"Seriusan lo nggak tahu Siska itu siapa?"Aluna dengan polos menggelengkan kepala. Jangankan untuk mengetahui perihal gosip-gosip yang ada di kantor, pekerjaan dari Darren saja membuatnya pusing tujuh keliling, sampai tidak ada waktu untuk menggosip perihal orang lain. Dengan semangat Alika pun menceritakan apa yang sebenarnya terjadi sampai Siska itu terkenal dari mulai perselingkuhan dengan Andri dan juga beberapa kasus yang menyatakan kalau Siska itu adalah orang suruhan untuk menghancurkan perusahaan ini. Mendengar itu Aluna terkesiap. Dia sampai terperangah, itu artinya Darren dalam masalah. Tetapi untunglah Siska dengan cepat dipecat. Dengan begitu tidak ada kerugian yang lebih lagi jika wanita itu masih ada di sini. "Lo seriusan? Kok gue nggak tahu, sih, berita seheboh ini? Ya jangankan masalah berita Siska, lo tahu kan kerjaan gue tuh kayak gimana? Pak Darren itu bikin gue pusing tujuh keliling." Mendengar itu Alika terkekeh, seolah mengejek. Sementara Aluna terkesiap saat
Dengan perasaan campur aduk Aluna pun berjalan menghampiri ruangan Darren. Jantungnya berdetak dengan sangat kencang. Sebelumnya dia dan Alika pun buru-buru pulang. Selama perjalanan, Alika terus berbicara agar Aluna tidak membantah apa pun yang dikatakan oleh Darren. Sebab itu akan berefek pada karirnya juga. Bahkan saat sampai kantor, Alika malah menyemangati Aluna untuk memberikan servis terbaik kepada Darren agar pria itu tidak ngambek lagi. Tentu saja Aluna berpikiran yang aneh-aneh. Tidak mungkin dia melakukan hal-hal seperti itu, apalagi keduanya hanya melakukan perjanjian pernikahan tanpa ada perasaan apa pun.Setelah sampai di pintu ruangan Darren, gadis itu menghela napas beberapa kali. Berusaha untuk menenangkan diri agar tidak canggung. Ini adalah sebuah tantangan dan juga hal yang harus dihadapi. Mau tidak mau gadis itu pasti akan bertemu dengan Darren. Setelahnya sang gadis pun mengetuk pintu.Walaupun mereka satu ruangan, tapi kali ini berbeda. Darren sedang marah da
Darren menghela napas kasar. Dia berdiri, lalu mendekat secara perlahan kepada Aluna. Gadis itu meneguk saliva dengan susah payah melihat pergerakan sang suami. Dari raut wajahnya terlihat sekali kalau hawanya itu tidak mengenakan. Dia takut kalau pria itu semakin marah kepadanya.Bisa seperti ini tampaknya Aluna baru sadar kalau dia sudah berbuat keliru dengan mengatakan hal yang tidak semestinya. "Jadi, menurutmu kalau aku adalah suami di atas kertas, aku tidak punya hak atas dirimu, begitu?"Aluna kembali meneguk saliva dengan susah payah. Tetapi dia harus mengatakan semua yang ada di pikirannya, tidak mau terus tertindas oleh Darren apalagi kontraknya 3 tahun ke depan. Bisa-bisa tubuh Aluna kurus kering karena harus terus-terusan mengikuti kemauan Darren. "Ya, sesuai dengan yang dikatakan Bapak. Selama di depan orang, kita terlihat romantis. Tetapi di belakang, aku adalah bawahan Bapak." Mendengar itu langkah Darren terhenti. Sepertinya dia mulai sadar kalau perjanjiannya dulu
