Beranda / Romansa / Istri Best Seller / Mereka Bersikap Dingin

Share

Mereka Bersikap Dingin

Penulis: Windersone
last update Terakhir Diperbarui: 2024-03-21 23:03:47

Bunga menuruni tangga kamar bersama Raisa dalam gendongannya bersama perasaan bahagia karena ingin mengajak anaknya itu bertemu Kafkha. Setelah membuka pintu kamar tamu, Bunga melihat Risa sudah di sana, sedang berbicara bersama Kafkha dengan topik tampak menyenangkan sampai mereka tertawa ringan. Selain merasa kaget, Bunga merasa kedatangannya malah mengganggu karena mereka sontak diam menatapnya yang baru masuk.

“Aku mengajak Raisa bertemu denganmu. Sepertinya dia merindukan mu,” kata Bunga dengan sedikit senyuman.

Kafkha menatap Raisa dengan wajah datar. Pria itu menyodorkan tangan, meminta anak itu diberikan padanya. Bunga tersenyum ringan dan lanjut berjalan dari pintu menghampiri mereka, memberikan bocah itu pada Kafkha.

“Hai, Sayang …!” Risa yang duduk di bangku di samping kasur, ikut menyapa bocah itu.

“Iya, Tante ....” Kafkha bertingkah sok asik dan akrab bersama Risa.

Mereka berdua terlihat dekat, memunculkan kecemburuan di hati Bunga yang ditahan wanita itu dengan gigi
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Istri Best Seller    Kamu Tidak Percaya Lagi Padaku?

    Deringan telepon menghentikan tangis Bunga. Wanita itu berdiri, bangkit dari posisi duduknya di lantai sambil menyeka air mata dan berjalan menghampiri ponsel yang ada di atas meja, di samping kasur. Ia melihat nomor baru menghubungi nomornya dan menjawab sambungan telepon itu.“Bu Bunga? Proses pencetakan bukunya hampir selesai. Ceritanya bagus sekali, sampai saya sendiri terbawa perasaan saat membacanya,” kata seorang wanita dari seberang sana, berbicara seolah mereka akrab. Dahi Bunga mengerut bingung, tidak mengerti dengan perkataan wanita yang tidak diketahui siapa orang itu. “Ini siapa? Perasaan saya tidak menggunakan jasa cetak buku akhir-akhir ini karena saya sedang sibuk mengurus naskah film. Ini penerbit apa, ya?” tanya Bunga, penasaran. Tidak ada jawaban dari seberang sana, senyap, dan sambungan telepon berakhir begitu saja, tanpa ada jawaban. Bunga menurunkan ponsel yang sempat di tempelkan di telinga kanannya, ia memperhatikan nomor itu dengan perasaan bingung dan pena

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-22
  • Istri Best Seller    Rasanya Tidak Mungkin

    Bunga ke rumah Willa, ia mencurahkan semua perasaan, rasa sedihnya kepada sahabatnya itu dengan air mata menetes tidak terhenti. Willa merasa miris dengan cerita Bunga, membuatnya ikut prihatin juga berpikir keras mengingat Kafkha rasanya bukan orang yang bisa mendua. Sejenak Willa diam, memikirkan cerita Bunga yang saat ini duduk di sampingnya, di teli kasur, di mana Bunga menepuk pelan punggung Raisa yang baru tidur. "Kalau salah paham mengira kamu selingkuh, mungkin saja. Tapi, coba pikir, dia menyendiri selama dua tahun lebih karena istri pertamanya. Kemudian, dia juga menyendiri karenamu. Jadi, rasanya tidak mungkin dia mendua dengan suster Risa. Bukankah karakter suster itu juga baik?" tanya Willa setelah mengeluarkan pendapatnya. "Awalnya aku juga merasa begitu. Aku berusaha berpikir positif sampai akhirnya rasa percaya ku goyah ketika dia memberikan cincin untuk suster Risa," jelas Bunga. "Kamu pernah bercerita sebelumnya mengenai dokter Kafkha pernah berbohong untuk mengh

