"Paman ...!"
Seruan yang cukup nyaring itu tak gagal membuat Nathen terkekeh gemas, apalagi saat suara derap langkah pelan menyusul, mengecai ke dalam rungu setelah seruan tersebut.Nathen yang saat ini sedang berdiri di area dapur, tidak memiliki niatan sama sekali untuk memutar badan, atau menoleh ke arah dari mana suara seruan tadi berasal."Paman sedang memasak apa?" Feli bertanya sembari menghampiri Nathen, lantas menghentikan langkah, berdiri tepat di samping sebelah kiri suami tampannya yang tengah berdiri menghadap kompor itu.Tersenyum simpul, Nathen menyempatkan diri untuk memberi Feli lirikan. "Sapi lada hitam, kesuakaanmu. Kau pasti sudah sangat lapar, ya? Sampai langsung terbangun""Aku bangun karena mencium wangi makanan." Feli mengalihkan pandangan yang semula terfokus pada wajah Nathen jadi ke masakan yang sedang suami tampannya itu bumbui di atas wajan. "Wah, kelihatan enak sekali."Nathen terkekeh. "Sebentar lagKembali mempertemukan pandangan dengan Feli, senyum manis yang justru terlihat lebih menyeramkan daripada seringaian bagi Feli itu memeta di bibir Nathen."Kau pikir, kau tadi berjalan sendiri dalam keadaan tertidur, lalu membaringkan diri di sofa?" sarkas Nathen."Paman aku serius."Nathen mendengkus sinis sambil tersenyum miring. "Aku lebih serius. Kenapa?" Nathen menilik ekspresi wajah Feli yang mendadak terlihat seperti orang linglung di hadapannya itu. "Kau merasa bersalah dan ingin memberiku imbalan, Manis?"Tidak menunggu Feli memberi respon, sekonyong-konyongnya Nathen melabuhkan kecupan di pipi sebelah kiri istri cantiknya itu, sampai membuat Feli terkesiap."Paman, ih!" Feli mencoba mendorong tubuh Nathen agar menjauh, tidak lagi mengungkungi tubuhnya.Nathen memang agak menjauh, tapi tentu tidak melepaskannya begitu saja. Ia hanya membiarkan sedikit lebih banyak jarak tercipta antara wajah mereka meskipun sebenarnya ti
"Pergi ke mana anak itu? Pagi-pagi sekali sudah tidak ada di kamar." Nathen mendumel kesal sambil berjalan ke luar dari ruang walk in closet.Penampilan pria berusia seperempat abad itu sudah sangat rapi. Memakai setelan teksudo hitam dengan dalaman kemeja putih yang dilampiri dasi berwarna senada dengan teksudo di bagian kerahnya.Nathen sudah siap untuk segera berangkat bekerja. Hanya tinggal sarapan, selepas itu ia bisa langsung pergi meninggalkan unit apartemennya.Berjalan menuju area dapur, tangan sebelah kiri Nathen terangkat, setia menopang ponsel yang ia tenggerkan di dekat daun telinga, menunggu dengan amat tidak sabaran seseorang yang sedang dihubunginya melalui panggilan suara, memberi jawaban."Hello, Pa-" "kau di mana, Feli?" Tidak mengijinkan seseorang di sebrang sambungan sana yang tidak lain adalah sang istri untuk memberi sapaan saat akhirnya panggilan suara itu berhasil terhubung, Nathen menyela, langsung to the point.
