"Apa-apaan sih kamu?" Zeya terkejut karena tiba-tiba saja Nicky berlutut di hadapannya. Hal tersebut semakin membuat malam semakin panas, orang-orang yang berada di lobby pun turut mengamati mereka seakan menantikan yang akan terjadi selanjutnya. Dengan wajah yang menunjukkan kesungguhan, Nicky perlahan mengeluarkan sesuatu dari dalam saku celananya. "Zeya aku sadar jika yang aku lakukan memang salah, dan aku tau jika perilaku aku dulu sangatlah buruk," ucap Nicky. "Tetapi sudi kah kamu untuk memaafkan aku dan menjadi temanku lagi?" lanjutnya dengan sebatang coklat yang baru saja ia keluarkan. Zeya yang tak nyaman menjadi sorotan orang-orang. Langsung mengambil coklat yang Nicky sodorkan padanya, gadis itu pun berkata sebelum pergi meninggalkan Nicky. "Terserah!" "Te-terserah?" Nicky terlihat terkejut dan bingung dengan jawaban Zeya yang terkesan ambigu. Pria itu mematung, dengan perasaannya yang sama sekali tak lega karena Zeya belum memberikan kepastian padanya. Zeya
"Argh!!!" Teriakan kesakitan menggelegar memenuhi ruang rawat inap dengan fasilitas paling mewah itu. Sedangkan Jelita yang menyadari ada sesuatu yang tidak beres pada suaminya seketika memencet tombol bantuan, sambil mendekap erat Mark yang masih kesakitan. "Sabar ya, aku sudah memanggil dokter!" seru Jelita berusaha menenangkan diri Mark. Tak berselang lama seorang dokter dan perawat yang tengah berjaga pun datang. Jelita terduduk di atas sofa dengan khawatir. Benar seperti yang pernah diceritakan oleh Dokter Veshal, walaupun mereka adalah dokter yang akan bergelut dengan berbagai kondisi pasien, tetapi sungguh sulit untuk menangani seseorang yang dikenal. Butuh mental dan pikiran yang tenang, dan Jelita sadar jika belum memilikinya. "Arghhh, kepala ku sakit!" Suara teriakan masih memenuhi sudut ruangan dan terasa makin mencekam. Mark masih terus mengamuk, bahkan menarik-narik rambut di kepalanya yang terasa sangat sakit bak terhantam ribuan batu. "Sus, tolong pegang
"Jadi, kamu pergi ke sana bersama dokter ini?!" "Ya, masing-masing ada perwakilan dari tiap-tiap spesialis, dan kebetulan Dokter Veshal yang mewakili spesialis Obgyn," jawab Jelita dengan jujur kepada Mark yang bertanya padanya. Mark terdiam dan menatap Veshal dengan aura permusuhan yang begitu kuat. Wajah Veshal yang hanya tersenyum ramah padanya, semakin membuat Mark muak dan jengkel. "Memangnya kenapa? Apakah saya tidak boleh pergi?" tanya Jelita. 'Iya, gak boleh! Kau, kan harus menjagaku! Begitu saja gak paham!' "Ehem ... terserah. Lakukan saja sesukamu," jawab Mark yang sungguh berbeda dengan jawabannya dari dalam hati. Jelita tertawa kecil lalu kembali melanjutkan perbincangan akan rencana esok hari pada Veshal. Wajah seriusnya saat itu memberikan aura dewasa dan semakin memikat. "Baiklah, kalau begitu saya pamit undur diri," ucap Veshal setelah menyelesaikan segala urusannya dengan Jelita. Veshal menoleh ke arah Mark dan menyunggingkan senyuman yang semakin m
"Happy Birthday to you, happy Birthday to you!" Sang Dewi Fortuna akan tengah memihaknya. Lagi-lagi Jelita terselamatkan dari pertanyaan tersebut berkat Chanda, Catherine, Bella, Yesi, dan juga Nicky yang datang untuk memberikan kejutan. Dengan sebuah kue black forest kesukaan Mark, mereka perlahan masuk sambil menyanyikan lagu ulang tahun. "Selamat ulang tahun, Nak!" ucap Catherine dengan kedua matanya yang berkaca-kaca menahan emosi yang ada di dalam hatinya. Perlahan-lahan Jelita mulai berjalan mundur, memberikan ruang antara anggota keluarga di natal untuk saling berinteraksi dan kembali menjalin ikatan yang sempat terurai. Karena ruangan cukup ramai, Jelita puan memutuskan untuk keluar. Terutama karena adanya Bella. Jelita tak ingin ada keributan hanya karena Bella melihat ia turut berada di sana. Dibantu oleh Nicky dan Chandra, Catherine pun berdiri dari kursi rodanya. Wanita tua itu perlahan melangkah mendekati putranya lalu memeluk Mark dengan erat. "Maafkan Momm
