"Hei, bukannya ini menjijikan? Kenapa kau tidak memanggil perawat laki-laki saja?" ucap Mark dengan suara yang merendahkan karena terlalu malu. Tanpa sedikitpun rasa jijik, Jelita membersihkan seluruh kotoran dari suaminya. Bahkan ia turut memastikan jika semuanya benar-benar telah bersih. "Tidak masalah. Selama aku bisa mengatasinya sendiri, buat apa menyuruh orang lain," jawab Jelita yang kini susah payah membopong Mark dari kloset dan mendudukkannya di atas kursi roda. "Kenapa kamu malu? Buat apa malu, aku pun sudah pernah lihat semuanya kok," jawab Jelita asal bicara sambil tertawa kecil. Walaupun terdengar seperti sebuah candaan, tetapi apa yang baru saja Jelita katakan cukup mengganggu pikiran Mark. Pria itu hanya terdiam tanpa bersuara sama sekali. Sekuat tenaga Jelita membantu Mark untuk naik ke atas ranjang rawat, walaupun tubuh pria itu berukuran nyaris 2 kali lipat dari tubuhnya. Setelah merapihkan semuanya Jelita pun kembali duduk pada sebuah kursi yang ber
"Bella, apa-apaan kamu?!" Chandra terlihat marah melihat sikap Bella yang sama sekali tidak menunjukkan sopan santun kepada kakak iparnya. Kepalanya tiba-tiba terasa sangat sakit karena Bella ternyata tidak lebih baik dari ibunya dalam memperlakukan Jelita. "Jelita itu kakak iparmu, jaga sopan santun mu padanya!" seru Chandra kembali Namun gadis yang terkenal dengan sikap buruknya itu sama sekali tidak menggubris nasehat dari ayahnya. Bella memutar bola matanya bosan dan berkata, "Aku tidak peduli! Aku tidak pernah dan tidak akan menganggap dia bagian dari keluarga kita!" "Bella!" pekik Chandra. Seakan sengaja untuk berpura-pura tak mendengar. Gadis itu terus saja berjalan menunggu ruang makan tanpa memperdulikan teriakan dari ayahnya. Keributan itu sontak membuat Jelita merasa tidak enak hati, karena sudah mengacaukan makan malam keluarga setelah sekian lama mereka tidak berkumpul. Kepergian Bella membuat Chandra menghela napasnya yang terasa berat, lalu memijat kening
"Apa-apaan sih kamu?" Zeya terkejut karena tiba-tiba saja Nicky berlutut di hadapannya. Hal tersebut semakin membuat malam semakin panas, orang-orang yang berada di lobby pun turut mengamati mereka seakan menantikan yang akan terjadi selanjutnya. Dengan wajah yang menunjukkan kesungguhan, Nicky perlahan mengeluarkan sesuatu dari dalam saku celananya. "Zeya aku sadar jika yang aku lakukan memang salah, dan aku tau jika perilaku aku dulu sangatlah buruk," ucap Nicky. "Tetapi sudi kah kamu untuk memaafkan aku dan menjadi temanku lagi?" lanjutnya dengan sebatang coklat yang baru saja ia keluarkan. Zeya yang tak nyaman menjadi sorotan orang-orang. Langsung mengambil coklat yang Nicky sodorkan padanya, gadis itu pun berkata sebelum pergi meninggalkan Nicky. "Terserah!" "Te-terserah?" Nicky terlihat terkejut dan bingung dengan jawaban Zeya yang terkesan ambigu. Pria itu mematung, dengan perasaannya yang sama sekali tak lega karena Zeya belum memberikan kepastian padanya. Zeya
"Argh!!!" Teriakan kesakitan menggelegar memenuhi ruang rawat inap dengan fasilitas paling mewah itu. Sedangkan Jelita yang menyadari ada sesuatu yang tidak beres pada suaminya seketika memencet tombol bantuan, sambil mendekap erat Mark yang masih kesakitan. "Sabar ya, aku sudah memanggil dokter!" seru Jelita berusaha menenangkan diri Mark. Tak berselang lama seorang dokter dan perawat yang tengah berjaga pun datang. Jelita terduduk di atas sofa dengan khawatir. Benar seperti yang pernah diceritakan oleh Dokter Veshal, walaupun mereka adalah dokter yang akan bergelut dengan berbagai kondisi pasien, tetapi sungguh sulit untuk menangani seseorang yang dikenal. Butuh mental dan pikiran yang tenang, dan Jelita sadar jika belum memilikinya. "Arghhh, kepala ku sakit!" Suara teriakan masih memenuhi sudut ruangan dan terasa makin mencekam. Mark masih terus mengamuk, bahkan menarik-narik rambut di kepalanya yang terasa sangat sakit bak terhantam ribuan batu. "Sus, tolong pegang
