Ini uangku, MasPart 40 ( pov Bu Ros / ide Ima)Pov Bu Ros"Dasar Bu Eli sialan, bisa-bisanya dia merendahkan kita, lah suaminya ikut-ikutan mengusir, itu makanya, Ibu sudah bilang dari dulu, cari wanita yang nurut dan baik, lah ini, pelit dan sok pintar," cerocosku kesal.Gimana nggak kesal. Ini sudah yang kedua kalinya aku diusir tak hormat. Kukira ayahnya Mita bisa bersikap baik, tapi lama-lama ia sama seperti bininya. Ugh! Serasa mau kutelan kepalanya."Sabar, Bu," ucap Bulbul sambil menyetir."Sudah sering sabar ibuku, Say, kamu lihat sendiri kan gimana keluarga mantan istri mas Aga, itu mah belum seberapa." Ima juga bersenangat menjelekan orang tua Mita."Wah, kok bisa sih, Mas, bisa tahan selama itu," tanya Bulbul melihat sebentar ke Aga, lalu fokus lagi menyetir.Aga diam tanpa menjawab. Ia malah sibuk dengan ponselnya. Tidak bisa begini, Bulbul tidak boleh dicuekin Aga, bisa-bisa ia malah tak ingin menikah dengan putraku. Bisa gawat ini."Aga, Aga!" panggilku hingga membuat A
Ini uangku, MasPart 41 ( Astaga, cantiknya Bubul )Pov Aga"Paman, ini ada surat." Mimi menyodorkan sebuah surat, saat aku sedang duduk buka sepatu pulang kerja."Dari siapa?" tanyaku menerima surat itu."Nggak tau." Lalu Mimi berlalu ke depan televisi.Dari amplopnya, entah kenapa perasaanku tidak enak. Ini surat dari pengadilan agama. Kubuka surat itu, ternyata firasatku benar. Ini surat panggilan sidang ceraiku dengan Mita."Surat dari siapa, Ga?" tanya ibu sambil meletakan secangkir kopi."Panggilan sidang cerai, Bu," jawabku pilu."Oooh, bagus lah," ucap ibu sambil duduk. "Nih minum kopinya dulu biar tenang.""Iya, Bu." Lalu ku seruput kopi buatan ibu.Mita, kamu serius ingin kita berpisah. Apakah tak ada pintu maaf untukku? Bukankah dulu saat kita mantap ingin menikah, hanya perselingkuhan yang akan membuat kita bercerai. Aku sudah minta maaf atas khilafku menceraikanmu, kenapa kamu tak ingin rujuk? "Aga, Aga!""Oh! I-iya, Bu," jawabku tersentak."Kok melamun?""Pasti tuh miki
Ini uangku, MasPart 42 ( pov Bulbul alias Bulyah U )Oh my god, mas Aga menatapku dengan cinta. Sesuatu bangeeet bagiku yang tak pernah dirayu lelaki. Tak masalah ia duda beranak satu, toh yang penting aku bisa punya keturunan dan dinikahi baik-baik."Mas Aga, be-benaran ingin menikahiku secepat itu?" tanyaku masih belum yakin. Ini lantaran kami baru kenal. Apakah perjodohan yang dilakukan Ima, berhasil membuatku punya pendamping hidup? Kulihat mas Aga tidak jelek-jelek amat. Iya sih agak tampang kere, tapi bisa lah menyeimbangiku nantinya, toh aku juga punya usaha sendiri."Iya, Bul, itu pun kalau kamu bersedia," jawab mas Aga."Aku bersedia, Mas, aku sangat bersedia," ucapku terharu.Apakah aku bermimpi? Akhirnya ada seorang yang menerimaku apa adanya. Tadinya aku tak percaya kalau Ima bilang mas Aga cinta padaku, tapi setelah bertemu, benar yang dikatakan Ima. Tatapan mas Aga membuatku merasa seperti wanita cantik.Ada rasa sedikit aneh, tapi kuabaikan demi punya suami. Sudah seri
Ini uangku, MasPart 43 ( mantan suami datang melagak )"Ma, benaran tante yang gigi tonggos itu calon ibu tiriku?"Seketika ketikanku terhenti mendengar pertanyaan Tia. Kupalingkan mata melihatnya."Sepertinya iya, kenapa, Nak?""Oooh, mmm papa beneran suka ma tante tonggos itu, Ma?""Ssst!" Kutempelkan jari telunjuk depan bibir. "Jangan gitu ngomongnya, namanya tante Bulbul, bukan tante tonggos.""Ha ha ha, Tia ... Tia, jujur kali ngomongnya." Ibu tertawa besar mendengar ucapan Tia. Untung teh hangat di tangan ibu tak tumpah. Di sudut bibir ibu keluar seperti air teh bercampur air ludah saking tertawa besar. Aku menahan tawa karena tak enak depan putriku."Ibuuu," tegur ayah melirik ibu."Uhuk! uhuk! uhuk!" Ibu batuk tersedak."Tuh kan, itu akibat dari mentertawakan orang lain.""Idih, Ayah, bahagia sebentar boleh dong, lagian Tia jujurnya lucu. Kan nggak enak juga nahan tawa," jawab ibu sambil melap air di sudut bibir."Oma, ni, lagian tante itu kelihatannya baik kok." "Iya iya,
