Share

bab 7 : Menangkap salah satu musuh

Arga dan Cherry kembali ke mansion. Cherry memberikan pisang kepada pelayan lalu menyusul Arga ke kamar.

"Arga!" teriak Cherry.

Arga membuka kemejanya membuat Cherry yang baru masuk sontak membalikkan badan dengan menutup wajahnya.

"Apa? Aku lelah, jangan ganggu," seru Arga berjalan ke ranjang dan merebahkan diri di sana.

"Apa kau tidak mau mandi dulu."

"Kau mengajakku mandi?" Arga tersenyum seraya menatap punggung Cherry yang masih membelakanginya.

"Aku menyuruh."

"Mau bilang apa tadi?" tanya Arga.

"Aku mau kamar."

"Kamar mana? Kau mau berbeda kamar denganku dan membuat grandpa marah."

"Tapi seharusnya grandpa memaklumi, kita tidak saling menyukai jadi butuh waktu untuk sekamar."

"Bod*h, tidak semudah itu memaklumi. Sudahlah, aku mau tidur." Arga pun bergerak memeluk guling dan membelakangi Cherry. Cherry hanya bisa menghembuskan nafas dan memilih keluar dari kamar.

Arga yang memejamkam mata kembali membuka matanya setelah mendengar Cherry keluar dari kamar. Dia menarik tubuhnya bangun dan duduk menyenderkan punggungnya di sandaran ranjang dengan tubuhnya yang polos tanpa baju.

Arga membuka ponsel dan menekan galeri di ponselnya. Dia memperhatikan foto dirinya saat berumur lima belas tahun bersama adiknya, Haikal.

Entah dimana keberadaan Haikal sekarang, entah bagaimana kabarnya dan entah masih hidup atau sudah tiada. Arga merindukan Haikal tapi bertahun-tahun dia mencari Haikal tidak ada hasil sama sekali.

#flashback

"Kak, aku pergi memancing dulu," kata Haikal yang berumur sepuluh tahun. Memegang pancingan dan juga ember di tangannya.

"Aku saja yang memancing." Arga merebut pancingan dan ember di tangan Haikal. "Kau cari kayu untuk memasak nanti."

Haikal mengangguk. "Iya kak." Dengan semangat Haikal pun mengumpulkan kayu atau ranting-ranting kecil.

Saat Arga kembali dari danau membawa beberapa ikan di ember, Haikal sudah tidak ada di rumahnya, hanya tersisa kayu dan ranting-ranting pohon berserakan di halaman rumah.

Dia sudah mencari Haikal tapi adiknya benar-benar hilang sampai saat ini. Dan dalam kebingungan itu dia dijemput oleh Kakeknya, Federic Leonelle.

Bahkan Federic juga hendak mengajak Haikal ke mansion nya tapi Arga dan Federic sama sekali tidak menemukan Haikal.

Hidup berdua bersama Haikal setelah Ibu kandung mereka pergi meninggalkan mereka membuat adik dan kakak itu sangat dekat. Tapi kedekatan itu hilang dan menyisakan kenangan Haikal saja.

****

Cherry hanya menghabiskan waktu menonton drama korea di ponselnya. Gadis itu menikmati waktunya dengan tiduran di sofa sambil sesekali cekikikan ketika ada yang lucu dari film yang dia tonton.

Hingga dia menarik tubuhnya untuk duduk ketika melihat Federic baru saja masuk ke mansion.

"Grandpa ..." Cherry berdiri dengan tersenyum yang dibalas senyuman hangat dari Federic.

"Dimana Arga?" tanya Federic duduk di sofa dan Cherry pun ikut duduk di sampingnya.

"Lagi istirahat di kamar grandpa."

"Ah pasti dia kelelahan karena baru pulang dari pasar. Iya kan?"

"Loh, kok grandpa tau?"

Federic tertawa. "Tau dong, banyak mata-mata."

"Hehe." Cherry menggaruk kepalanya. Banyak mata-mata, itu artinya jika Cherry keluar dia harus hati-hati dengan mata-mata kakeknya. Untung saja dia tidak membahas ingin kamar baru saat di pasar tadi.

"Oh iya, apa saja yang kalian beli tadi?"

"Ah kami beli banyak buah-buahan grandpa. Tapi sayangnya sudah dibagikan di komplek rumah Cherry, tadi kesini Cherry cuman bawa pisang aja, soalnya itu yang Arga suka."

