Mereka mampir di kantin rumah sakit sekedar membasahi tenggorokan sembari menunggu supir menjemput. Romi, supir Hera tadi minta ijin untuk mengantar sesuatu ke rumah. Karena Hera tahu pemeriksaan akan sedikit lama menunggu dokter kandungan yang belum datang, akhirnya dia mengijinkannya. Sekarang mereka sedang menunggu sang supir yang belum datang itu.
“Al, kamu masih marah dengan ayahmu?” tanya Hera menatap Alea yang sejak tadi terdiam itu setelah berpapasan dengan ayahnya.
Alea menatap Hera dan dia sepertinya sedikit keberatan menjawabnya. Namun Alea jadi tidak enak sendiri kalau tidak menyahuti pertanyaan mertuanya itu. “Tidak, Ma. Tapi jujur, hal itu membuat saya kecewa dan tidak bisa lagi bersikap seperti sedia kala pada Ayah.”
“Aku mengerti, Al. Tidak baik Nak, menyimpan benci dan marah pada orang tua sendiri. Apalagi kamu sedang hamil. Ikhlaskan saja, ya!” tutur Hera mengelus lengan Alea.
“Baik, Ma.” H
Deg!Apa Alea salah dengar tadi saat Ardhan menyebut nama panggilan seseorang?Nay? Apa yang dia maksud adalah Naysila?Apakah itu Naysila yang sama?Ardhan juga menegaskan agar seseorang yang berkomunikasi dengannya dalam telepon itu tidak lagi menghancurkan kepercayaannya. Dan lihatlah, Ardhan seterkejut itu ketika melihatnya ada di belakangnya.Ya Allah, tolong jangan penuhi pikiranku dengan hal-hal yang negatif. Batin Alea yang membeku itu.“Alea?” tukas Ardhan yang langsung menutup panggilan itu. “Hei, duduklah. Aku tidak tahu kau ada di belakang.” Ardhan membimbing Alea duduk di bangku taman belakang rumah.“Kenapa, Kak?” tanya Alea.Pertanyaan itu tentu membuat Ardhan heran. “Kenapa? Maksudnya apa?” tanyanya meminta penjelasan.“Kenapa tiba-tiba telponnya diputus?” Alea menelisik.“Oh, astaga. Aku kira apa, tadi aku hanya terkejut tiba-
Mobil Ardhan memasuki parkir pemakaman yang nampak sepi itu. Setelah membantu Alea membukakan pintu mobil, dia menggandengnya masuk ke area pemakanam. Ardhan jadi ingat saat ikut mengantar jenazah ibu Alea. Dia bisa melihat Alea begitu terpukul dan bebrapa kali harus ditenangkan. Genggamannya semakin erat saat melihat di makam ibunya sana sudah ada Nadhim bersama istri dan anak kecilnya.“Kau mau menunggu saja?” tanya Ardhan ketika kaki Alea tidak bergerak setelah melihat mereka.Alea terdiam sembari berpikir. Kenapa bisa kebetulan mereka ada di pemakaman ini? Apakah ayahnya sering datang bersama anak dan istrinya itu menziarahi makam ibunya? Seandainya begitu, artinya ayahnya memang masih sangat mencintai ibunya itu meski sudah meninggal.Hera juga pernah bercerita bahwa di rumah mereka, ayahnya memasang foto keluarga yang terdiri dari dirinya, ibu dan ayahnya sendiri. Arya juga sudah di ajari untuk bisa menerima tentang keluarga ayahnya sebelum ini
Hera mondar-mandir di depan rumahnya karena anak dan menantunya belum juga terlihat. Saat menjelang maghrib tadi dia sudah ingin menghubungi Ardhan dan menanyakan sedang di mana mereka. Namun Hamid melarangnya dengan alasan bisa jadi mereka sedang ingin jalan-jalan. Sekarang sudah hampir jam 9 malam. Hera jadi mencemaskan Alea.“Sudah, Ma. Masuk dulu. Nanti juga mereka pulang” ujar Hamid melihat istrinya yang sejak tadi di halaman itu.“Aku sudah telpon lho, Pa. Tapi tidak ada yang menyahuti. Balas pesan kek!” Hera masih resah menatap ke arah gerbang rumahnya itu kemudian beralih ke layar ponselnya.“Ya bisa jadi mereka ingin bersenang-senang sebentar,” tukas Hamid lagi.“Bersenang-senang di rumah kan bisa, Pa.” ujar Hera lagi menghampiri suaminya itu dan duduk di sampingnya.“Kalau bersenang-senang di luar lebih hot!” Hamid mentowel lengan istrinya sambil berkedip nakal.Hera seket
Alea memang tidak salah mendengar. Suara Ardhan tentu terdengar jelas di telinganya. Mereka hanya dibatasi jendela kaca dan tirai saja.Siapa ‘Nay’ yang dimaksud?Naysila kah?Dia jadi ingat ucapan Naysila waktu itu bahwa dia akan berusaha merebut kembali Ardhan darinya. Alea dihinggapi rasa cemas dan sedih. Bagaimana suaminya yang katanya sudah tidak ada hubungan apapun dengan Naysila kembali bertelpon-telponan lagi dengannya?Tunggu dulu! tidak boleh terburu-buru berprasangka. Dia belum tahu pasti apakah itu benar Naysila mantan kekasih Ardhan atau bukan.Kalau saat ini Alea ingin menanyakannya, apa itu sedikit berlebihan?Coba dulu tanya. Bukankah Ardhan bilang mereka harus saling terbuka.Alea duduk kembali di sofa dan melihat Ardhan masuk tapi masih sisbuk menghubungi seseorang. Alea tentu tidak bisa mengusiknya jika seperti itu. Lalu karena merasa diabaikan, dia bangkit keluar kamar untuk sekedar mencari
