Iola berlari ke arah bibir pantai.
"Yeay, akhirnya aku melihat pantai lagi setelah sekian lama!" seru Iola girang. Iola memasan cotage yang terhubung dengan pantai sehingga ia bisa bebas pergi ke pantai kapan pun dia mau. Sementara Kana mengikutinya dari belakang."Sepertinya kamu benar-benar suka pantai, ya, Iola?" komentar Kana agak canggung. Sejak di pesawat, Kana berusaha mengakrabkan dori dengan Iola, tetapi entah kenapa suasana di antara mereka masih belum cair. Namun, setidaknya dia bisa melihat senyum Iola selebar ini. Biasanya adik perempuan Ivander ini selalu menekuk wajahnya.Seketika senyum Iola sirna. Apa yang sedang dilakukan wanita rendahan ini? Apa dia mau sok akrab dengan Iola? Namun Iola tidak bisa marah seperti biasanya, toh di hadapan Ivander, dia sudah mengaku mau mencoba menerima Kana. Iola langsung menarik kedua sudut bibirnya ke atas."Iya. Aku sangat suka pantai. Jika ada kesempatan, aku selalu ke sini ...." Iola memandangSontak mata Kana membulat. "Ada apa, Mba?" tanya pemandu Iola, atensi Kana pun beralih, sementara Iola langsung menutup mulutnya rapat-rapat. "Ti-tidak apa-apa, Bli," ujar Iola mengklarifikasi. "Oke, kita lanjut, ya," ujar pemandu Iola dan Kana. Mereka berdua mengikuti pemandu mereka di belakang. Tepat saat itu, Kana menarik tangan Iola. "Iola, apa maksudmu aku merebut Shein darimu?" bisik Kana. Iola tersentak. Bola matanya bergerak ke kanan dan kiri. "Uhm, i-itu ...." Harusnya tidak begini, kenapa Iola tidak bisa menahan diri sedikit lagi? "Sudahlah! Jangan dibahas lagi!" Suara Iola berubah jadi dingin. Kana sendiri tak bisa protes. Mereka berdua pun fokus melanjutkan kegiatan di lokakarya. Setelah melalui proses yang panjang, akhirnya perhiasan mereka sudah selesai dibuat. Kana memandang cincin buatannya untuk Ivander. Ia membuat desain cincin elegan pria yang dia ukir dengan ukiran tanaman di pinggirnya serta satu ukiran inisial huruf "I" dengan aksara Bali di tengahnya. Dia
"Iola?" panggil Kana saat dia bangun sambil meraba tempat di sampingnya. Namun, dia tidak menemukan apapun, Kana langsung terbangun. Dahinya mengernyit saat ia menemukan tempat di sampingnya kosong. "Iola ke mana?" gumamnya. Kana langsung turun dari tempat tidur, dia langsung pergi ke kamar mandi. "Iola?" panggilnya, tetapi tidak ada sahutan. Lantai kamar mabdi juga tetasa kering. Kana kemudian memeriksa di dapur, tetapi hasilnya sama. Kana kemudian pergi ke teras cottage dan memerika rak sepati, tetapi dia tidak menemukan sandal Iola. Kana langsung kembali ke dalam dan duduk di sofa. Dia berusaha mengingat, mungkin saja semalam Iola mengatakan mau ke mana sebelum tidur. Namun Kana tidak bisa menemukan petunjuk apapun. Semalam tubuhnya terasa sangat lelah hingga setelah berbincang dengan sang Adik Ipar, dia langsung terlelap. Dia tidak sadar, apakah Iola sudah tidur atau belum. Dia bahkan tidak sadar jika Iola mungkin saja sudah bangun lebih pagi untuk olahraga. "Ya, mungkin Iola
Shein memandang layar ponselnya dengan tatapan kosong kemudian pandangannya beralih pada Kana. "I-ivander. Ini Ivander," ucap Shein lesu. "Angkat!" cetus Kana seraya menatap lurus ke arah shein. Namun, tangan lemas Shein sama sekali tidak bisa mengusap tombol hijau di layar hingga akhirnya panggilan dari Ivander berakhir. Shein bahkan sudah tidak bisa merasakan energi di seluruh tubuhnya. Kana hanya bisa menghela napas. "Shein, izinkan aku yang mengangkatnya," pinta Kana seraya menatap lurus ke arah Shein. Shein pun mengangguk. "Silakan," ucap Shein lesu sambil menyerahkan ponselnya. Tak selang berapa lama, Ivander kembali menelpon. Kana langsung mengangkatnya. [Shein, jelaskan secara rinci! Apa maksudmu Iola hilang?] ucap Ivander di seberang begitu Kana mengangkat panggilannya."Uhm, I-ivander ...." [Kana?] seru Ivander agak kaget. "I-iya, i-ini a-aku, Ka-kana," ucap Kana agak gemetaran.[Bagaimana kamu bisa bersama Shein?] tanya Ivander dengan suara yang terdengar agak pani