"Tapi, Bapak janji, ya. Kalau saya menyebutkan namanya Bapak jangan memecatnya.""Itu kan tergantung kamu. Kalau kamu tidak berbuat yang aneh-aneh, aku juga tidak akan memecatnya. Memang siapa dia?" "Yang jelas dia itu adalah teman baik saya di sini. Saya tidak mau kalau sampai kehilangan teman baik. Bapak tahu kan kalau saya menjadi istri Bapak, pasti orang-orang kantor akan merenggang dan tidak mau deket-deket sembarangan dengan saya. Itu membuat saya tidak nyaman." Darren menautkan kedua alis, seperti sedang berpikir sejenak. "Maksud kamu Alika?"Tubuh Aluna terkesiap. Wajahnya syok, karena tak menyangka kalau Darren bisa menebak apa yang sedang diucapkannya barusan. "Kenapa kamu kaget seperti itu? Karena yang aku tahu kamu hanya dekat dengan Alika saja," ujar pria itu membuat Aluna pucat. Dia tidak tahu harus bereaksi apa dan ini benar-benar memalukan untuknya. "Bapak, tidak akan memecat Alika, kan?" tanya Maura, wajahnya sudah khawatir dan itu membuat Darren ingin sekali te
Alika meneguk dengan susah payah, tubunya juga merasa bergetar sebab saat ini dia sedang berhadapan dengan Darren. Tangannya terasa dingin, ketakutan sudah menyergap. Seharusnya dia tidak menerima tawaran Aluna untuk pergi ke kafe yang jauh, tetapi ini juga bukan kesalahan temannya itu. Sebab tidak ada yang tahu kalau Darren sampai marah seperti ini karena Aluna pergi dari kantor di jam istirahat.Alika takut jika dia dipecat, sementara ketakutan lainnya itu Aluna pasti diperlakukan tidak baik oleh Darren. Kalau saja dia punya kekuasaan, mungkin akan membela Aluna dan mengajak temannya pergi dari tempat ini. Sayangnya itu tidak bisa, dia sadar diri di mana tempatnya saat ini. Darren menegakkan punggung dan menatap Alika dengan nyalang. Gadis itu kembali meneguk saliva dengan susah payah. Jantungnya berdetak dengan sangat kencang, seolah tengah menunggu pengadilan untuknya sendiri. Sementara itu, Aluna hanya bisa di luar ruangan. Dia bahkan tak bisa mendengar percakapan mereka sebab
"Syarat? Syarat apa, Pak?" tanya Alika dengan suara bergetar.Dia takut kalau Darren ingin melakukan sesuatu yang membuatnya menyesal. Darren tersenyum miring. Dia lalu penduduk tegak sembari memperlihatkan kalau dirinya benar-benar ingin mengatakan sesuatu yang serius kepada gadis ini. "Aku akan menaikkan gajimu dua kali lipat.""Apa?!"Alika tersentak. Dia bahkan membulatkan mata tak percaya. "Bapak yakin?""Iya, aku akan memberikanmu gaji dua kali lipat dan tidak akan dipecat. Kalau perlu kamu akan mendapatkan tunjangan yang lebih lagi jika kamu mengikuti semua syarat dariku." Mendengar kalimat terakhir itu Alika langsung terdiam. Hati yang sebelumnya sempat kaget dan jumawa, jadi berpikiran aneh-aneh tentang apa yang akan diminta oleh Darren. "Memang syaratnya apa, Pak?" tanya Alika lagi, masih dengan ketakutan."Kamu cukup jadi mata-mataku." "Hah?"Alika semakin bingung. Dia jadi berpikiran kalau pria ini ingin membuat dirinya menjadi mata-mata untuk perusahaan lain, tetapi
“Di-dipecat, Pak?” tanya Alika, takut membayangkan kalau dia kesulitan dan mencari kerjaan yang begitu sulit di zaman sekarang, membuat Alika meneguk air liurnya dengan susah payah. Dia kebingungan, tapi itu membuat Darren puas. Pria itu yakin Alika tidak akan berani melawan perkataannya jika sudah kata pecat keluar dari mulut sang pria. "Tapi, Pak--" "Itu pilihanmu. Kamu tinggal menjawabnya sekarang. Bagaimana?"Alika cukup lama berpikir, membuat Darren kesal juga. "Kalau kamu memang masih diam saja, sebaiknya keluar dan silakan ambil pesangonmu!" "Tidak, tidak. Baik, saya akan mengikuti kata Bapak. Tapi, tolong jangan sakiti Aluna, ya." Darren menaikan sebelah alisnya, kebingungan dengan apa yang dikatakan oleh gadis ini."Apa maksudmu?"Dengan perasaan canggung Alika memainkan jari jemari di bawah meja, takut jika salah bicara lagi. "Iya, Pak. Aluna itu gadis yang baik. Dia benar-benar belum pernah berpacaran dengan siapa dengan pun. Mungkin Bapak yang pertama bagi Aluna. Sa
