"Darimana?" tanya Federic yang duduk di sofa melihat kedatangan Arga dari pintu masuk. "Meeting bersama klien," sahut Arga duduk di sofa bersama Federic. "Tidak mengabari Cherry? Tadi dia tanya grandpa kenapa kau belum pulang." "Lupa, aku sibuk grandpa." "Sesibuk apa sampai mengabaikan istri sendiri?"Arga menghela nafas panjang. "Maaf, grandpa. Lain kali aku akan mengabari Cherry. Aku ke atas dulu." Arga melengos pergi ke kamarnya membuat Federic hanya bisa menggelengkan kepala. "Aku dulu selalu mengabari istriku, bisa-bisanya dia lupa," gumam Federic. Arga membuka pintu kamar dan Cherry yang tengah tiduran di sofa sambil membaca buku segera bangun dan duduk. "Sudah pulang." "Hm." Hanya itu jawaban Arga. Arga mengambil baju di lemari dan melangkahkan kakinya untuk pergi mandi. Cherry hanya menaikkan alisnya melihat sikap acuh Arga. "Kenapa dia ..." gumamnya. Tapi Cherry kemb
Suara rintihan malam hari di sebuah jalanan yang gelap dengan jurang di salah satu sisi jalan tersebut membuat malam begitu mencekam. "Bos ..." lirih pria yang memegangi lengan sebelah kanannya yang berdarah, pria itu bermandikan keringat malam dengan bau darah yang mengalih dari lengannya yang tertembak. "Tenanglah," ucap Arga mengikat kain putih di lengan asistennya, dia mengikatnya cukup kencang membuat asistennya yang bernama Domeng berteriak kesakitan, tapi hal itu dilakukan agar pendarahan di lengan Domeng tidak terlalu banyak. "Diamlah, atau kau akan kehabisan darah!" "Bos, tolong ... jangan tinggalkan aku." Domeng merintis seraya memegang lengan Arga yang hendak pergi setelah mengikat lengan Domeng. Wajahnya menunjukan permohonan dan juga ketakutan. Arga menepis tangan Domeng. "Jangan lemah!" Masalahnya mereka sedang berhadapan dengan seseorang yang berusaha membunuh mereka. Domeng berteriak seraya menangis melihat punggung bosnya semakin menjauh, meninggalkannya di bali
Kini yang terbaring di salah satu ruangan Rumah Sakit bukan hanya Domeng saja, melainkan ada ranjang yang lain di samping ranjang Domeng. Cherry, ya gadis itu di bawa ke Rumah Sakit. Alasan Arga tidak mengantarkan Cherry ke komplek perumahannya sebab dia tidak tahu nomor berapa rumah Cherry. Biarkan saja Cherry pulang sendiri dari Rumah Sakit, pikir Arga. Lagi pula Arga juga tidak mau bertemu keluarga Cherry dan jelas menolak perjodohan kakeknya dengan keluarga gadis bermakeup badut itu. Arga duduk sendirian di salah satu sofa, seperti biasa minuman beralcohol selalu ada di tangannya. Dia tengah menunggu Domeng dan Cherry sadar. Lima menit, sepuluh menit sampai setengah jam berlalu tidak ada dari mereka yang bangun membuat Arga mendengus kasar. Ingin sekali Arga melempar gelas wine di tangannya ke wajah mereka agar cepat sadar. Arga merogoh ponselnya yang bergetar di saku celana, panggilan masuk dari Federic, dia berdecak dan memilih kembali mengantungi ponselnya. Lagi pula untuk
