"Maaf, ya."
Nathen bersimpuh di hadapan Feli yang duduk di kursi yang sengaja diatur menghadap ke arahhnya - memunggungi meja rias.Ruang walk in closet yang kini ditempati pasangan suami istri baru itu didominasi oleh suara tangisan Feli, sesekali diselingi isakan juga senggukan dalam yang terdengar cukup menyesakan.Air mata Feli masih saja terus berderai, mengalir membentuk aliran anak sungai yang membasahi kedua sisi pipinya."Paman jahat!" Feli memberi penghardikan dengan suaranya yang terdengar gemetar dan mulai parau.Di pangkuannya sudah siap sedia satu kotak tissue berukuran sedang yang isinya sebagian sudah Feli hamburkan untuk menyeka ingus yang tidak mau diam."Iya aku tahu. Aku memang jahat." Lemah lembut sekali Nathen berucap, selagi membiarkan manik mata jelaganya menatap sendu sosok Feli.Air muka dan sorot mata Nathen jelas menunjukan betapa merasa bersalahnya ia terhadap istri kecilnya itu.Mel"Feli, ada apa dengan matamu? Kau baik-baik saja?" cerca Andrea begitu melihat Feli mendudukan diri di kursi kosong yang sengaja ia siapkan dalam kelas pertama mereka.Feli melirik Andrea. Tersenyum simpul, lalu mulai menata barang-barang yang mungkin akan ia butuhkan untuk menyimak mata kuliahnya."Kau habis menangis, ya?" tanya Andrea lagi. Tak henti-hentinya ia menilik Feli, menatap sahabatnya itu dengan tatapan penuh selidik.Membuang napas kasar sembari memejamkan pelupuk mata yang memang sembab, kedua telapak tangan Feli yang berada di tepian meja mengepal cukup kuat, sebab ia serang berusaha sebisa mungkin untuk tidak lagi menderaikan air mata di sana.Feli mengulum pelan bibir bawahnya sebelum agak memutar tubuh, guna memposisikan diri untuk duduk menghadap ke arah Andrea secara utuh. "Kapan kelas kita ini akan dimulai?"Sengaja sekali Feli mengalihkan topik pembicaraan, bukannya memberi jawaban pada pertanyaan yang sudah Andrea paparkan, ia malah balik bertanya.Andrea menged
Diam sejenak, Feli tidak langsung menimpali penuturan Andrea. Ia termenung, tanpa mengalihkan sedikitpun pandangan.Sejurus kemudian, wanita cantik itu berdehem sembari mengerjap. "Entah. Mungkin bisa saja dia marah." Feli membuang napas kasar. "Sudahlah, jangan membahas soal pamanku. Aku sedang marah padanya. Mendengar namanya saja, aku kesal."Andrea menatap Feli, nanar. "Apa gara-gara ini, matamu sembab? Kau habis menangis, karena sedang bertengkar dengan paman Nathen ya?"Feli mengindikan bahunya, acuh. "Ya, bisa dibilang begitu.""Kenapa kalian bisa bertengkar?""Dia menuduhku sudah bermesraan dengan pria lain." Feli mendengkus. "Sudahlah, Andrea. Ini masalah pribadiku dengan pamanku. Selain karena aku kesal jika membahasnya, aku juga merasa, tidak seharusnya aku membicarakan masalah rumah tanggaku dengan orang lain.""Wah!" Andrea menyedekapkan kedua lengannya di dada. Mata gadis itu memicing, menatap Feli, kecewa. "Orang lain, katamu? Jadi kau menganggapku orang asing? Sampai-s
Embusan napas kasar mencelos melalui celah antara bingkai birai Feli yang berjarak begitu wanita cantik itu menjatuhkan diri ke permukaan tempat tidur queen size milik Andrea.Andrea, Velyn, Feli dan Helen baru saja tiba di rumah Andrea sehabis pulang dari kampus tempat mereka sama-sama berkuliah.Tidak memiliki niatan sedikitpun untuk pulang, mengingat ia masih merajuk terhadap sikap Nathen pagi tadi, Feli memilih untuk ikut bersama Andrea saja.Toh, sekitar dua jam lagi, Feli juga harus pergi ke luar bersama Andrea untuk mengerjakan tugas dari Dosen mereka. Jadi ... anggap saja ia sedang lebih menghemat waktu."Jadi ... kau akan menceritakan semuanya sekarang?" Helen yang duduk di kursi yang terletak di dekat meja belajar bertanya sembari menyandarkan tubuh ke sandaran kursi tersebut.Kedua lengannya menyilang, sedang manik matanya agak menyalang, terfokuskan ke arah Feli.Feli menoleh ke arah Helen. Keningnya mengernyit samar.
