"Kalian menungguku?" Helen bertanya dengan santainya sembari menatap Feli, Andrea dan Felin yang berdiri di dekat mobil milik Andrea.
Helen menjadi orang terakhir yang ke luar dari kediaman Andrea, karena tadi ponselnya sempat tertinggal di kamar tidur sahabat cantiknya itu."Kenapa tidak bilang, kalau kau ingin ditinggalkan?" sarkas Feli sembari menyedekapkan lengan di dada.Mata Feli mendelik, menatap Helen setengah dongkol.Helen terkrkeh. "Lucu sekali."Feli membuang napas kasar. "Kalau begitu, aku dan Andrea akan pergi sekarang. Tolong kau antarkan Velyn pulang, ya?""Hemmm. Aku pasti melakukannya. Tidak perlu mengingatkanku secara berulang seperti itu," cicit Helen."Karena kau seringnya tidak mengantarkan Velyn langsung pulang. Kalau mau tersesat di dunia malam, tersesat sendiri saja. Jangan menyeret orang lain untuk tersesat bersama." Feli bertutur sembari menatap Helen dengan tatapan yang terkesan mencibir.Cukup cepat Nathen mengalihkan atensinya dari Feli, menoleh ke arah Noah. Keningnya mengernyit, sedang matanya memicing, menatap Noah penuh selidik. "Kenapa kau tiba-tiba sekali bertanya seperti itu?"Terkekeh sambil menundukan pandangan sebentar, Noah menyandarkan punggungnya di sandaran kursi. "Apa tidak boleh aku bertanya seperti itu?""Ya, tidak. Karena aku yakin, ada sindiran terselubung dari pertanyaan yang kau ucapkan kitu."Noah tertawa kecil. "Mana ada seperti itu? Aku hanya benar-benar bertanya biasa saja padamu, karena aku merasa cukup penasaran.""Penasaran soal apa?" Alis sebelah kiri Nathen terangkat."Penasaran tentang kira-kira bagaimana reaksi Feli, jika dia tahu, kalau kau memiliki seorang informan handal di pihaknya. Bukankah itu bisa dikatakan sebuah pengkhianatan?"Nathen berdecih. "Kau dan dramamu," cibirnya sambil mendelikan mata, menatap Noah dengan tatapan mencemooh."Buktinya kau bisa tahu keber
"Bisa tidak, berhenti tersenyum seperti orang bodoh?" seloroh Feli sembari menoleh, menatap jengkel ke arah Nathen yang sedang duduk di kursi kemudi.Feli dan Nathen kini sudah berada dalam mobil, dalam perjalanan pulang meninggalkan kafe milik Noah.Tadi Nathen belum sempat merampungkan perkataan, tapi Feli sudah menyela dengan mengakui ia sebagai suaminya.Tentu hal itu tak gagal membuat Nathen merasa terkejut, begitu juga dengan Andrea, Nick, terutama Liam yang seketika mengalami patah hati secara mendadak.Selepas mengakui Nathen sebagai suaminya, Feli tidak membuang waktu lebih lama, berpamitan pada ketiga temannya, lalu menyeret Nathen yang memaku di sana untuk ke luar.Dan di sini lah mereka sekarang. Duduk saling bersebelahan dalam mobil yang sedang Nathen kemudikan.Feli masih merajuk, tidak mau banyak bicara dengan Nathen, bahkan beradu pandang dengan suami tampannya itu, karena kemarahannya terhadap insiden pagi tadi,
Mata Feli membola, menatap sosok Nathen dengan penuh keterkejutan. Sedang Nathen bersimpuh sembari menundukan kepala dan pandangan, menunjukan betapa bersungguh-sungguhnya ia meminta maaf pada Feli dan amat sangat menyesali apa yang telah dilakukan terhadap istrinya itu.Gegas Feli membuka sabuk pengaman yang melintang di tubuh, kemudian tergesa turun dari mobil.Dengan pandangan yang buram sebab terhalang air mata yang masih menggenang, wanita cantik itu mengedarkan pandangan untuk beberapa saat, sebelum kemudian berlutut di hadapan Nathen."Paman sedang apa sih? Ayo bangun!" Feli menengkup kedua lengan Nathen, mencoba membuat suaminya itu berdiri.Tapi Nathen menggeleng. Manik mata jelaga indahnya menatap sendu pada paras cantik Feli yang tampak sedih juga panik dalam satu waktu."Maaf," lirih Nathen."Jangan seperti ini, Paman." Feli mencoba membangkitkan Nathen lagi, tetapi tentu saja masih tidak membuahkan hasil.Me
Tidak diberi kesempatan atau waktu untuk sekadar memahami maksud dari satu kata yang Feli paparkan secara tiba-tiba sebagai jawaban, saat itu Nathen sukses dibuat terkejut, saat Feli menarik kerah kemejanya, guna membuat tubuhnya membungkuk.Tersenyum simpul, Feli lantas melabuhkan kecupan singkat di permukaan bibir Nathen sembari menjijitkan kedua tumit, mengingat tinggi tubuh mereka yang memang cukup timpang."Sudah." Feli berujar setelah ia kembali berdiri dengan tegap dan benar, serta melepaskan cengkraman tangan dari kerah kemeja Nathen.Tubuh Nathen masih membungkuk, agak condong ke arah Feli. Pelupuk mata pria tampan itu mengerjap cepat untuk beberapa saat, kemudian keningnya mengernyit. "Apa itu yang kau sebut sebuah ciuman?"Feli mengangguk cepat. Pelupuk mata berbulu lentik itu mengerjap lucu dan juga tampak lugu. "Hemmm."Nathen mendengkus pelan. "Satu kali lagi.""Apanya?" Feli menaikan alis sebelah kirinya. Ia menata
