Arga dan Cherry kembali ke mansion. Cherry memberikan pisang kepada pelayan lalu menyusul Arga ke kamar.
"Arga!" teriak Cherry. Arga membuka kemejanya membuat Cherry yang baru masuk sontak membalikkan badan dengan menutup wajahnya. "Apa? Aku lelah, jangan ganggu," seru Arga berjalan ke ranjang dan merebahkan diri di sana. "Apa kau tidak mau mandi dulu." "Kau mengajakku mandi?" Arga tersenyum seraya menatap punggung Cherry yang masih membelakanginya. "Aku menyuruh." "Mau bilang apa tadi?" tanya Arga. "Aku mau kamar." "Kamar mana? Kau mau berbeda kamar denganku dan membuat grandpa marah." "Tapi seharusnya grandpa memaklumi, kita tidak saling menyukai jadi butuh waktu untuk sekamar." "Bod*h, tidak semudah itu memaklumi. Sudahlah, aku mau tidur." Arga pun bergerak memeluk guling dan membelakangi Cherry. Cherry hanya bisa menghembuskan nafas dan memilih keluar dari kamar. Arga yang memejamkam mata kembali membuka matanya setelah mendengar Cherry keluar dari kamar. Dia menarik tubuhnya bangun dan duduk menyenderkan punggungnya di sandaran ranjang dengan tubuhnya yang polos tanpa baju. Arga membuka ponsel dan menekan galeri di ponselnya. Dia memperhatikan foto dirinya saat berumur lima belas tahun bersama adiknya, Haikal. Entah dimana keberadaan Haikal sekarang, entah bagaimana kabarnya dan entah masih hidup atau sudah tiada. Arga merindukan Haikal tapi bertahun-tahun dia mencari Haikal tidak ada hasil sama sekali. #flashback "Kak, aku pergi memancing dulu," kata Haikal yang berumur sepuluh tahun. Memegang pancingan dan juga ember di tangannya. "Aku saja yang memancing." Arga merebut pancingan dan ember di tangan Haikal. "Kau cari kayu untuk memasak nanti." Haikal mengangguk. "Iya kak." Dengan semangat Haikal pun mengumpulkan kayu atau ranting-ranting kecil. Saat Arga kembali dari danau membawa beberapa ikan di ember, Haikal sudah tidak ada di rumahnya, hanya tersisa kayu dan ranting-ranting pohon berserakan di halaman rumah. Dia sudah mencari Haikal tapi adiknya benar-benar hilang sampai saat ini. Dan dalam kebingungan itu dia dijemput oleh Kakeknya, Federic Leonelle. Bahkan Federic juga hendak mengajak Haikal ke mansion nya tapi Arga dan Federic sama sekali tidak menemukan Haikal. Hidup berdua bersama Haikal setelah Ibu kandung mereka pergi meninggalkan mereka membuat adik dan kakak itu sangat dekat. Tapi kedekatan itu hilang dan menyisakan kenangan Haikal saja. **** Cherry hanya menghabiskan waktu menonton drama korea di ponselnya. Gadis itu menikmati waktunya dengan tiduran di sofa sambil sesekali cekikikan ketika ada yang lucu dari film yang dia tonton. Hingga dia menarik tubuhnya untuk duduk ketika melihat Federic baru saja masuk ke mansion. "Grandpa ..." Cherry berdiri dengan tersenyum yang dibalas senyuman hangat dari Federic. "Dimana Arga?" tanya Federic duduk di sofa dan Cherry pun ikut duduk di sampingnya. "Lagi istirahat di kamar grandpa." "Ah pasti dia kelelahan karena baru pulang dari pasar. Iya kan?" "Loh, kok grandpa tau?" Federic tertawa. "Tau dong, banyak mata-mata." "Hehe." Cherry menggaruk kepalanya. Banyak mata-mata, itu artinya jika Cherry keluar dia harus hati-hati dengan mata-mata kakeknya. Untung