Ini uangku, MasPart 34 ( detik-detik babak berikutnya )"Mbak! awas ya, kalau Ibuku terluka," ancam mas Aga ke Yuni karena melihat Ima babak belur oleh Pita. Anak kelas dua SMP dilawan. Tentu sedang lincah-lincahnya, apa lagi bisa karate. Masya Allah, tak tahu harus bilang apa."Jangan coba-coba ngancam kami! Lagian keluarga Situ yang mulai duluan." Yuni tak tinggal diam. Sepertinya ia tak takut."Mi, biar kuhajar juga ni Om cerewet, mulutnya sama kayak Emaknya." Pita masang kuda-kuda ingin menghadapi Aga."Dasar bocah tak tahu sopan santun!" geram mas Aga."Mau adu jontos? Ayok," tantang Pita tanpa rasa takut.Mas Aga terdiam. Seperti ragu, mungkin karena tak enak menghadapi anak perempuan yang hampir seumuran dengan Tia. Jika mas Aga ikut main kekerasan terhadap Pita, sungguh ini sangat memalukan."Mitaaa, kopinya mana?" Ibu melihatku sekilas."Apa, Bu?""Pura-pura nggak dengar!" Ibu langsung melotot.Aku masih belum bergerak seakan tak percaya melihat ibu sangat bersemangat melih
Ini uangku, MasPart 35 ( keputusan bulat )"Sudah, Bu, sudah, malu dilihat orang." Ayah memegang tangan ibu."Ayah gimana sih? Ibu nggak bisa diam atas perbuatan mereka!""Ayah, Ibu benar." Kali ini aku harus bersuara. Diam sabar akhirnya mereka semena-mena. Tak ada gunanya menghargai lagi, toh mereka bukan mertua dan suamiku lagi.Ibuku langsung terpana melihatku. "Mi-Mita ...." Mas Aga menatapku dengan mata membulat."Lihat nanti, mungkin akhirnya juga nyesal, Ga," ucap ibu mas Aga."Maaf, Ibu salah sangka. Di saat aku telah diceraikan, seharusnya putra Ibu mengembalikan aku ke orang tuaku, bukan main diam seakan tak punya aturan. Ternyata Ibuku benar, aku begok karena pernah mempertahankan lelaki pengecut sepertimu, Mas. Tapi itu dulu. Justru aku bersyukur diceraikan tanpa kuminta.""Mita, itu hanya emosi sesaat.""Emosi sesaat? Kamu kira pernikahan ini mainan? Aku yang kalian tuduh menfitnah dan aku juga yang kamu ceraikan.""Tidak bertanggung jawab," geram ibuku."Ayah, tolong
Ini uangku, MasPart 36 (menggertak)Rasanya darahku naik ke ubun-ubun. Sudah aku diceraikan, sekarang barang-barang yang kubeli dicuri. Dikiranya mantan suamiku banyak uang banyak hingga barang itu ia yang beli, enak saja main ambil."Mbak, Mbak Mita." Yuni melambaikan tanganya depan wajahku hingga membuatku tersentak."Oh, iya Yun," jawabku lalu menghembuskan nafas besar. Astagfirullah'alazimm, aku berusaha sabar untuk sementara."Mbak kenapa?""Ayo duduk dulu, Yun.""Tapi, aku takut Mertua dan Ipar Mbak datang.""Nggak bakalan, toh mereka bukan mertua dan Iparku lagi." Lalu aku duduk di sofa."Jadi benaran Mbak sudah cerai?" tanya Yuni dan akhirnya juga ikut duduk."Iya, Yun, tepat hari pertama mereka mencarimu dan Ipul.""Aku nggak nyangka kamu bisa betah punya mertua dan ipar seperti itu, Mbak.""Dosa kalau aku bilang menyesal karena Putriku sudah besar.""Aku pun begitu, Mbak, aku tertipu dan percaya begitu aja ma Mas Ipul. Nikah siri pun aku mau." Yuni mulai bercerita."Nikah s
Ini uangku, MasPart 37 ( calon istri buat Aga )Pov Aga"Kamu gimana sih, Im? Seharusnya ngomong dulu kalau pergi ke kontrakan Mita." Rasanya kesal, Ima tak minta izin dan pergi diam-diam bersama ibu. Tahu begini menyesal kukatakan itu kunci rumah kontrakan Mita. Ya Tuhan ..., harga diriku diinjak ulah kelakuan adik dan ibuku. Aku lelaki, harga diri itu penting."Kok malah nyalahin aku, Mas? Ini juga ide Ibu." Ima menujuk ibu."Eeeeh! Kan kamu yang punya ide bawa kompor gas, bukan Ibu," sahut ibu tak terima disalahkan."Loh, bukannya Ibu juga bawa blendernya? Makanya aku bilang tanggung dan sekalian bawa kompor gas.""Eh Im! Blender tak sebesar kompor gas, dan harganya pun lebih tinggi kompor gas laaah.""Tapi tetap aja sama-sama nyuri, Bu.""Tapi nilainya beda kok.""Iyaa, tapi tetap aja kita nyolong.""Aaah! Sudah sudah sudah! Diam! Aku lagi pusing malah ribut. Sekarang apa mau masuk penjara? Setahuku Ayah Mita banyak kenalan mempelancar masalah hukum." Tentu aku khawatir. Jika