"Aluna, masuk!"Suara bariton dari dalam membuat Aluna terkesiap. Dia meneguk saliva dengan susah payah. Padahal dari tadi dirinya berusaha untuk menghindari Darren dan di luar saja. Walaupun memang banyak pekerjaan, dia tidak peduli. kKarena dirinya benar-benar takut jika sang suami marah besar kepadanya. "Aluna, aku bilang masuk! Kalau kamu tidak masuk, hari ini juga Alika aku pecat!" Mendengar itu, sang gadis terkesiap dan langsung masuk. Jantungnya berdetak dengan sangat kencang kala melihat Darren tengah duduk membelakanginya. Bahkan gadis itu gemetar sekali.Dia sangat takut jika terjadi sesuatu kepadanya, karena Darren sudah membuat Aluna begitu ngeri dengan sikap dan suara itu.Tak lama kemudian Darren memutar kursi kebesarannya dan terlihat jika wajah sang pria tampak kesal. Tatapannya begitu tajam. Biasanya ini terjadi jika Darren sedang amarah. Saat masih jadi asistennya dan belum menikah, Aluna hafal betul jika bosnya ini kalau sudah memasang ekspresi seperti itu artin
"Lo jangan diem aja kayak gini, dong! Gue kan jadi bingung harus ngapain. Sebenarnya apa yang terjadi, sih? Kalau misal lo diam aja, ya udah deh gue pergi," ujar Alika, akhirnya kesel sendiri karena dari tadi Aluna hanya diam saja.Saat gadis itu hendak berdiri, Aluna langsung menarik tangan temannya untuk duduk."Oke, oke. Gue akan cerita," ucap Aluna membuat Alika akhirnya bisa bernapas lega. Aluna memberikan isyarat agar Alika mendekat kepadanya, lalu dengan perasaan campur aduk Aluna membisikkan sesuatu kepada gadis itu.Bola mata Alika membulat dengan mulut terperangah. "Lo beneran habis--""Sssttt!" Aluna langsung berdesis sembari menempelkan jari telunjuk ke bibir."Jangan keras-keras!" seru Aluna berusaha untuk melihat ke sekitar. Untunglah orang-orang yang sedang sibuk mengambil makan siangnya, jadi hanya sebagian yang menoleh lalu kembali ke aktivitas semula. Alika masih tampak syok, tapi dia tetap tenang dan mengikuti semua yang diminta oleh temannya. "Sudah jangan dis
Karyawan itu sudah keluar untuk tanda tangan, tetapi Aluna masih enggan untuk masuk ke ruangan Darren. Gadis itu merutuki diri. Kenapa juga harus satu lingkup ruangan dan hanya disekat tembok kecil yang terbuat dari kayu itu? Sama saja bohong!Dia benar-benar harus bisa bertemu dengan Darren. Sementara saat ini tangan dan tubuhnya terasa dingin. Jantung juga berdetak dengan sangat kencang, karena benaknya tiba-tiba saja teringat dengan kejadian tadi. Gadis itu sampai memukul-mukul kepalanya sendiri."Apa sih yang sudah aku lakukan tadi?! Ngapain juga aku ciuman sama Pak Darren?" gumamnya dengan perasaan yang sangat malu. Sungguh, ini pertama baginya. Walaupun memang Darren adalah suami Aluna, tetapi mereka sudah berjanji untuk tidak saling menyentuh. Ini benar-benar membuat dirinya kikuk sekali.Untungnya saat dia merasa kacau, tiba-tiba saja bel istirahat berbunyi. Dengan cepat Aluna pergi ke kantin. Dia sama sekali tidak masuk ke dalam untuk membereskan beberapa berkas. Sekarang ya