Suara dentingan pelan yang berasal dari beradunya peralatan makan yang tengah digunakan mengudara, menjadi satu-satunya suara yang terdengar di area makan kediaman Elena.Elena yang kala itu duduk di kursi yang letaknya saling bersebrangan dengan kursi yang diduduki Feli, berdecak pelan sambil memberi Feli lirikan membuat sang cucu yang sedang menunduk, seketika menengadahkan pandangan."Kalian ini baru menikah kurang dari satu bulan, sudah ada ... saja hal yang kalian pertengkarkan," seloroh Elena, tanpa balas menatap Feli.Feli menalan makanan yang sedang dikunyahnya dengan agak sedikit kepayahan. Mengalihkan pandangan dari Elena sesaat, ia meraih segelas air mineral yang berada paling dekat dengannya.Diam-diam mencuri pandang ke arah sang nenek selagi meneguk minumannya tersebut, entah kenapa ... perasaan Feli mulai tidak enak, seakan sebentar lagi, ia akan dihujami ocehan berisi wejangan dari wanita baya di hadapan."Memangnya siapa yang bertengkar, Nek?" Sengaja sekali berlagak
"Kudengar ... kemarin ada seseorang yang terbakar api cemburu?" seloroh Hayden, bertanya dengan nada mengejek pada Nathen begitu ia memasuki ruang kerja milik sahabatnya itu.Nathen yang tengah duduk dengan pandangan yang tertunduk, seketika menengadah. Membuang napas kasar, ia memutar bola matanya malas. "Dasar si mulut ember," gumamnya jengkel.Hayden terkekeh melihat air muka Nathen seketika terlihat kesal. "Apa yang sebenarnya terjadi padamu dan istrimu?"Menghentikan ayunan langkah, Hayden berdiri menghadap Nathen, hanya terhalang meja kerja persegi panjang yang membentang di hadapan mereka."Ada perlu apa kau kemari?"Tidak memiliki niatan meladeni Hayden yang ia tahu pasti tidak akan menyia-nyiakan satupun kesempatan untuk mengejeknya terkait hal yang terjadi kemarin sore di kafe milik Noah, alih-alih menjawab pertanyaan yang telah dilontarkan Hayden, Nathen malah balik bertanya, dengan harapan ia bisa mengalihkan topik pembicaraan.Hayden terkekeh sinis sembari menundukan pand
Benar. Gadis yang meminta Audrey datang ke kediaman Davian, juga gadis yang telah lebih kurang dua bulan terakhir ini Davian rampas hampir seluruh kebebasannya adalah tidak lain merupakan Vivian.Vivian Claire Collins, mantan calon istri dari Nathen yang diketahui telah memilih urung untuk melanjutkan rencana pernikahannya mendekati hari H tiba."Vi?" Audrey menyeru dengan suara kelewat lembut, begitu sopan sekali mendengung ke dalam rungu.Vivian tidak langsung menjawab. Melepaskan pelukan yang masih berlabuh pada tubuh Audrey terlebih dahulu, lantas menyeka air mata yang sebenarnya tanpa dirinya sendiri sadari sudah berderai, membasahi pipi."Aku tidak mendengar kabarmu selama hampir satu tahun terakhir ini, lalu kau tiba-tiba menyuruh seseorang untuk menghubungiku agar aku datang menemuimu, itu cukup membuatku senang tapi was-was pada saat yang bersamaan, Vi." Audrey menatap cemas pada pahatan wajah cantik milik Vivian yang terlihat agak lemas dan pucat.Vivian menghela napas dalam
"Sehari semalam apanya? Semalam kan kita sudah bertemu, Paman!" Feli merengek sambil melakukan rontaan-rontaan kecil, berusaha melepaskan diri dari pelukan Nathen."Iya, kita memang bertemu, semalam. Tapi kan hanya pada saat kita menikmati makan malam bersama saja. Setelahnya ... kau sengaja sekali kan, menghindar dariku?""Untuk yang itu, salahkan diri Paman sendiri!"Sedikit menarik diri, tidak terlalu membenamkan wajahnya di area ceruk leher Feli, Nathen memposisikan dirinya untuk bisa saling bertatap muka dengan istri kecilnya itu, tentu tanpa melepaskan dekapannya sama sekali. "Kenapa kau suka sekali memintaku untuk menyalahkan diri sendiri?"Feli mendengkus kesal. Dengan wajah dongkol, ia menengadah, memberanikan diri untuk bersitatap dengan Nathen. "Kapan aku seperti itu?""Sering. Contohnya baru saja. Kau memintaku menyalahkan diriku sendiri karena dari semalam kau terus menghindar dariku."Feli merotasikan bola matanya malas. "Ya karena itu memang salah Paman. Paman pantas un
