“Kembar?”Karissa terpaku melihat foto di figura yang tersimpan di dalam laci ruang tamu. Sepasang orang tua dan sepasang anak kembar.“Apa ini Damian?” Meski umur anak itu mungkin di bawah 10 tahun, tapi garis wajah si kembar itu bisa Karissa tebak.Dia melihat lebih dalam lagi. Satu memiliki iris mata biru dan tersenyum hangat. Sedangkan satunya bermata hitam, tajam dan dingin.“Dia suamiku.” Meski kembar identik, Karissa sudah bisa melihat perbedaannya. “Dia lebih tampan.” Dalam keterkejutan pun wanita ini sempat tersenyum tipis.Diusap wajah Luciano, membuat rasa rindu pada pria itu muncul begitu saja. Seandainya suaminya ada di sini, pasti dia sudah dirawat dengan baik. Walaupun galak dan dingin, tapi pria itu selalu diam-diam menjaganya. Di saat begini Karissa jadi bisa merasakan ketulusan itu.“Dan apakah benar kata Jacob, kalau suamiku benar mencintaiku?”“Tapi –“ Karissa terdiam sejenak. “Mana Damian yang benar?” Damian yang dulu mencintainya dan Damian yang sekarang jadi suam
Mata Luciano terbuka perlahan. Dan apa yang terucap di mulutnya adalah, “Karissa ....”“Tuan!”Wajah lelah Sergio akhirnya berbinar setelah melihat bosnya siuman. Segera pria itu memanggil dokter dan membiarkan Luciano diperiksa sebentar, untuk memastikan kalau kondisi pria ini memang membaik.Baru juga dokter dan satu perawat keluar, Luciano sudah berusaha untuk mengangkat tubuhnya.“Argh ....”“Jangan banyak bergerak dulu, Tuan! Anda baru saja melewati masa kritis!” Sergio menahan lengan Luciano.Ya, pria itu menyerah untuk sementara. Dia kembali memejam lemah untuk mengendalikan rasa nyeri luar biasa di punggung sampai dada saat mencoba bergerak.“Mana Karissa?” tanyanya lirih, tapi masih mampu Sergio dengar.“Nyonya Rosetta sedang membujuk supaya Tuan Damian bisa mengembalikan Nyonya Karissa pada tuan.”Luciano menarik napasnya dalam-dalam. Setelah hari itu, dia tak ingat apapun. Karena faktanya panah beracun itu sangat mematikan. Kalau saja Hector terlambat menyelamatkan, bisa-bis
“Kenapa kalian jahat padaku?” cicit Karissa menahan rasa sesak yang makin menghimpit dadanya.Luciano?Jadi pria yang selama ini dia benci dan dia cari adalah suaminya sendiri? Sosok bertangan dingin yang suka sekali membunuh, bahkan terakhir kali melukai Shiena dan Ben.“Apa kalian senang mempermainkanku?” tanyanya penuh dengan kekecewaan.Damian menggeleng. Dia hendak mengusap pipi Karissa yang mulai basah karena air mata, tapi langsung ditepis oleh wanita itu.“Dan ini alasan kamu tidak mau membawaku ke rumah sakit? Karena memang kamu bukan ayah dari bayiku?”“Aku tidak sekejam itu, Karissa. Justru aku datang ingin membawamu pergi jauh dari Luciano. Aku bisa menerima anakmu, lalu kita hidup bersama seperti apa yang dulu kita rencanakan.”Mata Karissa memejam sambil menekan perut bawahnya yang makin terasa nyeri.“Karissa, ini minum dulu. Mungkin bisa membuat perutmu lebih enak.” Rosetta cepat-cepat menghampiri membawa rebusan air jahe dan bahan herbal yang buru-buru dia buat.Damian
