"Ikut aku Carla! Kamu harus bisa melayani rekan bisnisku supaya tahu caranya melayani suamimu ini! Sudah lama kita menikah tapi sekalipun kau tidak pernah memuaskan kebutuhanku!" Carla terperanjat kaget ia tidak menyangka kalau suaminya mengatakan itu.
Victor menarik Carla secara paksa agar keluar dari rumah tidak memperdulikan suara memohon agar ia tidak dibawa.
"Victor, jangan lakukan ini kepadaku! Aku istrimu tega sekali kau menyuruhku melayani pria asing?" ucap Carla ketakutan.
"Diam! Aku sudah tidak tertarik dengan wanita sepertimu Carla, semakin lama penampilanmu tidak semenarik dulu. Sekarang aku sudah memiliki wanita jauh lebih cantik dan seksi apalagi, dia bisa memenuhi kebutuhan batinku." Carla membeku ia tidak menyangka Victor memiliki wanita lain tanpa sepengetahuannya.
Wanita berambut pirang itu langsung hadir di tengah-tengah mereka berdua dengan sejuta senyuman yang menggoda. Dia bahkan tidak segan-segan mendorong Carla nyaris jatuh kebelakang.
"Aku juga bisa lebih menarik dari wanita ini Victor tapi kau tega menyuruhku melayani seorang pria asing, di mana hati nuranimu?!" teriak Carla tidak terima.
"Aku tidak peduli karena malam ini kau harus berguna untukku!" Carla geleng-geleng kepala sambil mundur.
"Kau salah besar Victor lebih baik kita cerai daripada aku melayani pria asing, sama saja kau menjualku," balas Carla lalu berlari keluar.
Carla berhasil menyalakan mobil Victor tapi sepasang kekasih itu gerak cepat sudah ada di depannya.
"Kau tidak akan pernah bisa kabur dariku Carla," teriak Victor kuat.
"Minggir kau Victor! Kalian berdua pasangan menjijikkan?!" balas Carla lalu tancap gas hingga Victor dan wanitanya hampir kena tabrak.
"Sayang, ayo kejar Carla kalau tidak semua rencana kita akan gagal," desak wanita itu bernama Julia Kefira.
Victor tampak ragu mengejar Carla pergi dari rumah ini saja sudah cukup baginya namun karena desakan Julia akhirnya menyusul.
"Jangan lembek sayang, Carla harus kita bawa ke hotel Serafin setelah itu kau pasti akan terpuaskan dengan dua wanita sekaligus setelah Carla melakukan tugasnya," ujar Julia.
"Baik, ayo kita kejar Carla," balas Victor dingin. Carla terkejut melihat mobil Victor sudah ada di belakangnya.
"Niat sekali mereka mengejarku," batin Carla.
Carla berusaha tetap tenang menyetir walau tubuhnya masih bergetar membayangkan pria yang hendak ia layani.
Tanpa Carla sadari ia sudah memasuki area hutan rimba yang gelap tanpa ada cahaya. Kedua bola matanya terbelalak hujan tiba-tiba turun deras hingga jalan licin. Ia tetap berusaha fokus menyetir sekaligus memperhatikan mobil Victor agar tidak mendekat dengannya.
"Sayang, ayo lebih cepat!" seru Julia karena mobil Carla semakin jauh.
"Tenang sayang, Carla tidak akan bisa lolos karena astaga Julia aku baru ingat kalau mobil itu remnya blong?!" pekik Victor.
Julia begitu bahagia sekali tidak perlu lagi dia mengotori tangannya karena sebentar lagi Carla akan pergi untuk selamanya.
Kabut tebal mulai menyelimuti jalan Victor tiba-tiba melajukan mobilnya untuk memberitahu Carla mengurangi kecepatan mobilnya.
"Hentikan Carla, kau dalam bahaya sekarang?!" teriak Victor.
"Apa yang kau lakukan, Victor?" sentak Julia namun Victor tidak peduli.
"Mobil itu rem ya blong, kau tidak akan bisa hentikan kecuali menabrak pembatas jalan itu!" tunjuk Victor.
"Apa?! Tidak mungkin?" Carla panik tiba-tiba mobil tidak bisa dikendalikan.
"Lakukan Carla, jika tidak kau akan terjun ke bawah sana," teriak Victor lagi.
"Biarkan Carla terjun Victor itu lebih baik untuknya dan kita bisa berdua bisa selamanya bersama," potong Julia.
"Diam kau Julia! Carla masih istriku!" bentak Victor. Namun Julia langsung mengambil alih kemudi hingga mobil tidak terkendali.