saja dia tidak membahas ingin kamar baru saat di pasar tadi. "Oh iya, apa saja yang kalian beli tadi?" "Ah kami beli banyak buah-buahan grandpa. Tapi sayangnya sudah dibagikan di komplek rumah Cherry, tadi kesini Cherry cuman bawa pisang aja, soalnya itu yang Arga suka." "Baguslah, kau benar-benar perhatian Cherry. Dia memang sangat suka pisang." "Hehe iya grandpa." "Tapi, dia tidak suka buah Cherry ya grandpa." "Dia mengatakannya kepadamu?" Cherry mengangguk. "Ya, dia tidak suka. Tapi tenang saja, kau kan bukan buah Cherry, kau istrinya," sahut grandpa kemudian keduanya tertawa. Mereka melanjutkan waktu dengan mengobrol. Federic membahas masa mudanya kepada Cherry, membahas pertemanannya bersama Matteo, membahas Matteo yang saat sekolah penakut dan harus Federic yang melawan jika ada yang merundungnya di sekolah. Bahkan Cherry mendengarkan cerita Federic sambil memijat bahu kakek tua itu. Di tengah-tengah obrolan mereka, keduanya menoleh ketika mendengar langkah kaki menuruni anak tangga. Arga terlihat menuruni anak tangga dengan tergesa-gesa bahkan dia masih mengancingi kemejanya. "HEI, MAU KEMANA KAU ARGA!" teriak Federic tapi diacuhkan oleh Arga dan dia berjalan keluar begitu saja. Cherry menatap kepergian Arga dengan mengernyit heran, dari wajah pria itu seakan tengah ada sesuatu besar yang terjadi. Federic berdecak mendengar suara deru mobil keluar dari halaman mansion. "Biarkan saja grandpa, mungkin urusan pekerjaan." "Grandpa ada di kantor juga, tidak ada masalah apapun soal pekerjaan. Pria seperti dia tidak bisa terbuka kepada grandpa." *** Mobil Arga masuk ke kawasan gudang lama yang sudah tidak terpakai, di sana sudah ada Domeng dan dua anak buah Arga yang lain beserta satu orang pria yang duduk di kursi dengan tangan terikat ke belakang. Arga segera keluar dari mobil, berjalan menghampiri mereka semua. "Dia salah satu komplotan dari orang-orang yang sering menganggu kita," ucap Domeng. "Dan dia belum berbicara apapun." "Siapa yang menyuruhmu?" tanya Arga. Pria itu tidak menjawab selain melayangkan tatapan permusuhan yang tidak bersahabat. Arga mendengus kasar, dia merogoh pistol di saku celananya dan menodongkannya ke kening pria tersebut. "Jawab siapa yang menyuruhmu!" bentak Arga. "Aku sudah mencobanya seperti yang kau lakukan. Dia tetap tidak mau buka suara." "Sedikit asupan peluru seharusnya membuat dia bersuara." DOR. "Aakkhh!" Pria itu memekik kesakitan ketika betisnya ditembak. Arga mencengkram wajah pria itu. "Katakan siapa yang menyuruhmu dan kenapa kau dan kawanmu terus mengangguku!" "Aku tidak berhak berbicara atas perintahmu!" BUGH Arga memukul wajahnya dengan keras dan kembali mencengkram wajahnya. "Lalu siapa? Siapa yang berhak membuatmu berbicara hah? SIAPA?!" "Musuh karena bisnis?" Arga mencoba menebak mungkin saja pria itu kiriman dari seseorang yang iri masalah bisnis Arga yang berkembang pesat. Pria itu tidak menjawab membuat Arga benar-benar frustasi. "Kau mau mati, hm? Kau tidak punya keluarga? Atau haruskah aku mencari keluargamu, membunuh mereka agar kau jujur!" "Aku hidup sebatang kara. Tidak ada gunanya!" Arga benar-benar dibuat frustasi sampai jari-jemarinya menelusup ke