"Kalian menungguku?" Helen bertanya dengan santainya sembari menatap Feli, Andrea dan Felin yang berdiri di dekat mobil milik Andrea.Helen menjadi orang terakhir yang ke luar dari kediaman Andrea, karena tadi ponselnya sempat tertinggal di kamar tidur sahabat cantiknya itu."Kenapa tidak bilang, kalau kau ingin ditinggalkan?" sarkas Feli sembari menyedekapkan lengan di dada.Mata Feli mendelik, menatap Helen setengah dongkol.Helen terkrkeh. "Lucu sekali."Feli membuang napas kasar. "Kalau begitu, aku dan Andrea akan pergi sekarang. Tolong kau antarkan Velyn pulang, ya?""Hemmm. Aku pasti melakukannya. Tidak perlu mengingatkanku secara berulang seperti itu," cicit Helen."Karena kau seringnya tidak mengantarkan Velyn langsung pulang. Kalau mau tersesat di dunia malam, tersesat sendiri saja. Jangan menyeret orang lain untuk tersesat bersama." Feli bertutur sembari menatap Helen dengan tatapan yang terkesan mencibir.
Cukup cepat Nathen mengalihkan atensinya dari Feli, menoleh ke arah Noah. Keningnya mengernyit, sedang matanya memicing, menatap Noah penuh selidik. "Kenapa kau tiba-tiba sekali bertanya seperti itu?"Terkekeh sambil menundukan pandangan sebentar, Noah menyandarkan punggungnya di sandaran kursi. "Apa tidak boleh aku bertanya seperti itu?""Ya, tidak. Karena aku yakin, ada sindiran terselubung dari pertanyaan yang kau ucapkan kitu."Noah tertawa kecil. "Mana ada seperti itu? Aku hanya benar-benar bertanya biasa saja padamu, karena aku merasa cukup penasaran.""Penasaran soal apa?" Alis sebelah kiri Nathen terangkat."Penasaran tentang kira-kira bagaimana reaksi Feli, jika dia tahu, kalau kau memiliki seorang informan handal di pihaknya. Bukankah itu bisa dikatakan sebuah pengkhianatan?"Nathen berdecih. "Kau dan dramamu," cibirnya sambil mendelikan mata, menatap Noah dengan tatapan mencemooh."Buktinya kau bisa tahu keber
"Bisa tidak, berhenti tersenyum seperti orang bodoh?" seloroh Feli sembari menoleh, menatap jengkel ke arah Nathen yang sedang duduk di kursi kemudi.Feli dan Nathen kini sudah berada dalam mobil, dalam perjalanan pulang meninggalkan kafe milik Noah.Tadi Nathen belum sempat merampungkan perkataan, tapi Feli sudah menyela dengan mengakui ia sebagai suaminya.Tentu hal itu tak gagal membuat Nathen merasa terkejut, begitu juga dengan Andrea, Nick, terutama Liam yang seketika mengalami patah hati secara mendadak.Selepas mengakui Nathen sebagai suaminya, Feli tidak membuang waktu lebih lama, berpamitan pada ketiga temannya, lalu menyeret Nathen yang memaku di sana untuk ke luar.Dan di sini lah mereka sekarang. Duduk saling bersebelahan dalam mobil yang sedang Nathen kemudikan.Feli masih merajuk, tidak mau banyak bicara dengan Nathen, bahkan beradu pandang dengan suami tampannya itu, karena kemarahannya terhadap insiden pagi tadi,
Mata Feli membola, menatap sosok Nathen dengan penuh keterkejutan. Sedang Nathen bersimpuh sembari menundukan kepala dan pandangan, menunjukan betapa bersungguh-sungguhnya ia meminta maaf pada Feli dan amat sangat menyesali apa yang telah dilakukan terhadap istrinya itu.Gegas Feli membuka sabuk pengaman yang melintang di tubuh, kemudian tergesa turun dari mobil.Dengan pandangan yang buram sebab terhalang air mata yang masih menggenang, wanita cantik itu mengedarkan pandangan untuk beberapa saat, sebelum kemudian berlutut di hadapan Nathen."Paman sedang apa sih? Ayo bangun!" Feli menengkup kedua lengan Nathen, mencoba membuat suaminya itu berdiri.Tapi Nathen menggeleng. Manik mata jelaga indahnya menatap sendu pada paras cantik Feli yang tampak sedih juga panik dalam satu waktu."Maaf," lirih Nathen."Jangan seperti ini, Paman." Feli mencoba membangkitkan Nathen lagi, tetapi tentu saja masih tidak membuahkan hasil.Me