“Sakiiitt ....” Karissa merintih dalam pelukan Luciano di dalam mobil.“Dia melakukan apa saja padamu?” Ada nada khawatir, tapi memang kaku seperti biasa.Luciano bukan sosok yang bisa menunjukkan perasaannya apalagi bicara lembut macam Damian. Karena sejak kecil keluarganya jarang menunjukkan rasa cinta padanya dengan kelembutan.“Bayiku, Luciano. Selamatkan dia ....” Mata Karissa memejam erat, tangannya juga meremas kemeja di bagian dada Luciano untuk menyalurkan rasa sakitnya.“Sergio, tidak bisakah kau menyetir lebih cepat?!” geram Luciano sempat menatap tajam ke supir di depan.Sergio hanya menarik napas panjang, berusaha tetap tenang. “Ini sudah kecepatan maksimal, Tuan. Kalau lebih cepat lagi bisa-bisa —”“D-Darah?” Tangan Luciano gemetar saat menyadari telapak tangannya basah. Dia menunduk, dadanya seketika menegang melihat darah membasahi tempat duduk mereka.Mata Sergio melebar melihat kondisi majikannya melalui kaca tengah. Segera dia menekan tombol di earphone yang terhubu
“Kau ingin tau alasanku mempertahankan bayi itu?”Hector berhenti hanya satu langkah di hadapan Luciano. Wajahnya keruh. Suara napasnya terdengar berat dan dingin seperti kabut malam yang menelan ingatan masa lalu.Tangan Luciano mengepal. Sejak lama dia memang penasaran mengenai alasan kakeknya mementingkan keturunan dari rahim Karissa di atas segalanya.“Apa alasanmu bisa memastikan kalau Karissa akan tetap hidup sampai akhir?”Mulut Hector sudah terbuka ingin menjelaskan. Namun, tiba-tiba lidahnya terasa kelu. Ada kebenaran yang belum siap dia lepaskan ke udara.“Tidak sekarang,” bisik pria tua itu dalam hati.Kalau Luciano tahu siapa Karissa sebenarnya. Kalau dia tahu darah siapa yang mengalir dalam tubuh istrinya. Bukan tidak mungkin dia akan hancur lebih awal. Atau lebih buruk, menghancurkan Karissa. Sedangkan perjuangan Hector selama ini sia-sia.Ya, dia harus merahasiakan ini sampai keturunan Wilbert berdarah Luther itu hadir ke dunia dengan selamat.“Apa maksud opa, ada hal y
“Panties? Punya siapa?”Istri mana yang tidak terkejut melihat pakaian dalam wanita entah milik siapa, tergeletak begitu menjijikkan di lantai kamarnya.“Damian?” Nama suaminya lah yang terlintas di kepala. Siapa lagi yang tidur di kamar ini selain mereka berdua.Karissa Asterin adalah dokter muda yang sibuk dengan jadwal praktek di rumah sakit semalaman. Pagi ini dia pulang berharap bisa segera membersikan diri dan menyiapkan sarapan untuk Damian, sebelum suaminya itu berangkat bekerja. Namun, dia sudah dibuat syok begitu membuka pintu kamar.Bukan hanya pakaian dalam wanita berenda warna merah. Karissa juga bisa melihat jelas keadaan ranjangnya yang berantakan, selimut tergulung sembarangan, bantal jatuh ke lantai, terlebih di atas bantal putih itu ada bekas lipstik yang menempel. Lipstik itu jelas bukan miliknya. Warnanya terlalu terang. Karissa tidak pernah memakai warna seperti ini, bahkan di acara-acara formal sekalipun.“D-Dia tidur dengan wanita lain?”Mata Karissa mengerjap c
“Apa aku hanya figuran di mata dirinya?”Sekarang adalah musim salju ke-lima. Sama halnya dengan rasa cinta di hati Karissa untuk Damian yang mulai tumbuh sejak lima tahun yang lalu. Damian sudah dianggap seperti dewa oleh keluarga Karissa karena perannya sebagai penyelamat hidup mereka. Kehadirannya dalam kehidupan Karissa bermula ketika ia menyelamatkan Karissa dan ayahnya dari kebakaran hebat, meski harus menderita luka bakar di punggung. Tak berhenti di situ, Damian juga membantu melunasi hutang rumah sakit untuk biaya pengobatan jantung Vincent, ayah Karissa, serta membiayai kuliah kedokteran Karissa. Seiring waktu, rasa terima kasih Karissa berubah menjadi cinta yang tulus pada Damian, terutama karena sikapnya yang hangat. Namun, segalanya berubah setelah mereka resmi menjadi suami istri. Karissa dibawa ke kota dan tinggal di sebuah mansion mewah, tetapi sikap Damian seketika berubah.Tidak ada kehangatan sedikitpun di hubungan mereka. Sikap Damian teramat dingin dan lebih ser