"Baguslah, kau benar-benar perhatian Cherry. Dia memang sangat suka pisang."

"Hehe iya grandpa."

"Tapi, dia tidak suka buah Cherry ya grandpa."

"Dia mengatakannya kepadamu?"

Cherry mengangguk.

"Ya, dia tidak suka. Tapi tenang saja, kau kan bukan buah Cherry, kau istrinya," sahut grandpa kemudian keduanya tertawa.

Mereka melanjutkan waktu dengan mengobrol. Federic membahas masa mudanya kepada Cherry, membahas pertemanannya bersama Matteo, membahas Matteo yang saat sekolah penakut dan harus Federic yang melawan jika ada yang merundungnya di sekolah.

Bahkan Cherry mendengarkan cerita Federic sambil memijat bahu kakek tua itu.

Di tengah-tengah obrolan mereka, keduanya menoleh ketika mendengar langkah kaki menuruni anak tangga. Arga terlihat menuruni anak tangga dengan tergesa-gesa bahkan dia masih mengancingi kemejanya.

"HEI, MAU KEMANA KAU ARGA!" teriak Federic tapi diacuhkan oleh Arga dan dia berjalan keluar begitu saja.

Cherry menatap kepergian Arga dengan mengernyit heran, dari wajah pria itu seakan tengah ada sesuatu besar yang terjadi.

Federic berdecak mendengar suara deru mobil keluar dari halaman mansion.

"Biarkan saja grandpa, mungkin urusan pekerjaan."

"Grandpa ada di kantor juga, tidak ada masalah apapun soal pekerjaan. Pria seperti dia tidak bisa terbuka kepada grandpa."

***

Mobil Arga masuk ke kawasan gudang lama yang sudah tidak terpakai, di sana sudah ada Domeng dan dua anak buah Arga yang lain beserta satu orang pria yang duduk di kursi dengan tangan terikat ke belakang.

Arga segera keluar dari mobil, berjalan menghampiri mereka semua.

"Dia salah satu komplotan dari orang-orang yang sering menganggu kita," ucap Domeng. "Dan dia belum berbicara apapun."

"Siapa yang menyuruhmu?" tanya Arga.

Pria itu tidak menjawab selain melayangkan tatapan permusuhan yang tidak bersahabat.

Arga mendengus kasar, dia merogoh pistol di saku celananya dan menodongkannya ke kening pria tersebut. "Jawab siapa yang menyuruhmu!" bentak Arga.

"Aku sudah mencobanya seperti yang kau lakukan. Dia tetap tidak mau buka suara."

"Sedikit asupan peluru seharusnya membuat dia bersuara."

DOR.

"Aakkhh!" Pria itu memekik kesakitan ketika betisnya ditembak.

Arga mencengkram wajah pria itu. "Katakan siapa yang menyuruhmu dan kenapa kau dan kawanmu terus mengangguku!"

"Aku tidak berhak berbicara atas perintahmu!"

BUGH

Arga memukul wajahnya dengan keras dan kembali mencengkram wajahnya. "Lalu siapa? Siapa yang berhak membuatmu berbicara hah? SIAPA?!"

"Musuh karena bisnis?" Arga mencoba menebak mungkin saja pria itu kiriman dari seseorang yang iri masalah bisnis Arga yang berkembang pesat.

Pria itu tidak menjawab membuat Arga benar-benar frustasi. "Kau mau mati, hm? Kau tidak punya keluarga? Atau haruskah aku mencari keluargamu, membunuh mereka agar kau jujur!"

"Aku hidup sebatang kara. Tidak ada gunanya!"

Arga benar-benar dibuat frustasi sampai jari-jemarinya menelusup ke rambutnya dan menekan kepalanya yang terasa pusing.

"Bagaimana, Bos?" tanya Domeng.

"Sekap dia sampai mau berbicara!" Arga pun kembali masuk ke mobilnya dan Domeng menyuruh dua anak buah Arga untuk menahan pria itu lalu Domeng masuk ke mobil Arga.

Arga terlihat sangat kesal karena tidak ada hasil sama sekali dari pria itu yang enggan membuka suara.

Domeng juga terlihat frustasi, tapi mau bagaimana lagi, mungkin belum saatnya semuanya terbongkar. Bahkan Arga menyuruh Domeng untuk menghubungi anak buahnya yang menyekap pria tadi agar sering menyiksa pria tersebut untuk membuatnya mau berbicara.

Bersambung

Follow i*******m : @La.bellarose17

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status