“Woi! Handukku!” pekik Bayu.Raina tanpa sengaja menjangkau handuk yang membalut tubuh Bayu, sehingga tersingkap.Jika Bayu saja terkejut, betapa Raina terkesiap setelah menyadari apa yang telah dilakukannya.Ia menarik napas syok, menyaksikan Bayu kini hanya mengenakan celana dalam saja.“I-ini handukmu!” Dilemparnya kain putih yang masih digenggamnya itu kepada Bayu.Kemudian gegas berlari keluar dari kamar mandi detik itu juga. Brak! Tak lupa ia menutup pintu kamar mandi setelah berhasil keluar.Ia mengusap kasar wajahnya, menangkup kedua pipi, sangat menyesali perbuatan memalukan itu.“Oh, Tuhan … apa yang sudah aku lakukan?”“Bisa-bisanya aku—”Bayang-bayang Bayu yang hanya mengenakan celana dalam kembali terngiang di benak.Semakin dikenang, Raina bertambah frustasi.“Aargh!” pekiknya sambil mengacak kasar rambutnya dengan kedua tangan.Ia benar-benar merutuki diri sendiri yang begitu gegabah.Entah bagaimana dia harus berhadapan dengan Bayu lagi setelah ini. Sungguh itu hal
Ternyata Bayu menyadari kehadirannya, Raina pun tak berkutik. Detik selanjutnya Bayu juga lekas beranjak menghampirinya.Berada di hadapannya, Bayu tiba-tiba menjulurkan tangan.Raina reflek memundurkan langkah, bersikap waspada terhadap pria itu.Padahal Bayu hanya ingin mengambil alih gelas berisi susu, dan piring roti di tangannya.Bayu tampak membawa makanan tersebut menuju meja. Kemudian duduk kembali di tempatnya semula.“Udara pagi di sini ternyata sangat menyegarkan!” ucap Bayu berbasa-basi.“Kamu ga pernah bilang sama aku selama ini.”Dia tampak mengulas senyuman tipis di wajah, yang menggambarkan sedang menikmati kesegaran yang dikatakannya.Bayu tidak mengungkit tragedi yang terjadi di kamar mandi semalam, seakan telah melupakannya.Bayu bahkan bersikap sangat santai terhadap Raina tanpa rasa canggung, seperti tidak pernah terjadi hal yang memalukan itu.Hal ini pun secara tidak langsung mengurai perasaan malu yang dirasakan Raina.Meskipun gadis itu masih mematung di temp
Sekitar 30 menit kemudian pasangan itu pun bertemu kembali dengan penampilan yang sudah rapi.Tetapi Raina tidak merias wajahnya, hanya berbedak ala kadarnya saja. Hal itu ternyata dipermasalahkan Bayu.“Kamu beneran udah siap?” tanya Bayu.“Udah,” sahut Raina penuh keyakinan. Menurut Raina dirinya memang sudah siap. Dia sudah selesai mandi sejak tadi, tinggal mengganti pakaiannya, dan berbedak, seperti halnya yang dia lakukan sebelum bepergian.Dia bahkan telah menunggu Bayu di ruang tengah sejak 15 menit lalu.“Rambut masih basah begini? Mukamu juga terlihat pucat,” respon Bayu lagi.“Ah, masa sih? Mana ada pucat, aku sehat kok.” Perhatian Raina lebih tertuju pada penilaian wajah pucat.Dia terlihat bingung, Bayu mengatakan dia pucat.Raina salah fokus, dia tidak sepenuhnya paham akan apa yang sedang dibahas oleh Bayu.Yang sebenarnya Bayu sedang mengomentari dirinya yang tidak merias diri.“Lagian rambut kamu juga, masa pergi dalam keadaan basah begini?” Bayu mempermasalahkan ra
Selanjutnya Raina masih mempermasalahkan perihal makeup, dia merasa sangat risih, mengeluh tidak leluasa.“Sudah yang paling bener simple aja. Ini perjalanan menuju pantai tuh butuh waktu kurleb empat sampe lima jam loh! Seandainya aku ngantuk, terus pengen tidur, mata ngeganjel gini coba!”“Atau aku beneran tertidur pasti berantakan juga makeupnya, malah tambah aneh, kan?” ngoceh Raina panjang lebar.Bayu menanggapi dengan santai, “Ngaco, mana ada perjalanan ke pantai makan waktu sebanyak itu, paling lama dua puluh menit juga udah nyampe.”“Dua puluh menit, maksudmu dua ratus menit kali,” sanggah Raina cepat.Bayu terkekeh, “Lihat saja kalau tidak percaya.”“Mau membohongi siapa, anak kecil juga tau, dari sini ke pantai memakan waktu empat sampai lima jam!” ngotot Raina.Pernyataan Bayu memang tidak masuk akal, ucapan Raina yang benar. Dari tempat mereka menuju pantai memang membutuhkan waktu kurang lebih 4 hingga 5 jam.Raina menganggap ucapan Bayu di atas hanya sebagai pembelaan d
