Lanjut?
“Kau ingin tau alasanku mempertahankan bayi itu?”Hector berhenti hanya satu langkah di hadapan Luciano. Wajahnya keruh. Suara napasnya terdengar berat dan dingin seperti kabut malam yang menelan ingatan masa lalu.Tangan Luciano mengepal. Sejak lama dia memang penasaran mengenai alasan kakeknya mementingkan keturunan dari rahim Karissa di atas segalanya.“Apa alasanmu bisa memastikan kalau Karissa akan tetap hidup sampai akhir?”Mulut Hector sudah terbuka ingin menjelaskan. Namun, tiba-tiba lidahnya terasa kelu. Ada kebenaran yang belum siap dia lepaskan ke udara.“Tidak sekarang,” bisik pria tua itu dalam hati.Kalau Luciano tahu siapa Karissa sebenarnya. Kalau dia tahu darah siapa yang mengalir dalam tubuh istrinya. Bukan tidak mungkin dia akan hancur lebih awal. Atau lebih buruk, menghancurkan Karissa. Sedangkan perjuangan Hector selama ini sia-sia.Ya, dia harus merahasiakan ini sampai keturunan Wilbert berdarah Luther itu hadir ke dunia dengan selamat.“Apa maksud opa, ada hal y
“Jadi kondisi Klan Luther sedang berantakan?” tanya seorang pria dengan kumis tebal, salah satu pria penting di dunia hitam. Ketua penyelundup senjata dari Sisilia.Sambil dihiasi asap rokok di ruangan, juga beberapa gelas minuman keras, Damian melirik tipis. Dia sedang duduk di kursi utama ruang eksklusif di kasino milik Jacob yang sebentar lagi akan jadi miliknya sepenuhnya. Mungkin.Ditemani pula oleh tiga orang penting yang diharap bisa ada di jalur Damian kali ini.“Tuan Jacob terluka parah. Markasnya rata dengan tanah. Orang-orangnya kabur seperti tikus,” ucap Damian dengan tenang menyandarkan tubuh, sambil mengusap cincin bermata onyx dari ibunya.“Jadi, saat ini kepemimpinan Luther sedang kosong,” lanjut Damian.Vito ahli jaringan darknet yang mengontrol lalu lintas data gelap di Eropa Timur, mengetuk-ngetuk ujung cerutunya ke asbak. “Aku mendengarnya. Ya, itulah harga yang harus dia bayar karena berani mengusik kembaranmu. Apalagi sampai membuat istri Luciano nyaris keguguran.
“Mungkin lebih baik kamu melakukan pengampunan di bawah kaki papa di surga sana, Damian!”Ancaman Luciano membuat jantung Damian nyaris meledak. Dia sampai mengepal, melihat pistol itu benar menempel di dahinya.“Luciano!”Teriakan dari pintu membuat semua menoleh bersamaan. Para penjaga Luciano yang ikut terkejut segera memberi jalan pada sosok wanita paruh baya bergaun hitam elegan, dengan mantel kulit sampai sebetis.Rosetta datang dengan napas terengah-engah karena terburu-buru.“Mama?” Luciano bingung bagaimana bisa ada ibunya di sini.Rosetta berlari kecil, menarik Damian untuk berdiri kemudian memegang kedua sisi wajah pria itu yang sudah terluka.Bahkan Luciano yang ada di dekat sampai harus mundur memberi ruang untuk ibu dan anak itu untuk saling mengungkap kasih sayang.“Wajahmu sampai berdarah. Tuhan, dia hampir menembak kepalamu?” Lihatlah, Rosetta tulus khawatir pada Damian.Luciano terdiam. Dingin. Tapi matanya tak bisa menyembunyikan kepedihan yang mengendap.Usai meliha