Tidak diberi kesempatan atau waktu untuk sekadar memahami maksud dari satu kata yang Feli paparkan secara tiba-tiba sebagai jawaban, saat itu Nathen sukses dibuat terkejut, saat Feli menarik kerah kemejanya, guna membuat tubuhnya membungkuk.Tersenyum simpul, Feli lantas melabuhkan kecupan singkat di permukaan bibir Nathen sembari menjijitkan kedua tumit, mengingat tinggi tubuh mereka yang memang cukup timpang."Sudah." Feli berujar setelah ia kembali berdiri dengan tegap dan benar, serta melepaskan cengkraman tangan dari kerah kemeja Nathen.Tubuh Nathen masih membungkuk, agak condong ke arah Feli. Pelupuk mata pria tampan itu mengerjap cepat untuk beberapa saat, kemudian keningnya mengernyit. "Apa itu yang kau sebut sebuah ciuman?"Feli mengangguk cepat. Pelupuk mata berbulu lentik itu mengerjap lucu dan juga tampak lugu. "Hemmm."Nathen mendengkus pelan. "Satu kali lagi.""Apanya?" Feli menaikan alis sebelah kirinya. Ia menata
"Feli?" Nathen menyeru seraya melangkah, mendekati Feli yang masih duduk, menikmati film yang diputar pada layar kaca di hadapannya."Siapa yang datang, Paman?" Feli menengadah, menatap nanar sosok sang suami yang berdiri tepat di samping sofa yang ia duduki.Nathen tersenyum. "Ikut denganku. Ada yang ingin bertemu denganmu. Mereka sudah menunggu di ruang tamu."Pribadi tampan itu mengulurkan tangan ke arah Feli, membuat Feli menunduk, menatap tangan sang suami, bingung."Siapa?" tanyanya Feli, sembari menengadah, mempertemukan lagi pandangannya dengan Nathen.Nathen mendesis pelan, membungkukan tubuh, mencondongkannya ke arah Feli, sebab istri cantiknya itu tak kunjung menerima uluran tangannya. Ia menepikan remot kontrol yang kala itu berada dalam genggaman Feli, meraih telapak tangan istri cantiknya, membuatnya membangkitkan diri."Lihat saja sendiri," tukas Nathen sambil tersenyum hangat, menuntun Feli menuju ruang tamu.Dengan rasa penasaran pun bingung yang mulai mendera relung,
Akhir pekan lain ... satu minggu setelah akhirnya Feli dan Nathen saling mengakui perasaan yang telah bersemayam dalam hati mereka, yakni mencintai satu sama lain.Seperti akhir pekan sebelumnya ... hari ini, Feli dan Nathen kembali memutuskan untuk menghabiskan waktu bersama. Tidak pergi ke mana-mana, hanya diam di rumah, menonton rendetan film yang sudah Feli list menjadi jadwal kegiatan wajib, ketika memiliki cukup banyak waktu luang.Sepasang suami istri yang tengah hangat-hangatnya menikmati kehidpan berumah tangga itu, kini saling duduk berdampingan. Lebih tepatnya, Feli berada dalam dekapan hangat tubuh gagah Nathen di bawah naungan selimut yang sama. Semenjak malam setelah perayaan hari ulang tahun Feli, Nathen memang jadi semakin lebih sering menunjukan sikap manjanya yang suka sekali menempel pada sang istri. Suka sekali berdekatan dengan Feli, seperti sering tiba-tiba memeluk, tak jarang membuat Feli terkejut. Meski dari sebelumnya ia memang sudah begitu, tapi kini frekuen