Dari lift, Bayu mengajak Raina keluar menuju loteng, dan menaiki pesawat. Dom juga ikut serta bersama mereka.Raina mengedar pandangan meneliti sekeliling pesawat dengan tatapan penuh kekaguman ketika menapak memasuki burung besi tersebut.Sesekali dia tampak membungkukkan badan membalas salam hormat para awak kabin yang menyapa mereka.Hingga tibalah mereka pada deretan kursi penumpang yang hanya terdapat beberapa buah saja, sekitar 10 seat, tapi berbeda dengan pada umumnya, sangat luas, nyaman dan mewah. Raina bisa segera memahami bahwa itu adalah pesawat pribadi, lagipula landasannya pun berada di kawasan hunian pribadi.Namun yang dipertanyakan Raina, itu pesawat siapa?“Dom, ini bukan pesawatmu, kan?” telitinya tiba-tiba.Lagi-lagi dia bertanya pada Dom, karena pria itu yang menyambut mereka saat tiba di rumah mewah tadi.Dom tergelak tawa mendengar pertanyaan Raina. “Kalo saya punya pesawat sekeren ini apa masih perlu saya menjadi seorang asisten?”“Terus ini punya siapa?”Ki
Raina bingung atas jawaban Dom yang mengatakan bangunan yang sangat besar itu adalah milik pribadi, bukan sebuah hotel.Maka karena itu dia ingin meminta penjelasan yang lebih rinci.Sedangkan Dom justru terlihat agak panik, dan gugup mendapat pertanyaan dari Raina.“Ma-maksud saya ….”“Maksudnya tempat ini juga milik juragan kaya pemilik pesawat!” sambung Bayu, membantu Dom menjawab pertanyaan Raina.Kehadiran Bayu yang terkesan tiba-tiba, membuat Raina maupun Dom sontak menoleh ke arahnya. Bayu tampak melangkah mendekati mereka berdua.Sembari merinci jawabannya di atas, “Karena aku menyewa pesawatnya, dia memberi kita bonus menempati tempat ini.”“Begitu ya.”Raina mempercayai ucapan Bayu, Dom pun tampak menghela lega. Meskipun pria itu kini menundukkan wajah tak berani menatap Bayu.Raina sendiri belum selesai menanggapi ucapan Bayu, dia masih menambahkan pertanyaan atas pernyataan Bayu setelah Bayu berada di sampingnya.“Tapi beneran bonus, atau jangan-jangan nanti dia minta bay
Adegan berciuman berlangsung singkat. Ketika mereka sama-sama tersadar, mereka menyudahinya segera.Mereka berdua tampak salah tingkah.Namun Raina lebih parah. Perempuan itu sangat malu. Pipinya terasa hangat hingga menundukkan wajah tak mampu menatap Bayu.“Maafkan aku,” ucap Bayu merasa bersalah.“Ti-tidak apa-apa kok,” gugup Raina.Kemudian suasana kembali menghening kala sejenak.Ketika mereka hendak bicara kembali, Raina dan Bayu justru bersuara bersamaan.“Ehm ….”“Ladies first,” persilakan Bayu. “Balik yuk,” ajak Raina melirik ke arah mansion. “disini sangat dingin, anginnya kencang sekali.”Bayu tampak tersenyum tipis.“Aku juga mau bilang begitu. Disini terlalu berangin, dalam keadaan basah bisa kena flu!”Raina menyetujui Bayu melalui anggukan.Lalu mereka pun memutuskan kembali ke mansion.–Adegan mesra memang telah berakhir, namun bayang-bayang itu begitu melekat di benak Raina.Dia tidak bisa melenyapkan dari pikiran.Ketika sedang bercermin, Raina tiba-tiba mengingat
“Alangkah indah ciptaan Tuhan!” kagum Raina.Berkali-kali dia mengagumi keindahan tempat yang dikunjungi sejak kemarin.Raina sedang berdiri menghadap laut saat ini, menikmati pemandangan matahari terbit yang membuatnya terpanah, senyum terus mengulas di wajah.Dibentangkannya kedua tangan, sembari menghirup udara segar pagi itu.Perlahan Bayu mendekatinya, hingga berdiri tepat di sampingnya.“Kamu menyukainya?” tanya Bayu.Raina manggut-manggut.“Aku suka semuanya!” “Suka melihat matahari terbenam, suka lihat bintang-bintang di malam hari, dan matahari terbit seperti sekarang ini. Suka semuanya!” rinci Raina.Dia juga mengaku sejak dulu sangat ingin menginap di pantai, tapi tidak pernah tercapai.Sekarang bisa melakukannya seperti sedang bermimpi!“Kalau begitu kita akan sering-sering ke pantai setelah ini!” janji Bayu.“Sungguh?” “Tentu saja. Aku tau beberapa pantai yang indah. Lain kali ini ke sana.”Raina reflek manggut-manggut, menyetujui ajakan Bayu.Namun sekejap saja tawa di