“Kalau begitu, urus berkas perceraian yang akan Karissa tandatangani saat siuman nanti.”Titah Luciano segera Sergio catat.“Pengalihan identitas juga akan saya selesaikan dengan cepat,” ujar Sergio menambahkan perintah lanjutan itu.Luciano membuang napas panjang lalu bersandar pada headboard sambil memejam. “Ya, lakukan saja. Tak ada satupun yang tersisa untuk Damian.”Padahal, Luciano sudah berencana memberikan saham untuk Aiden. Sebagai tanda warisan dari ayahnya yang saat itu dinyatakan sudah meninggal. Namun, sikap kembarannya setelah kembali justru seperti itu.“Saya akan lakukan segera, Tuan!” jawab Sergio sumringah.Dia sebagai orang lain saja geram dengan sikap Damian. Sudah bukan saatnya lagi memberi ruang toleransi untuk saudara macam Damian.“Aku mengantuk. Tapi siapa yang akan menjaga Karissa.” Suara Luciano sudah sedikit menggumam karena obat tidur dari dokter mulai bereaksi.Sergio pun segera membantu Luciano untuk mengatur posisi tidur. “Tuan Hector baru mengabarkan k
“Permisi, Anda dilarang buat keributan di sini.” Shiena berusaha meredam emosi wanita yang ada di tengah lorong karena ditarik oleh penjaga untuk menjauh.“Lepas! Aku hanya ingin menjenguk keponakanku!” teriak Darla, meronta.Sergio pun jadi ikut mendekat. “Nona, kondisi keponakanmu sangat tidak baik. Kalau Anda mencintainya, jangan buat kondisinya makin buruk,” ucapnya dingin.“Sudah cukup kesabaranku menghadapi kalian dan Damian.” Darla kembali berteriak, berharap Luciano mendengarnya.“Damian! Jangan sok-sokan mencintai Karissa! Keluarkan Kak Vincent dari penjara bawah tanah! Kau benar-benar ingin membuat mertuamu mati, hah! Damian – akh!”Mau tidak mau Sergio memukul tengkuk belakang Darla. Sampai wanita itu akhirnya pingsan.Shiena yang melihat hanya bisa menganga dengan sikap tak terduga Sergio untuk menangani wanita ini. Tapi tadi apa? Ayah Karissa di penjara.“Hei, tadi dia bilang –““Jangan keluar batas. Urus saja urusanmu sendiri,” sela Sergio lalu meninggalkan Shiena di sana
Langkah kaki Luciano terhenti saat mendapati Hector sudah berdiri di ujung lorong, berjalan ringan bersama tongkat kebesarannya. Pria tua itu seperti biasa, mengenakan mantel panjang dan tatapan yang selalu mengundang curiga. Seolah kematian bisa muncul dari balik senyumnya yang sopan.“Aku dengar, kamu sudah coba mengurus pemindahan nama,” ucap Hector saat mereka sama-sama berdiri berhadapan.“Hm,” jawab Luciano singkat.“Ya, seharusnya sejak dulu kamu memakai nama aslimu. Jadi tidak repot begini.”Luciano menarik napas dalam-dalam, menahan emosi yang mulai menghangat. Dia ingat, dulu Hector adalah orang yang pertama kali memberi ide supaya dia memakai identitas Damian untuk balas dendam pada Karissa. Bisa-bisanya sekarang berkata begitu.“Aku harus ke kantor. Jangan coba sentuh istriku. Atau opa benar-benar kehilangan bayi yang kau inginkan,” ucap Luciano dingin, menahan gejolak amarahnya.Hector mengangguk ringan, tak terguncang sedikit pun. “Aku tahu caraku menempatkan diri, Lucia
“Apa kali ini terasa manis?” bisik Luciano tepat di bibir Karissa yang baru saja dia cium dengan dalih menyuapi.Dan sialnya Karissa seperti terhipnotis. Dia mengangguk tipis dan kaku tanpa melepas tatapannya dari iris mata hitam sang suami.Senyuman smirk Luciano ukir tipis di sudut bibirnya. Tak mau membuang kesempatan yang selalu dia ciptakan sendiri, pria itu menggigit lagi biskuit dan kembali memasukkan ke mulut Karissa secara langsung.Tak ada penolakan. Wanita itu justru meremas selimutnya erat dan menerima dengan baik. Biskuit itu langsung remuk saat lidah mereka membelit bercampur dengan air liur yang tak lagi pahit, tapi sangat manit dan, panas!“Luciano, apa aku gila?” bisik Karissa dalam hati saat menikmati cara suaminya menyuapi. “Semua dalam dirinya kenapa selalu membuatku bertekuk lutut. Harusnya aku membencinya. Harusnya aku tak mau bersentuhan dengannya. Dia sudah menipuku habis-habisan dengan identitas palsu. Tapi –““Emhh ....” Karissa justru reflek melenguh ringan s