Tidak memberi waktu sama sekali pada Feli untuk membiarkan benaknya mencerna maksud dari penuturan yang sudah diucapkan, dengan pergerakan cukup cepat, Nathen mengangkat kepalanya, mendekatkan wajahnya pada wajah Feli, lantas mendaratkan kecupan mesra yang begitu singkat di bingkai birai ranum istri cantiknya itu.Tentu tindakan yang telah Nathen lakukan itu, tak gagal membuat relung Feli seketika didera keterkejutan.Membelalakan mata, Feli menatap Nathen yang sudah kembali menarik wajahnya menjauh, dengan tatapan kaget luar biasa. Mulut kecil wanita cantik itu menganga.Nathen tersenyum senang melihat reaksi kaget yang ditunjukan Feli, tidak tahu saja, jika perbuatannya tadi sudah membuat debaran jantung Feli menggila, berdetak dengan tempo yang cukup cepat. "Itu namanya mengecup," tandasnya dengan begitu entengnya.Feli mengerjapkan pelupuk mata berbulu lentiknya dengan pergerakan cepat sambil mengembuskan napasnya yang sempat tercekat dengan s
Suara dentingan pelan yang berasal dari beradunya peralatan makan yang sedang digunakan, menggema, menjadi satu-satunya bunyi yang terdengar mengudara di unit apartemen milik Nathen.Kedua penghuninya tengah duduk saling berdampingan di jajaran kursi yang menghadap meja pantry.Pandangan Feli tertunduk, hanya terfokus pada sepiring makanan yang tengah ia santap, sedang pandangan Nathen sesekali tertoleh ke arahnya, mencuri-curi pandang.Raut wajah Feli terlihat begitu masam, dibersamai bibir yang mencebik lucu, terlihat begitu menggemaskan dalam pandangan Nathen, alih-alih menyeramkan.Ditambah dengan mulutnya yang penuh dengan makanan, membuat kedua pipinya membulat sempurna seperti sedang mengulum bola kecil."Pelan-pelan makannya," ujar Nathen sembari menyeka lembut sudut bibir sebelah kiri Feli menggunakan bantalan ibu jari tangannya.Feli mendengkus. Menoleh cepat ke arah Nathen, matanya memicing tajam, menatap pada tekstur wajah tampan sang suami, kesal. "Tidak usah sentuh-sentu
"Feli?" Nathen menyeru seraya melangkah, mendekati Feli yang masih duduk, menikmati film yang diputar pada layar kaca di hadapannya."Siapa yang datang, Paman?" Feli menengadah, menatap nanar sosok sang suami yang berdiri tepat di samping sofa yang ia duduki.Nathen tersenyum. "Ikut denganku. Ada yang ingin bertemu denganmu. Mereka sudah menunggu di ruang tamu."Pribadi tampan itu mengulurkan tangan ke arah Feli, membuat Feli menunduk, menatap tangan sang suami, bingung."Siapa?" tanyanya Feli, sembari menengadah, mempertemukan lagi pandangannya dengan Nathen.Nathen mendesis pelan, membungkukan tubuh, mencondongkannya ke arah Feli, sebab istri cantiknya itu tak kunjung menerima uluran tangannya. Ia menepikan remot kontrol yang kala itu berada dalam genggaman Feli, meraih telapak tangan istri cantiknya, membuatnya membangkitkan diri."Lihat saja sendiri," tukas Nathen sambil tersenyum hangat, menuntun Feli menuju ruang tamu.Dengan rasa penasaran pun bingung yang mulai mendera relung,
Akhir pekan lain ... satu minggu setelah akhirnya Feli dan Nathen saling mengakui perasaan yang telah bersemayam dalam hati mereka, yakni mencintai satu sama lain.Seperti akhir pekan sebelumnya ... hari ini, Feli dan Nathen kembali memutuskan untuk menghabiskan waktu bersama. Tidak pergi ke mana-mana, hanya diam di rumah, menonton rendetan film yang sudah Feli list menjadi jadwal kegiatan wajib, ketika memiliki cukup banyak waktu luang.Sepasang suami istri yang tengah hangat-hangatnya menikmati kehidpan berumah tangga itu, kini saling duduk berdampingan. Lebih tepatnya, Feli berada dalam dekapan hangat tubuh gagah Nathen di bawah naungan selimut yang sama. Semenjak malam setelah perayaan hari ulang tahun Feli, Nathen memang jadi semakin lebih sering menunjukan sikap manjanya yang suka sekali menempel pada sang istri. Suka sekali berdekatan dengan Feli, seperti sering tiba-tiba memeluk, tak jarang membuat Feli terkejut. Meski dari sebelumnya ia memang sudah begitu, tapi kini frekuen