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-22
  • Istri Best Seller    Memprovokasi Suami

    Ponsel menempel di antara pundak dan telinga Bunga ketika wanita itu sedang memasak untuk sarapan pagi. Kafkha memperhatikan tingkah istrinya itu sejak tadi, menyadari Bunga berbicara bersama pria bernama Alex yang tidak diketahui Kafkha adalah Danar. Sebenarnya kondisi ponsel Bunga saat itu mati, ia hanya berpura-pura sedang tersambung dengan pria bernama Alex itu. "Terima kasih Bunganya. Bagus sekali," ucap Bunga dan menoleh ke belakang, menatap buket bunga mawar di atas meja makan, di mana Kafkha duduk di salah satu bangku, sedang menggendong Raisa. "Bukankah ini terlihat bodoh? Mengapa aku membiarkan istri berhubungan dengan pria lain di hadapanku?" tanya Kafkha, dalam hati, bersama perasaan kesal. "Baiklah. Dah ...." Bunga memutuskan sambungan telepon dan menaruh ponsel itu ke samping wastafel, lanjut memasak. "Kamu tidak merasa bersalah selingkuh di hadapanku? Aku masih hidup," kata Kafkha, cemburu. Bunga diam, mengabaikan perkataan Kafkha, menarik rasa kesal pria itu. Kaf

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-22
  • Istri Best Seller    Aku Bukan Kamu

    Bunga berdiri di depan jendela bagian dalam kamar tamu, kedua tangannya menyilang di dada, dan pandangannya mengarah ke luar dengan wajah terlihat kesal dalam diamnya. Di belakangnya, Kafkha duduk di tepi kasur dengan perasaan merasa bersalah. "Kamu tidak menganggapku ada. Itu sebabnya kamu selalu menjalankan diriku darimu seolah aku tidak bisa bertanggung jawab denganmu," kata Bunga."Maksudku bukan begitu.""Aku sudah tau segalanya. Malam itu aku sudah berbicara bersama Haidan, di sana juga ada dokter Danar dan Willa. Haidan menceritakannya, kalau kamu sengaja bersekongkol dengannya untuk membuatku menjauh darimu agar bisa bersama Haidan. Kamu pikir aku boneka?" Bunga memutar badan ke belakang, mengeluarkan sedikit emosi. "Jangan kekanak-kanakan. Kita sudah dewasa dan kita selesaikan semua masalah secara kedewasaan," kata Bunga sambil menghampiri Kafkha, berdiri di hadapan suaminya itu dengan wajah emosi. Kafkha hanya diam dengan kepala tertunduk bersama perasaan merasa bersalahn

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-23
  • Istri Best Seller    Mamaku Cuma Mama Stella

    Bunga berdiri di samping Danar, memperhatikan pria itu memeriksa kondisi Kafkha pagi ini yang belum sadarkan diri sejak semalam. Banyak alat-alat yang rumah sakit yang menempel di tubuh Kafkha, membuat Bunga khawatir, takut suaminya itu benar-benar tidak bisa bertahan. “Donor jantung itu masih belum didapatkan?” tanya Bunga kepada Danar. “Kami sedang mengusahakannya. Jangan cemas, kamu hanya perlu berdoa. Biar kami yang akan mencarinya,” kata Danar, prihatin melihat kondisi Bunga yang tidak bisa tidur sejak semalam dan kerjaan wanita itu hanya mencemaskan kondisi Kafkha.“Dokter!” panggil Risa dari pintu kamar dengan salah satu tangan Risa masih menggenggam handle pintu. Danar menoleh ke belakang, menatap Risa dengan interaksi kontak mata yang memiliki penafsiran. Danar menganggukkan kepala, lalu tangan kanannya menepis pelan bahu kiri Bunga sebagai interaksi pamit, dan keluar dari kamar itu mengikuti Risa. Bunga beranjak duduk di bangku besuk. Ia menggenggam tangan kanan Kafkha d