"Mark! Mark!" seru Catherine yang masih berada di samping putranya. "Nak, kamu kenapa, Sayang? Mark tolong jangan buat Mommy takut!" Semua orang yang berada di dalam ruangan itu pun terkejut, mendapati Mark yang berteriak kesakitan sambil memukul-mukul kepalanya. "Nicky, cepat panggil dokter!" titah Chandra yang mulai panik. Kondisinya terlihat lebih buruk dari semalam, karena kini tetesan darah perlahan keluar dari lubang hidungnya. Mark berteriak histeris, tak sanggup menahan rasa sakit di kepalanya yang amat menyiksa. Tak lama, dokter dan perawat pun langsung datang. Lalu segera menangani Mark yang mengerang kesakitan. Kekhawatiran Chandra bukan hanya tertuju pada putranya, tetapi Jelita pun masih terus bergeming hingga akhirnya teriakan Mark yang meninggi membuat Jelita yang sedari tadi mematung tiba-tiba saja jatuh pingsan dalam rangkulan Yesi. *** "Heh, kau itu harus sadar diri! Gak usah banyak tingkah." Seorang anak yang baru memasuki usia remaja itu hanya
Ting! Sebuah notifikasi pesan singkat masuk pun berbunyi. Nicky meraih ponselnya dan membaca pesan singkat tersebut. 'Aku akan menunggumu di depan lift! Kalau sampai kamu tidak datang, bukan hanya nomer ponselmu saja yang aku blokir, tapi kamu juga!' Nicky menelan salivanya dengan sudah payah, lalu melihat sosok yang baru saja mengancamnya lewat pesan singkat. "Kalau begitu saya permisi dulu ya, Om, Tante. Kalau butuh bantuan jangan segan hubungi saya, kebetulan saya sedang jaga IGD." Zeya tersenyum hingga membuat Nicky merinding. Senyuman wanita itu penuh arti terutama tatapannya pada Nicky yang terasa begitu mengancam. "Pak, saya izin keluar dulu. Kebetulan ada yang mau saya beli di minimarket. Kalau misalkan butuh sesuatu bisa langsung hubungi saya saja," ucap Nicky beralasan. Nicky pun mulai keluar dari ruang rawat inap dan berjalan menuju lift. Ia melambatkan langkahnya, mengikuti Zeya yang berjalan di depannya. Ketika mereka sampai di depan lift, Zeya sontak saja b
"Jika aku tidak diadopsi, jika aku tidak membuat Chintya kesal, pasti semua tidak akan pernah seperti ini. C-chintya tidak akan pernah berpikir untuk mengusikku aku dengan cara merebut tunanganku. Dan pada akhirnya ia pasti akan menikah dengan Mark tanpa masalah seperti ini!" Suara Jelita gemetar, Jelita tak sanggup lagi menahan semua perasaannya yang kian mengusik. Mengingat semuanya saja sudah membuatnya terganggu, dan menceritakannya kembali seperti saat ini hanya membuat luka hatinya kembali terbuka dengan lebar. Yesi yang turut mendengarnya hanya terdiam tak bersuara. Kehidupan Jelita yang sudah begitu sulit seharusnya tidak semakin diperparah dengan sikap tak baik dari keluarga suaminya. Gadis itu berpikir, jika semua itu terjadi padanya mungkin ia tidak akan pernah bisa bertahan sejauh itu. Bagaikan seonggok batu besar yang terkikis karena tetesan air, begitulah keadaan yang paling pas untuk menggambarkan hati Catherine saat ini. Wanita yang terkenal angkuh dan
"Sialan! Gak berguna!" Tubuhnya terjatuh di lantai, bahkan membuat selang infus yang terpasang pada lengannya seketika tercabut dan menimbulkan bercak darah yang bercampur di lantai. Mark terlihat begitu frustasi, dari benar-benar merasa menjadi laki-laki tak berguna yang tak memiliki daya apapun. Mark Dinata, pria yang selalu terlihat sempurna di depan banyak mata dari segi penampilan, dan juga harta miliknya. Kini terhempas ke dalam jurang terdalam. Kekurangannya yang selama ini tertutupi oleh penampilan sempurnanya, kini semakin membuatnya terlihat menyedihkan. "Bro!" Nicky yang baru saja masuk ke dalam ruangan Mark pun terkejut melihat pemandangan yang ada di depan matanya. Dengan sigap ia membantu Mark untuk bangkit dan kembali ke atas ranjang rawat. "Tunggu sebentar!" serunya yang langsung berlari keluar ruangan menuju nurse station uang yang tak berada jauh dari sana. Tak berselang lama, Nicky pun kembali bersama seorang perawat yang tengah membawa perlengkapa