rambutnya dan menekan kepalanya yang terasa pusing. "Bagaimana, Bos?" tanya Domeng. "Sekap dia sampai mau berbicara!" Arga pun kembali masuk ke mobilnya dan Domeng menyuruh dua anak buah Arga untuk menahan pria itu lalu Domeng masuk ke mobil Arga. Arga terlihat sangat kesal karena tidak ada hasil sama sekali dari pria itu yang enggan membuka suara. Domeng juga terlihat frustasi, tapi mau bagaimana lagi, mungkin belum saatnya semuanya terbongkar. Bahkan Arga menyuruh Domeng untuk menghubungi anak buahnya yang menyekap pria tadi agar sering menyiksa pria tersebut untuk membuatnya mau berbicara. Bersambung Follow i*******m : @La.bellarose17Arga tengah membaca buku di ranjang sementara Cherry hanya duduk di sofa sambil memainkan ponselnya."Ambilkan aku minum," seru Arga membuat Cherry menoleh kemudian matanya mendapati segelas air yang ada di meja samping ranjang."Itu air di meja," sahut Cherry.Arga menoleh dengan tidak ramah kepada Cherry. "Aku bilang ambilkan.""Ya tinggal ambil. Tanganmu pendek sampai tidak bisa mengambil gelas di meja?""Aku menyuruhmu."Cherry melebarkan matanya. Arga sengaja mempermainkan dirinya?"Apa gunanya kau menjadi istri, dari tadi hanya duduk saja!""Kau juga dari tadi duduk sambil baca buku.""Bisa tidak jangan suka membantah dan membalas ucapanku?"Cherry mendengus kasar dan dia pun beranjak dari duduknya, mengambil segelas air tersebut dan memberikannya kepada Arga. Arga meminumnya sampai habis kemudian memberikan gelas kosong itu kepada Cherry.Dia juga memberikan buku yang dia baca kepada gadis itu lalu memilih untuk tidur. Jangan tanya seberapa kesal Cherry sekarang.Pukul sebelas
"Benarkan, radang." Arga berjalan santai menghampiri mereka."Cherry sakit, kau tidak usah pergi ke kantor. Jaga istrimu.""Tapi grandpa ---""Tidak ada tapi-tapi!"Arga berdecak seraya memalingkan wajahnya."Cherry, grandpa harus ke kantor. Jangan khawatir, Arga akan menjagamu dengan baik.""Sebenarnya Cherry tidak apa-apa, Grandpa. Kalau Arga mau ke kantor tidak apa-apa.""Tidak. Kau sakit karena ulahnya, jadi dia harus menjagamu. Jangan lupa sarapan lalu minum obatnya ya."Cherry mengangguk. "Iya grandpa.""Jaga istrimu dengan baik!" Federic memperingati Arga dengan serius sebelum akhirnya dia keluar dari kamar."Mana yang bilang tidak akan menyusahkanku," seru Arga seraya tangan berlipat dada.Cherry berdecak seraya memutar bola matanya malas."Kalau melakukan sesuatu itu dipikir dulu!""Banyak bicara sekali. Kalau merasa keberatan pergilah ke kantor. Aku bisa men
Mereka hendak turun untuk sarapan, Cherry menunggu Arga yang tengah memasangkan dasi."Jangan bilang grandpa aku keluar semalam.""Kenapa?"Arga menoleh. "Aku bilang jangan ya jangan. Menurut saja tanpa bertanya alasannya, bisa?"Cherry memajukan bibirnya dengan wajah cemberut. "Terserah kau saja!""Ayo."Cherry pun keluar kamar mengikuti Arga dan seperti biasa Federic sudah lebih dulu ada di meja makan."Pagi.""Pagi," sahut Arga."Pagi, grandpa," sahut Cherry."Ayo kita sarapan dulu." Dengan perhatiannya Federic membuka piring untuk Arga dan Cherry.Tapi Federic heran saat mereka makan masing-masing. Kenapa Cherry tidak melayani Arga dan malah asik mengambil makanan untuk dirinya sendiri, begitupula dengan Arga.Tapi Arga langsung peka dengan tatapan kakeknya. Di bawah meja dia menyikut kaki Cherry dengan kakinya membuat Cherry menoleh."Apa sih?""Sayang,
