Hera mondar-mandir di depan rumahnya karena anak dan menantunya belum juga terlihat. Saat menjelang maghrib tadi dia sudah ingin menghubungi Ardhan dan menanyakan sedang di mana mereka. Namun Hamid melarangnya dengan alasan bisa jadi mereka sedang ingin jalan-jalan. Sekarang sudah hampir jam 9 malam. Hera jadi mencemaskan Alea.
“Sudah, Ma. Masuk dulu. Nanti juga mereka pulang” ujar Hamid melihat istrinya yang sejak tadi di halaman itu.
“Aku sudah telpon lho, Pa. Tapi tidak ada yang menyahuti. Balas pesan kek!” Hera masih resah menatap ke arah gerbang rumahnya itu kemudian beralih ke layar ponselnya.
“Ya bisa jadi mereka ingin bersenang-senang sebentar,” tukas Hamid lagi.
“Bersenang-senang di rumah kan bisa, Pa.” ujar Hera lagi menghampiri suaminya itu dan duduk di sampingnya.
“Kalau bersenang-senang di luar lebih hot!” Hamid mentowel lengan istrinya sambil berkedip nakal.
Hera seket
Alea memang tidak salah mendengar. Suara Ardhan tentu terdengar jelas di telinganya. Mereka hanya dibatasi jendela kaca dan tirai saja.Siapa ‘Nay’ yang dimaksud?Naysila kah?Dia jadi ingat ucapan Naysila waktu itu bahwa dia akan berusaha merebut kembali Ardhan darinya. Alea dihinggapi rasa cemas dan sedih. Bagaimana suaminya yang katanya sudah tidak ada hubungan apapun dengan Naysila kembali bertelpon-telponan lagi dengannya?Tunggu dulu! tidak boleh terburu-buru berprasangka. Dia belum tahu pasti apakah itu benar Naysila mantan kekasih Ardhan atau bukan.Kalau saat ini Alea ingin menanyakannya, apa itu sedikit berlebihan?Coba dulu tanya. Bukankah Ardhan bilang mereka harus saling terbuka.Alea duduk kembali di sofa dan melihat Ardhan masuk tapi masih sisbuk menghubungi seseorang. Alea tentu tidak bisa mengusiknya jika seperti itu. Lalu karena merasa diabaikan, dia bangkit keluar kamar untuk sekedar mencari
Rombongan pelayat mulai undur diri dari rumah duka. Mobil Hamid memasuki pelataran rumah Leon di ikuti mobil Ardhan yang membawa Alea juga Leon. Mereka terlihat keluar mobil lalu bersama masuk ke dalam rumah yang masih dipenuhi duka nestapa Papa dan juga Omah Leon. Sugiono—Pria itu—bangkit dengan ringkih menyambut Hamid dan memeluknya. “Maafin dosa istri saya ya, Pak, kalau ada salah.” Sugiono terisak. “Iya, Pak. Yang sabar ya!” ucap Hamid menepuk pundak Papa Leon. “Bu Hera, maafin kesalahan Sarii ya bu!” Sugiono menangkupkan kedua tangannya. Hera hanya mengangguk sambil terisak mengenang sosok Mama Leon yang seusia dengannya. Cepat sekali tuhan memanggilnya. Bahkan dia masih meninggalkan seorang ibu yang juga nampak terpukul. “Ya Allah, mbok ya saya dulu yang dipanggil, kenapa kok anak saya dulu…” tangis wanita tua itu sambil memukul mukul pahanya sendiri. “Sudah, Oma. Sabar ya!” Hera menenangkan di samping wanita itu. Alea yang kasihan mengambil tempat di samping lainnya samb
“Kok bisa ya, Kak? Kemarin Kakak minta aku hindari Naysila. Sekarang malah diam-diam Kakak dekat lagi dengan Naysila?!” Alea berjingkat karena terkejut Naysila ternyata selama ini bekerja bersama Ardhan di kantor yang sama. “Oh, karena itu Kakak suruh aku tinggal di rumah Mama Hera?” Prasangka-prasangka buruk seolah menemukan celah untuk bisa lolos diucapkan Alea. “Sabar sayang, kan belum selesai penjelasannya?” Ardhan berkata dengan lembut dan harus berkepala dingin jika sudah menyangkut permasalahan wanita lain. “Jadi yang sering telpon Kakak dengan tanpa nama itu Naysila?” Alea masih mencecar. “Bukan seringlah…” “Iya atau tidak, Kak?” Alea tidak sabar karena Ardhan tidak menjawab apa yang ditanyakannya. “Iya, sayang tapi bukan sering.” “Gak penting sering atau tidak, kenapa tidak menceritakan hal itu? Kan Kakak sendiri yang bilang harus saling terbuka. Kalau aku tidak cerita apa-apa Kakak pasti marah. Ternyata malah diam-diam balikan lagi sama Naysila!” Napas Alea sudah nai
“Sayang bangun, sholat shubuh yuk!” Ardhan membangunkan Alea yang terlihat masih lelap itu sambil memastikan istrinya baik-baik saja. Dia mengecup kening Alea yang semalam melayaninya sekali lagi karena hasyratnya yang kembali bangkit. Munafik sekali dirinya. Sering mengingatkan Alea agar menahan diri sampai memasuki trimester ke dua, sementara semalam dia malah menginginkan kembali kegiatan mesra mereka setelah beristirahat sejenak pasca babak panjang pertama selesai. Ardhan hanya ingin Alea tahu, bahwa kepadanya dia akan selalu melabuhkan rasa cintanya yang terus menggelora dari hari ke hari. Alea memegangi kepalanya yang sedikit pusing lalu berjalan keluar kamar menuju dapur untuk membuat sesuatu. Setelah sholat subuh tadi dia kembali tidur karena lelah. Teringat dirinya harus menyiapkan sarapan, Alea pun bangun dengan malas. Sekujur tubuhnya masih begitu lelah, namun senyum terkembang di bibirnya sambil mengelus sang buah hati di perutnya. Senyum itu segera terhenti karena mer