“Dok, apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Karissa saat dokter memeriksanya pagi ini.Pria dengan jas putih itu tersenyum tipis. “Apa Anda tidak ingat sudah menelan cairan penggugur kandungan?”Dahi Karissa berkerut untuk coba mengingat. Kemudian menggeleng pelan saat dia merasa tidak melakukan hal segila itu.“Tidak perlu Anda pikirkan lagi. Anda tolong kendalikan diri, jangan stress dan makan dengan baik,” ucap dokter dengan tenang.Karissa diam, membiarkan dokter melakukan tugasnya. Dalam hatinya berpikir, apa mungkin Damian asli? Ingin bertanya pada Luciano, tapi dari kemarin pria itu selalu mengalihkan pembicaraan ketika dia bertanya banyak hal.“Tuan Damian sangat mencintai Anda. Hari itu, dia memilih menyelamatkan Anda karena situasinya darurat.”“Lalu, apa sekarang masih darurat?”Sang dokter diam sejenak untuk fokus menyuntikkan cairan melalui selang infus. Karissa yang merasakan sedikit reaksi di perut pun mendesis sambil mengusap perutnya.“Plasenta yang sudah terkena zat be
“Tekanan darah pasien makin turun! Percepat anestesi. Jangan sampai dia hilang kesadaran sepenuhnya sebelum kita mulai!”“Obat masuk. Kami pakai dosis rendah untuk menjaga kesadaran terbatas. Periksa saturasi oksigen!”Karissa sudah setengah sadar. Tenaga di tubuhnya entah hilang ke mana. Meski begitu, matanya sayunya masih bisa menangkap siapa saja yang sedang ada di sana.“Luciano ....” Mulut lemah itu masih memanggil suaminya.Tangan yang lemas tak berdaya di sisi tubuhnya masih berharap ada yang datang dan menggenggam hangat.“Di mana suaminya?”Terdengar suara yang mempertanyakan keberadaan Luciano. Pertanyaan yang sama, yang ada di pikiran Karissa.Para tenaga medis terus berupaya melakukan operasi dengan waktu yang menipis. Jangan sampai mereka kehilangan waktu yang bisa membuat ibu dan anak tidak bisa diselamatkan.Perawat menyerahkan alat bedah steril. Pisau pertama menyentuh kulit Karissa, menembus jaringan demi jaringan. Darah mulai keluar, tapi tekanan tetap dikontrol deng
“Di mana Luciano? Apa dia sudah membaca hasil DNA Karissa?” tanya Hector saat tiba di depan ruang ICU.“Tuan sedang ada di ruang dewan, Tuan,” jawab Sergio yang cukup terkejut akan kedatangan pria tua itu.Mood Hector terlihat sedang tidak baik. Rahangnya nampak mengeras dan genggaman di ujung tongkat pun erat.“Anak itu. Bisa-bisanya dia asal melepas kancil dari jeruji besi,” desis Hector menahan kemarahannya.Sergio yang belum paham, dia hanya menatap Hector sambil berpikir.“Kau sudah aku beritahu siapa Karissa sebenarnya supaya kamu bisa lebih waspada. Tapi kamu justru membiarkan Luciano melepas Vincent begitu saja!”Sang asisten terkesiap lalu membungkuk penuh rasa bersalah. “Maaf, Tuan. Saya belum paham penuh konsekuensi kalau sampai Tuan Vincent bebas.”Hector memukul lantai dengan tongkatnya sambil berdecak. Membuat Sergio seketika terjingkat.“Informasi Karissa darah murni Luther sudah disebarluaskan oleh Vincent kepada orang-orang yang masih setia pada keluarga itu! Apa menur