Kini yang terbaring di salah satu ruangan Rumah Sakit bukan hanya Domeng saja, melainkan ada ranjang yang lain di samping ranjang Domeng. Cherry, ya gadis itu di bawa ke Rumah Sakit. Alasan Arga tidak mengantarkan Cherry ke komplek perumahannya sebab dia tidak tahu nomor berapa rumah Cherry. Biarkan saja Cherry pulang sendiri dari Rumah Sakit, pikir Arga. Lagi pula Arga juga tidak mau bertemu keluarga Cherry dan jelas menolak perjodohan kakeknya dengan keluarga gadis bermakeup badut itu. Arga duduk sendirian di salah satu sofa, seperti biasa minuman beralcohol selalu ada di tangannya. Dia tengah menunggu Domeng dan Cherry sadar. Lima menit, sepuluh menit sampai setengah jam berlalu tidak ada dari mereka yang bangun membuat Arga mendengus kasar. Ingin sekali Arga melempar gelas wine di tangannya ke wajah mereka agar cepat sadar. Arga merogoh ponselnya yang bergetar di saku celana, panggilan masuk dari Federic, dia berdecak dan memilih kembali mengantungi ponselnya. Lagi pula untuk
**** Satu minggu kemudian segala persiapan soal pernikahan pun selesai. Federic sudah mengatur semuanya, dua hari lagi pesta pernikahan akan digelar. Selama satu minggu ini Cherry masih menjaga toko laundry-nya. Dia berusaha sibuk agar tidak terlalu memikirkan pernikahannya dengan Arga. Dia masih mencuci baju-baju pelanggannya, menyetrika, melipat sampai di titik dia kelelahan dia pun istirahat, duduk sambil mengusap keringatnya dan Matteo pun datang membawa jus apel. "Ini, kakek buatkan jus kesukaanmu." Matteo menyodorkan jus itu kepada Cherry. Cherry mengambilnya tanpa mengucapkan terimakasih. Sudah satu minggu hubungan cucu dan kakek itu renggang, bahkan Cherry sudah tidak mengobrol lagi bersama Matteo, tidak seperti biasanya. Matteo tahu Cherry marah dan juga kecewa tapi Matteo berharap apa yang dikatakan Federic akan terjadi suatu saat nanti. Jika mereka akan berakhir saling mencintai. Ingin sekali Matteo meminta maaf karena tidak bisa menolak keinginan sahabatnya itu. Tap
Federic dan Matteo sudah duduk di meja makan menunggu pengantin baru turun dari kamarnya. Federic terus menatap ke atas, ke pintu kamar Arga. "Kenapa masih belum keluar ya, berapa ronde semalam mereka melakukannya." Matteo berdecak seraya menggelengkan kepala mendengar Federic yang terlalu blak-blakan. Hingga suara pintu terbuka membuat Matteo mendongak ke atas dan melihat cucunya sudah keluar bersama Arga. Federic mengembangkan senyuman di wajahnya, menaik turunkan alisnya kepada Matteo seakan berbicara lewat matanya jika pengantin baru yang mereka hendak intip semalam sudah keluar. Arga berjalan menuruni anak tangga diikuti Cherry di belakangnya. "Kau tampak kelelahan Cherry," seru Federic kala Cherry duduk bersama mereka. Federic menahan kedutan di ujung bibirnya saat bertanya seperti itu. Cherry tersenyum. "Iya, Grandpa." "Tidak apa-apa, pengantin baru memang seperti itu," lanjut Federic seraya terkekeh. Cherry tidak mengerti maksud Federic apa, dia hanya menatap bergantia
Tak lama kemudian dia kembali dengan segelas air di tangannya. Dia pun memberikannya kepada Arga."Aku masih penasaran kenapa kau tiba-tiba menerima perjodohan ini. Padahal aku sudah bermakeup sangat tebal agar kau ilfeel kepadaku!""Aku hanya menuruti keinginan grandpa." Arga pun meminum air tersebut."Aku yakin bukan itu alasannya!" Cherry pergi setelah menghentakkan kakinya kesal.Arga terdiam sendirian kini, dia tengah mengingat kejadian beberapa hari yang lalu dimana dia