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-23
  • Istri Best Seller    Kami Tidak Akan Membedakannya

    Bunga membawa Raisa ke dapur, memperlihatkannya kepada gadis kecil itu, yang saat ini duduk di bangku meja makan, memperhatikan Jelita membuat kue. Melihat anak digendong Bunga, gadis itu tersenyum antusias, ia tampak suka pada bocah itu. Bunga duduk di samping Raisa dan memperlihatkan wajah anaknya itu ke arah gadis kecil itu. "Cantik sekali," puji Raisa. "Jadi, siapa yang menang?" tanya Bunga, bercanda. "Adik kecil ini. Dia cantik, putih, dan lihat! Dia tersenyum padaku," ucap Raisa, tersenyum senang.Jelita dan Bunga tersenyum melihat tingkah Raisa yang tampak bahagia. Meskipun tahu Raisa bukan anak kandung Kafkha, Bunga dan Jelita tidak berubah, mereka memperlakukan anak itu seperti Raisa sebelumnya. Di tengah mereka sedang menikmati waktu dalam candaan, Stella datang ke rumah itu bersama emosionalnya karena Bunga membawa Raisa tanpa izin padanya langsung. Stella menerobos masuk, menggelegarkan suara memanggil Raisa dari ruang tamu rumah itu bersama mata mencari-cari. Bunga k

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-25
  • Istri Best Seller    Untuk Bunga

    Bunga duduk di bangku taman dengan mata dipejam, di bawah langit malam yang cerah dipenuhi bintang-bintang berkelipan. Kafkha dalam setelan jaket tebal dan menggunakan syal duduk di atas kursi roda di hadapan Bunga sedang menunggu sesuatu dengan mata menoleh ke kanan, memperhatikan Raisa, Danar, dan Jelita yang berjalan menghampiri mereka bersama kue di tangan Risa. Kue itu dihadapkan Risa ke arah Bunga, sejajar dengan dada wanita itu. "Sekarang sudah boleh buka mata?" tanya Bunga, tidak sabar ingin melihat kejutan apa yang diberikan suaminya itu. "Boleh." Bunga langsung membuka mata dan menatap kaget kue di hadapannya, meskipun sudah bisa menebak hal itu akan terjadi. Kue yang ada di hadapannya saat ini adalah kue yang dibuat Jelita, sempat dilihatnya sekejap saat itu ketika berganti pakaian di rumah sebelum akhirnya kembali ke rumah sakit. "Selamat ulang tahun, Sayang," ucap Kafkha. "Umm ... aku terharu," kata Bunga. "Tiup lilinnya," suruh Jelita. Bunga menganggukkan kepala

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-26
  • Istri Best Seller    Tujuan Gadis Kecil Itu

    Bunga berhenti di tengah kamar Kafkha, ia berdiri di hadapan suaminya itu. Bunga menatap Kafkha yang masih memalingkan muka darinya sampai akhirnya pria itu meneteskan air mata saat menatapnya. Kafkha sejak tadi menahan air mata kesedihan dan kekecewaannya. Ingin sekali rasanya Kafkha memeluk Raisa tadi. Akan tetapi, setelah tahu, mengingat kebenaran kotor dari Marissa yang menghasilkan anak itu, Kafkha jadi ikut membenci Raisa. "Kenapa? Aku bisa melihat kamu masih sangat menyayangi anak itu. Lalu, mengapa kamu malah menghindarinya seolah kamu membencinya?" tanya Bunga, setelah membaca tingkah Kafkha sejak tadi. "Aku memang membencinya. Aku tidak suka wanita kotor, aku juga tidak suka anak dari hubungan kotor itu," balas Kafkha, mengagetkan Bunga dengan jawaban tersebut. Bunga memeluk lutut dan memegang kedua tangan Kafkha, menatap suaminya itu dengan wajah memelas. "Sayang ... Raisa itu tidak salah. Dia hanya korban dari hubungan orang tuanya. Contohnya, seperti kita. Jika kita m