“Tuan, maaf. Ini berkas Anda ditemukan di bawah bantal rawat inap. Pagi tadi petugas kebersihan menitipkannya pada saya.” Sang direktur rumah sakit menyerahkan amplop coklat yang masih tersegel kepada Luciano.Pria itu tidak langsung menerima. Dia lebih dulu menutup pintu dengan hati-hati agar Karissa tidak terganggu tidurnya. Barulah ia mengulurkan tangan menerima amplop tersebut.“Ya.”Saking merasa berkas itu tidak penting, Luciano sampai lupa telah menyimpannya secara asal di ranjang rumah sakit.“Dan—“ Direktur yang tampak memiliki tujuan tertentu, sedikit ragu untuk melanjutkan. “Kejadian di lobi tadi, saya meminta maaf. Saya akan memberikan surat peringatan dua tingkat kepada dokter residen itu.”Pria dengan perut buncit dan bulatnya lalu mundur satu langkah sambil membungkuk. “Kami memohon agar Anda berkenan datang ke ruangan dan menerima permintaan maaf langsung dari kami.”Luciano menarik napas panjang, lalu membuangnya perlahan. Dia tidak ingin pikirannya terbebani oleh urus
Tamparan itu membuat semua pengawal termasuk Sergio serempak menarik pistol dari pinggang mereka lalu di arahkan ke wanita di sana. Sebelum ada yang terluka, Luciano langsung mengangkat tangannya.“Biarkan!” titahnya tanpa perubahan ekspresi, hanya dingin dan datar.Sementara Shiena, keberanian itu muncul begitu saja ketika amarah atas dendam lamanya pada sosok Luciano meluap. Apalagi ternyata identitas itu dimiliki oleh orang yang selama ini sangat dia hormati dan kagumi.“Jadi kamu adalah serigala penghisap darah berkedok kelinci yang nampak lembut dan manis? Sungguh aku makin membencimu, Luciano!” teriak Shiena hendak menyerang lagi, tapi dua pengawal langsung menakan lengannya.“Shiena, hentikan?” teriak direktur rumah sakit yang baru datang karena mendengar keributan di lobi.“Sekarang aku tau, kenapa ada keanehan di rumah sakit ini. Menerima pasien dengan luka tembak tanpa ada laporan ke kepolisian. Rupanya pemiliknya adalah penjahat itu sendiri!” teriaknya tak peduli.Shiena mer
“Kau bertanya apa hubunganku dengan keluarga Luther? Apa menurutmu aku sehebat itu?” ucap Vincent.Sayangnya sorot tajam Luciano masih menyala ke arahnya. Seolah tak percaya dengan jawaban pria paruh baya ini.“Mereka tidak mungkin bertanya tanpa sebab. Atau –“Luciano memiringkan kepala, lalu mengangkat dagu Vincent dengan satu jarinya.“Karissa adalah kerutunan Luther?” desisnya lirih.Vincent memperhatikan tatapan dari pria yang berdiri menjulang tinggi di depannya. Ada satu detik di mana lidahnya ingin bergerak mengucap semuanya. Ah, tidak. Ini belum saatnya. Kalau Luciano tahu bahwa Karissa adalah satu-satunya penerus darah murni Luther, dan anak yang dikandungnya adalah pewaris sah maka mereka tidak akan pernah aman.“Hahahaha! Maksudmu aku adalah anak dari keluarga itu? Apa kamu gila, Luciano?”Mata itu masih menyipit, meski tangannya sudah menjauh dari dagu Vincent.“Cocokkan saja DNA ku dengan DNA keluarga Luther. Orang seperti kalian pasti menyimpan basis data DNA di rumah sa
“Dok, apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Karissa saat dokter memeriksanya pagi ini.Pria dengan jas putih itu tersenyum tipis. “Apa Anda tidak ingat sudah menelan cairan penggugur kandungan?”Dahi Karissa berkerut untuk coba mengingat. Kemudian menggeleng pelan saat dia merasa tidak melakukan hal segila itu.“Tidak perlu Anda pikirkan lagi. Anda tolong kendalikan diri, jangan stress dan makan dengan baik,” ucap dokter dengan tenang.Karissa diam, membiarkan dokter melakukan tugasnya. Dalam hatinya berpikir, apa mungkin Damian asli? Ingin bertanya pada Luciano, tapi dari kemarin pria itu selalu mengalihkan pembicaraan ketika dia bertanya banyak hal.“Tuan Damian sangat mencintai Anda. Hari itu, dia memilih menyelamatkan Anda karena situasinya darurat.”“Lalu, apa sekarang masih darurat?”Sang dokter diam sejenak untuk fokus menyuntikkan cairan melalui selang infus. Karissa yang merasakan sedikit reaksi di perut pun mendesis sambil mengusap perutnya.“Plasenta yang sudah terkena zat be
