Tak lama kemudian dia kembali dengan segelas air di tangannya. Dia pun memberikannya kepada Arga.
"Aku masih penasaran kenapa kau tiba-tiba menerima perjodohan ini. Padahal aku sudah bermakeup sangat tebal agar kau ilfeel kepadaku!" "Aku hanya menuruti keinginan grandpa." Arga pun meminum air tersebut. "Aku yakin bukan itu alasannya!" Cherry pergi setelah menghentakkan kakinya kesal. Arga terdiam sendirian kini, dia tengah mengingat kejadian beberapa hari yang lalu dimana dia seharusnya mengintogerasi salah satu musuhnya yang masih selamat tapi saat pria itu berada di tahanan dia malah gantung diri tanpa sepengetahuan anak buah Arga. Padahal Arga penasaran, siapa sebenarnya yang suka sekali menganggu dirinya dan Domeng. Bukan sekali dua kali mereka berada dalam situasi yang bahaya tapi untungnya mereka pintar dan tidak lemah. Arga tak sadar mencengkram kuat gelas yang dia pegang hingga tangannya kembali melunak dengan kedatangan Matteo. "Arga, Cherry dimana? Kenapa sendiri?" Arga menoleh. "Kakek." Dia berdiri setelah menyimpan gelasnya di meja. "Kakek darimana?" "Ini baru beli jamu. Dimana Cherry?" "Ah tadi masuk ke dalam." Matteo mendengus kasar. "Anak itu, suami malah ditinggal sendirian." "Aku sedang mencuci buah tadi, Kek." Cherry berjalan melewati kakeknya dengan piring berisi buah Cherry di tangannya. Dia pun menaruhnya di meja. "Makan," titah Cherry dengan nada ketus dan mata yang tidak ramah menatap Arga. "Cherry, yang lembut dong." Cherry berdecak dan Arga menahan senyumnya. "Ulangi," titah Arga menggoda Cherry. Cherry mendengus kasar. "Silahkan dimakan paduka raja," ucap Cherry dengan nada sangat lembut. Matteo menahan tawanya begitupula dengan Arga yang tersenyum. "Terimakasih pelayanku. Tapi aku tidak suka buah Cherry." Cherry mengerutkan dahinya dan nada bicaranya kembali berubah menjadi kesal. "Jadi kau mau apa? Di kulkasku lebih banyak Cherry dari pada buah yang lain." "Ah banyak dirimu di kulkas," sahut Arga menarik ujung bibirnya tersenyum. "Berhentilah tersenyum, aku tidak akan tersanjung dengan senyumanmu!" "Cherry!" Matteo kembali memperingati Cherry agar bersikap baik kepada suaminya. "Kek, buah Cherry kesukaanku, kalau dia tidak suka jangan banyak minta seharusnya." "Aku bahkan belum berkata aku mau apa," sahut Arga. "Lebih baik tidak usah mau apa-apa!" "Tapi sekarang aku mau pisang." "Aku dan kakek tidak suka pisang. Jadi tidak ada pisang di sini!" "Belilah ke pasar." Cherry berdecak menatap Kakeknya. "Kek!" Dia kesal jika Matteo membela Arga. *** Mereka berdua berada di dalam mobil hendak membeli pisang yang Arga inginkan. "Supermarket atau mall saja jangan pasar." "Jauh, pasar saja yang dekat," sahut Cherry. "Buah-buahan di pasar itu tidak sehat." "Kata siapa hm?" Cherry menyilangkan kedua tangannya di dada. "Aku makan buah cherry yang ada di pasar selama dua puluh tahun lebih. Dan aku masih hidup sampai sekarang." "Cih, bisa saja luarnya terlihat sehat tapi banyak parasit di dalam tubuhmu." "Ck. Kau satu-satunya parasit yang ada di dekatku!" "Parasit tampan," seru Arga dengan tersenyum dan mengedipkan sebelah matanya kepada Cherry. Cherry bergidik jijik. Sesampainya di pasar, keduanya membuka seatbealtnya. "Kau saja yang keluar, aku tunggu di mobil." "Kau yang mau pisang." "Ya kau lah yang beli. Istri harus melayani suami." "Tidak keluar, tidak beli pisang!" final Cherry. Arga berdecak. "Turun." "Tidak mau." "Aku bilang turun." "Tidak mau! Tidak akan! Beli sendiri!" Arga mendengus kasar, akhirnya dia pun keluar dari mobil membuat Cherry tersenyum. Pria itu mengitari mobil dan membuka pintu tempat Cherry duduk lalu menarik gadis itu. "Keluar." "Ish! Sabarlah." Cherry