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-26

Bab terbaru

  • Istri Best Seller    Terima Kasih

    Sembilan Bulan Kemudian ….Bunga dan Kafkha duduk di salah satu bangku kosong di sebuah bioskop, mereka duduk berdampingan di bangku paling depan, berhadapan dengan layar lebar yang akan menampilkan sebuah film yang akan tayang dalam hitungan menit. Beberapa mata memperhatikan mereka dari belakang, menaruh rasa kagum kepada sepasang suami-istri jari manis dan jari kelingking itu. Baru beberapa detik Kafkha duduk, tangan pria itu mengelus perut besar Bunga, menambah mereka menjadi terbawa perasaan dan iri.“Pasangan yang serasi,” kata seorang wanita yang duduk di belakang mereka. Perkataan wanita muda itu tertangkap samar di telinga mereka, membuat Bunga sedikit malu dan salah tingkah dengan diam. “Katanya kita serasi. Menurutmu?” tanya Kafkha dengan berbisik ke telinga kanan Bunga. “Aku rasa begitu,” balas Bunga dan tersenyum lebar kepada suaminya itu. Film yang akan mereka tonton mulai. Bunga, Kafkha, dan semua pengunjung di dalam bioskop memperhatikan lakon dari pemain film itu

  • Istri Best Seller    Masa Depan Prioritas Utamaku

    Bunga menceritakan semua yang terjadi sebelum Kafkha sadar kepada suaminya itu sambil mengelus batu nisan kayu yang sementara tertancap di bagian kepala makan Stella. Kafkha mendengar jelas dengan seksama cerita istrinya itu dengan posisi masih berdiri memperhatikan makan tersebut. Tidak hanya masalah donor jantung maupun penyakit yang dialami Stella saja yang dibuka olehnya, Bunga juga ikut bercerita mengenai hubungan Marissa dan pria yang bernama Angga itu. “Ternyata ayah anak itu Angga namanya. Stella bilang, itu temanmu. Benarkah?” tanya Bunga, menoleh ke sisi kanan dengan pandangan naik. “Bukan hanya sekedar teman, dia sudah seperti saudara ku sendiri. Pantas saja,” kata Kafkha, mengingat mimpinya saat tidak sadarkan diri, ketika ia melihat Marissa bergandeng tangan bersama Angga. “Pantas apa?” tanya Bunga, sedikit penasaran. “Bukan apa-apa,” balas Kafkha, tersenyum. Bunga berdiri dan menghadap badan ke arah Kafkha. “Kamu tidak marah?” tanya Bunga dengan mata menyelidik. “

  • Istri Best Seller    Tidak Menyangka

    Bunga berdiri dari duduknya di hadapan seorang pria dan seorang wanita yang lebih tua darinya. Bunga menjabat tangan mereka secara bergantian untuk mengakhiri pertemuan kali ini sebelum akhirnya meninggal mereka di kafe tempat mereka bertemu. Siapa kedua orang yang ada di hadapan Bunga? Pria itu seorang sutradara dan wanitanya seorang produser film. “Terima kasih, Pak, Buk. Kalau begitu, saya pamit pergi. Kebetulan, mau menghadiri acara lain,” pamit Bunga dengan senyuman. Mereka yang ada di hadapan Bunga tersenyum. Keluar dari kafe tersebut, Bunga memasuki mobil Kafkha, mengemudikannya menuju tujuan keduanya setelah membicarakan perjanjian temu kemarin. Bunga datang ke salah satu perpustakaan yang cukup besar, di mana di sana sedang diadakan pertemuan antara Bunga bersama para penggemarnya melalui buku barunya yang terbit, diterbitkan oleh Kafkha secara diam-diam di belakangnya. ‘Istri Best Seller’ itulah judul buku itu. Uniknya, akhir dari tulisan itu ditulis oleh Kafkha sendiri,