"Paman?" Feli menyeru pelan setelah dirinya yang saat ini tengah duduk di salah satu kursi yang tertata mengitari meja makan, sedikit memutar tubuh, begitu mendengar suara derap langkah dan manik matanya berhasil menangkap sosok Nathen, si pelaku."Hemmm?" Nathen menyahut sambil tersenyum sumbringah, berjalan menghampiri sang istri dan menatapnya dengan tatapah penuh cinta."Paman habis melakukan apa dulu? Kenapa lama sekali turunnya?"Nathen menghentikan langkah, tepat di samping kursi yang Feli duduki. Mengusap kelewat lembut punggung bagian atas Feli lantas membungkukan tubuh, untuk melabuhi puncak kepala sang istri kecupan sayang. Melempar senyum manis, pribadi tampan berusia sepertiga abad itu tidak langsung memberi jawaban pada Feli, meski sempat membiarkan manik mata mereka saling bersitatap, sebelum kemudian menoleh.Nathen menilik area dapur, mendapati di sana hanya ada Aira ‐ salah satu asisten rumah tangga yang ia perkajaan, sedang sibuk sendiri, membersihkan meja pantry.
Dada Nathen ikut sesak rasanya selepas mendengar perkataan Feli, seakan ada kepalan tangan besar seseorang yang seketika mendaratkan bogeman mentah di sana.Mendapati Feli seketika menundukan pandangan, sengaja sekali memutuskan kontak mata dengan dirinya, buru-buru Nathen merubah posisi berbaring jadi memiring, menghadap ke arah Feli secara utuh, sebelum kemudian mempererat rengkuhan pada tubuh istri kecilnya itu.Tak lupa, Nathen juga melabuhkan kecupan sayang di puncak kepala Feli, pun memberi punggung istri kecilnya itu usapan lembut penuh makna secara berkala.Sementara Feli ... wanita cantik itu berusaha meredam mati-matian rasa sesaknya, tetapi berakhir dengan menghadirkan air mata yang menggenang, memenuhi pelupuknya.Membenamkan wajah di permukaan dada bidang Nathen sembari balas memeluk suami tampannya itu, ia memejam, membuat air matanya seketika tumpah ruah di sana.Tangis sedih Feli pecah dalam keheningan, mengakibatkan tubuhnya gemetaran dalam pelukan sang suami."Apa pu
Manik mata hitam Liam tampak gemetar, menilik sosok gadis cantik yang sedang berjalan menujunya yang saat ini tengah duduk di salah satu sofa panjang yang tertata di ruang utama dari unit apartemennya.Gadis cantik itu bernama Kesha. Ia merupakan sahabat masa kecil Liam yang dalam beberapa waktu terakhir ini sudah resmi menjadi kekasih dari teman satu universitas Feli itu.Kesha melempar senyum manis, manakala pandangannya bersitatap dengan Liam. "Ada apa?" tanyanya seraya ikut mendudukan diri, tepat di samping sang kekasih, "kenapa menatapku seperti itu?"Liam berdesis pelan sembari memiringkan kepalanya, sekilas. "Kau mengenal Felicia?"Permukaan kening Kesha mengernyit, hingga nyaris membuat kedua alisnya yang bersebrangan, jadi saling bertautan. Matanya memicing, menatap Liam, nanar.Tawa kecil menguar dari mulut gadis cantik berusia dua puluh dua tahun itu. "Maksudmu, Felicia yang tadi kita hadiri acara pesta ulang tahunnya?"Kepala Liam mengangguk. "Hemmm. Felicia yang itu. Tadi
"Paman benar-banar mau mengerjaiku, ya?" celoteh Feli, bertanya dengan nada setengah merengek, ketika ia harus berjalan dengan perasaan takut juga was-was, sebab matanya ditutup menggunakan kain veil oleh Nathen.Sudah dari semenjak separuh perjalanan sebenarnya Feli terus merengek, menanyakan hal yang sama pada Nathen, ke mana suaminya itu akan membawanya, apakah sedang merencanakan sesuatu untuk mengerjainya.Pertanyaan yang sama terus saja menguar dari mulut Feli, apa lagi setelah tiba-tiba Nathen sempat menghentikan laju mobil, hanya untuk sekadar menutupi matanya, tadi.Meski setengah ogah-ogahan, juga harus sedikit kesusahan Nathen membujuk Feli agar mau matanya ditutup, pada akhirnya ... istri kecilnya itu manut saja, dengan konsekuensi, kerewelannya berlipat ganda.Mulut Feli jadi benar-benar semakin tidak mau diam, setelah matanya ditutup. Bukan hanya sekadar melontarkan kalimat-kalimat tanya bernada rengekan, wanita cantik itu juga bahkan tak segan, melontarkan segala pradu