"Paman?" Feli menyeru pelan setelah dirinya yang saat ini tengah duduk di salah satu kursi yang tertata mengitari meja makan, sedikit memutar tubuh, begitu mendengar suara derap langkah dan manik matanya berhasil menangkap sosok Nathen, si pelaku."Hemmm?" Nathen menyahut sambil tersenyum sumbringah, berjalan menghampiri sang istri dan menatapnya dengan tatapah penuh cinta."Paman habis melakukan apa dulu? Kenapa lama sekali turunnya?"Nathen menghentikan langkah, tepat di samping kursi yang Feli duduki. Mengusap kelewat lembut punggung bagian atas Feli lantas membungkukan tubuh, untuk melabuhi puncak kepala sang istri kecupan sayang. Melempar senyum manis, pribadi tampan berusia sepertiga abad itu tidak langsung memberi jawaban pada Feli, meski sempat membiarkan manik mata mereka saling bersitatap, sebelum kemudian menoleh.Nathen menilik area dapur, mendapati di sana hanya ada Aira ‐ salah satu asisten rumah tangga yang ia perkajaan, sedang sibuk sendiri, membersihkan meja pantry.
Dada Nathen ikut sesak rasanya selepas mendengar perkataan Feli, seakan ada kepalan tangan besar seseorang yang seketika mendaratkan bogeman mentah di sana.Mendapati Feli seketika menundukan pandangan, sengaja sekali memutuskan kontak mata dengan dirinya, buru-buru Nathen merubah posisi berbaring jadi memiring, menghadap ke arah Feli secara utuh, sebelum kemudian mempererat rengkuhan pada tubuh istri kecilnya itu.Tak lupa, Nathen juga melabuhkan kecupan sayang di puncak kepala Feli, pun memberi punggung istri kecilnya itu usapan lembut penuh makna secara berkala.Sementara Feli ... wanita cantik itu berusaha meredam mati-matian rasa sesaknya, tetapi berakhir dengan menghadirkan air mata yang menggenang, memenuhi pelupuknya.Membenamkan wajah di permukaan dada bidang Nathen sembari balas memeluk suami tampannya itu, ia memejam, membuat air matanya seketika tumpah ruah di sana.Tangis sedih Feli pecah dalam keheningan, mengakibatkan tubuhnya gemetaran dalam pelukan sang suami."Apa pu
Manik mata hitam Liam tampak gemetar, menilik sosok gadis cantik yang sedang berjalan menujunya yang saat ini tengah duduk di salah satu sofa panjang yang tertata di ruang utama dari unit apartemennya.Gadis cantik itu bernama Kesha. Ia merupakan sahabat masa kecil Liam yang dalam beberapa waktu terakhir ini sudah resmi menjadi kekasih dari teman satu universitas Feli itu.Kesha melempar senyum manis, manakala pandangannya bersitatap dengan Liam. "Ada apa?" tanyanya seraya ikut mendudukan diri, tepat di samping sang kekasih, "kenapa menatapku seperti itu?"Liam berdesis pelan sembari memiringkan kepalanya, sekilas. "Kau mengenal Felicia?"Permukaan kening Kesha mengernyit, hingga nyaris membuat kedua alisnya yang bersebrangan, jadi saling bertautan. Matanya memicing, menatap Liam, nanar.Tawa kecil menguar dari mulut gadis cantik berusia dua puluh dua tahun itu. "Maksudmu, Felicia yang tadi kita hadiri acara pesta ulang tahunnya?"Kepala Liam mengangguk. "Hemmm. Felicia yang itu. Tadi