“Apa kali ini terasa manis?” bisik Luciano tepat di bibir Karissa yang baru saja dia cium dengan dalih menyuapi.Dan sialnya Karissa seperti terhipnotis. Dia mengangguk tipis dan kaku tanpa melepas tatapannya dari iris mata hitam sang suami.Senyuman smirk Luciano ukir tipis di sudut bibirnya. Tak mau membuang kesempatan yang selalu dia ciptakan sendiri, pria itu menggigit lagi biskuit dan kembali memasukkan ke mulut Karissa secara langsung.Tak ada penolakan. Wanita itu justru meremas selimutnya erat dan menerima dengan baik. Biskuit itu langsung remuk saat lidah mereka membelit bercampur dengan air liur yang tak lagi pahit, tapi sangat manit dan, panas!“Luciano, apa aku gila?” bisik Karissa dalam hati saat menikmati cara suaminya menyuapi. “Semua dalam dirinya kenapa selalu membuatku bertekuk lutut. Harusnya aku membencinya. Harusnya aku tak mau bersentuhan dengannya. Dia sudah menipuku habis-habisan dengan identitas palsu. Tapi –““Emhh ....” Karissa justru reflek melenguh ringan s
Langkah kaki Luciano terhenti saat mendapati Hector sudah berdiri di ujung lorong, berjalan ringan bersama tongkat kebesarannya. Pria tua itu seperti biasa, mengenakan mantel panjang dan tatapan yang selalu mengundang curiga. Seolah kematian bisa muncul dari balik senyumnya yang sopan.“Aku dengar, kamu sudah coba mengurus pemindahan nama,” ucap Hector saat mereka sama-sama berdiri berhadapan.“Hm,” jawab Luciano singkat.“Ya, seharusnya sejak dulu kamu memakai nama aslimu. Jadi tidak repot begini.”Luciano menarik napas dalam-dalam, menahan emosi yang mulai menghangat. Dia ingat, dulu Hector adalah orang yang pertama kali memberi ide supaya dia memakai identitas Damian untuk balas dendam pada Karissa. Bisa-bisanya sekarang berkata begitu.“Aku harus ke kantor. Jangan coba sentuh istriku. Atau opa benar-benar kehilangan bayi yang kau inginkan,” ucap Luciano dingin, menahan gejolak amarahnya.Hector mengangguk ringan, tak terguncang sedikit pun. “Aku tahu caraku menempatkan diri, Lucia
“Permisi, Anda dilarang buat keributan di sini.” Shiena berusaha meredam emosi wanita yang ada di tengah lorong karena ditarik oleh penjaga untuk menjauh.“Lepas! Aku hanya ingin menjenguk keponakanku!” teriak Darla, meronta.Sergio pun jadi ikut mendekat. “Nona, kondisi keponakanmu sangat tidak baik. Kalau Anda mencintainya, jangan buat kondisinya makin buruk,” ucapnya dingin.“Sudah cukup kesabaranku menghadapi kalian dan Damian.” Darla kembali berteriak, berharap Luciano mendengarnya.“Damian! Jangan sok-sokan mencintai Karissa! Keluarkan Kak Vincent dari penjara bawah tanah! Kau benar-benar ingin membuat mertuamu mati, hah! Damian – akh!”Mau tidak mau Sergio memukul tengkuk belakang Darla. Sampai wanita itu akhirnya pingsan.Shiena yang melihat hanya bisa menganga dengan sikap tak terduga Sergio untuk menangani wanita ini. Tapi tadi apa? Ayah Karissa di penjara.“Hei, tadi dia bilang –““Jangan keluar batas. Urus saja urusanmu sendiri,” sela Sergio lalu meninggalkan Shiena di sana