Melihat nama pria itu, Ardhan jadi kesal. Sebulan yang lalu dia hampir mencelakai Alea dan sekarang lagi-lagi masih berusaha menghubunginya. Ardhan akan menanyakan pada Alea apakah pria ini masih suka menghubunginya?“Ada telpon dari Devano!” Ardhan menyodorkan ponsel Alea.“Oh?!”Bibir Alea membentuk huruf O dan dia menatap suaminya itu sambil menelisik apakah akan marah jika Devano menghubunginya? Namun ekspresi yang ditunjukan pria ini sulit ditebak Alea.“Aku angkat dulu ya, Kak?”Alea bangkit menjauh hendak mengangkat panggilan Devano. Ardhan menatapnya karena memilih mengangkat panggilan di luar.Tadinya dia ingin melarangnya. Tapi teringat bahwa dirinya juga sering menerima panggilan dari Naysila dan memilih menjauh saat mengangkatnya. Itu pasti membuat Alea berpikir tidak adil jika dia protes atas hal itu.Antara dirinya dan Naysila tidak ada apa-apa lagi. Dia juga sudah memastikan Nay
Alea tercenung setelah paggilan mereka berakhir. Memikirkan ucapan Devano tentang hubungan suaminya dengan Naysila di kantor. Apa jangan-jangan Ardhan tidak mengijinkannya ikut kelas masak karena tidak mau mengusik kedekatannya lagi dengan Naysila?Duh, otaknya jadi mikir yang negative lagi. Sepertinya dia akan terus berpikiran seperti ini selama Ardhan akan bersama Naysila di kantor. Sementara dia tidak bisa protes karena sudah mengetahui alasan yang disampaikan Ardhan.Ide Devano tidak buruk. Kalau dia ikut kelas masak, setidaknya dia akan tahu bahwa suaminya dan Naysila tidak sedang kembali dekat lagi. Melainkan hanya sebatas bekerja.[Sudah sampai kantor belum, Sayang?] Alea berbasa-basi karena pastilah Ardhan sudah sampai kantor. Ini sudah dua jam sejak dia berangkat tadi.[Ada apa?] balas Ardhan langsung setelah pesan Alea terbaca.[Kakak sibuk?] tanya Alea terkesan receh. Bukankah Ardhan sudah bilang tadi kalau dia sangat sibuk karenanya tidak mengijinkan Alea ikut.Ardhan lang
Dita melihat wanita cantik yang berdiri di hadapannya. Dia dulu pernah mengira bahwa wanita yang sedang berdiri anggun di hadapannya itu adalah adik dari bosnya. Belakangan baru tahu bahwa wanita itu adalah istrinya. Padahal saat itu Ardhan diketahui masih bersama Naysila. Kehidupan para bos memang rumit. Dita tidak perlu membingungkan dirinya memikirkan urusan orang lain. “Ada yang bisa saya bantu, Bu?” ucap Dita lebih sopan dari sebelumnya karena tahu wanita ini istri bosnya. “Apa Pak Ardhan ada di ruangannya?” tanya Alea lagi. “Oh, Pak Ardhan sedang meeting. Apa ibu sudah menghubungi beliau?” Dita bertanya. “Oh, masih meeting ya?” Alea tahu karena tadi dia sempat bertanya di mana Ardhan akan meeting? Dan Ardhan menjawab bahwa dia akan meeting di kantor saja. “Iya, Bu. Apa anda ingin menunggunya di ruangan?” “Masih lamakah?” Alea mencoba menghechek ponselnya hendak menghubungi Ardhan. Tapi pasti sedang sibuk dan tidak sempat menghecek ponsel. Karenanya Alea tidak jadi mengi
Ponsel Alea bergetar. Ada notifikasi masuk. Dia yang sudah diminta duduk oleh Devano mencoba membaca pesan dari layar ponselnya.Dari Ardhan, dan hanya ada satu kata singkat saja—[YA] untuk membalas pesannya yang menanyakan apakah Ardhan meeting di kantor?Kenapa jawabannya ‘YA’ padahal jelas-jelas Delon tadi bilang Ardhan tidak sedang meeting di kantor.SKY KAFE?NAYSILA?Kepala Alea jadi pusing karena mendengar dua kosa kata itu. Alea ingat pernah ke sana dan bertemu Naysila. Dia bilang tempat itu adalah tempat favorit mereka saat berpacaran. Saat ini mereka berdua di tempat itu? benarkah hanya sekedar meeting?Hatinya sungguh pedih, tapi masih ditahannya. Dia tidak ingin terlihat rapuh apalagi di depan Devano. Takutnya Devano mengiranya tidak bahagia dan akan keberatan dengan sikapnya selama ini seperti sebelum-sebelumnya.Apa yang terjadi sampai Leon yang harusnya meeting di luar bersama Naysila harus digantikan Ardhan? Apa itu hanya trik Ardhan saja agar bisa lebih dekat lagi den