"Paman ini mau membawaku ke mana, sih?" tanya Feli dengan nada setengah merengek, selagi dirinya berjalan dengan agak sedikit ogah-ogahan, ketika Nathen menuntunnya berjalan, ke luar dari sebuah salon mewah, menuju mobilnya.Tidak terasa, nyaris dua minggu sudah berlalu dari malam di mana akhirnya Feli mengetahui fakta jika ternyata Vivian memiliki hubungan gelap dengan Davian, bahkan mereka berencana melakukan sebuah pernikahan.Dua minggu berjalan, sungguh Nathen sama sekali tidak mengira, jika alih-alih marah atau merasa kecewa pada dirinya, Feli malah menunjukan, jika istri cantiknya itu merasa cukup tersentuh atas apa yang telah dilakukannya.Hubungan pernikahan mereka bahkan bisa dikatakan berjalan sangat baik-baik saja, terutama setelah akhirnya mereka sepakat untuk menempati rumah baru mereka.Hampir seharian ini, Feli dibuat sibuk juga kebingungan dalam satu waktu, ditemani oleh Helen yang mendadak mengajaknya berbelanja baju baru, hingga mempercantik diri di salon.Feli sung
Masih terbayang kelewat jelas dalam ingatan Nathen, ayalnya rekaman video yang diputar di depan pelupuk mata dengan resolusi tinggi, bagaimana tiga minggu sebelum pernikahannya dan Feli dilangsungkan, ia bertemu lebih dulu dengan Vivian.Pertemuan pertama selepas nyaris satu bulan Nathen sama sekali tidak mendapat kabar dari calon istrinya itu, karena seakan menghilang tanpa jejak, ayalnya ditelan bumi.Itu pun terjadi secara mendadak sekali, di kediaman Hayden, ketika sahabat dari Nathen itu tiba-tiba meminta Nathen datang, katanya ada hal darurat yang musti dibahas.Begitu tiba dikediaman Hayden, Nathen malah dikagetkan dengan keberadaan Davian dan Vivian di sana, duduk saling berdampingan di ruang tamu.Nathen yang kala itu berjalan sambil dirangkul oleh Hayden, gegas menghentikan langkah, mencoba menelaah, apa sebenarnya yang sedang terjadi.Keterkejutan yang dirasakannya, mungkin nyaris sama, seperti bagaimana terkejutnya Feli melihat Davian membawa serta Vivian di pertemuan mere
Keheningan canggung itu tak terelakan, terjadi begitu saja, menyelimuti kebersamaan antara Nathen dan Feli, begitu keduanya memasuki mobil.Acara makan malam – lebih ke pertemuan yang Nathen adakan secara khusus dengan Davian, telah berakhir.Kini, Feli yang sudah mengetahui segala kebenarannya, sedari tadi telah sukses dibuat tidak bisa berkata-kata.Selepas Davian memberi penjelasan pada dirinya, dari mulai alasan sebenarnya mengapa Vivian memilih urung untuk menikah dengan Nathen, sampai Nathen yang rupanya telah membayar Jane untuk menutupi fakta bahwa Davian dan Vivian bersama – untuk sementara darinya, membuat Feli jadi lebih banyak diam.Tidak banyak kata yang terlontar dari mulut wanita cantik itu. Bukan karena tidak ada kalimat yang ingin ia utarakan, hanya saja ... Feli lebih ke merasa bingung, harus memulainya dari yang mana terlebih dahulu.Terlalu banyak kalimat berbentuk tanya yang saat ini tengah berkecamuk dengan begitu hebatnya dalam benak Feli, membuat perasaannya ja