Bab 42 : Ancaman ExelAduh mengapa pula dosen tampan ini tiba-tiba ngajak pergi makan keluar. Hatiku memang menginginkannya, tapi logika kembali sadar bahwa aku telah menikah dengan seseorang. Jadi aku harus tetap setia apa pun keadaannya dan bagaimana pun wujudnya. “Saya lagi sakit perut, Pak. Jadi mohon maaf banget tidak bisa untuk memenuhi makan di luar bersama Bapak.” Aku pun berpura-pura memegang perut agar alasanku tampak nyata. Raut Pak Juan pun berubah dan dia menatapku dengan tatapan yang ... entah. Aku sendiri tidak bisa mengartikan tatapannya. “Oh ya sudah kalau begitu,” katanya. “Maaf, ya, Pak. Kalau gitu saya pamit kembali ke kelas ya Pak.” Pak Juan mengangguk. Aku pun segera berdiri dan keluar dari ruangannya. Kututup kembali pintunya dan langsung berlari pergi dari situ. Aku terus berlari menyusuri koridor dengan mata sesekali melihat ke belakang dan tiba-tiba .... Bruk! Aku menabrak seseorang. Kami sama-sama terjatuh ke lantai. Aku meringis karena merasakan ada
Bab 43 : Ghibahin OpaAku mendesah pelan sebelum menjawab. “Baik lah, Mas Sayang jika memang begitu. Aku tutup dulu teleponnya ya. Aku mau lanjut jalan dulu nih. Assalamualaikum,” ucapku manja sambil mengecup ponsel sebelum memutuskan panggilan. Terdengar Opa Jhon sedang mencebik di ujung telepon lalu menjawab salam dan segera dimatikan sambungan telepon kami. Aku pun tertawa dalam hati. “Mark, El,” panggilku. El menoleh sedangkan Mark yang sedang mengemudi hanya melirik dari kaca spion saja. “Kita pergi makan di restoran, yuk,” ajakku dengan semringah. Mark dan El tidak langsung menjawab atau menunjukkan ketertarikan. Mereka malah pasang tampang tidak enak. “Kalian kenapa?” tegurku kemudian. “Kami tidak ikut, Nyonya.” “Ya benar, kami akan menunggu di mobil saja. Nyonya saja yang makan di restoran. Kami tidak ikut.” Mark dan El menolak ajakanku. “Loh kenapa kalian tidak mau? Saya ajak makan enak loh.” “Kami sudah kapok, Nyonya,” sahut El. “Kami tidak ingin kejadian tempo h
Bab 44 : Happy“Lalu ke mana orang tuanya Xeon? Apa kalian tahu tentang keluarganya Xeon?” tanyaku lagi sembari menyuapkan udang ke dalam mulut. Mark pun menjawab. “Dulu sewaktu pertama kami dipungut, Tuan Jhon memang sudah menduda. Saat kami datang ke rumah Tuan Jhon, beliau memang sudah tinggal bersama dengan cucunya yang bernama Xeon itu, Nyonya.” “Katanya orang tua Xeon meninggal karena kecelakaan. Begitu lah info yang kami tahu, Nyonya,” timpal El kemudian. Aku pun manggut-manggut tanda mengerti. Jadi itu lah sebabnya Opa Jhon sangat menyayangi dan memanjakan Xeon ya? Karena Opa Jhon sudah lama tinggal bersama Xeon, ditambah lagi Xeon adalah anak yatim piatu. Oke aku mulai mengerti sekarang. Tak terasa satu meja kerang viral pun sudah ludes. Aku segera meraih mangkuk cuci tangan lalu membersihkan tangan. Kemudian kuminum air jus jeruk dan menghabiskan sampai setengah gelas. Hari ini perutku terasa kenyang dan puas sekali. Selesai makan, wajah Mark dan El mendadak pucat tegan
Bab 45 : Oma JennySaat pagi hari aku bangun seperti biasa. Namun, aku merasakan aneh. Badanku terasa sakit dan pegal-pegal. Kepala juga terasa berdenyut dan hidungku terasa sangat gatal. Haa-ha-hatcim.... Pagi-pagi aku sudah bersin saja. Apa kah ini pertanda akan pilek? Aku mencoba berdeham, ternyata suaraku pun mulai berbeda dan agak serak sedikit. Tapi serak ini mungkin efek baru bangun tidur saja. Aku pun bangkit dari tempat tidur dan berusaha berjalan ke kamar mandi dengan sangat hati-hati. Karena kepala terasa sangat berat dan pusing. Aku segera membersihkan diri karena air kamar mandi terasa lebih dingin dari biasanya. Selesai mandi aku bergegas berganti baju di dalam kamar mandi, sebab ada Opa Jhon di dalam kamar. Usai berganti pakaian, aku duduk di dekat tempat tidur sambil memijit kepala. “Ayo kita sarapan,” ajak Opa Jhon. Aku menggeleng pelan. “Aku lagi gak enak badan. Nanti saja sarapannya. Kepalaku lagi sakit banget soalnya.” “Kamu harus tetap ikut sarapan. Sebab