seharusnya mengintogerasi salah satu musuhnya yang masih selamat tapi saat pria itu berada di tahanan dia malah gantung diri tanpa sepengetahuan anak buah Arga.Padahal Arga penasaran, siapa sebenarnya yang suka sekali menganggu dirinya dan Domeng.Bukan sekali dua kali mereka berada dalam situasi yang bahaya tapi untungnya mereka pintar dan tidak lemah.Arga tak sadar mencengkram kuat gelas yang dia pegang hingga tangannya kembali melunak dengan kedatangan Matteo."Arga, Cherry dimana? Kenapa sendiri?"Arga meno
Arga dan Cherry kembali ke mansion. Cherry memberikan pisang kepada pelayan lalu menyusul Arga ke kamar."Arga!" teriak Cherry.Arga membuka kemejanya membuat Cherry yang baru masuk sontak membalikkan badan dengan menutup wajahnya."Apa? Aku lelah, jangan ganggu," seru Arga berjalan ke ranjang dan merebahkan diri di sana."Apa kau tidak mau mandi dulu.""Kau mengajakku mandi?" Arga tersenyum seraya menatap punggung Cherry yang masih membelakanginya."Aku menyuruh.""Mau bilang apa tadi?" tanya Arga."Aku mau kamar.""Kamar mana? Kau mau berbeda kamar denganku dan membuat grandpa marah.""Tapi seharusnya grandpa memaklumi, kita tidak saling menyukai jadi butuh waktu untuk sekamar.""Bod*h, tidak semudah itu memaklumi. Sudahlah, aku mau tidur." Arga pun bergerak memeluk guling dan membelakangi Cherry. Cherry hanya bisa menghembuskan nafas dan memilih keluar dari kamar.Arga yang memejamkam mata kembali membuka matanya setelah mendengar Cherry keluar dari kamar. Dia menarik tubuhnya bang
"Darimana?" tanya Federic yang duduk di sofa melihat kedatangan Arga dari pintu masuk. "Meeting bersama klien," sahut Arga duduk di sofa bersama Federic. "Tidak mengabari Cherry? Tadi dia tanya grandpa kenapa kau belum pulang." "Lupa, aku sibuk grandpa." "Sesibuk apa sampai mengabaikan istri sendiri?"Arga menghela nafas panjang. "Maaf, grandpa. Lain kali aku akan mengabari Cherry. Aku ke atas dulu." Arga melengos pergi ke kamarnya membuat Federic hanya bisa menggelengkan kepala. "Aku dulu selalu mengabari istriku, bisa-bisanya dia lupa," gumam Federic. Arga membuka pintu kamar dan Cherry yang tengah tiduran di sofa sambil membaca buku segera bangun dan duduk. "Sudah pulang." "Hm." Hanya itu jawaban Arga. Arga mengambil baju di lemari dan melangkahkan kakinya untuk pergi mandi. Cherry hanya menaikkan alisnya melihat sikap acuh Arga. "Kenapa dia ..." gumamnya. Tapi Cherry kemb
Chef Rafka terdiam sendiri di ruangannya seraya menggulum senyum di wajahnya ketika membaca kembali isi whattsap nya bersama Cherry beberapa menit yang lalu. "Buah kesukaanku, ini aku Rafka." "Hahaha hallo Chef." "Jangan terlalu formal. Panggil Rafka aja, kita cuman beda satu tahun, Cher!" "Hehe rasanya aneh. Tapi oke deh Rafka." "Sedang apa?" "Tidak ada, hanya duduk saja. Kau sendiri?" "Aku sedang makan dirimu nih." "Hahaha hari ini aku juga belum memakan diriku. Lupa beli buah Cherry." "Aku ada banyak. Mau aku kirimkan ke rumahmu? Kirimkan saja alamatnya." "Tidak perlu Rafka. Aku bisa beli sendiri." "Huh, padahal aku ingin tau dimana rumahmu, aku lupa menanyakannya kemarin." "Rumahku tidak sebagus rumahmu Rafka." "Memangnya aku ada bertanya rumahmu bagus atau tidak?