"Lihat, beginilah jadinya kalau kau bersikap seenaknya. Aku lagi yang disalahkan!" "Ya maaf." Cherry berkata dengan wajah cemberutnya. "Masuk!" Gadis itu pun berjalan mengikuti suaminya dan mereka kembali ke kamar untuk istirahat. Saat tengah malam, Arga terbangun sebab mendengar suara cekikikan yang tidak lain suara Cherry. Dia mencoba mengintip dengan menoleh diam-diam ke arah sofa dan ternyata Cherry tengah tertawa seraya memandangi ponselnya, tawanya terdengar sangat bahagia membuat Arga penasaran apa yang dilakukan gadis itu. Arga pun turun dari ranjang berjalan menuju kamar mandi, saat melewati sofa dia mencoba menoleh ke ponsel Cherry dengan menyipitkan matanya, tapi Cherry yang sadar langsung menyembunyikan ponselnya dengan menempelkannya ke dada dan dia mendelik ke arah Arga, Arga langsung buang muka dan kembali berjalan. Saat hendak membuka pintu kamar mandi, Arga melakukan hal yang s
Cherry tengah menonton acara masak di tv dengan bintang tamu di acara itu Chef Rafka. Dia menonton dengan sangat antusias apalagi saat melihat adegan Chef Rafka memasak untuk mengajari peserta yang lain. Dari cara pria itu memasak begitu sempurna dan tenang tapi masakannya terlihat begitu menarik dan enak. Ingin sekali Cherry makan masakan Chef Rafka secara langsung. Baru saja dia merasa senang tiba-tiba tv nya mati. Dia menoleh ke belakang dengan kesal sebab tahu pasti Arga yang melakukannya. "Apa maksudmu? Nyalakan lagi tv-nya!" "Acara tidak penting, menganggu saja. Lebih baik tidur, jam berapa ini." "Tidak mau, aku mau nonton acara memasak itu." "Acara memasak tengah malam!" "Itu kan siaran ulang," sahut Cherry. "Kalau siaran ulang berarti kau sudah menontonnya. Untuk apa kau menonton lagi!" Ingin sekali Cherry mengatakan dia menonton lagi karena
"Domeng, kau dimana?" "Di jalan, Tuan. Tuan Arga menelponku ban mobilnya kempes, jadi aku pergi bersama montir." "Lalu Arga?" "Mungkin naik taxi ke kantor, Tuan." "Dia belum sampai kantor, Domeng!" "Mungkin macet," sahut Domeng. "Jalanan menuju kantor tidak pernah macet. Dimana mobil Arga mogok?" Domeng tidak mungkin mengatakan alamat yang dikirimkan Arga sebab jalan itu jauh dari kantor. Tapi Domeng merasa ada yang tidak beres, dia pun mematikan panggilan telponnya sepihak membuat Federic murka. "Domeng. Hallo, DOMENG!" Federic menggeram kesal, berani sekali Domeng mematikan panggilan telponnya. Domeng segera melacak ponsel Arga hingga dia berhasil menemukannya. Dia terbelalak, mengapa ponsel Arga berada di jalan yang bukan tujuan menuju kantor. Akhirnya pria itu pun putar balik mobilnya. "Kenapa putar balik, Tuan?" tanya montir yang duduk di samping Domeng. "Hub
