Melihat wanita yang di sayanginya terbaring lemas di atas ranjang rumah sakit, Ardhan segera menghampiri dan memeluknya. Tadi saat mendapat kabar bahwa Alea mengalami kecalakaan, Ardhan mengendarai mobilnya menuju rumah sakit dengan kecepatan tinggi. Dia tidak peduli lagi jika setelah ini akan ada surat tilang yang ditujukan padanya. Ardhan sangat menghawatirkan Alea.
“Ada apa?” tanya Ardhan lembut membelai Alea yang masih tampak pucat itu.
Alea berusaha duduk dan ingin memeluk Ardhan. Ardhan membantunya.
“Tadi mobil Devan menghindari pemotor dan banting ke trotoar nabrak tiang!” Alea menyampaikan apa yang diingatnya sebelum dia tidak sadar.
“Bukannya kau bilang naik taxi?” Ardhan tidak sampai hati harus marah mendengar Alea bersama Devano, dia hanya bertanya sedikit demi sedikit dengan lembut.
“Iya, aku memesan taxi, tapi Devan yang ternyata jadi supirnya. Dia jahil sekali bukan?” ucap Alea lag
Ardhan pada akhirnya harus menuruti kemauan Alea yang ingin segera pulang. Dia mengkosultasikan pada dokter kandungan yang memeriksa Alea dan untungnya dokter tersebut sudah mengatakan Alea bisa dibawa pulang dengan catatan masih harus bed rest seminggu ini. Saat ini dia sedang membereskan administrsi rumah sakit Alea.“Maaf, Pak. Pasien atas nama Nyonya Alea sudah dibereskan. Terima kasih sudah menggunakan fasilitas kami. Semoga lekas sembuh!” ucap petugas pembayaran rumah sakit tersebut.Ardhan tidak merasa mengurusi administrasi Alea, karena itu dia ingin memperjelas siapa yang membereskannya? Petugas itu mencarikan dokumen pembayaran dan menemukan tandan tangan dengan tulisan tangan Devano. Ardhan tentu tidak terima hal itu.“Saya tidak mau tahu, tolong balikin pembayaran atas nama pria itu. Ini istri saya, jadi sayalah yang punya kewajiban membayarnya,” ucap Ardhan sungguh merasa tersinggung. Kurang ajar Devano. Apa dia kira Ardhan tidak bisa bayar apa?“Maaf Pak, saya tidak meng
Ardhan ingin menemui Devano dan bertanya sedang di mana dia? Devano mengiyakan pertemuan itu saat dirinya sedang ada urusan di sebuah tempat. Ardhan tidak keberatan menemuinya di manapun dia berada.Dia berjalan terburu di lorong yang sepi itu. Devano sudah menunggu di sana. Saat dia mendekat, dihempaskannya map dari rumah sakit itu ke dada Devano. Di dalamnya ada lembaran uang sebagai ganti admisnistrasi yang sudah dibayarkan Devano untuk Alea.“Lain kali permisi dulu kalau mau melakukan sesuatu. Apa aku harus terus memperingatkanmu agar kau tidak berulah lagi?” Ardhan menatap Devano dengan jengkel.“Setidaknya lihatlah hal itu sebagai permintaan maafku, aku sudah hampir mencelakai Alea!” Devano berusaha menahan diri agar tidak memunculkan amarah untuk bersihtegang dengan pria ini.“Sadar kamu kalau sudah buat Alea celaka?” Ardhan menatap Devano dengan sangat muak. Apalagi teringat dia yang diam-diam memfotonya dengan Naysila di restoran lalu mengirimkannya pada Alea. Pasti niatnya
“Auh, sakit Kak!”Teriakan itu sontak membuat Ardhan seketika berjingkat dari tubuh istrinya. Dia langsung memeriksa Alea dan memastikan dia baik-baik saja.“Apa aku bilang tadi!” ucapnya dengan cemas lalu segera mengambilkan air putih untuk Alea.“Enggak apa, Kak. Jangan secemas itu. Hanya sedikit keram.” Alea menenangkan Ardhan yang nampak bersalah dan takut terjadi sesuatu padanya itu.“Udah ah, Sayang. Gak lucu ini!”Kaos yang terserak di lantai ditarik lalu dipakainya. Ardhan juga mengambilkan gaun Alea dan melekatkan di tubuh polosnya. Demi menuruti keinginan sang istri tadi, dia jadi membuatnya sampai keram begitu. Ardhan tentu panik karena membayangkan baby mungil di perut itu jadi terusik.Dia menyadari bahwa dirinya sedikit kasar. Meski sudah dicobanya untuk berhati-hati, terkadang bisa khilaf juga. Karenanya Ardhan pasti was-was kalau saja akan melukai sang baby di dalam sana saat me
“HENTIKAN KATAKU!”Ardhan dengan ketus menghampiri pria itu dan menahan tangannya lalu dengan kasar menghempaskannya.“Kau?!” Digta, nama pria itu. Dia terkejut melihat Ardhan ada di depannya. Dia tahu bahwa wanita yang bersamanya ini dulunya adalah kekasih pria itu. “Apa masalahmu hingga memukuli seorang perempuan?” Ardhan geram menatap Dygta.Naysila melihat Ardhan datang lalu menatapnya dengan pancaran penuh kebahagiaan. Dia tidak mengira bisa bertemu dengannya di tempat ini. Naysila berpikir, Ardhan sudah tidak terlalu tertarik mengikuti komunitas pebisnis muda ini.“Astaga, bukankah kata Leon kau sudah menikah? Kenapa kau masih membela wanita ini?” Digta malah mencecar Ardhan.“Nay, kenapa kau berurusan dengan pria seperti ini?”Ardhan tidak ingin meladeni ucapan dari mulut pecundang itu. Bagaimanapun dia mengenal Naysila dan pernah dekat dengannya bertahun-tahun.