"Jadi, kamu pergi ke sana bersama dokter ini?!" "Ya, masing-masing ada perwakilan dari tiap-tiap spesialis, dan kebetulan Dokter Veshal yang mewakili spesialis Obgyn," jawab Jelita dengan jujur kepada Mark yang bertanya padanya. Mark terdiam dan menatap Veshal dengan aura permusuhan yang begitu kuat. Wajah Veshal yang hanya tersenyum ramah padanya, semakin membuat Mark muak dan jengkel. "Memangnya kenapa? Apakah saya tidak boleh pergi?" tanya Jelita. 'Iya, gak boleh! Kau, kan harus menjagaku! Begitu saja gak paham!' "Ehem ... terserah. Lakukan saja sesukamu," jawab Mark yang sungguh berbeda dengan jawabannya dari dalam hati. Jelita tertawa kecil lalu kembali melanjutkan perbincangan akan rencana esok hari pada Veshal. Wajah seriusnya saat itu memberikan aura dewasa dan semakin memikat. "Baiklah, kalau begitu saya pamit undur diri," ucap Veshal setelah menyelesaikan segala urusannya dengan Jelita. Veshal menoleh ke arah Mark dan menyunggingkan senyuman yang semakin m
"Happy Birthday to you, happy Birthday to you!" Sang Dewi Fortuna akan tengah memihaknya. Lagi-lagi Jelita terselamatkan dari pertanyaan tersebut berkat Chanda, Catherine, Bella, Yesi, dan juga Nicky yang datang untuk memberikan kejutan. Dengan sebuah kue black forest kesukaan Mark, mereka perlahan masuk sambil menyanyikan lagu ulang tahun. "Selamat ulang tahun, Nak!" ucap Catherine dengan kedua matanya yang berkaca-kaca menahan emosi yang ada di dalam hatinya. Perlahan-lahan Jelita mulai berjalan mundur, memberikan ruang antara anggota keluarga di natal untuk saling berinteraksi dan kembali menjalin ikatan yang sempat terurai. Karena ruangan cukup ramai, Jelita puan memutuskan untuk keluar. Terutama karena adanya Bella. Jelita tak ingin ada keributan hanya karena Bella melihat ia turut berada di sana. Dibantu oleh Nicky dan Chandra, Catherine pun berdiri dari kursi rodanya. Wanita tua itu perlahan melangkah mendekati putranya lalu memeluk Mark dengan erat. "Maafkan Momm
"Mark! Mark!" seru Catherine yang masih berada di samping putranya. "Nak, kamu kenapa, Sayang? Mark tolong jangan buat Mommy takut!" Semua orang yang berada di dalam ruangan itu pun terkejut, mendapati Mark yang berteriak kesakitan sambil memukul-mukul kepalanya. "Nicky, cepat panggil dokter!" titah Chandra yang mulai panik. Kondisinya terlihat lebih buruk dari semalam, karena kini tetesan darah perlahan keluar dari lubang hidungnya. Mark berteriak histeris, tak sanggup menahan rasa sakit di kepalanya yang amat menyiksa. Tak lama, dokter dan perawat pun langsung datang. Lalu segera menangani Mark yang mengerang kesakitan. Kekhawatiran Chandra bukan hanya tertuju pada putranya, tetapi Jelita pun masih terus bergeming hingga akhirnya teriakan Mark yang meninggi membuat Jelita yang sedari tadi mematung tiba-tiba saja jatuh pingsan dalam rangkulan Yesi. *** "Heh, kau itu harus sadar diri! Gak usah banyak tingkah." Seorang anak yang baru memasuki usia remaja itu hanya
Ting! Sebuah notifikasi pesan singkat masuk pun berbunyi. Nicky meraih ponselnya dan membaca pesan singkat tersebut. 'Aku akan menunggumu di depan lift! Kalau sampai kamu tidak datang, bukan hanya nomer ponselmu saja yang aku blokir, tapi kamu juga!' Nicky menelan salivanya dengan sudah payah, lalu melihat sosok yang baru saja mengancamnya lewat pesan singkat. "Kalau begitu saya permisi dulu ya, Om, Tante. Kalau butuh bantuan jangan segan hubungi saya, kebetulan saya sedang jaga IGD." Zeya tersenyum hingga membuat Nicky merinding. Senyuman wanita itu penuh arti terutama tatapannya pada Nicky yang terasa begitu mengancam. "Pak, saya izin keluar dulu. Kebetulan ada yang mau saya beli di minimarket. Kalau misalkan butuh sesuatu bisa langsung hubungi saya saja," ucap Nicky beralasan. Nicky pun mulai keluar dari ruang rawat inap dan berjalan menuju lift. Ia melambatkan langkahnya, mengikuti Zeya yang berjalan di depannya. Ketika mereka sampai di depan lift, Zeya sontak saja b