"Rencana sudah setengah jalan Victor maka kita akhiri Carla di sini." Mobil Carla kena banting hingga kecelakaan maut tidak terelakkan lagi.
"Apa yang kau lakukan, Julia?" Victor ambil kemudi namun sudah terlambat.
"Victor?!" teriaknya hingga mobil berguling-guling terus ke bawah. Lain Victor dan Julia selamat namun mobil kena tahan oleh pembatas jalan.
"Kita selamat sayang," sorak Julia.
"Kau gila Julia sama saja kau menyeretku mati," teriak Victor tidak terima aksi Julia begitu nekat melenyapkan Carla.
Julia tidak peduli dia pikirkan saat ini bagaimana caranya keluar dari situasi yang membahayakan ini.
"Kita harus keluar dari sini sayang, kau mau orang-orang menuduh kita menghabisi Carla. Biar masyarakat berpendapat ia mengalami kecelakaan murni," ujar Julia.
Victor baru menyadarinya memilih keluar terlebih dahulu lalu membantu Julia. Mereka berdua melihat mobil Carla sudah hangus terbakar hingga asap mengepul ke atas.
"Bagaimana keadaan Carla di bawa sana, Julia?" tanya Victor takut.
Wajah sinis itu langsung menarik tangan Victor menjauh dari tempat kejadian.
"Kau memikirkan Carla atau aku yang jelas-jelas masih hidup di hadapanmu Victor?" tanya Julia ketus.
"Carla masih istriku, aku khawatir keadaannya di bawah sana Julia," balas Victor.
"Urus secepatnya surat kematian Carla nyatakan kalau ia berselingkuh dengan relasi bisnismu. Lalu, tandatangani surat cerai alihkan seluruh sahamnya kepada, kita dua bisa menikmati kekayaan yang Carla kumpulkan selama ini Victor, kita kaya!" goda Julia lalu dia memberikan belaian agar Victor mau apa yang dia katakan.
Victor terlena akan buaian Julia akhirnya tanpa berpikir panjang memutuskan kembali ke rumah membiarkan Carla di bawah sana sedang berjuang antara hidup dan mati.
Pasca kejadian terdengar suara rintihan seorang wanita minta tolong menarik perhatian pria yang sedang berhenti karena cuaca buruk. Meski terluka parah ternyata Carla masih bisa naik ke atas dengan tenaga yang tersisa.
"Tolong saya?" ucapnya sambil mengetuk sebuah mobil sedang berhenti tepi jalan.
Pria itu tersentak kaget melihat seseorang berdiri di hadapannya dalam keadaan terluka, tidak peduli hujan mengenai tubuhnya langsung bergerak menolong Carla.
"Hei, apa yang terjadi denganmu?" ucapnya panik.
Dalam mobil seorang anak kecil dari tadi memperhatikan dua orang dewasa itu termangu apalagi menatap wajah Carla yang penuh luka.
"Air," ucap Carla namun tidak membuka kedua bola matanya bahkan ia bergetar karena kedinginan.
"Minumlah! Apa yang terjadi kepadamu Nona? Bagaimana bisa kau terdampar di tempat seperti ini?" tanya pria itu bertubi-tubi.
Sayang sekali jawabannya tidak ada karena Carla pingsan pria itu semakin panik. Pandangannya tertuju lurus ke depan melihat sisa asap bekas mobil Carla yang terbakar.
Pria itu meyakini kalau Carla mengalami kecelakaan tunggal karena disana tidak ada siapa-siapa.
Cuaca yang buruk menambah kecemasan pada pria itu karena rumah sakit masih jauh. Padahal waktunya juga sedikit karena ingin bertemu dengan seseorang.
Cemas bercampur tegang menyelimuti perasaannya apalagi kondisi Carla semakin buruk. Anak kecil bersama dengan pria itu sedari tadi diam memperhatikan wajah Carla yang kotor nyaris tidak dikenali.
