana bingung. Apakah ini nyata? Ivander merindukannya? Ivander malah menarik tubuh Kana ke dalam dekapannya. Dia mulai membelai punggung Kana dengan lembut, menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Ka
Kana berendam di dalam jacuzi setelah menjalani beberapa perawatan. Meskipun kali ini dia datang ke spa bersama Ivander, tetap saja dia menjalani semua perawatannya sendirian. Kana menghela napas sambil memainkan air, sesungguhnya, hati kecil Kana masih ingin memandangi wajah pria angkuh itu. Namun, Kana bisa berharap apa? Ah, kenapa akhir-akhir ini Kana jadi serakah? Dia sendiri yang memutuskan untuk memasang benteng besar di antara dirinya dan Ivander. Toh, dunia mereka berbeda, sehingga tidak mungkin ada jalan untuk bersama. Tunggu? Kana berpikir apa barusan? Sejak kapan dia mau hidup bersama pria kejam dan angkuh itu? Dia mau bunuh diri? Kana menggelengkan kepalanya, dia langsung melirik ke arah kotak yang berisi beberapa botol sabun warna-warni. Kana pun memilih sabun dengan berbagai aroma di sana. Sudah cukup lama dia menikmati air hangat yang mampu membuat tubuhnya rileks. Percikan-percikan air di jacuzi pun mampu memijat tubuhnya yang terasa lelah. Minggu ini adalah minggu ya
Iola berjalan masuk ke Paragon Sport Center yang terlihat sepi, padahal hari ini adalah akhir minggu. Tidak salah lagi, satu-satunya Pewaris Suralaya—Shein White Serafim pasti sedang menyewa tempat ini sendirian. Iola hapal betul tingkah tunangannya itu yang suka menyendiri jika ada sebuah masalah yang sulit ia hadapi. Dahulu, pria ini selalu duduk sendirian di perpustakaan pribadi rumahnya, tetapi akhir-akhir ini dia selalu memanfaatkan fasilitas milik korporasinya untuk kepentingan pribadi.Iola masuk ke kolam renang indoor setelah tidak menemukan tunangannya itu di lapangan basket, tennis, bulu tangkis, dan futsal. Belum sempat kakinya masuk ke kolam renang indoor itu, sudah terdengar bunyi percikan air. Itu pasti Shein. Iola pun masuk dengan percaya diri dan matanya langsung bisa menangkap sosok Shein yang memiliki rambut hitam pekat dan kulit putih bening sedang berenang dengan gaya kupu-kupu di kolam renang. Iola menghampiri sisi kolam renang dimana Shein ak