"Kakakmu sudah berangkat ke kantor. Katanya ada hal penting mendadak yang harus dia urus di sana."
Penuturan yang pastinya berisi sebuah dusta belaka yang tadi sempat Anna paparkan saat Feli berpamitan dan menanyakan keberadaan Bastian itu ... terlintas sekilas dalam benak Feli, berdengung dalam rungu, seakan ia masih berdiri saling berhadapan dengan sang kakak ipar.Feli kini sedang duduk di kursi samping kursi kemudi, membiarkan pandangannya tertunduk, menatap kosong jemari tangan yang ia mainkan dalam keadaan agak gemetar di pangkuan."Dia semarah itu, sampai bertemu denganku saja, tidak mau." Feli bergumam lirih dengan suaranya yang pelan dan parau, benar-benar nyaris tidak terdengar. "Berangkat ke kantor, apa musti sepagi itu?" imbuhnya.Gumaman Feli itu sebenarnya cukup untuk bisa Nathen dengar, sampai tak gagal membuat pria seperempat abad yang tengah memokuskan seluruh atensi yang dimiliki pada kemudi itu, memberi lirikan pada sang istri."Pembahasan Paman jadi semakin aneh!" Feli mengalihkan pandangan, tidak mau terus menerus menatap Nathen, ia membiarkan manik matanya dimanjakan oleh pemandangan betapa sibuknya jalanan perkotaan di pagi hari seperti ini.Nathen tersenyum manis saat ia melirik Feli dan mendapati istri cantiknya itu memasang ekspresi masam.Sebenarnya sedari tadi Nathen sengaja memancing Feli untuk tetap angkat suara, sebab dari semalam istri cantiknya itu tidak terlalu banyak bicara, lebih sering diam dalam keadaan murung, lalu menangis.Istilahnya sedang membunuh dua burung dengan satu batu. Membuat Feli berbicara dengannya, juga dalam satu waktu mengambil kesempatan untuk mengutarakan keluhan terkait intimasi dalam hubungannya bersama Feli, yang seakan stuck di tempat, tidak menunjukan begitu banyak kemajuan."Kau mau mampir dulu ke suatu tempat tidak?""Ke mana?" Feli menoleh ke arah Nathen."Kau tadi memutuskan untuk bergegas meninggalkan ked
Suara ketukan pelan mengudara, dihasilkan oleh punggung jemari tangan lentik milik Anna yang beradu dengan permukaan pintu utama dari kediaman Zea - sang ibu mertua.Berdiri gugup, pandangan Anna tampak kosong sekali, menyorot ke permukaan daun pintu yang menjulang di hadapannya itu.Sejatinya, pemikiran dalam benak Anna saat ini tengah berkecamuk dengan begitu hebatnya, sampai ia tidak bisa memokuskan seluruh atensi yang dimiliki, pada apa yang sedang ia kerjakan.Sejak perang dinginnya dan Bastian terjadi dari semalam, sungguh Anna tidak bisa berhenti melamunkan apa yang sudah terjadi.Pemikiran Anna kalut, menelaah apa yang telah dilakukan, terutama keputusannya untuk bungkam pada Bastian, menyembunyikan kebenaran yang sudah ia ketahui dari Feli lebih awal.Semakin lama ditelaah, Anna jadi sadar, bahwasannya perbuatannya itu, memang bisa saja dianggap sebuah keputusan yang salah, terutama setelah ia akhirnya membuat Bastian malah marah
Tertegun, sungguh Nathen sama sekali tidak mengira jika Feli mendadak akan bersikap begitu patuh padanya, alih-alih merengek dan melakukan protes seperti hal biasa yang memang acap kali dilakukan oleh istri cantiknya itu.Hal selanjutnya yang Feli lakukan, berhasil membuat Nathen seketika memaku, diam membeku, sebab istri cantiknya itu mengambil dua langkah cukup besar untuk mendekat padanya, sebelum kemudian benar-benar memberinya pelukan.Sejatinya ... niat awal Nathen tiba-tiba menggiring perjanjian yang telah ia sepakati dengan Feli adalah untuk mengerjai sang istri, sebab barangkali dengan begitu, ia bisa sedikit saja mencairkan suasana.Bagus kalau bisa membuat Feli kembali pada tabiat aslinya yang suka sekali merengek, mengoceh, bahkan melontarkan banyak alasan, maupun protes terhadap permintaan-permintaan aneh yang acap kali ia berikan.Seperti tiba-tiba mengajaknya berciuman, atau sekadar berpelukan, sebab sejauh yang Nathen tahu, Feli ti
"Kau sedang apa?" Pertanyaan sederhana itu mencuat dari mulut Nathen dengan nada suara dingin dan datarnya, manakala Nathen menutup pintu ruang kerjanya begitu masuk ke sana, ternyata mendapati Feli agaknya tengah melihat-lihat sekitar.Feli yang kala itu berdiri di belakang kursi kerja Nathen, sampai terkesiap kaget dan menoleh cepat ke arah dari mana suara suami tampannya itu mengudara.Membuang napas kasar, Feli menenggerkan kedua telapak tangannya di permukaan dada, merasakan debaran jantung yang mengalami percepatan. Pelupuk matanya memejam, beberapa detik.Wanita cantik itu lantas mendengkus seraya menghentakan kakinya kesal dan memberi Nathen tatapan jengkel. "Paman, ih! Suka sekali sih, mengagetkanku?"Nathen terkekeh sini saat berjalan menghampiri Feli. "Jawab pertanyaanku, kau sedang apa di sini?"Feli mencebikan bibir. "Aku mau mengajak Paman makan siang bersama," tuturnya setengah merengek sembari menunjuk paparbag yang sebelu