menghempaskan tangannya yang ditarik Arga. "Sudah, pergi sana!" Arga mendorong tubuh Cherry sementara dirinya bersandar di pintu mobil. "Ayo ikut." Cherry hendak menarik tangan Arga tapi Arga menepisnya. "Pergi sendiri!" "Kau mau ribut denganku sampai sore atau mau masuk ke dalam dan kita beli pisang lalu pulang. Pilih yang mana?" Arga menghela nafas kasar, susah sekali menurunkan ego gadis ini, alhasil dia dan Cherry masuk ke pasar membuat senyum di wajah Cherry mengembang seketika. Pria itu terus mengibas-ngibaskan tangannya saat bau yang tidak sedap menusuk indra penciumannya ditambah lagi lalat yang menganggu wajah tampannya itu. Lalat itu kebanyakan berasal dari penjual daging. Beberapa pedagang perempuan yang tak lain ibu-ibu sesekali menggoda Arga. Bagaimana tidak, dia masuk ke pasar dengan stelan jas rapih. "Cepatlah," seru Arga. "Sebentar, kita ke penjual langgananku." Arga berdecak dan Cherry diam-diam menahan tawanya. Dia sengaja mengerjai Arga dengan berkeliling di dalam pasar, biarkan saja hidungnya mati rasa sekalian mencium aroma yang tidak sedap di pasar ini. Hingga mereka sampai di salah satu penjual buah-buahan. Cherry pun memilih pisang yang hendak dia beli sementara Arga hanya berdiri di sampingnya dengan wajah malas. Cekrek. Dari kejauhan seseorang memotret mereka berdua dan mengirimkan foto tersebut. Federic mengembangkan senyum di wajahnya saat melihat foto yang dikirimkan salah satu anak buahnya. Foto dimana cucunya masuk ke pasar dan wajahnya terlihat tertekan. Sungguh, hal itu menjadi hiburan untuk Federic di sela-sela meetingnya. Diam-diam Domeng yang berdiri di belakang kursi Federic mengintip dan matanya langsung membulat sempurna. Bosnya ada di pasar? Astaga. "Cepatlah!" hardik Arga. "Sabar," sahut Cherry yang tengah melakukan transaksi tawar menawar bersama penjual buah tersebut. "Bahkan aku bisa membeli semua buah-buahan ini. Untuk apa kau menawar, memalukan sekali! jasku sudah terlihat sangat mahal! masa beli buah buahan saja harus ditawar!" bisik Arga. "Banyak bicara sekali!" sahut Cherry. "Sudahlah beli saja semua!" "Bu, saya beli semua buah-buahan ini, antar pakai mobil pick up ke komplek kencana Indah rumah nomor 124." "Loh, beneran Tuan?" "ARGA!!" teriak Cherry karena setelah membeli semua buah-buahan tersebut Arga langsung pergi meninggalkan Cherry. Arga membersihkan sepatunya yang terkena lumpur. Dia menggerutu saat membersihkan sepatunya yang mahal dan harus kotor karena masuk pasar. Bukan hanya kotor, tapi bau. Cherry pun datang dengan nafas terengah-engah sebab berlari karena takut Arga nyasar di pasar tapi ternyata pria itu tahu jalan keluar dari pasar. "Lihat sepatuku!" Arga menunjukan sepatunya yang kotor. Cherry mengusap keringat di wajahnya. "Tinggal di cuci apa susahnya!" "Tidak bisa dicuci sembarangan kau tau?" "Ya aku tau, bawalah sepatu mahalmu itu ke tempat pencucian sepatu!" Arga berdecak. "Seharusnya ke supermarket." Pria itu pun masuk ke mobilnya, Cherry memercak pinggang seraya menggelengkan kepala. **** Matteo tidak bisa berkata apa-apa lagi, dia benar-benar tak habis pikir dengan belanjaan Cherry dan Arga. Buah-buahan baru saja diturunkan dari mobil pick up, kini meja dan lantai rumahnya dipenuhi berbagai macam buah-buahan. Dan lagi, di rumah hanya ada satu kulkas, dimana dia harus menyimpan semua buahnya? Dia berbalik menatap Arga yang tengah minum dan Cherry yang tengah makan apel. "Cherry ---" "Bagikan saja ke tetangga, Kek." Cherry seakan tahu apa yang ada di pikiran Kakeknya. Matteo pun beralih menatap Arga dan Arga menganggukan kepala tanda setuju dengan saran dari Cherry. Matteo pun hanya bisa menghela nafas