  • Istri Best Seller    Surat Titipan

    Bunga mengajari Raisa melambaikan tangan kepada Lintang yang sudah berada di dalam sebuah mobil yang ada di halaman rumah. Lintang membalas lambaian tangan mereka dan mengemudikan mobil keluar dari pekarangan rumah itu dengan senyuman, tampak sudah bisa menerima kenyataan mengenai kepergian Stella yang tidak akan pernah bisa kembali lagi dalam pelukannya. Bunga melipat kecil kertas yang diberikan Lintang sebelum meninggalkan rumah itu dan menyelipkannya ke dalam saku celana kulotnya, lalu mengajak Riasa masuk. “Mulai hari ini, princes Icha akan tinggal di rumah ini ….” Bunga mempersilakan Raisa masuk.“Iya. Tapi, ini akan sulit,” kata Raisa, berlagak sedang berpikir. “Kenapa?” tanya Bunga, penasaran. “Panggil Icha dan Raisa tetap dipanggil Raisa. Nanti aku jadi bingung karena nama kami sama,” kata Raisa dengan pintarnya. “Baiklah Tuan putri,” balas Bunga dengan senyuman. Bunga menggenggam tangan Raisa dan mengajak anak itu ke kamar yang ada di samping kamar Jelita, kamar tamu it

  • Istri Best Seller    Kejutan Apa?

    Bunga dan beberapa orang berpakaian hitam berdiri mengelilingi sebuah makan yang baru saja membukit dengan banyaknya kelopak bunga mawar merah muda yang bertebaran di atasnya. Bunga yang berdiri di sisi kanan makam itu diam dalam kebisuan. Cairan bening menetes membasahi kedua pipinya dalam rasa sedih.Jelita merangkul bahu kiri Bunga dari belakang, mengelusnya pelan sambil menatap Bunga yang membuat wanita itu menoleh dan menunjukkan raut wajah sedih yang berusaha ditahan sejak tadi. "Mama ...!" panggil Raisa, histeris sambil memeluk batu nisan Stella, di mana Lintang juga melakukan hal yang sama. Hancurnya hati Bunga melihat kesedihan anak itu terutamanya. Sejak mengetahui Stella tidak bisa diselamatkan, Raisa tidak bisa diam. Memori Bunga berputar ke beberapa jam lalu, saat pertama kali dirinya mendengar kabar Stella tidak bisa diselamatkan. 'Stella tidak bisa diselamatkan.' Bunga jadi paham, catatan kematian yang dimaksud Danar bukan untuk Kafkha seperti yang dianggap Bunga se

  • Istri Best Seller    Catat Waktu Kematiannya

    Jelita yang belum berada jauh dari kamar kafkha mendengar jelas suara teriakan Bunga. Wanita paruh baya itu menghampiri Bunga dengan mengurung niat untuk mengunjungi Stella sebelumnya tanpa sepengetahuan Bunga. “Kafkha kenapa?” tanya Jelita. Danar datang bersama Risa, mereka berlari kecil menghampiri mereka dan memasuki ruangan itu dengan kecemasan. “Kalian di luar dulu. Biar kami yang tangani,” kata Risa sambil menarik kedua pintu dan menutupnya. Seorang perawat lain berlarian menghampiri mereka, bertanya kepada Bunga mengenai keberadaan Danar dengan ekspresi perawat itu tampak panik sampai napasnya terdengar ngos-ngosan, seperti baru dikejar anjing. “Di dalam. Ada apa?” tanya Bunga, penasaran. “Bu Stella, dia mencari dokter Danar. Sekarang kondisinya kritis, dia bersikeras ingin bertemu dokter Danar," kata perawat itu. "Dia berada di dalam. Biarkan Danar menangani Kafkha, dia juga membutuhkannya. Bukankah dia kanker darah? Cari dokter yang sesuai," kata Jelita, tidak ingin Da

  • Istri Best Seller    Kanker Darah?