Alih-alih menunjukan ekspresi senang selepas mendapati Feli melakukan tindakan juga jawaban yang mengarah pada sebuah persetujuan – atau benar-benar mengijinkannya melakukan apa yang sebelumnya ia tanyakan, Nathen malah menatap Feli dengan tatapan penuh selidik."Kau ini sebenarnya kenapa, Felicia?" Nathen bertanya dengan nada suara dinginnya.Sontak Feli yang kala itu mengira jika Nathen akan tanpa ragu mencium dirinya, tepat di detik pertama ia selesai berucap, sukses dibuat keheranan.Padahal Feli sudah mati-matian berusaha untuk mempersiapkan diri, jika saja saat ini Nathen langsung melancarkan serangan, benar-benar melakukan apa yang sudah dikatakan, yaitu melakukan ciuman dengan dirinya.Melihat rupanya Nathen malah bereaksi seperti itu, Feli mengernyitkan kening, hampir membuat kedua alisnya yang bersebrangan jadi saling bertautan.Manik matanya gemetar, mencoba menilik setiap inci dari pahatan sempurna yang terpampang nyata berupa
"Alasan sikap perempuan berubah." Nathen yang kembali duduk di sofa selepas mengusir Feli, bergumam pelan sembari menundukan pandangan.Pribadi tampan itu membiarkan manik matanya terfokuskan pada permukaan layar ponsel yang menyala dalam genggaman, sedang bantalan kedua ibu jari tangannya mengetik di papan keyboard ponselnya tersebut, berselancar di sebuah aplikasi pencarian.Saat kata kunci yang ia masukan pada kolom pencarian di aplikasi tersebut menunjukan beberapa opsi artikel yang berkaitan, Nathen berdesis pelan sambil memiringkan kepalanya sekilas.Lantas, pria berusia seperempat abad itu meng-klik satu artikel paling atas dan membaca setiap inti point dari hal yang saat ini memang sedang ingin ia ketahui.Sejatinya Nathen sedang dilanda kebingungan juga keheranan yang dalam satu waktu mendera relung, terkait perubahan sikap Feli yang cukup segnifikan, bahkan tidak sampai dalam kurun waktu satu hari satu malam.Nathen yang tidak t
"Paman Nathen?" Feli bergumam pelan sembari menghentikan ayunan tungkai dan menundukan pandangan, membiarkan manik matanya menatap layar ponsel yang menyala dalam genggaman, menunjukan kontak milik Nathen melakukan sebuah panggilan video padanya.Feli saat ini sedang berada di lobby dari perusahaan milik Dean. Mengedarkan pandangan, mencoba menelisik keadaan sekitar, Feli mendapati suasana di sana cukup ramai, tidak memungkinkan dirinya untuk langsung menjawab panggilan video dari Nathen."Kenapa tiba-tiba mau melakukan video call, sih?" Feli berkeluh kesal sembari melanjutkan ayunan tungkai dan tak henti-hentinya mengedarkan pandangan, guna mencari spot yang tidak terlalu ramai.Tepat saat manik matanya berhasil menangkap beberapa rendetan kursi dan meja yang tertata di sudut area lobby yang biasa digunakan untuk menunggu, Feli langsung mempercepat ayunan langkah dan menempati salah satunya.Mendudukan diri di kursi yang letaknya bersebelahan den
Sebuah senyum senang memeta di permukaan bingkai birai Anna, saat wanita cantik yang tengah duduk di sofa tunggal yang ada di ruang kerja sang suami itu, membiarkan manik matanya menatap bahagia ke arah Bastian.Bastian yang duduk di sofa panjang yang saling bersebelahan dengan sofa yang Anna duduki, membuang napas kasar, lalu menengadah, menoleh ke arah sang istri.Permukaan kening Bastian mengernyit, membersamai matanya yang agak memicing, menatap Anna, nanar. "Kenapa kau menatapku sambil tersenyum seperti itu?"Terkekeh kecil, Anna menundukan pandangannya sekilas, lalu menggeleng. "Tidak ada alasan khusus. Aku hanya senang saja, melihatmu mau menghabiskan makanan yang aku bawakan untukmu.""Tidak ada yang spesial dengan itu." Bastian meluruskan pandangan, menilik permukaan meja di hadapan yang di atasnya terdapat beberapa wadah kotor bekas makan siang yang telah ia habiskan isinya. "Memang biasanya aku selalu menghabiskan makanan yang sering ka