"Benarkan, radang." Arga berjalan santai menghampiri mereka.
"Cherry sakit, kau tidak usah pergi ke kantor. Jaga istrimu.""Tapi grandpa ---""Tidak ada tapi-tapi!"Arga berdecak seraya memalingkan wajahnya."Cherry, grandpa harus ke kantor. Jangan khawatir, Arga akan menjagamu dengan baik.""Sebenarnya Cherry tidak apa-apa, Grandpa. Kalau Arga mau ke kantor tidak apa-apa.""Tidak. Kau sakit karena ulahnya, jadi dia harus menjagamu. Jangan lupa sarapan lalu minum obatnya ya."Cherry mengangguk. "Iya grandpa.""Jaga istrimu dengan baik!" Federic memperingati Arga dengan serius sebelum akhirnya dia keluar dari kamar."Mana yang bilang tidak akan menyusahkanku," seru Arga seraya tangan berlipat dada.Cherry berdecak seraya memutar bola matanya malas."Kalau melakukan sesuatu itu dipikir dulu!""Banyak bicara sekali. Kalau merasa keberatan pergilah ke kantor. Aku bisa menMereka hendak turun untuk sarapan, Cherry menunggu Arga yang tengah memasangkan dasi."Jangan bilang grandpa aku keluar semalam.""Kenapa?"Arga menoleh. "Aku bilang jangan ya jangan. Menurut saja tanpa bertanya alasannya, bisa?"Cherry memajukan bibirnya dengan wajah cemberut. "Terserah kau saja!""Ayo."Cherry pun keluar kamar mengikuti Arga dan seperti biasa Federic sudah lebih dulu ada di meja makan."Pagi.""Pagi," sahut Arga."Pagi, grandpa," sahut Cherry."Ayo kita sarapan dulu." Dengan perhatiannya Federic membuka piring untuk Arga dan Cherry.Tapi Federic heran saat mereka makan masing-masing. Kenapa Cherry tidak melayani Arga dan malah asik mengambil makanan untuk dirinya sendiri, begitupula dengan Arga.Tapi Arga langsung peka dengan tatapan kakeknya. Di bawah meja dia menyikut kaki Cherry dengan kakinya membuat Cherry menoleh."Apa sih?""Sayang,
"Lihat, beginilah jadinya kalau kau bersikap seenaknya. Aku lagi yang disalahkan!" "Ya maaf." Cherry berkata dengan wajah cemberutnya. "Masuk!" Gadis itu pun berjalan mengikuti suaminya dan mereka kembali ke kamar untuk istirahat. Saat tengah malam, Arga terbangun sebab mendengar suara cekikikan yang tidak lain suara Cherry. Dia mencoba mengintip dengan menoleh diam-diam ke arah sofa dan ternyata Cherry tengah tertawa seraya memandangi ponselnya, tawanya terdengar sangat bahagia membuat Arga penasaran apa yang dilakukan gadis itu. Arga pun turun dari ranjang berjalan menuju kamar mandi, saat melewati sofa dia mencoba menoleh ke ponsel Cherry dengan menyipitkan matanya, tapi Cherry yang sadar langsung menyembunyikan ponselnya dengan menempelkannya ke dada dan dia mendelik ke arah Arga, Arga langsung buang muka dan kembali berjalan. Saat hendak membuka pintu kamar mandi, Arga melakukan hal yang s
Cherry tengah menonton acara masak di tv dengan bintang tamu di acara itu Chef Rafka. Dia menonton dengan sangat antusias apalagi saat melihat adegan Chef Rafka memasak untuk mengajari peserta yang lain. Dari cara pria itu memasak begitu sempurna dan tenang tapi masakannya terlihat begitu menarik dan enak. Ingin sekali Cherry makan masakan Chef Rafka secara langsung. Baru saja dia merasa senang tiba-tiba tv nya mati. Dia menoleh ke belakang dengan kesal sebab tahu pasti Arga yang melakukannya. "Apa maksudmu? Nyalakan lagi tv-nya!" "Acara tidak penting, menganggu saja. Lebih baik tidur, jam berapa ini." "Tidak mau, aku mau nonton acara memasak itu." "Acara memasak tengah malam!" "Itu kan siaran ulang," sahut Cherry. "Kalau siaran ulang berarti kau sudah menontonnya. Untuk apa kau menonton lagi!" Ingin sekali Cherry mengatakan dia menonton lagi karena
"Domeng, kau dimana?" "Di jalan, Tuan. Tuan Arga menelponku ban mobilnya kempes, jadi aku pergi bersama montir." "Lalu Arga?" "Mungkin naik taxi ke kantor, Tuan." "Dia belum sampai kantor, Domeng!" "Mungkin macet," sahut Domeng. "Jalanan menuju kantor tidak pernah macet. Dimana mobil Arga mogok?" Domeng tidak mungkin mengatakan alamat yang dikirimkan Arga sebab jalan itu jauh dari kantor. Tapi Domeng merasa ada yang tidak beres, dia pun mematikan panggilan telponnya sepihak membuat Federic murka. "Domeng. Hallo, DOMENG!" Federic menggeram kesal, berani sekali Domeng mematikan panggilan telponnya. Domeng segera melacak ponsel Arga hingga dia berhasil menemukannya. Dia terbelalak, mengapa ponsel Arga berada di jalan yang bukan tujuan menuju kantor. Akhirnya pria itu pun putar balik mobilnya. "Kenapa putar balik, Tuan?" tanya montir yang duduk di samping Domeng. "Hub