Carla masih belum sadar padahal sudah beberapa hari berlalu hingga pria yang menolongnya jadi risau. Luka yang dialami Carla cukup serius bahkan dokter menyatakan koma namun, sebuah keajaiban telah muncul jari-jari tangan itu mulai bergerak. Kedua bola mata coklat itu telah terbuka hal pertama ia ingat adalah wajah Victor dan Kekasihnya. Mereka berdua bahkan rela melakukan kejahatan bersama agar ia segera dilenyapkan. Air matanya meluncur hingga hilang balik leher putih tersebut, wajah sepasang kekasih sedang berselingkuh itu terus mengganggu pikirannya. "Tega sekali kau Victor," tangisnya sesenggukan. "Sayang, kau sudah bangun?" suara berat mengagetkannya pria yang tidak ia kenal menyebutnya sayang. "Siapa kau? Kau bukan suruhan Victor kan?" tuduh Carla takut. Pria tampan itu menaikkan alis tebalnya dia sama sekali tidak mengerti tuduhan Carla. "Apa yang kau katakan sayang? Aku adalah suamimu, Rava." Carla terbelalak mendengar pengakuan pria tampan di hadapannya ini. Kepal
Rava kembali naik ke atas memastikan keadaan Carla, dia khawatir kesehatan wanita yang sudah menjadi ibu dari anaknya itu. Pria itu tidak tahu kalau putri kecilnya telah mengikuti dari belakang sama-sama masuk ke dalam kamar. "Hai, bagaimana keadaanmu?" tanya Rava lembut. "Bisa kau bebaskan aku sekarang? Ada sesuatu yang ingin aku selesaikan di luar sana!" pinta Carla memohon. "Ibu mau meninggalkan kita lagi ayah?!" Rava dan Carla terkejut dan langsung berbalik. Gadis manis itu tiba-tiba menangis sesenggukan sambil memeluk boneka kelinci. "Bagaimana bisa kau masuk ke sini sayang?" tanya Rava khawatir lalu membawa Ozora masuk ke dalam pelukan hangatnya. "Jawab Ozora ayah?" tangisnya sesenggukan namun tatapannya kosong melihat Carla sama sekali tidak bergeming. Rava memilih menurunkan Ozora ditengah-tengah mereka berdua dia melirik kepada Carla berharap wanita ini mau membantu menenangkan putri kecilnya. Carla geleng-geleng kepala karena belum bisa menjadi ibu bagi Ozora. Rava
Rava sebagai pendengar yang setia Carla sedang bercerita kancil dan buaya. Tidak lama kemudian Ozora terlelap dalam mimpinya. Satu tempat tidur dengan pria asing Carla merasa canggung dan gugup lalu turun pelan-pelan. "Kau mau ke mana?" Carla berbalik ia melihat Rava ternyata masih belum tidur. "Tidak baik bicara di sini," ucap Carla sambil melihat Ozora. Rava mengangguk lalu mengikuti Carla menuju ke balkon kamar, angin kencang mengenai wajahnya hingga rambut hitam mengkilap itu menari-nari. "Namaku Carla Amaris," ucapnya pelan. "Aku sudah tahu, namaku Rava Alfin." Dugaannya benar ternyata pria yang menikahinya bukanlah orang sembarangan. Obrolan kembali putus namun tatapan Carla lurus ke depan sambil memikirkan cara balas dendam kepada Victor. Walaupun menikah dengan pria kaya di kota Bandung ini, ia beranggapan kalau Rava tidak akan mau menolongnya. Wajah Carla berubah tidak bersahabat langsung masuk ke dalam meninggalkan pria itu di sana sendirian. "Sampai kapan kau menghin
Balik cermin kecil Carla termenung sendirian dalam kamar ia melihat wajahnya semakin kurus. Ia ingin semua orang-orang sekitarnya mengerti perasaannya sakit kerap kali mengingat wajah Victor dan Julia. Rava masuk ke dalam tidak sengaja melihat wajah Carla yang sendu. Pria tampan itu hembuskan napas kuat selama ini dia memang ingin mengatakan yang sebenarnya terjadi kepada Carla. "Kalau aku beritahu kau tidak akan mau tinggal bersama kami lagi Carla. Terlebih lagi Ozora sangat menyukaimu, aku tidak bisa melepaskanmu sebelum waktunya tiba." Rava tidak tega melihat Carla setiap hari harus menderita. "Carla!" panggil Rava pelan. Carla hanya menoleh saja lalu kembali melihat kolam renang airnya tenang namun perasaannya tidak. "Kau mau apa?" tanya Carla ketika merasa Rava sudah berada di belakangnya. "Maafkan aku," bisik Rava dari belakang. Carla berbalik tapi kena tahan Rava agar posisi mereka tetap saling membelakangi. Rava merasa Carla sudah lebih baik daripada sebelumnya kebany