Rombongan pelayat mulai undur diri dari rumah duka. Mobil Hamid memasuki pelataran rumah Leon di ikuti mobil Ardhan yang membawa Alea juga Leon. Mereka terlihat keluar mobil lalu bersama masuk ke dalam rumah yang masih dipenuhi duka nestapa Papa dan juga Omah Leon. Sugiono—Pria itu—bangkit dengan ringkih menyambut Hamid dan memeluknya. “Maafin dosa istri saya ya, Pak, kalau ada salah.” Sugiono terisak. “Iya, Pak. Yang sabar ya!” ucap Hamid menepuk pundak Papa Leon. “Bu Hera, maafin kesalahan Sarii ya bu!” Sugiono menangkupkan kedua tangannya. Hera hanya mengangguk sambil terisak mengenang sosok Mama Leon yang seusia dengannya. Cepat sekali tuhan memanggilnya. Bahkan dia masih meninggalkan seorang ibu yang juga nampak terpukul. “Ya Allah, mbok ya saya dulu yang dipanggil, kenapa kok anak saya dulu…” tangis wanita tua itu sambil memukul mukul pahanya sendiri. “Sudah, Oma. Sabar ya!” Hera menenangkan di samping wanita itu. Alea yang kasihan mengambil tempat di samping lainnya samb
“Kok bisa ya, Kak? Kemarin Kakak minta aku hindari Naysila. Sekarang malah diam-diam Kakak dekat lagi dengan Naysila?!” Alea berjingkat karena terkejut Naysila ternyata selama ini bekerja bersama Ardhan di kantor yang sama. “Oh, karena itu Kakak suruh aku tinggal di rumah Mama Hera?” Prasangka-prasangka buruk seolah menemukan celah untuk bisa lolos diucapkan Alea. “Sabar sayang, kan belum selesai penjelasannya?” Ardhan berkata dengan lembut dan harus berkepala dingin jika sudah menyangkut permasalahan wanita lain. “Jadi yang sering telpon Kakak dengan tanpa nama itu Naysila?” Alea masih mencecar. “Bukan seringlah…” “Iya atau tidak, Kak?” Alea tidak sabar karena Ardhan tidak menjawab apa yang ditanyakannya. “Iya, sayang tapi bukan sering.” “Gak penting sering atau tidak, kenapa tidak menceritakan hal itu? Kan Kakak sendiri yang bilang harus saling terbuka. Kalau aku tidak cerita apa-apa Kakak pasti marah. Ternyata malah diam-diam balikan lagi sama Naysila!” Napas Alea sudah nai
“Sayang bangun, sholat shubuh yuk!” Ardhan membangunkan Alea yang terlihat masih lelap itu sambil memastikan istrinya baik-baik saja. Dia mengecup kening Alea yang semalam melayaninya sekali lagi karena hasyratnya yang kembali bangkit. Munafik sekali dirinya. Sering mengingatkan Alea agar menahan diri sampai memasuki trimester ke dua, sementara semalam dia malah menginginkan kembali kegiatan mesra mereka setelah beristirahat sejenak pasca babak panjang pertama selesai. Ardhan hanya ingin Alea tahu, bahwa kepadanya dia akan selalu melabuhkan rasa cintanya yang terus menggelora dari hari ke hari. Alea memegangi kepalanya yang sedikit pusing lalu berjalan keluar kamar menuju dapur untuk membuat sesuatu. Setelah sholat subuh tadi dia kembali tidur karena lelah. Teringat dirinya harus menyiapkan sarapan, Alea pun bangun dengan malas. Sekujur tubuhnya masih begitu lelah, namun senyum terkembang di bibirnya sambil mengelus sang buah hati di perutnya. Senyum itu segera terhenti karena mer
Melihat nama pria itu, Ardhan jadi kesal. Sebulan yang lalu dia hampir mencelakai Alea dan sekarang lagi-lagi masih berusaha menghubunginya. Ardhan akan menanyakan pada Alea apakah pria ini masih suka menghubunginya?“Ada telpon dari Devano!” Ardhan menyodorkan ponsel Alea.“Oh?!”Bibir Alea membentuk huruf O dan dia menatap suaminya itu sambil menelisik apakah akan marah jika Devano menghubunginya? Namun ekspresi yang ditunjukan pria ini sulit ditebak Alea.“Aku angkat dulu ya, Kak?”Alea bangkit menjauh hendak mengangkat panggilan Devano. Ardhan menatapnya karena memilih mengangkat panggilan di luar.Tadinya dia ingin melarangnya. Tapi teringat bahwa dirinya juga sering menerima panggilan dari Naysila dan memilih menjauh saat mengangkatnya. Itu pasti membuat Alea berpikir tidak adil jika dia protes atas hal itu.Antara dirinya dan Naysila tidak ada apa-apa lagi. Dia juga sudah memastikan Nay