Setelah mereka sampai di lokasi, Shein dan Kana langsung turun dari mobil dan menghampiri Ivander yang tengah sibuk dengan ponselnya. "Ivander!" seru Shein langsung menghampiri calon kakak iparnya, sementara Kana mengekor pada Shein. Ivander yang menyadari kehadiran Shein dan Kana langsung buru-buru mengakhiri panggilannya. "Akhirnya kalian sampai juga," sahut Ivander. "Apakah sudah ada kabar dari tim khususmu?" tanya Shein tanpa basa-basi. Namun Ivander menggeleng. "Kami masih melakukan pencarian," beber Ivander yang langsung beralih pada Kana. "Kana, bisa kamu ceritakan, apakah Iola sempat mengatakan sesuatu sebelum dia pergi semalam?" cecar Ivander yang nada suaranya agak bergetar. Hal itu tak luput dari perhatian Kana. Mungkinkah Ivander agak takut? "Kana?" tekan Ivander yang tidak segera mendapat jawaban, sayangnya Kana malah menggeleng seraya menatap Ivander dengan nanar."Maafkan aku, Ivander. Aku tidak tahu. Yan
"Kirim lokasinya padaku sekarang dan kita semua akan ke sana!" titah Jenni. Setelah itu panggilan berakhir. "Iola ditemukan di mana?" cecar Ivander yang berdiri tepat di depan Jenni. "Lokasinya tidak jauh dari sini. Titik pasti lokasinya sudah kukirim ke ponselmu dan Shein!" ujar Jenni. Ivander dan Shein kompak langsung mengecek ponsel mereka. "Oke! Kalau begitu, kita langsung pergi ke lokasi sekarang!" perintah Ivander. Dia langsung pergi ke mobilnya, tetapi langkahnya terhenti. Dia berbalik dan matanya langsung awas pada sosok wanita berambut pendek. "Kana ...." Ucapannya terhenti ketika menemukan sosok Kana berlari ke mobil Shein. Ivander hanya bisa menghela napas sambil menatap kecewa. "Tuan Ivander, kita berangkat sekarang?" Tiba-tiba seorang dari tim khususnya ada di sampingnya. Ivander hanya mengangguk tanpa melepas tatapannya dari Kana sampai wanita itu benar-benar masuk ke dalam mobil Shein. "Iya, kita berangkat se
"Jadi, ini murni penculikan?" tanya Ivander setelah mendengar penjelasan Letnan yang memimpin pencarian Iola."Kami belum bisa memastikannya, Pak. Sedangkan, untuk modus pelaku masih perlu kami dalami lagi," ucap Letnan. Ivander menggosok dagunya. Entah kenapa, ia masih merasa ada yang janggal. Jika memang ini adalah penculikan, seharusnya penculik menghubungi Ivander atau mungkin Shein untuk minta tebusan. Namun, Ivander atau Shein sama sekali tidak mendapat permintaan tebusan sama sekali. "Apa ada hubungannya dengan penjualan gelap atau mungkin ada unsur pemerkosaan?" cecar Ivander. "Terkait hal itu, kami ingin meminta izin korban untuk melakukan visum setelah keadaan korban membaik. Kami juga mencurigai ada modus pelaku ke arah pemerkosaan," jelas Letnan. Ivander diam-diam menggemerutukkan giginya. "Baik, Letnan. Kami sebagai pihak keluarga bersedia melakukannya. Saya juga akan membujuk adik saya untuk melakukan visum setelah ini," beber Ivander. Jika sampai terbukti Iola dinod
'Aku ingin bicara berdua denganmu, Jenni!' Kana langsung menarik napas dalam-dalam begitu kalimat dari mulut Ivander terputar kembali di kepalanya. Dia menyandarkan tubuhnya ke jok mobil seraya menatap ke luar jendela. "Apa yang Ivander bicarakan bersama Jenni? Kenapa harus berduaan?" gumam Kana. Sejak pergi dari lokasi penculikan Iola, kalimat itu terus terputar di kepalanya dan pertanyaan yang sama juga selalu muncul dalam kepalanya. Mungkinkah Ivander sudah membuka hatinya untuk Jenni? Toh, Jenni berperan besar dalam penemuan Iola kali ini. Pasti hati Ivander perlahan terbuka. Mungkin saja Jenni sebenarnya memang wanita yang baik. Jika Ivander menyia-nyiakannya, Ivander pasti akan menyesal seumur hidup. Lantas, sekarang posisi Kana apa? Jika Ivander dan Jenni menyatukan hati mereka, maka fungsi Kana dalam kehidupan Ivander apa? Sebelumnya, dia adalah tameng Ivander dari Jenni, tetapi jika Jenni bukan lagi orang yang ingin Ivander hindari, maka K
Kana terhenyak. "I-itu ... aku tidak meninggalkanmu!" Dahi Ivander mengernyit. Dia berjalan mendekati Kana dan menarik lengan wanita itu dan membawanya agak menjauh dari tempat tidur Iola."Tidak meninggalkanku? Lalu, kenapa kamu tidak menungguku di tempatmu berdiri?" Kedua mata Kana mengerjap. "Bu-bukannya kamu tidak ingin aku ada di sana?" ucap Kana. "Hah?" tekan Ivander. "A-aku pikir—""Sejak kapan aku mengizinkanmu berpikir?" potong Ivander yang geram. Sontak Kana terkesiap mendengar ucapan Ivander. "Apakah kamu tidak ingat aturannya? Kamu harus menuruti semua perintahku!" tekan Ivander yang membuat Kana memejamkan matanya. "I-iya, aku ingat!" ucap Kana gemetaran. "Lalu, apa kamu tidak dengar apa perintahku?" Ivander menarik lengan Kana dan mendekatakan wajahnya. "A-aku dengar—""Apa? Apa perintahku?" lirih Ivander tepat di telinga Kana. "Ka-kamu tunggu di sini—" Ivander langsung melepas cengkramannya di lengan Kana dengan kasar hingga wanita itu hampir kehilangan kesei