Saat di Rumah Sakit, Chef Rafka memberikan nomor ponselnya ketika tahu jika Cherry berada di sekolah yang sama dengan dirinya saat SMA dulu."Ikhlas tidak?" tanya Arga melihat wajah cemberut Cherry. Cherry menjawab dengan anggukan kepala. "Jelek sekali mulut bebekmu itu!" gerutu Arga pelan tapi masih bisa didengar oleh Cherry. "Apa katamu?" "Apa? Aku tidak bilang apa-apa!" "Aku mendengarnya tau, nih makan!" Cherry menyuapi buah-buahannya dengan kasar ke mulut Arga membuat Arga melotot melihat sikap Cherry. Arga menahan amarah sambil mengunyah mangga di mulutnya sementara Cherry cekikikan melihat wajah kesal Arga. "Berani-beraninya kau bersikap seperti itu!" hardiknya setelah menelan habis buah di mulutnya. Arga menatap tajam dan dingin Cherry membuat bulu kuduk Cherry merinding seketika. Tunggu, kalau Arga marah biasanya dia akan menghukum Cherry dengan.Prang"Aaaaa .... Arga lepaskan!"
Arga membuka laptopnya, jari jemarinya sibuk diatas keyboard dan Cherry pun merebahkan dirinya di sofa setelah beberapa detik tidak ada suruhan lagi dari Arga. Arga mencoba mengecek cctv di rumahnya. Dia penasaran, apa yang di bicarakan kakeknya dan Mikeyla. Pria itu memasang earphone di telinganya. Dan mendengar Federic meminta Mikeyla untuk menjaga jarak dengan Arga mulai sekarang sebab Arga sudah menikah. Arga bisa melihat raut wajah kecewa Mikeyla bahkan secara terang-terangan Mikeyla mengatakan. "Grandpa tau, sedekat apa aku dan Arga dari dulu. Kenapa Grandpa menjodohkan Arga dengan perempuan lain? Bahkan grandpa tidak membahas ini denganku terlebih dahulu." "Key, Arga tersiksa setelah Keyla meninggalkan dia selama lima tahun. Grandpa ingin Arga mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Kembali menata kehidupannya setelah Keyla meninggalkan Arga." "Grandpa tidak mengerti alasan aku pergi ke Italy ..." Arga melih
"Bos, kita cari kemana?" tanya Domeng seraya mendorong Arga yang duduk di kursi roda. "Kemana saja yang penting anak itu harus kembali sebelum Grandpa datang," jawab Arga seraya mengedarkan pandangannya. Saat Cherry keluar dari ruangan, dia lupa meninggalkan ponselnya di meja dan Federic menelpon Arga jika dia sedang dalam perjalanan menuju Rumah Sakit. Arga tidak mau jika Federic datang, Cherry tidak ada bersamanya. Pasti Arga lah yang akan dimarahi Federic sebab Federic sudah mengatakan pada Arga jika Cherry lapar suruh Domeng yang membelikan makanan, jangan sampai gadis itu keluar sendiri. Arga hanya berpikir Cherry keluar tidak akan lama, jadi dia mengizinkan. "Bos, itu Cherry ..." Domeng menunjuk ke lantai bawah, dimana Cherry tengah mengobrol bersama seorang pria. Mereka terlihat akrab dan tertawa, Arga mengernyitkan dahinya. "Siapa dia Domeng?" Domeng menyipitkan matanya u