Sepeninggalnya Danita, Darren hanya bisa terduduk lemah di kursi kebesarannya. Ada raut kekesalan sebab ternyata Danita sudah mengetahui semua yang terjadi kepada Aluna.Kalau masalah Aluna itu sih hal yang wajar. Tetapi bagaimana dia bisa mengaudit semua divisi dalam waktu 1 minggu? Sementara Darren tidak tahu siapa saja yang berkhianat kepadanya. Melihat itu Aluna pun mendekat. Saat ini dia harus berperan sebagai seorang istri yang baik, membimbing dan menemani Darren melewati semua ini. Walaupun agak canggung. Aluna menepuk pundak Darren, membuat pria itu menoleh dengan tatapan bingung. "Kalau misalkan Bapak butuh bantuan saya, saya akan lakukan itu," ungkap Aluna membuat Darren menautkan kedua alisnya."Maksud kamu apa?" "Iya, masalah audit itu. Kalau misalkan Bapak butuh bantuan, nanti saya dengan Alika akan mencoba mencari tahu siapa saja yang bermasalah di kantor ini," terang Aluna membuat Darren membulatkan mata tak percaya. "Ini beneran kamu, Aluna?" "Maksud Bapak?"Dar
"Nggak usah, Bu. Nggak usah lakukan apa-apa. Lagian Siska udah keluar dari perusahaan ini Pak, eh Mas Darren sudah memecatnya," ujar Aluna membuat Darren menoleh.Pria itu merasa tersentak saat Aluna tiba-tiba saja panggilan dengan kata Mas. Gadis itu sama sekali tidak canggung jika di depan Danita, tetapi kenapa di belakang semua orang Aluna selalu memanggilnya Pak? Alasannya tua. Ini benar-benar membuat Darren kesal. Namun, dia juga tidak bisa berbuat apa-apa. Kalau sampai menyakiti Aluna, bisa-bisa Danita juga melakukan hal yang sama kepadanya. Mungkin membuat Darren sengsara. Itu yang dipikirkan sang pria. "Tapi, itu tidak cukup, Sayang. Siska itu sudah keterlaluan, sampai menjambak kamu. Kalau misalkan dia menjambak harusnya kamu juga menjambaknya." Danita membuat Aluna terperangah sembari mengerjapkan mata. Dia tidak menyangka kalau wanita elegan seperti ini menyuruhnya balas dendam yang sama.Hanya saja Aluna tidak berpikir demikian."Tidak usah lah, Bu. Lagian menurutku ini
"Ibu!" seru Darren dan Aluna saat mengetahui kalau Danita datang.Wanita paruh baya itu memakai baju branded, penampilan bak seorang konglomerat. Benar-benar elegan. Dia sengaja tidak menyamar dan ingin memastikan terlebih dahulu apakah benar kalau Siska sudah keluar dari perusahaan ini. Sebab dia mendapat kabar dari Amarudin kalau Siska langsung dikeluarkan setelah menyakiti Aluna."Ibu, ngapain di sini?" tanya Darren. Dia berdiri menghampiri Danita, begitupun dengan Aluna.Gadis itu langsung menyalami sang wanita paruh baya, membuat Danita tersenyum. Benar-benar perilaku yang menyejukkan hati. "Kamu tidak apa-apa?" tanya Danita tiba-tiba saja kepada Aluna, membuat gadis itu menautkan kedua alis. Darren terdiam keheranan. Dia melihat pada kedua wanita berbeda usia tersebut. "Memang kenapa dengan Aluna?" Pertanyaan Darren yang salah membuat Danita langsung mendelik dengan tatapan marah. "Kenapa kamu bilang? Kamu tidak melaporkan apa yang sudah terjadi kepada menantu Ibu di sini, k
Raka semakin menggila. Dia bertanya kepada orang-orang yang tiba-tiba saja berkumpul mengelilingi pria itu. Dia seperti seseorang yang kemalingan sesuatu, sampai rasanya begitu menyakitkan. Tak tahu kalau ternyata anak yang begitu dicintainya menghilang tanpa jejak. Di saat keadaan kacau seperti ini, mata Raka menangkap sosok Bu Murni. Ya, tentu saja hanya wanita paruh baya itu yang sangat dekat kepada mantan istrinya. Tanpa diduga Raka langsung menghampiri Bu Murni. Membuat semua orang langsung mengalihkan pandangan mereka kepada dua orang itu. "Bu, Ibu tahu tidak ke mana Lusi dan Alia? Kenapa rumah ini tiba-tiba saja jadi kontrakan dan dikunci? Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Raka tampak frustrasi.Melihat itu, Bu Murni begitu kasihan. Tampak sekali kalau Raka putus asa dan sangat sedih. Tetapi, dia sudah janji kepada Lusi tidak akan memberitahukan ke mana wanita itu pergi. Karena kalau tidak, maka bahaya mungkin saja menyertai Lusi dan Alia. Apalagi Bu Murni tahu kejadian sa