Senyum manis yang berasal dari rasa gemas dan senang itu memeta di bingkai birai Nathen, saat manik mata jelaga indahnya ia biarkan untuk menatap wajah damai Feli di hadapannya dengan tatapan penuh damba.Berlutut di samping sofa panjang yang tertata di ruang utama dari unit apartemennya, Nathen membaringkan tubuh Feli yang tertidur sesaat sebelum mereka sampai tadi di sana.Tangan sebelah kirinya terangkat, jemari jenjang itu bergerak kelewat pelan, menyingkirkan anak rambut yang jatuh, sedikit menghalangi wajah cantik Feli."Eummm." Feli bergumam parau seraya menggaruk pelan wajahnya secara acak, mungkin merasa geli akibat sentuhan Nathen yang mendarat di sana.Nathen terkekeh sembari menundukan pandangannya sebentar, tak kuasa menahan rasa gemas terhadap istri cantiknya itu.Mendengkus pelan, ia lantas membawa wajah tampannya untuk mendekat ke arah Feli, agar ia bisa melabuhkan kecupan lembut pertanda sayang di permukaan kening sang istri.Telapak tangan Nathen berlabuh di puncak ke
"Paman ...!"Seruan yang cukup nyaring itu tak gagal membuat Nathen terkekeh gemas, apalagi saat suara derap langkah pelan menyusul, mengecai ke dalam rungu setelah seruan tersebut.Nathen yang saat ini sedang berdiri di area dapur, tidak memiliki niatan sama sekali untuk memutar badan, atau menoleh ke arah dari mana suara seruan tadi berasal."Paman sedang memasak apa?" Feli bertanya sembari menghampiri Nathen, lantas menghentikan langkah, berdiri tepat di samping sebelah kiri suami tampannya yang tengah berdiri menghadap kompor itu.Tersenyum simpul, Nathen menyempatkan diri untuk memberi Feli lirikan. "Sapi lada hitam, kesuakaanmu. Kau pasti sudah sangat lapar, ya? Sampai langsung terbangun""Aku bangun karena mencium wangi makanan." Feli mengalihkan pandangan yang semula terfokus pada wajah Nathen jadi ke masakan yang sedang suami tampannya itu bumbui di atas wajan. "Wah, kelihatan enak sekali."Nathen terkekeh. "Sebentar lag
Kembali mempertemukan pandangan dengan Feli, senyum manis yang justru terlihat lebih menyeramkan daripada seringaian bagi Feli itu memeta di bibir Nathen."Kau pikir, kau tadi berjalan sendiri dalam keadaan tertidur, lalu membaringkan diri di sofa?" sarkas Nathen."Paman aku serius."Nathen mendengkus sinis sambil tersenyum miring. "Aku lebih serius. Kenapa?" Nathen menilik ekspresi wajah Feli yang mendadak terlihat seperti orang linglung di hadapannya itu. "Kau merasa bersalah dan ingin memberiku imbalan, Manis?"Tidak menunggu Feli memberi respon, sekonyong-konyongnya Nathen melabuhkan kecupan di pipi sebelah kiri istri cantiknya itu, sampai membuat Feli terkesiap."Paman, ih!" Feli mencoba mendorong tubuh Nathen agar menjauh, tidak lagi mengungkungi tubuhnya.Nathen memang agak menjauh, tapi tentu tidak melepaskannya begitu saja. Ia hanya membiarkan sedikit lebih banyak jarak tercipta antara wajah mereka meskipun sebenarnya ti
"Pergi ke mana anak itu? Pagi-pagi sekali sudah tidak ada di kamar." Nathen mendumel kesal sambil berjalan ke luar dari ruang walk in closet.Penampilan pria berusia seperempat abad itu sudah sangat rapi. Memakai setelan teksudo hitam dengan dalaman kemeja putih yang dilampiri dasi berwarna senada dengan teksudo di bagian kerahnya.Nathen sudah siap untuk segera berangkat bekerja. Hanya tinggal sarapan, selepas itu ia bisa langsung pergi meninggalkan unit apartemennya.Berjalan menuju area dapur, tangan sebelah kiri Nathen terangkat, setia menopang ponsel yang ia tenggerkan di dekat daun telinga, menunggu dengan amat tidak sabaran seseorang yang sedang dihubunginya melalui panggilan suara, memberi jawaban."Hello, Pa-" "kau di mana, Feli?" Tidak mengijinkan seseorang di sebrang sambungan sana yang tidak lain adalah sang istri untuk memberi sapaan saat akhirnya panggilan suara itu berhasil terhubung, Nathen menyela, langsung to the point.