sekarang. #Bersambung Follow i*******m : @La.bellarose17Arga dan Cherry kembali ke mansion. Cherry memberikan pisang kepada pelayan lalu menyusul Arga ke kamar."Arga!" teriak Cherry.Arga membuka kemejanya membuat Cherry yang baru masuk sontak membalikkan badan dengan menutup wajahnya."Apa? Aku lelah, jangan ganggu," seru Arga berjalan ke ranjang dan merebahkan diri di sana."Apa kau tidak mau mandi dulu.""Kau mengajakku mandi?" Arga tersenyum seraya menatap punggung Cherry yang masih membelakanginya."Aku menyuruh.""Mau bilang apa tadi?" tanya Arga."Aku mau kamar.""Kamar mana? Kau mau berbeda kamar denganku dan membuat grandpa marah.""Tapi seharusnya grandpa memaklumi, kita tidak saling menyukai jadi butuh waktu untuk sekamar.""Bod*h, tidak semudah itu memaklumi. Sudahlah, aku mau tidur." Arga pun bergerak memeluk guling dan membelakangi Cherry. Cherry hanya bisa menghembuskan nafas dan memilih keluar dari kamar.Arga yang memejamkam mata kembali membuka matanya setelah mendengar Cherry keluar dari kamar. Dia menarik tubuhnya bang
Arga tengah membaca buku di ranjang sementara Cherry hanya duduk di sofa sambil memainkan ponselnya."Ambilkan aku minum," seru Arga membuat Cherry menoleh kemudian matanya mendapati segelas air yang ada di meja samping ranjang."Itu air di meja," sahut Cherry.Arga menoleh dengan tidak ramah kepada Cherry. "Aku bilang ambilkan.""Ya tinggal ambil. Tanganmu pendek sampai tidak bisa mengambil gelas di meja?""Aku menyuruhmu."Cherry melebarkan matanya. Arga sengaja mempermainkan dirinya?"Apa gunanya kau menjadi istri, dari tadi hanya duduk saja!""Kau juga dari tadi duduk sambil baca buku.""Bisa tidak jangan suka membantah dan membalas ucapanku?"Cherry mendengus kasar dan dia pun beranjak dari duduknya, mengambil segelas air tersebut dan memberikannya kepada Arga. Arga meminumnya sampai habis kemudian memberikan gelas kosong itu kepada Cherry.Dia juga memberikan buku yang dia baca kepada gadis itu lalu memilih untuk tidur. Jangan tanya seberapa kesal Cherry sekarang.Pukul sebelas
"Benarkan, radang." Arga berjalan santai menghampiri mereka."Cherry sakit, kau tidak usah pergi ke kantor. Jaga istrimu.""Tapi grandpa ---""Tidak ada tapi-tapi!"Arga berdecak seraya memalingkan wajahnya."Cherry, grandpa harus ke kantor. Jangan khawatir, Arga akan menjagamu dengan baik.""Sebenarnya Cherry tidak apa-apa, Grandpa. Kalau Arga mau ke kantor tidak apa-apa.""Tidak. Kau sakit karena ulahnya, jadi dia harus menjagamu. Jangan lupa sarapan lalu minum obatnya ya."Cherry mengangguk. "Iya grandpa.""Jaga istrimu dengan baik!" Federic memperingati Arga dengan serius sebelum akhirnya dia keluar dari kamar."Mana yang bilang tidak akan menyusahkanku," seru Arga seraya tangan berlipat dada.Cherry berdecak seraya memutar bola matanya malas."Kalau melakukan sesuatu itu dipikir dulu!""Banyak bicara sekali. Kalau merasa keberatan pergilah ke kantor. Aku bisa men
Mereka hendak turun untuk sarapan, Cherry menunggu Arga yang tengah memasangkan dasi."Jangan bilang grandpa aku keluar semalam.""Kenapa?"Arga menoleh. "Aku bilang jangan ya jangan. Menurut saja tanpa bertanya alasannya, bisa?"Cherry memajukan bibirnya dengan wajah cemberut. "Terserah kau saja!""Ayo."Cherry pun keluar kamar mengikuti Arga dan seperti biasa Federic sudah lebih dulu ada di meja makan."Pagi.""Pagi," sahut Arga."Pagi, grandpa," sahut Cherry."Ayo kita sarapan dulu." Dengan perhatiannya Federic membuka piring untuk Arga dan Cherry.Tapi Federic heran saat mereka makan masing-masing. Kenapa Cherry tidak melayani Arga dan malah asik mengambil makanan untuk dirinya sendiri, begitupula dengan Arga.Tapi Arga langsung peka dengan tatapan kakeknya. Di bawah meja dia menyikut kaki Cherry dengan kakinya membuat Cherry menoleh."Apa sih?""Sayang,