Bab 46 : Terkurung“Mas, aku masuk duluan ke dalam, ya. Karena takut terlambat,” ucapku lalu segera berbalik badan dan berjalan cepat. “Beri tahu saya jika sudah pulang,” katanya dengan setengah berteriak. Aku hanya mengiakan saja tanpa menoleh ke belakang. Kemudian aku berjalan memasuki pintu gerbang dengan terburu-buru karena takut ada yang melihat. Sesampainya di koridor kampus, aku mulai menormalkan kembali napas dan detak jantung yang tak beraturan. Sesampainya di kelas aku duduk dan tak lama dosen pun masuk. Materi pun dimulai. Aku mendengarkan dan mencoba untuk memahami meski otak masih terasa lemot. “Ayo Lolyta, kamu pasti bisa bangkit dari kebodohan yang dulu. Ayo lah mulai konsentrasi dan fokus dengan mata kuliah yang sedang diterangkan oleh dosen,” ucapku dalam hati untuk meyakinkan diri sendiri bahwa aku tidak akan tenggelam dalam kebodohan semasa sekolah dulu. Tak terasa waktu istirahat pun tiba. Dosen pembimbing itu keluar dari ruangan. Dan beberapa teman-teman yang
Bab 47 : PahlawankuSudah lelah rasanya berteriak dan menggedor pintu tapi tak kunjung ada yang mendengar dan membukanya. Apa jangan-jangan ada orang yang dengan sengaja ingin mengerjai ku? Jika memang ada, pasti pelakunya adalah Xeon. Ya! Siapa lagi coba orang yang iseng dan tak suka denganku? Sudah pasti ini ulah Xeon. Aku membuka tas dan mengeluarkan ponsel dari dalam. Kucari nama kontak Intan dan langsung menghubunginya. Semoga saja dia belum pulang. Sampai beberapa detik aku menunggu nada tersambung itu bunyi, tapi tak terdengar juga. Setelah ku-cek, ternyata jaringan di ponselku tiba-tiba hilang. Aku mencoba menghubungi Bagas, siapa tahu kali ini sinyalnya tiba-tiba muncul kembali. Kuletakkan ponsel di samping telinga. Namun, tak kedengaran juga nada sambungnya. “Sial! Kenapa jaringannya tidak muncul-muncul sih? Ke mana perginya? Mendadak sekali hilangnya.” Aku mengomel sendiri. Di saat aku benar-benar membutuhkan, sinyal pun lenyap entah ke mana. Sekarang, apa yang harus ak
Malam Pertama dengan Kakek Tua Bab 48 : Akhirnya Opa Jhon terus menarik tanganku dan mengajakku berjalan keluar dari kampus. Sesampainya di depan mobil, El membukakan pintu untuk kami. Opa Jhon lebih dulu masuk baru setelah itu disusul olehku dan Xeon. Opa Jhon duduk di tengah-tengah. Sedangkan Xeon duduk di sebelah kanannya. Mobil yang dikemudi oleh Mark pun meluncur meninggalkan kampus. Sepertinya Opa Jhon sengaja duduk di tengah-tengah antara aku dan Xeon. Karena dia tahu bahwa kami tak pernah akur. Diam-diam aku melirik Xeon, ternyata dia sedang tersenyum miring kepadaku. Dasar kurang ajar! *** Setibanya kami di kediaman Opa Jhon, Oma Jenny---kakaknya Opa Jhon---sudah menanti kami di ruang tamu. “Dari mana saja kamu? Mengapa jam segini kamu baru pulang dari kampus? Kamu tahu ini sudah jam berapa? Ini sudah jam sembilan malam. Ke mana saja kamu ha? Hebat sekali kamu, ya!” cerocos wanita tua di hadapanku ini. Baru saja tiba, aku sudah disambut omelan yang merdu dari n
Bab 49 : Apa Hamil?“Udah sana-sana turun. Ngapain kamu di sini?! Tidur di bawah saja kamu!” usirnya sambil mendorong tubuhku turun dari ranjang dan dia tidur di tengah-tengah tempat tidur. Dia menguasai semua kasurnya. “Asem! Dasar kakek tua! Dia pikir aku semesum itu apa? Aku juga gak mau lah diapa-apain sama dia. Geli. Jadi laki-laki kok kepedean banget! Siapa juga yang mau nyentuh-nyentuh dia!” umpatku dalam hati. Aku hanya berani mengumpatnya dalam hati saja karena aku tidak ingin masalah jadi panjang lebar. Mau tidak mau aku terpaksa harus tidur di atas lantai meski pun badan sedang terasa tidak enak. Aku pun membentangkan selimut sebagai alas lalu menaruh bantal dan berbaring di lantai yang beralaskan selimut saja. Aku pun kemudian menyelimuti seluruh tubuh karena hawanya terasa dingin sekali. Aku berusaha memejamkan mata dan melupakan semua khayalan gila tadi. Itu semua tidak akan pernah terjadi, jadi anggap saja aku tidak pernah mengkhayalkan kejadian itu sekali pun. **