Federic, Cherry dan Domeng melangkahkan kaki ke dalam ruangan dimana seorang pria terbaring tak berdaya dengan beberapa luka bekas jahitan di tubuhnya serta perban di kepalanya. Federic menghembuskan nafas membuat Cherry memegang lengan pria tua itu untuk menguatkan.Ini kali pertama Federic melihat Arga terluka parah sampai terbaring di Rumah Sakit. Arga termasuk cucunya yang jarang sekali sakit, padahal kerap kali dia kekurangan tidur dan harus lembur menguruh bisnisnya. Tapi sekarang, cucunya sampai masuk jurang membuatnya terluka parah. "Bos ..." lirih Domeng pelan. Dan ini kali pertama musuhnya berhasil mencelakai Arga. Biasanya Arga tidak mudah terluka dan lebih sering Domeng lah yang menjadi korban."Apa yang sebenarnya terjadi Arga? Kenapa kau tidak cerita kepada grandpa," gumam Federic seraya menatap tubuh cucunya. "Dari awal aku membawamu bersamaku, kau tidak pernah mau terbuka ..." Cherry menole
Federic dan Domeng pulang dari Rumah Sakit meninggalkan Arga dan Cherry. Cherry duduk di sofa dan asik sendiri menonton film di ponselnya. Sementara Arga diam bak patung menatap langit-langit kamar, tidak ada obrolan dan tidak diajak mengobrol oleh Cherry. Bahkan ia berpikir Cherry menganggapnya patung tidak bernyawa. Bahkan ditanya Arga butuh sesuatu saja tidak, ditanya Arga mau makan sesuatu juga tidak, hal itu membuat Arga mendengus kasar apalagi mendengar suara cekikikan Cherry. "Berisik sekali, kau ini sedang menjaga orang sakit!" hardik Arga membuat tawa Cherry berhenti. "Ya kan Arga diam dari tadi, masa Cherry juga harus ikutan diam sih!" Cherry mengerucutkan bibirnya. "Kau saja tidak bertanya apapun, bagaimana aku bicara!" Cherry terdiam, benar juga. Alhasil dia mengantungi ponselnya lalu berjalan mendekati ranjang Arga. "Kalau begitu, Cherry mau tanya sesuatu." Arga berdehem dengan maksud membolehkan Cher
"Darimana?" tanya Federic yang duduk di sofa melihat kedatangan Arga dari pintu masuk. "Meeting bersama klien," sahut Arga duduk di sofa bersama Federic. "Tidak mengabari Cherry? Tadi dia tanya grandpa kenapa kau belum pulang." "Lupa, aku sibuk grandpa." "Sesibuk apa sampai mengabaikan istri sendiri?"Arga menghela nafas panjang. "Maaf, grandpa. Lain kali aku akan mengabari Cherry. Aku ke atas dulu." Arga melengos pergi ke kamarnya membuat Federic hanya bisa menggelengkan kepala. "Aku dulu selalu mengabari istriku, bisa-bisanya dia lupa," gumam Federic. Arga membuka pintu kamar dan Cherry yang tengah tiduran di sofa sambil membaca buku segera bangun dan duduk. "Sudah pulang." "Hm." Hanya itu jawaban Arga. Arga mengambil baju di lemari dan melangkahkan kakinya untuk pergi mandi. Cherry hanya menaikkan alisnya melihat sikap acuh Arga. "Kenapa dia ..." gumamnya. Tapi Cherry kemb
Chef Rafka terdiam sendiri di ruangannya seraya menggulum senyum di wajahnya ketika membaca kembali isi whattsap nya bersama Cherry beberapa menit yang lalu. "Buah kesukaanku, ini aku Rafka." "Hahaha hallo Chef." "Jangan terlalu formal. Panggil Rafka aja, kita cuman beda satu tahun, Cher!" "Hehe rasanya aneh. Tapi oke deh Rafka." "Sedang apa?" "Tidak ada, hanya duduk saja. Kau sendiri?" "Aku sedang makan dirimu nih." "Hahaha hari ini aku juga belum memakan diriku. Lupa beli buah Cherry." "Aku ada banyak. Mau aku kirimkan ke rumahmu? Kirimkan saja alamatnya." "Tidak perlu Rafka. Aku bisa beli sendiri." "Huh, padahal aku ingin tau dimana rumahmu, aku lupa menanyakannya kemarin." "Rumahku tidak sebagus rumahmu Rafka." "Memangnya aku ada bertanya rumahmu bagus atau tidak?