Sudah hampir satu minggu menghilang dari hadapan Karissa. Mobil Rolls-Royce Phamtom berwarna Hitam Metalik dengan ukiran serigala hitam khusus di bagian depan, akhirnya memasuki gerbang yang berdiri tinggi dan kokoh itu.Damian menandatangani kertas dengan nama Luciano King Wilbert di sana. Lalu dia berikan pada Emma, asistennya yang duduk di samping.“Katakan pada Tuan Axton, meeting besok ditunda,” ucap Damian.Emma menoleh bingung. “Tapi, Tuan. Bukannya besok –““Aku ada urusan.” Damian langsung keluar begitu anak buah di luar membukakan pintu mobil.“Siapkan makan siang,” titah pria bertubuh tinggi kekar kepada Martha seraya melangkah masuk ke mansion yang jarang dia tempati itu. Bila dihitung, paling banyak 10 hari dalam satu bulan Damian tidur di bangunan megah ini. Selebihnya pria itu mengurus bisnis di berbagai tempat.Dua pelayan yang berdiri di depan pintu pun membungkuk patuh. “Baik, Tuan!”Bukan hanya pelayan, Emma pun ikut mengurus makan siang Damian. Dia ke dapur, mengha
“Kau ingin tau alasanku mempertahankan bayi itu?”Hector berhenti hanya satu langkah di hadapan Luciano. Wajahnya keruh. Suara napasnya terdengar berat dan dingin seperti kabut malam yang menelan ingatan masa lalu.Tangan Luciano mengepal. Sejak lama dia memang penasaran mengenai alasan kakeknya mementingkan keturunan dari rahim Karissa di atas segalanya.“Apa alasanmu bisa memastikan kalau Karissa akan tetap hidup sampai akhir?”Mulut Hector sudah terbuka ingin menjelaskan. Namun, tiba-tiba lidahnya terasa kelu. Ada kebenaran yang belum siap dia lepaskan ke udara.“Tidak sekarang,” bisik pria tua itu dalam hati.Kalau Luciano tahu siapa Karissa sebenarnya. Kalau dia tahu darah siapa yang mengalir dalam tubuh istrinya. Bukan tidak mungkin dia akan hancur lebih awal. Atau lebih buruk, menghancurkan Karissa. Sedangkan perjuangan Hector selama ini sia-sia.Ya, dia harus merahasiakan ini sampai keturunan Wilbert berdarah Luther itu hadir ke dunia dengan selamat.“Apa maksud opa, ada hal y
“Sakiiitt ....” Karissa merintih dalam pelukan Luciano di dalam mobil.“Dia melakukan apa saja padamu?” Ada nada khawatir, tapi memang kaku seperti biasa.Luciano bukan sosok yang bisa menunjukkan perasaannya apalagi bicara lembut macam Damian. Karena sejak kecil keluarganya jarang menunjukkan rasa cinta padanya dengan kelembutan.“Bayiku, Luciano. Selamatkan dia ....” Mata Karissa memejam erat, tangannya juga meremas kemeja di bagian dada Luciano untuk menyalurkan rasa sakitnya.“Sergio, tidak bisakah kau menyetir lebih cepat?!” geram Luciano sempat menatap tajam ke supir di depan.Sergio hanya menarik napas panjang, berusaha tetap tenang. “Ini sudah kecepatan maksimal, Tuan. Kalau lebih cepat lagi bisa-bisa —”“D-Darah?” Tangan Luciano gemetar saat menyadari telapak tangannya basah. Dia menunduk, dadanya seketika menegang melihat darah membasahi tempat duduk mereka.Mata Sergio melebar melihat kondisi majikannya melalui kaca tengah. Segera dia menekan tombol di earphone yang terhubu