"Paman benar-banar mau mengerjaiku, ya?" celoteh Feli, bertanya dengan nada setengah merengek, ketika ia harus berjalan dengan perasaan takut juga was-was, sebab matanya ditutup menggunakan kain veil oleh Nathen.Sudah dari semenjak separuh perjalanan sebenarnya Feli terus merengek, menanyakan hal yang sama pada Nathen, ke mana suaminya itu akan membawanya, apakah sedang merencanakan sesuatu untuk mengerjainya.Pertanyaan yang sama terus saja menguar dari mulut Feli, apa lagi setelah tiba-tiba Nathen sempat menghentikan laju mobil, hanya untuk sekadar menutupi matanya, tadi.Meski setengah ogah-ogahan, juga harus sedikit kesusahan Nathen membujuk Feli agar mau matanya ditutup, pada akhirnya ... istri kecilnya itu manut saja, dengan konsekuensi, kerewelannya berlipat ganda.Mulut Feli jadi benar-benar semakin tidak mau diam, setelah matanya ditutup. Bukan hanya sekadar melontarkan kalimat-kalimat tanya bernada rengekan, wanita cantik itu juga bahkan tak segan, melontarkan segala pradu
"Paman ini mau membawaku ke mana, sih?" tanya Feli dengan nada setengah merengek, selagi dirinya berjalan dengan agak sedikit ogah-ogahan, ketika Nathen menuntunnya berjalan, ke luar dari sebuah salon mewah, menuju mobilnya.Tidak terasa, nyaris dua minggu sudah berlalu dari malam di mana akhirnya Feli mengetahui fakta jika ternyata Vivian memiliki hubungan gelap dengan Davian, bahkan mereka berencana melakukan sebuah pernikahan.Dua minggu berjalan, sungguh Nathen sama sekali tidak mengira, jika alih-alih marah atau merasa kecewa pada dirinya, Feli malah menunjukan, jika istri cantiknya itu merasa cukup tersentuh atas apa yang telah dilakukannya.Hubungan pernikahan mereka bahkan bisa dikatakan berjalan sangat baik-baik saja, terutama setelah akhirnya mereka sepakat untuk menempati rumah baru mereka.Hampir seharian ini, Feli dibuat sibuk juga kebingungan dalam satu waktu, ditemani oleh Helen yang mendadak mengajaknya berbelanja baju baru, hingga mempercantik diri di salon.Feli sung
Masih terbayang kelewat jelas dalam ingatan Nathen, ayalnya rekaman video yang diputar di depan pelupuk mata dengan resolusi tinggi, bagaimana tiga minggu sebelum pernikahannya dan Feli dilangsungkan, ia bertemu lebih dulu dengan Vivian.Pertemuan pertama selepas nyaris satu bulan Nathen sama sekali tidak mendapat kabar dari calon istrinya itu, karena seakan menghilang tanpa jejak, ayalnya ditelan bumi.Itu pun terjadi secara mendadak sekali, di kediaman Hayden, ketika sahabat dari Nathen itu tiba-tiba meminta Nathen datang, katanya ada hal darurat yang musti dibahas.Begitu tiba dikediaman Hayden, Nathen malah dikagetkan dengan keberadaan Davian dan Vivian di sana, duduk saling berdampingan di ruang tamu.Nathen yang kala itu berjalan sambil dirangkul oleh Hayden, gegas menghentikan langkah, mencoba menelaah, apa sebenarnya yang sedang terjadi.Keterkejutan yang dirasakannya, mungkin nyaris sama, seperti bagaimana terkejutnya Feli melihat Davian membawa serta Vivian di pertemuan mere
Keheningan canggung itu tak terelakan, terjadi begitu saja, menyelimuti kebersamaan antara Nathen dan Feli, begitu keduanya memasuki mobil.Acara makan malam – lebih ke pertemuan yang Nathen adakan secara khusus dengan Davian, telah berakhir.Kini, Feli yang sudah mengetahui segala kebenarannya, sedari tadi telah sukses dibuat tidak bisa berkata-kata.Selepas Davian memberi penjelasan pada dirinya, dari mulai alasan sebenarnya mengapa Vivian memilih urung untuk menikah dengan Nathen, sampai Nathen yang rupanya telah membayar Jane untuk menutupi fakta bahwa Davian dan Vivian bersama – untuk sementara darinya, membuat Feli jadi lebih banyak diam.Tidak banyak kata yang terlontar dari mulut wanita cantik itu. Bukan karena tidak ada kalimat yang ingin ia utarakan, hanya saja ... Feli lebih ke merasa bingung, harus memulainya dari yang mana terlebih dahulu.Terlalu banyak kalimat berbentuk tanya yang saat ini tengah berkecamuk dengan begitu hebatnya dalam benak Feli, membuat perasaannya ja