Siska mengepalkan kedua tangan dengan sangat erat. Dia benci dengan perkataan yang dilontarkan oleh Andri. mMeskipun memang dia tidak perawan saat melakukan hubungan itu dengan sang pria, harusnya Andri sadar diri kalau selama mereka berhubungan hanya dengan Andri lah Siska tidur. Tetapi ternyata pria itu sama sekali tidak memedulikannya dan malah mengejek wanita itu. "Iya, Mas. Memang aku akui, aku tidak perawan saat tidur denganmu. Tapi saat aku menjadi pacarmu, aku hanya melakukannya denganmu, Mas. Jadi, memang kamu yang harus bertanggung jawab!"Dari seberang sana terdengar tawa Andri yang begitu keras, membuat Siska bingung sendiri. "Itu mimpimu saja, Siska. Aku tidak akan pernah bertanggung jawab atas apa pun yang aku lakukan! Bukankah kita sama-sama saling suka? Kecuali aku merudapaksa kamu, itu baru aku akan bertanggung jawab." Mendengarnya Siska marah besar. Dia ingin sekali menampar pria itu. Sayangnya, tidak bisa karena mereka berjauhan."Kurang ajar kamu, Mas! Kamu ben
Saat ini Siska berjalan gontai memasuki kontrakan. Dia benar-benar tidak menyangka kalau akhirnya seperti ini. Padahal sudah dibayar besar oleh pihak perusahaan rival dari perusahaannya Darren, tetapi pada akhirnya semua harus hancur gara-gara perseteruannya dengan Aluna. Di sini Aluna yang salah, kenapa dia yang dipecat? Mentang-mentang istri bosnya. Seharusnya Darren yang bersikap adil dan bijaksana, begitu pikir Siska. Sang wanita pun merebahkan diri di kasur sembari melihat langit-langit. Dia tidak tahu harus berbuat apa, pasti sebentar lagi dirinya akan dicari oleh perusahaan yang mempekerjakan wanita itu. Entah akan dipecat atau diberikan hukuman, yang pasti Siska harus segera mengakhiri semua ini dengan cara pergi dari sini secepatnya. Di saat seperti itu, tiba-tiba saja ponselnya berbunyi. Di sana ada nama Andri. Dengan cepat sang wanita menerima panggilan dari kekasihnya. "Halo, Mas. Kamu di mana? Aku tadi cari-cari kamu di kantor. Tapi, tidak ada.""Diam!" seru Andri den
Aluna terdiam sejenak. Dia berusaha memilih kata-kata yang tepat untuk memberikan alasan, kenapa tidak mau memanggilnya Pak. "Sebenarnya, banyak alasannya, sih. Tapi sepertinya Bapak tidak usah tahu." "Kenapa? Kalau memang ada alasan, katakan saja." "Ya, saya takut Bapak marah dan malah menghukum saya lebih parah lagi." "Justru kalau kamu tidak mengatakannya, aku akan memberikan hukuman tiga kali lipat lebih dari sekedar mengganti panggilan." Mendengarnya Aluna terkesiap. Dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Kalau seperti ini, tidak ada pilihan lain kecuali mengatakan apa yang dipikirkannya. "Begini, Pak. Pertama, usia Bapak itu lebih matang dari saya, jadi rasanya tidak pantas saja kalau misalkan saya memanggil Bapak dengan sebutan Mas." "Apa?!" Darren langsung berdiri, membuat Aluna terkesiap. "Jadi, menurutmu secara tidak langsung aku ini tua?"Dengan susah payah Aluna berusaha tenang. Dalam hati merutuk, tentu saja pria ini tua. 'Apa dia tidak sadar diri dengan usia