Saat di Rumah Sakit, Chef Rafka memberikan nomor ponselnya ketika tahu jika Cherry berada di sekolah yang sama dengan dirinya saat SMA dulu."Ikhlas tidak?" tanya Arga melihat wajah cemberut Cherry. Cherry menjawab dengan anggukan kepala. "Jelek sekali mulut bebekmu itu!" gerutu Arga pelan tapi masih bisa didengar oleh Cherry. "Apa katamu?" "Apa? Aku tidak bilang apa-apa!" "Aku mendengarnya tau, nih makan!" Cherry menyuapi buah-buahannya dengan kasar ke mulut Arga membuat Arga melotot melihat sikap Cherry. Arga menahan amarah sambil mengunyah mangga di mulutnya sementara Cherry cekikikan melihat wajah kesal Arga. "Berani-beraninya kau bersikap seperti itu!" hardiknya setelah menelan habis buah di mulutnya. Arga menatap tajam dan dingin Cherry membuat bulu kuduk Cherry merinding seketika. Tunggu, kalau Arga marah biasanya dia akan menghukum Cherry dengan.Prang"Aaaaa .... Arga lepaskan!"
Arga membuka laptopnya, jari jemarinya sibuk diatas keyboard dan Cherry pun merebahkan dirinya di sofa setelah beberapa detik tidak ada suruhan lagi dari Arga. Arga mencoba mengecek cctv di rumahnya. Dia penasaran, apa yang di bicarakan kakeknya dan Mikeyla. Pria itu memasang earphone di telinganya. Dan mendengar Federic meminta Mikeyla untuk menjaga jarak dengan Arga mulai sekarang sebab Arga sudah menikah. Arga bisa melihat raut wajah kecewa Mikeyla bahkan secara terang-terangan Mikeyla mengatakan. "Grandpa tau, sedekat apa aku dan Arga dari dulu. Kenapa Grandpa menjodohkan Arga dengan perempuan lain? Bahkan grandpa tidak membahas ini denganku terlebih dahulu." "Key, Arga tersiksa setelah Keyla meninggalkan dia selama lima tahun. Grandpa ingin Arga mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Kembali menata kehidupannya setelah Keyla meninggalkan Arga." "Grandpa tidak mengerti alasan aku pergi ke Italy ..." Arga melih
"Bos, kita cari kemana?" tanya Domeng seraya mendorong Arga yang duduk di kursi roda. "Kemana saja yang penting anak itu harus kembali sebelum Grandpa datang," jawab Arga seraya mengedarkan pandangannya. Saat Cherry keluar dari ruangan, dia lupa meninggalkan ponselnya di meja dan Federic menelpon Arga jika dia sedang dalam perjalanan menuju Rumah Sakit. Arga tidak mau jika Federic datang, Cherry tidak ada bersamanya. Pasti Arga lah yang akan dimarahi Federic sebab Federic sudah mengatakan pada Arga jika Cherry lapar suruh Domeng yang membelikan makanan, jangan sampai gadis itu keluar sendiri. Arga hanya berpikir Cherry keluar tidak akan lama, jadi dia mengizinkan. "Bos, itu Cherry ..." Domeng menunjuk ke lantai bawah, dimana Cherry tengah mengobrol bersama seorang pria. Mereka terlihat akrab dan tertawa, Arga mengernyitkan dahinya. "Siapa dia Domeng?" Domeng menyipitkan matanya u