Ini uangku, MasPart 44 ( Sah! Waktunya pindah rumah )Pov Ima"Bu! Ibu!" Aku tergopoh-gopoh mencari ibu ke dapur sambil membawa dua kantong kresek besar, tapi ibu tidak kutemukan. Aku harus cepat bertindak sebelum semuanya terlanjur. Rumah itu harus segera disewa Bulbul. Ini kesempatan kami membalas orang tua mbak Mita."Ibu! Ibu! Ibu!" teriakku sekencangnya. Tak peduli jika orang sekampung mendengar. Kuletakan dua kantong kresek besar berisi sepuluh nasi bungkus Padang di meja makan. Lalu bergegas mencari ibu lagi."IBU!" teriakku dan lebih kencang dari sebelumnya. "Ima! Uh!" Ibu meneriakiku sambil melempar sendal jepitnya hingga mengenai kepalaku"Aw! Aduh! Ibu kejam amat, sakit tau," ucapku kesal sambil menggusuk kepala. Anak sendiri dilempar sendal."Ngapain kamu teriak-teriak? Bikin sakit kupingku aja," cerocos ibu berdiri di ambang pintu kamarnya."Iiih, Ibu, ini berita penting, seharusnya dengarkan dulu, baru marah," sungutku tak terima dilepar sendal, untung ia ibuku, kal
Ini uangku, MasPart 45 ( mantan suami tetangga baruku )"Mita! Mita!"Aku sedang mengetik cerbung langsung terkejut mendengar panggilan ibu. Baru saja aku mendapat kabar gembira. Dua cerbungku dipinang produser film. Alhamdulillah ... Alhamdulillahirabil'alamin. Tak bisa diungkapkan dengan kata-kata betapa senangnya yang kurasakan."Ada apa, Bu?" tanyaku berdiri di ambang pintu kamar. Ibu seperti tergesa-gesa layaknya ada sesuatu yang sangat penting."Itu, itu, Mit." Ibu menujuk ke arah samping rumah."Iyaaa, ada apa, Bu?" tanyaku lagi dengan jidat berkerut. Aneh saja melihat ibu seperti ini. Tak biasanya."Ada apa, Buuu?" Ibu belum juga menjawab. Seperti shock."Kita bertetangga dengan mantan mertua dan Adik Iparmu." "Apa? Ibu mas Aga dan Ima maksudnya?" Kutekan ucapanku agar meyakinkan."Iya, ayo kita lihat," ajak ibu menarik tanganku.Tentu aku sangat penasaran. Setahuku rumah sebelah hanya dikontrakan karena pemiliknya tinggal di luar daerah untuk sementara waktu. Lagian rumah
Ini uangku, MasPart 46 (Astaga)"Ternyata Istri barunya Aga pintar juga." Ibu duduk di sofa bersilang kaki. Ini yang kutunggu, apa penilaian ibu tentang mereka."Maksudnya, Bu?" Kurebahkan tubuh di sofa panjang."Masak kamu nggak ngerti, Mit, lihat caranya menanggapi kita, ia sama sekali tak terpengaruh dengan si Ros dan Ima, bahkan ucapan Aga pun diabaikan."Tadi kulihat ibu mantan mertua berusaha memerintah Bulbul seperti yang pernah dilakukan dulu padaku. Tapi Bulbul membantahnya dengan cara halus tapi tegas. Tak sama sepertiku, aku bahkan dulu takut dan nurut hingga akhirnya meledak juga. Kuakui, Bulbul lebih pintar masalah ini ketimbang aku."Mmm iya, Bu, Bulbul bukan perempuan bodoh, dan cara bicaranya pun pelan tapi tegas.""Iya, nggak seperti kamu, cinta cinta, makan cinta jadi melarat, setelah dicerai baru encer tu otak."Uuu, Ibuuu, selalu ucapan menusuku. Tak ditanggapi pasti ibu marah dicuekin. Tapi ditanggapi malah menusuku dengan kata-kata pedas. "Maaf, Buu," ucapku pe
Ini uangku, MasPart 47 ( pov Ima/kumenangiiis)Pov ImaDasar mulut mancung! eh salah, dasar gigi mancung! Enak aja main perintah. Dikiranya aku babu apa? Tidak bisa begini, si gigi harus kubalas. Bukan Ima namanya jika tak bisa membalaskannya. Tapi, gimana caranya? "Seharusnya kamu lebih menghargai aku adik iparmu, dan Ibu mertuamu, Bul." Kali ini aku enggan memanggilnya 'say' "Kamu juga hargai aku dong, aku ini istri yang seharusnya dibiayai, bukan malah aku yang membiayai kalian, tapi karena sayangku ke Mas Aga, aku rela kok membiayai makanmu dan putrimu." Dasar manusia dari planet asing. Di dunia ini ia termasuk langka. Jika ada tempat perlindungan manusia-manusia langka, pasti tu ia masuk di nomor satu. Sayang, yang ada hanya tempat perlindungan hewan-hewan langka."Ima, seharusnya kamu berterima kasih ke Bulbul, ia rela membiayai makanmu dan Mimi, lah si Ipul aja tak bertanggung jawab."Uuuuuuh! KESAL! mas Aga malah semakin menjadi membela manusia langka ini. Kenapa aku seper