"Lihat, beginilah jadinya kalau kau bersikap seenaknya. Aku lagi yang disalahkan!" "Ya maaf." Cherry berkata dengan wajah cemberutnya. "Masuk!" Gadis itu pun berjalan mengikuti suaminya dan mereka kembali ke kamar untuk istirahat. Saat tengah malam, Arga terbangun sebab mendengar suara cekikikan yang tidak lain suara Cherry. Dia mencoba mengintip dengan menoleh diam-diam ke arah sofa dan ternyata Cherry tengah tertawa seraya memandangi ponselnya, tawanya terdengar sangat bahagia membuat Arga penasaran apa yang dilakukan gadis itu. Arga pun turun dari ranjang berjalan menuju kamar mandi, saat melewati sofa dia mencoba menoleh ke ponsel Cherry dengan menyipitkan matanya, tapi Cherry yang sadar langsung menyembunyikan ponselnya dengan menempelkannya ke dada dan dia mendelik ke arah Arga, Arga langsung buang muka dan kembali berjalan. Saat hendak membuka pintu kamar mandi, Arga melakukan hal yang s
Cherry tengah menonton acara masak di tv dengan bintang tamu di acara itu Chef Rafka. Dia menonton dengan sangat antusias apalagi saat melihat adegan Chef Rafka memasak untuk mengajari peserta yang lain. Dari cara pria itu memasak begitu sempurna dan tenang tapi masakannya terlihat begitu menarik dan enak. Ingin sekali Cherry makan masakan Chef Rafka secara langsung. Baru saja dia merasa senang tiba-tiba tv nya mati. Dia menoleh ke belakang dengan kesal sebab tahu pasti Arga yang melakukannya. "Apa maksudmu? Nyalakan lagi tv-nya!" "Acara tidak penting, menganggu saja. Lebih baik tidur, jam berapa ini." "Tidak mau, aku mau nonton acara memasak itu." "Acara memasak tengah malam!" "Itu kan siaran ulang," sahut Cherry. "Kalau siaran ulang berarti kau sudah menontonnya. Untuk apa kau menonton lagi!" Ingin sekali Cherry mengatakan dia menonton lagi karena
"Domeng, kau dimana?" "Di jalan, Tuan. Tuan Arga menelponku ban mobilnya kempes, jadi aku pergi bersama montir." "Lalu Arga?" "Mungkin naik taxi ke kantor, Tuan." "Dia belum sampai kantor, Domeng!" "Mungkin macet," sahut Domeng. "Jalanan menuju kantor tidak pernah macet. Dimana mobil Arga mogok?" Domeng tidak mungkin mengatakan alamat yang dikirimkan Arga sebab jalan itu jauh dari kantor. Tapi Domeng merasa ada yang tidak beres, dia pun mematikan panggilan telponnya sepihak membuat Federic murka. "Domeng. Hallo, DOMENG!" Federic menggeram kesal, berani sekali Domeng mematikan panggilan telponnya. Domeng segera melacak ponsel Arga hingga dia berhasil menemukannya. Dia terbelalak, mengapa ponsel Arga berada di jalan yang bukan tujuan menuju kantor. Akhirnya pria itu pun putar balik mobilnya. "Kenapa putar balik, Tuan?" tanya montir yang duduk di samping Domeng. "Hub
Federic, Cherry dan Domeng melangkahkan kaki ke dalam ruangan dimana seorang pria terbaring tak berdaya dengan beberapa luka bekas jahitan di tubuhnya serta perban di kepalanya. Federic menghembuskan nafas membuat Cherry memegang lengan pria tua itu untuk menguatkan.Ini kali pertama Federic melihat Arga terluka parah sampai terbaring di Rumah Sakit. Arga termasuk cucunya yang jarang sekali sakit, padahal kerap kali dia kekurangan tidur dan harus lembur menguruh bisnisnya. Tapi sekarang, cucunya sampai masuk jurang membuatnya terluka parah. "Bos ..." lirih Domeng pelan. Dan ini kali pertama musuhnya berhasil mencelakai Arga. Biasanya Arga tidak mudah terluka dan lebih sering Domeng lah yang menjadi korban."Apa yang sebenarnya terjadi Arga? Kenapa kau tidak cerita kepada grandpa," gumam Federic seraya menatap tubuh cucunya. "Dari awal aku membawamu bersamaku, kau tidak pernah mau terbuka ..." Cherry menole