Arga meminta Domeng membelikan makanan untuk Mikeyla. Alhasil perempuan itu pun duduk di sofa menikmati spageti dengan mata sesekali mendelik ke arah Cherry yang tengah membantu Arga menyiapkan makan siangnya. Cherry membantu membuka makan siang yang barusan dibawakan oleh perawat. Sementara Domeng sudah pergi entah kemana"Tidak suka pepaya juga?" tanya Cherry melihat Arga menggeser piring berisi beberapa potong buah pepaya. Arga menggeleng sebagai jawaban lalu meminum secangkir teh. Cherry berdecak. "Sepertinya kau orang pemilih. Kirain cuman Cherry aja buah yang engga suka.""Kau saja yang makan." Arga menyodorkan piring tersebut. "Yasudah." Cherry pun dengan senang hati menerima piring itu. Dia duduk di atas ranjang bersama Arga dan memakan buah pepayanya. Mikeyla mencengkram kuat sendok di tangannya melihat mereka sarapan bersama di atas ranjang seakan melupakan Mikeyla yang juga ada di ruangan itu. Apalagi Mik
"Loh bukannya kau tidak suka Cherry, Ar?" "Tapi kan Cherry yang ini manusia," sahut Cherry pelan membuat Domeng mengembungkan pipinya menahan tawa. "Bercanda ..." Mikeyla mengelus lengan Cherry dengan tertawa kecil membuat Arga menarik ujung bibirnya tersenyum. "Oh iya, Cherry dulu kuliah dimana?" tanya Mikeyla. "C-Cherry ---" Cherry menatap Mikeyla kemudian Arga. Bagaimana menjelaskannya kalau Cherry tidak meneruskan pendidikannya sampai kuliah. Mikeyla menaikkan alisnya menunggu jawaban. "Dia tidak kuliah, tapi dia pintar menggambar." Arga yang menjawab. "Oh iya? Menggambar apa?" "Beberapa desain pakaian. Cherry berharap bisa menjadi desainer dan membuat brand sendiri." Cherry tersenyum saat menjelaskannya. Mikeyla menahan tawanya sampai kedua pipinya setengah menggembung. "Cher, yakin?" Wajah Cherry berubah menjadi datar melihat Mikeyla tertawa seakan tengah meledeknya. "
Pagi harinya, Cherry meregangkangkan otot-ototnya dan perlahan membuka mata. Hal pertama yang dia lihat adalah Arga yang sudah bangun sambil sarapan. Merasa malu karena Arga bangun lebih dulu, Cherry segera menarik tubuhnya untuk duduk. Kalau Arga sudah sarapan berarti tadi ada perawat masuk dan memberikan sarapan untuk Arga. Dan dia melihat Cherry tidur. "K-kau sudah bangun ya ..." "Menurutmu?" sahut Arga tanpa menoleh ke arah Cherry dan menikmati sarapannya. Cherry cengengesan sambil menggaruk kepalanya. "Maaf Cherry telat bangun." Arga tidak menjawab. Tapi Cherry merasa aneh, kenapa tiba-tiba ada selimut yang menyampir di tubuhnya. "I-ini selimutmu?" tanya Cherry pada Arga. "Menurutmu?" Arga balik bertanya dan masih sama, tanpa melihat ke arah Cherry, dia sedang menikmati sup. "Jadi semalam kau tidak pakai selimut?" "Menurutmu?" Che
Federic dan Domeng pulang dari Rumah Sakit meninggalkan Arga dan Cherry. Cherry duduk di sofa dan asik sendiri menonton film di ponselnya. Sementara Arga diam bak patung menatap langit-langit kamar, tidak ada obrolan dan tidak diajak mengobrol oleh Cherry. Bahkan ia berpikir Cherry menganggapnya patung tidak bernyawa. Bahkan ditanya Arga butuh sesuatu saja tidak, ditanya Arga mau makan sesuatu juga tidak, hal itu membuat Arga mendengus kasar apalagi mendengar suara cekikikan Cherry. "Berisik sekali, kau ini sedang menjaga orang sakit!" hardik Arga membuat tawa Cherry berhenti. "Ya kan Arga diam dari tadi, masa Cherry juga harus ikutan diam sih!" Cherry mengerucutkan bibirnya. "Kau saja tidak bertanya apapun, bagaimana aku bicara!" Cherry terdiam, benar juga. Alhasil dia mengantungi ponselnya lalu berjalan mendekati ranjang Arga. "Kalau begitu, Cherry mau tanya sesuatu." Arga berdehem dengan maksud membolehkan Cher