    Bunga berjalan sambil menjinjing plastik makanan dengan rasa senang memasuki hotel, berjalan di lorong hotel yang akan membawanya ke kamar Stella. Suara tangis anak kecil yang amat dikenalinya, sejenak menghentikan kaki Bunga melangkah. Wanita itu berlari kecil ke arah kamar Stella, membuka pintu kamar itu, dan melihat Stella terkapar tidak sadarkan diri di tengah kamar dengan Raisa berusaha membangun wanita itu. “Ma …!” panggil Raisa. “Stella,” lirih Bunga dari pintu kamar.Raisa berdiri dan mendekati Bunga, mengadukan ketidaksadaran Stella kepada wanita itu. “Mama, Tante …,” adu Raisa, menangis. Bunga memasuki kamar itu, menaruh plastik di tangannya ke atas meja, lalu hendak mengambil ponsel dari tasnya. Kedatangan seorang pria memasuki kamar itu membuat Bunga berhenti ingin mengambil ponselnya, akan menghubungi ambulans tadinya. Bunga menatap pria itu yang tidak pernah dilihat olehnya sebelumnya. Bunga tidak tahu kalau pria itu adalah Lintang, kekasih masa lalu Stella yang sem

  • Istri Best Seller    Apa Untungnya Kami Menertawakan Mu?

    Bunga yang duduk di kursi roda didorong Willa menuju kamar Kafkha dengan tiang impus ikut didorong di samping wanita itu yang dilakuan oleh Risa. "Aku dengar dokter Kafkha kritis, dia sempat dinyatakan kehilangan nyawa tadi, tetapi beberapa menit kemudian, jantungnya berdetak kembali, meskipun lemah. Sungguh keajaiban. Hari ini Bu Bunga juga bari diketahui sedang hamil. Mungkin karena itu," kata salah satu perawat yang akan melewati keberadaan Bunga dan yang lainnya, tanpa disadari perawat itu mereka ada di hadapannya. "Diam, itu Bu Bunga," kata teman perawat yang berbicara tadi dengan suara kecil. Kedua perawat yang berjalan beriringan itu merasa tidak enak dan melewati keberadaan mereka dengan senyuman ringan dan menganggukkan kepala. "Mungkin mereka benar. Anak itu pembawa keberuntungan," kata Risa kepada Bunga. Bunga hanya diam dengan sedikit senyuman di dalam kekhawatiran masih menghantui jiwanya sebelum Kafkha dinyatakan stabil dan bisa mendapat donor jantung secepatnya. "

  • Istri Best Seller    Jangan Tinggalkan Aku

    Bunga duduk di bangku taman dan Kafkha duduk di kursi roda di hadapan wanita itu. Mereka membicarakan banyak kenangan indah di masa lalu dengan mengenepikan masalah yang sempat memisahkan mereka. Selain itu, mereka juga membicarakan tentang masa depan Raisa, anak semata wayang mereka. "Jika Raisa besar nanti, dia pasti akan cantik sepertimu. Hanya saja, dia mungkin akan meniru proporsi tubuhku yang tinggi," kata Kafkha, bercanda. "Kamu menghinaku? Bukankah nyaman memeluk wanita mungil seperti ku?" Bunga membalas candaan sang suami. "Iya. Saking nyamannya, aku sampai kehilangan dirimu saat tidur. Aku sempat khawatir mencari mu karena tidak ada di sampingku, ternyata kamu berada dalam selimut yang aku kira bantal guling," kata Kafkha, mengingat satu momen lucu saat tidur bersama Bunga. "Benarkah? Berarti, aku cukup penting dalam hidupmu?" tanya Bunga, dengan rasa bangga yang masih di tangguh. "Benar." Bunga tertawa bangga dan memeluk suaminya itu. Dalam dekapan Bunga, dada Kafkha

DMCA.com Protection Status