Carla baik menjaga Ozora layaknya seorang anak kandungnya sendiri. Ketika hanya mereka berdua bermain di taman, Carla hanya diam sambil memperhatikan dari jarak jauh. Mereka berdua tidak menyadari kalau Rava sudah kembali sambil membawa martabak manis kesukaan Ozora. "Aku pulang," ucap Rava. Carla terperanjat ia berbalik melihat tubuh kekar itu sudah berdiri di belakangnya. "Kapan kau pulang? Di mana mobilmu?" Sederet pertanyaan Carla membuat Rava tersenyum tipis. "Luar, aku tidak mau mengganggu Ozora bermain lagian anak itu sudah tidak mau menyambutku karena dia sudah lebih menyayangi ibunya," ucapnya lembut. Carla mengerutkan dahinya bingung mau mengatakan apa lagi, ia lebih memilih memperhatikan Ozora dari jarak jauh bersama dengan pengasuhnya. "Akan ku panggil Ozora!" serunya. "Tidak perlu, sebagai gantinya boleh kamu bantu aku?" Carla melihat manik mata Rava sejenak. "Ya," angguknya cepat. Pengasuh melihat kepergian kedua majikannya langsung ambil peran penting menjaga
"Oh Rava, tahan jangan sampai kau merusak semua yang sudah kau bangun," ucapnya lalu pelan-pelan menutup pintu agar Carla tidak marah kepadanya. Rava menenangkannya diri di balkon sambil merasakan jantungnya masih berdebar membayangkan Carla dan Ozora masih mandi di dalam sana. "Besok-besok Ozora mau mandi sama ibu lagi ya," serunya. "Ibu tidak janji sayang. Ayo pakai bajumu nanti masuk angin!" Ozora mengangguk mengerti lalu melakukan apapun yang dikatakan Carla. "Ozora mau main dengan ayah," celotehnya lagi setelah selesai berpakaian. "Baiklah! Ayah tadi di bawah kau temui saja sana," tambah Carla. "Ya Bu," balas Ozora lalu dia tidak lupa mencium kedua pipi Carla masih basah. Carla Amaris menyentuh pipinya baru disentuh anak kecil yang selalu menggemaskan itu. "Jantungku kenapa berdebar setiap kali Ozora melakukannya ya?" kekehnya. "Mana Ozora?" Carla berbalik ia terkejut bahkan nyaris menjerit karena Rava muncul di waktu yang tidak tepat. "Kau sedang apa di sini?" tanya Ca
Suasana berbeda semenjak meninggalkan warung kakek martabak manis bahkan, sepanjang perjalanan cukup menegangkan karena Rava lebih banyak diam. Carla belajar dari Victor dahulu ikut diam ketimbang kena imbasnya nantinya."Ibu, kita sudah di mana?" suara rengekan Ozora menghilangkan lamunan dua orang dewasa itu."Sebentar lagi kita sampai, tunggu ya!" balas Carla lembut."Ya Bu," sahut Ozora lalu kembali merebahkan tubuhnya.Penjaga rumah Rava membuka gerbang selebar mungkin mempersilahkan mereka masuk."Aku mau ke suatu tempat, kalian masuklah!" ucap Rava datar."Memangnya kau mau ke mana? Sudah malam lebih baik esok pergi?" tanya Carla spontan.Rava diam termangu ada perasaan aneh ketika Carla mengatakan itu kepadanya namun, berbeda dengan wanita muda itu baru menyadari apa yang terjadi."Kenapa ayah tidak turun?" tanya Ozora heran."Ayah ada keperluan mendesak sayang, Ozora sama ibu dulu jangan nakal ya," kata Rava halus."Ya ayah," balasnya. Rava menatap Carla sejenak lalu pergi ta
Rava mengeluh pinggangnya sakit bahkan untuk berdiri saja kesulitan, Ozora masuk ke dalam tertawa melihat ayahnya itu lucu cara berjalan. "Kenapa ayah jalan seperti pinguin?" celoteh Ozora sambil tertawa Carla Amaris terkejut separah itukah ia mendorong Rava tadi? Ozora langsung naik ke atas tempat tidur menunggu. "Kau bisa jalan?" tanya Carla merasa bersalah. "Bisa bantu aku luruskan pinggangku?" ucap Rava. "Ada Ozora," ucapnya sambil melihat bocah itu bermain di sana. "Tidak apa-apa," keluhnya. "Baik!" Rava membuka piyamanya lalu menunjukkan tubuh kekarnya. "Ayah kenapa buka baju?" tanya Ozora. "Sayang, bantu ibu oleskan minyak angin ini ke sini ya!" pinta Carla. "Minyak angin kan hanya khusus untuk anak kecil lalu, ayah anak kecil ya, Bu?" Rava dan Carla bersamaan tersedak karena ocehan Ozora. "Ayah sakit sayang," ucap Carla meluruskan. "Tubuh ayah tidak panas." Rava pada akhirnya berbalik dan membawa Ozora masuk ke dalam pelukannya. Carla Amaris dan Rava kewalahan meng