“Kenapa kalian jahat padaku?” cicit Karissa menahan rasa sesak yang makin menghimpit dadanya.Luciano?Jadi pria yang selama ini dia benci dan dia cari adalah suaminya sendiri? Sosok bertangan dingin yang suka sekali membunuh, bahkan terakhir kali melukai Shiena dan Ben.“Apa kalian senang mempermainkanku?” tanyanya penuh dengan kekecewaan.Damian menggeleng. Dia hendak mengusap pipi Karissa yang mulai basah karena air mata, tapi langsung ditepis oleh wanita itu.“Dan ini alasan kamu tidak mau membawaku ke rumah sakit? Karena memang kamu bukan ayah dari bayiku?”“Aku tidak sekejam itu, Karissa. Justru aku datang ingin membawamu pergi jauh dari Luciano. Aku bisa menerima anakmu, lalu kita hidup bersama seperti apa yang dulu kita rencanakan.”Mata Karissa memejam sambil menekan perut bawahnya yang makin terasa nyeri.“Karissa, ini minum dulu. Mungkin bisa membuat perutmu lebih enak.” Rosetta cepat-cepat menghampiri membawa rebusan air jahe dan bahan herbal yang buru-buru dia buat.Damian
Mata Luciano terbuka perlahan. Dan apa yang terucap di mulutnya adalah, “Karissa ....”“Tuan!”Wajah lelah Sergio akhirnya berbinar setelah melihat bosnya siuman. Segera pria itu memanggil dokter dan membiarkan Luciano diperiksa sebentar, untuk memastikan kalau kondisi pria ini memang membaik.Baru juga dokter dan satu perawat keluar, Luciano sudah berusaha untuk mengangkat tubuhnya.“Argh ....”“Jangan banyak bergerak dulu, Tuan! Anda baru saja melewati masa kritis!” Sergio menahan lengan Luciano.Ya, pria itu menyerah untuk sementara. Dia kembali memejam lemah untuk mengendalikan rasa nyeri luar biasa di punggung sampai dada saat mencoba bergerak.“Mana Karissa?” tanyanya lirih, tapi masih mampu Sergio dengar.“Nyonya Rosetta sedang membujuk supaya Tuan Damian bisa mengembalikan Nyonya Karissa pada tuan.”Luciano menarik napasnya dalam-dalam. Setelah hari itu, dia tak ingat apapun. Karena faktanya panah beracun itu sangat mematikan. Kalau saja Hector terlambat menyelamatkan, bisa-bis
“Kembar?”Karissa terpaku melihat foto di figura yang tersimpan di dalam laci ruang tamu. Sepasang orang tua dan sepasang anak kembar.“Apa ini Damian?” Meski umur anak itu mungkin di bawah 10 tahun, tapi garis wajah si kembar itu bisa Karissa tebak.Dia melihat lebih dalam lagi. Satu memiliki iris mata biru dan tersenyum hangat. Sedangkan satunya bermata hitam, tajam dan dingin.“Dia suamiku.” Meski kembar identik, Karissa sudah bisa melihat perbedaannya. “Dia lebih tampan.” Dalam keterkejutan pun wanita ini sempat tersenyum tipis.Diusap wajah Luciano, membuat rasa rindu pada pria itu muncul begitu saja. Seandainya suaminya ada di sini, pasti dia sudah dirawat dengan baik. Walaupun galak dan dingin, tapi pria itu selalu diam-diam menjaganya. Di saat begini Karissa jadi bisa merasakan ketulusan itu.“Dan apakah benar kata Jacob, kalau suamiku benar mencintaiku?”“Tapi –“ Karissa terdiam sejenak. “Mana Damian yang benar?” Damian yang dulu mencintainya dan Damian yang sekarang jadi suam
Karissa menahan napas ketika melihat punggung pria yang nyaris masuk ke kamar mandi.“Damian!” panggil Karissa.Pria itu pun berbalik. “Aku akan membersihkan lantai. Tunggu sebentar, okay?” suaranya kembali lembut tidak emosi seperti sebelumnya.Setelah pintu kamar mandi tertutup, Karissa masih diam membeku.“Damian? Dia Damian?”Tubuh pria itu bersih.Tak ada luka. Tak ada tato. Hanya dada bidang dan kulit yang terlalu sempurna untuk seorang pria yang keras hidupnya.“S-Siapa dia?” Mata Karissa bergerak bingung. Tangannya meremas sprei sambil mencoba untuk berpikir. Tubuh itu bukan tubuh suaminya, tapi cerita masa lalu yang Damian ucapkan itu memang benar.Beberapa menit berlalu dan dia tidak bisa menemukan jawaban apapun. Yang ada justru perut Karissa terasa kencang dan nyeri. Seperti ditarik dari dalam. Tangannya refleks memegang perutnya, mengernyit kesakitan.***“Tuan Luciano dikepung dan Nyonya Karissa dibawa pergi oleh Tuan Damian,” lapor Sergio pada Hector melalui sambungan t