Ini uangku, MasPart 38 ( ngatar barang yang dicuri )Pov Aga"Gimana, Mas? Ideku cemerlang bukan?" Ima sangat percaya diri dengan kata-katanya."Nggak bisa! Aku nggak mau menikah dengan Bubul," sanggahku yang tak berselera melihatnya."Bulbul, Mas, bukan Bubul." Ima meluruskan ucapanku."Aaaah, terserah lah, mau namanya Bulbul kek, Nia Ramadhani kek, tetap aja aku tak beselera.""Nia Ramadhani mah istrinya Ardhi, lagian mana mungkin kamu levelnya, Mas."Cuih! Ima jujur amat. Ucapan jujur tapi menusuk jantung hingga ke hati."Si Nia anaknya Mpok Jubaidah, ya?" Ibu ikut menanggapi ucapan Ima.Astaga, kok Nia anak mpok Jubaidah disamakan dengan Nia Ramadhani artis. Padahal ibu sering nonton senetron, masak nggak tahu siapa Nia Ramadhani. "Ha ha ha, Ibu ..., Ibu, ini mah Nia Ramadhani artis, bukan Nia anaknya Mpok Jubaidah." Ima tertawa menanggapi perkataan ibu. Bahkan air ludahnya muncrat berucap saking lucunya mendengar ucapan ibu. "Oooh, bilang kek dari tadi, lagi ngomongin Bulbul k
Ini uangku, MasPart 39 ( Kaget daku )"Ibu tiriku?" tanya Tia sambil menatap mas Aga. Tapi tatapan itu seperti shock, sama sepertiku dan mungkin juga ibu. Cara ibu menanggapi seperti selesai dengar kabar hot gosib seleb.Ibu yang mangap secepatnya menutup mulut. Untung aku tidak ikut mangap. Astagfirullah'alazim, kaget daku. Mas Aga cepat sekali pencari penggantiku dan ..., maaf, aku tidak mau mencaci siapapun, itu hak dan seleranya. Mudah-mudahan tidak dimanfaatkan Ima dan ibunya. Aku yakin mobil ini punya calon ibu tiri putriku."Ha ha ha, ops!" Ibuku tertawa besar, lalu tiba-tiba menutup mulut dengan telapak tangannya sendiri, alias mendadak diam. Mungkin baru sadar mentertawakan sesuatu dan merasa tidak enak."Ibuu," ucapku agar ibu tidak menghina orang lain, aku tahu ibu mentertawakan calon istri mas Aga."Iya, Mitaaa, Ibu tau kok mana yang patut disinggung," jawab ibuku mengerti sorot mataku.Akan tetapi mata Ima dan ibunya terlihat sinis menatap. Mas Aga berusaha membuang tata
Ini uangku, MasPart 40 ( pov Bu Ros / ide Ima)Pov Bu Ros"Dasar Bu Eli sialan, bisa-bisanya dia merendahkan kita, lah suaminya ikut-ikutan mengusir, itu makanya, Ibu sudah bilang dari dulu, cari wanita yang nurut dan baik, lah ini, pelit dan sok pintar," cerocosku kesal.Gimana nggak kesal. Ini sudah yang kedua kalinya aku diusir tak hormat. Kukira ayahnya Mita bisa bersikap baik, tapi lama-lama ia sama seperti bininya. Ugh! Serasa mau kutelan kepalanya."Sabar, Bu," ucap Bulbul sambil menyetir."Sudah sering sabar ibuku, Say, kamu lihat sendiri kan gimana keluarga mantan istri mas Aga, itu mah belum seberapa." Ima juga bersenangat menjelekan orang tua Mita."Wah, kok bisa sih, Mas, bisa tahan selama itu," tanya Bulbul melihat sebentar ke Aga, lalu fokus lagi menyetir.Aga diam tanpa menjawab. Ia malah sibuk dengan ponselnya. Tidak bisa begini, Bulbul tidak boleh dicuekin Aga, bisa-bisa ia malah tak ingin menikah dengan putraku. Bisa gawat ini."Aga, Aga!" panggilku hingga membuat A
Ini uangku, MasPart 41 ( Astaga, cantiknya Bubul )Pov Aga"Paman, ini ada surat." Mimi menyodorkan sebuah surat, saat aku sedang duduk buka sepatu pulang kerja."Dari siapa?" tanyaku menerima surat itu."Nggak tau." Lalu Mimi berlalu ke depan televisi.Dari amplopnya, entah kenapa perasaanku tidak enak. Ini surat dari pengadilan agama. Kubuka surat itu, ternyata firasatku benar. Ini surat panggilan sidang ceraiku dengan Mita."Surat dari siapa, Ga?" tanya ibu sambil meletakan secangkir kopi."Panggilan sidang cerai, Bu," jawabku pilu."Oooh, bagus lah," ucap ibu sambil duduk. "Nih minum kopinya dulu biar tenang.""Iya, Bu." Lalu ku seruput kopi buatan ibu.Mita, kamu serius ingin kita berpisah. Apakah tak ada pintu maaf untukku? Bukankah dulu saat kita mantap ingin menikah, hanya perselingkuhan yang akan membuat kita bercerai. Aku sudah minta maaf atas khilafku menceraikanmu, kenapa kamu tak ingin rujuk? "Aga, Aga!""Oh! I-iya, Bu," jawabku tersentak."Kok melamun?""Pasti tuh miki