Federic, Cherry dan Domeng melangkahkan kaki ke dalam ruangan dimana seorang pria terbaring tak berdaya dengan beberapa luka bekas jahitan di tubuhnya serta perban di kepalanya. Federic menghembuskan nafas membuat Cherry memegang lengan pria tua itu untuk menguatkan.Ini kali pertama Federic melihat Arga terluka parah sampai terbaring di Rumah Sakit. Arga termasuk cucunya yang jarang sekali sakit, padahal kerap kali dia kekurangan tidur dan harus lembur menguruh bisnisnya. Tapi sekarang, cucunya sampai masuk jurang membuatnya terluka parah. "Bos ..." lirih Domeng pelan. Dan ini kali pertama musuhnya berhasil mencelakai Arga. Biasanya Arga tidak mudah terluka dan lebih sering Domeng lah yang menjadi korban."Apa yang sebenarnya terjadi Arga? Kenapa kau tidak cerita kepada grandpa," gumam Federic seraya menatap tubuh cucunya. "Dari awal aku membawamu bersamaku, kau tidak pernah mau terbuka ..." Cherry menole
Federic dan Domeng pulang dari Rumah Sakit meninggalkan Arga dan Cherry. Cherry duduk di sofa dan asik sendiri menonton film di ponselnya. Sementara Arga diam bak patung menatap langit-langit kamar, tidak ada obrolan dan tidak diajak mengobrol oleh Cherry. Bahkan ia berpikir Cherry menganggapnya patung tidak bernyawa. Bahkan ditanya Arga butuh sesuatu saja tidak, ditanya Arga mau makan sesuatu juga tidak, hal itu membuat Arga mendengus kasar apalagi mendengar suara cekikikan Cherry. "Berisik sekali, kau ini sedang menjaga orang sakit!" hardik Arga membuat tawa Cherry berhenti. "Ya kan Arga diam dari tadi, masa Cherry juga harus ikutan diam sih!" Cherry mengerucutkan bibirnya. "Kau saja tidak bertanya apapun, bagaimana aku bicara!" Cherry terdiam, benar juga. Alhasil dia mengantungi ponselnya lalu berjalan mendekati ranjang Arga. "Kalau begitu, Cherry mau tanya sesuatu." Arga berdehem dengan maksud membolehkan Cher
Pagi harinya, Cherry meregangkangkan otot-ototnya dan perlahan membuka mata. Hal pertama yang dia lihat adalah Arga yang sudah bangun sambil sarapan. Merasa malu karena Arga bangun lebih dulu, Cherry segera menarik tubuhnya untuk duduk. Kalau Arga sudah sarapan berarti tadi ada perawat masuk dan memberikan sarapan untuk Arga. Dan dia melihat Cherry tidur. "K-kau sudah bangun ya ..." "Menurutmu?" sahut Arga tanpa menoleh ke arah Cherry dan menikmati sarapannya. Cherry cengengesan sambil menggaruk kepalanya. "Maaf Cherry telat bangun." Arga tidak menjawab. Tapi Cherry merasa aneh, kenapa tiba-tiba ada selimut yang menyampir di tubuhnya. "I-ini selimutmu?" tanya Cherry pada Arga. "Menurutmu?" Arga balik bertanya dan masih sama, tanpa melihat ke arah Cherry, dia sedang menikmati sup. "Jadi semalam kau tidak pakai selimut?" "Menurutmu?" Che
"Loh bukannya kau tidak suka Cherry, Ar?" "Tapi kan Cherry yang ini manusia," sahut Cherry pelan membuat Domeng mengembungkan pipinya menahan tawa. "Bercanda ..." Mikeyla mengelus lengan Cherry dengan tertawa kecil membuat Arga menarik ujung bibirnya tersenyum. "Oh iya, Cherry dulu kuliah dimana?" tanya Mikeyla. "C-Cherry ---" Cherry menatap Mikeyla kemudian Arga. Bagaimana menjelaskannya kalau Cherry tidak meneruskan pendidikannya sampai kuliah. Mikeyla menaikkan alisnya menunggu jawaban. "Dia tidak kuliah, tapi dia pintar menggambar." Arga yang menjawab. "Oh iya? Menggambar apa?" "Beberapa desain pakaian. Cherry berharap bisa menjadi desainer dan membuat brand sendiri." Cherry tersenyum saat menjelaskannya. Mikeyla menahan tawanya sampai kedua pipinya setengah menggembung. "Cher, yakin?" Wajah Cherry berubah menjadi datar melihat Mikeyla tertawa seakan tengah meledeknya. "