Lelaki itu menatap Karissa dengan senyum lembut. Senyum yang terasa asing, ah bukan menyebalkan. Justru ini terlalu manis.Luciano tidak pernah tersenyum seperti ini, kecuali saat bercinta. Itu pun senyuman nakal, penuh hasrat, dan dominan.“Kau sedang mengingat ciuman pertama kita?” Damian mengangkat tangan kanan untuk mengusap pipi Karissa dengan jemarinya.Wanita itu reflek meremas sisi bajunya. Sentuhan Damian kenapa membuatnya merinding. Biasanya sentuhan suaminya membuatnya panas dingin.“Di bawah pohon oak, tepi danau. Setelah kamu resmi menjadi kekasihku. Kamu lah yang pertama meminta ijin untuk menciumku.” Damian terkekeh ringan ingat hal indah itu.“Kau ingat?” Mata Karissa bergerak bingung.Selama ini suaminya mengatakan hilang ingatan sebagian pasca kecelakaan. Itu sebabnya tidak ada masa lalu yang diingat.“Sangat ingat.” Kini jemari Damian serta tatapannya beralih ke bibir ranum Karissa. “Ciuman semanis madu, mana mungkin aku lupa.”Karissa menahan napas ketika jemari itu
“KARISSA!”Napas Luciano terengah-engah, berdiri di ambang pintu sambil memegang lengan bekas satu tembakan dari musuh di belakang.Saat dia baru bergerak selangkah –SLEB!Satu panah menancap di punggungnya. Karena belum tumbang, panah kedua kembali menusuk di area yang sama.Luciano terduduk dengan lutut menyangga tubuhnya. Dari balik semak yang menjulang tinggi, dia bisa melihat Karissa yang sempat menoleh ke arahnya. Sebelum akhirnya Damian membawa pergi lebih jauh lagi, tak terlihat.“K-Karissa ....” Dengan sisa tenaga, Luciano mencoba untuk berdiri. Tangannya menepal di atas satu lutut supaya tubuhnya terangkat. Matanya memerah dan basah, giginya pun menggertak menahan rasa sakit luar biasa dari punggung yang menjalar ke seluruh sendi tubuhnya.Itu bukan panah biasa. Benda yang menancap itu beracun, melumpuhkan kekuatan yang seharusnya masih ada.Dan akhirnya, Luciano kembali bersimpuh lemah.“Hahahahahaha!”Suara tawa Jacob menggema di lorong. Rasanya puas sekali melihat musuhny
Suara ledakan pertama yang menghantam gerbang tebal markas Luther membuat Jacob tersenyum licik. Dia mengangkat gelas berisi wine kemudian berjalan ke jendela kaca ruangannya di lantai tiga.“Benar dugaanku, dia terlalu mencintai istrinya sampai bertindak brutal tanpa tawar menawar,” ujarnya lalu menelan satu tegukan minuman beralkohol itu.Dua pengawal yang ada di ruangan pun ikut menyeringai.Musuh masuk perangkap!“Bagaimana pergerakan Damian?” Jacob bertanya tanpa menoleh ke belakang.“Tuan Damian sudah masuk ke penjara bawah tanah,” jawab salah satu diantara mereka.Di sana Jacob masih menonton aksi Luciano yang membawa puluhan anak buah untuk bisa menerobos masuk melawan penjaga.“Kabarnya, Tuan Damian masih di dalam. Belum sempat membawa tahanan,” ujar penjaga lagi.Jacob menarik napas panjang lalu membuangnya tenang. “Belum sempat kabur pun tak masalah. Aku justru senang melihat perang saudara. Aku jadi tidak perlu susah payah membunuh mereka, karena mereka sendiri yang akan sa