Arga meminta Domeng membelikan makanan untuk Mikeyla. Alhasil perempuan itu pun duduk di sofa menikmati spageti dengan mata sesekali mendelik ke arah Cherry yang tengah membantu Arga menyiapkan makan siangnya. Cherry membantu membuka makan siang yang barusan dibawakan oleh perawat. Sementara Domeng sudah pergi entah kemana"Tidak suka pepaya juga?" tanya Cherry melihat Arga menggeser piring berisi beberapa potong buah pepaya. Arga menggeleng sebagai jawaban lalu meminum secangkir teh. Cherry berdecak. "Sepertinya kau orang pemilih. Kirain cuman Cherry aja buah yang engga suka.""Kau saja yang makan." Arga menyodorkan piring tersebut. "Yasudah." Cherry pun dengan senang hati menerima piring itu. Dia duduk di atas ranjang bersama Arga dan memakan buah pepayanya. Mikeyla mencengkram kuat sendok di tangannya melihat mereka sarapan bersama di atas ranjang seakan melupakan Mikeyla yang juga ada di ruangan itu. Apalagi Mik
"Loh bukannya kau tidak suka Cherry, Ar?" "Tapi kan Cherry yang ini manusia," sahut Cherry pelan membuat Domeng mengembungkan pipinya menahan tawa. "Bercanda ..." Mikeyla mengelus lengan Cherry dengan tertawa kecil membuat Arga menarik ujung bibirnya tersenyum. "Oh iya, Cherry dulu kuliah dimana?" tanya Mikeyla. "C-Cherry ---" Cherry menatap Mikeyla kemudian Arga. Bagaimana menjelaskannya kalau Cherry tidak meneruskan pendidikannya sampai kuliah. Mikeyla menaikkan alisnya menunggu jawaban. "Dia tidak kuliah, tapi dia pintar menggambar." Arga yang menjawab. "Oh iya? Menggambar apa?" "Beberapa desain pakaian. Cherry berharap bisa menjadi desainer dan membuat brand sendiri." Cherry tersenyum saat menjelaskannya. Mikeyla menahan tawanya sampai kedua pipinya setengah menggembung. "Cher, yakin?" Wajah Cherry berubah menjadi datar melihat Mikeyla tertawa seakan tengah meledeknya. "
Pagi harinya, Cherry meregangkangkan otot-ototnya dan perlahan membuka mata. Hal pertama yang dia lihat adalah Arga yang sudah bangun sambil sarapan. Merasa malu karena Arga bangun lebih dulu, Cherry segera menarik tubuhnya untuk duduk. Kalau Arga sudah sarapan berarti tadi ada perawat masuk dan memberikan sarapan untuk Arga. Dan dia melihat Cherry tidur. "K-kau sudah bangun ya ..." "Menurutmu?" sahut Arga tanpa menoleh ke arah Cherry dan menikmati sarapannya. Cherry cengengesan sambil menggaruk kepalanya. "Maaf Cherry telat bangun." Arga tidak menjawab. Tapi Cherry merasa aneh, kenapa tiba-tiba ada selimut yang menyampir di tubuhnya. "I-ini selimutmu?" tanya Cherry pada Arga. "Menurutmu?" Arga balik bertanya dan masih sama, tanpa melihat ke arah Cherry, dia sedang menikmati sup. "Jadi semalam kau tidak pakai selimut?" "Menurutmu?" Che
Federic dan Domeng pulang dari Rumah Sakit meninggalkan Arga dan Cherry. Cherry duduk di sofa dan asik sendiri menonton film di ponselnya. Sementara Arga diam bak patung menatap langit-langit kamar, tidak ada obrolan dan tidak diajak mengobrol oleh Cherry. Bahkan ia berpikir Cherry menganggapnya patung tidak bernyawa. Bahkan ditanya Arga butuh sesuatu saja tidak, ditanya Arga mau makan sesuatu juga tidak, hal itu membuat Arga mendengus kasar apalagi mendengar suara cekikikan Cherry. "Berisik sekali, kau ini sedang menjaga orang sakit!" hardik Arga membuat tawa Cherry berhenti. "Ya kan Arga diam dari tadi, masa Cherry juga harus ikutan diam sih!" Cherry mengerucutkan bibirnya. "Kau saja tidak bertanya apapun, bagaimana aku bicara!" Cherry terdiam, benar juga. Alhasil dia mengantungi ponselnya lalu berjalan mendekati ranjang Arga. "Kalau begitu, Cherry mau tanya sesuatu." Arga berdehem dengan maksud membolehkan Cher