Suara ponsel berdering beberapa kali namun Alea belum juga terbangun. Di deringan yang kesekian kali Alea baru tergugah dan nampak enggan membuka matanya lantaran semalam dia sulit sekali memejamkan matanya. Jadinya dia masih sangat mengantuk sepagi ini.“Iya, Kak?” suara serak Alea mengangkat panggilan itu.“Belum bangun, Sayang?” tanya suara dari seberang sana.“Masih ngantuk” jawab Alea dengan suara bantalnya.“Makanya jangan begadang, sekarang mending sholat subuh dulu terus tidurnya bisa dilanjut lagi.”Ardhan semalam menghubungi Alea dan menanyakan apa Alea ingin dia pulang ke rumah keluarga untuk menemaninya. Namun Alea dengan penuh pengertian tidak menginginkannya. Alasan agar Ardhan bisa beristirahat dengan baik di rumah mereka sendiri karena esok harinya masih harus kerja. Pagi ini Ardhan sudah merindukan istri dan baby yang masih di perutnya itu.Selesai sholat subuh Alea inginnya ke
Alea sudah nampak baikan dan sekarang merasakan perutnya lapar. Dia keluar kamar dan melihat Mbak Sri sedang menyiapkan beberapa makanan di meja. Ini sudah agak siangan. Apa mertuanya itu belum sarapan hingga pembantu rumah baru menyiapkan makanan? Atau jangan-jangan mereka menunggunya bangun tidur dulu? Kalau begitu adanya Alea harusnya tidak bangun sampai sesiang ini.“Banyak sekali makanannya, Mbak. Papa dan Mama belum sarapan?” tanya Alea melihat hidangan di meja makan itu.“Sudah kok, Mbak Alea. Ini semua untuk Mbak Alea.” Sri menyampaikan hal itu.“Ya Allah, semeja ini?” Alea merasa perutnya sudah penuh saja membayangkan semua hidangan itu untuknya.“Kamu harus banyak makan yang bergizi, Al. Sekarang makannya harus dobel, karena bukan hanya kamu yang butuh asupan, tapi janin di rahim kamu juga. Jadi makan untuk dua orang.” Hera terlihat keluar dan menghampiri Alea.“Ma, mana mu
Mereka mampir di kantin rumah sakit sekedar membasahi tenggorokan sembari menunggu supir menjemput. Romi, supir Hera tadi minta ijin untuk mengantar sesuatu ke rumah. Karena Hera tahu pemeriksaan akan sedikit lama menunggu dokter kandungan yang belum datang, akhirnya dia mengijinkannya. Sekarang mereka sedang menunggu sang supir yang belum datang itu.“Al, kamu masih marah dengan ayahmu?” tanya Hera menatap Alea yang sejak tadi terdiam itu setelah berpapasan dengan ayahnya.Alea menatap Hera dan dia sepertinya sedikit keberatan menjawabnya. Namun Alea jadi tidak enak sendiri kalau tidak menyahuti pertanyaan mertuanya itu. “Tidak, Ma. Tapi jujur, hal itu membuat saya kecewa dan tidak bisa lagi bersikap seperti sedia kala pada Ayah.”“Aku mengerti, Al. Tidak baik Nak, menyimpan benci dan marah pada orang tua sendiri. Apalagi kamu sedang hamil. Ikhlaskan saja, ya!” tutur Hera mengelus lengan Alea.“Baik, Ma.” H
Deg!Apa Alea salah dengar tadi saat Ardhan menyebut nama panggilan seseorang?Nay? Apa yang dia maksud adalah Naysila?Apakah itu Naysila yang sama?Ardhan juga menegaskan agar seseorang yang berkomunikasi dengannya dalam telepon itu tidak lagi menghancurkan kepercayaannya. Dan lihatlah, Ardhan seterkejut itu ketika melihatnya ada di belakangnya.Ya Allah, tolong jangan penuhi pikiranku dengan hal-hal yang negatif. Batin Alea yang membeku itu.“Alea?” tukas Ardhan yang langsung menutup panggilan itu. “Hei, duduklah. Aku tidak tahu kau ada di belakang.” Ardhan membimbing Alea duduk di bangku taman belakang rumah.“Kenapa, Kak?” tanya Alea.Pertanyaan itu tentu membuat Ardhan heran. “Kenapa? Maksudnya apa?” tanyanya meminta penjelasan.“Kenapa tiba-tiba telponnya diputus?” Alea menelisik.“Oh, astaga. Aku kira apa, tadi aku hanya terkejut tiba-