Ini uangku, MasPart 44 ( Sah! Waktunya pindah rumah )Pov Ima"Bu! Ibu!" Aku tergopoh-gopoh mencari ibu ke dapur sambil membawa dua kantong kresek besar, tapi ibu tidak kutemukan. Aku harus cepat bertindak sebelum semuanya terlanjur. Rumah itu harus segera disewa Bulbul. Ini kesempatan kami membalas orang tua mbak Mita."Ibu! Ibu! Ibu!" teriakku sekencangnya. Tak peduli jika orang sekampung mendengar. Kuletakan dua kantong kresek besar berisi sepuluh nasi bungkus Padang di meja makan. Lalu bergegas mencari ibu lagi."IBU!" teriakku dan lebih kencang dari sebelumnya. "Ima! Uh!" Ibu meneriakiku sambil melempar sendal jepitnya hingga mengenai kepalaku"Aw! Aduh! Ibu kejam amat, sakit tau," ucapku kesal sambil menggusuk kepala. Anak sendiri dilempar sendal."Ngapain kamu teriak-teriak? Bikin sakit kupingku aja," cerocos ibu berdiri di ambang pintu kamarnya."Iiih, Ibu, ini berita penting, seharusnya dengarkan dulu, baru marah," sungutku tak terima dilepar sendal, untung ia ibuku, kal
Ini uangku, MasPart 45 ( mantan suami tetangga baruku )"Mita! Mita!"Aku sedang mengetik cerbung langsung terkejut mendengar panggilan ibu. Baru saja aku mendapat kabar gembira. Dua cerbungku dipinang produser film. Alhamdulillah ... Alhamdulillahirabil'alamin. Tak bisa diungkapkan dengan kata-kata betapa senangnya yang kurasakan."Ada apa, Bu?" tanyaku berdiri di ambang pintu kamar. Ibu seperti tergesa-gesa layaknya ada sesuatu yang sangat penting."Itu, itu, Mit." Ibu menujuk ke arah samping rumah."Iyaaa, ada apa, Bu?" tanyaku lagi dengan jidat berkerut. Aneh saja melihat ibu seperti ini. Tak biasanya."Ada apa, Buuu?" Ibu belum juga menjawab. Seperti shock."Kita bertetangga dengan mantan mertua dan Adik Iparmu." "Apa? Ibu mas Aga dan Ima maksudnya?" Kutekan ucapanku agar meyakinkan."Iya, ayo kita lihat," ajak ibu menarik tanganku.Tentu aku sangat penasaran. Setahuku rumah sebelah hanya dikontrakan karena pemiliknya tinggal di luar daerah untuk sementara waktu. Lagian rumah
Ini uangku, MasPart 46 (Astaga)"Ternyata Istri barunya Aga pintar juga." Ibu duduk di sofa bersilang kaki. Ini yang kutunggu, apa penilaian ibu tentang mereka."Maksudnya, Bu?" Kurebahkan tubuh di sofa panjang."Masak kamu nggak ngerti, Mit, lihat caranya menanggapi kita, ia sama sekali tak terpengaruh dengan si Ros dan Ima, bahkan ucapan Aga pun diabaikan."Tadi kulihat ibu mantan mertua berusaha memerintah Bulbul seperti yang pernah dilakukan dulu padaku. Tapi Bulbul membantahnya dengan cara halus tapi tegas. Tak sama sepertiku, aku bahkan dulu takut dan nurut hingga akhirnya meledak juga. Kuakui, Bulbul lebih pintar masalah ini ketimbang aku."Mmm iya, Bu, Bulbul bukan perempuan bodoh, dan cara bicaranya pun pelan tapi tegas.""Iya, nggak seperti kamu, cinta cinta, makan cinta jadi melarat, setelah dicerai baru encer tu otak."Uuu, Ibuuu, selalu ucapan menusuku. Tak ditanggapi pasti ibu marah dicuekin. Tapi ditanggapi malah menusuku dengan kata-kata pedas. "Maaf, Buu," ucapku pe
Ini uangku, MasPart 47 ( pov Ima/kumenangiiis)Pov ImaDasar mulut mancung! eh salah, dasar gigi mancung! Enak aja main perintah. Dikiranya aku babu apa? Tidak bisa begini, si gigi harus kubalas. Bukan Ima namanya jika tak bisa membalaskannya. Tapi, gimana caranya? "Seharusnya kamu lebih menghargai aku adik iparmu, dan Ibu mertuamu, Bul." Kali ini aku enggan memanggilnya 'say' "Kamu juga hargai aku dong, aku ini istri yang seharusnya dibiayai, bukan malah aku yang membiayai kalian, tapi karena sayangku ke Mas Aga, aku rela kok membiayai makanmu dan putrimu." Dasar manusia dari planet asing. Di dunia ini ia termasuk langka. Jika ada tempat perlindungan manusia-manusia langka, pasti tu ia masuk di nomor satu. Sayang, yang ada hanya tempat perlindungan hewan-hewan langka."Ima, seharusnya kamu berterima kasih ke Bulbul, ia rela membiayai makanmu dan Mimi, lah si Ipul aja tak bertanggung jawab."Uuuuuuh! KESAL! mas Aga malah semakin menjadi membela manusia langka ini. Kenapa aku seper
Ini uangku, MasPart 48 pov Bu Ros / pura-pura sakitKukira punya menantu berduit bisa membuat hidupku senang. Tak masalah wajahnya kurang, yang penting dompetnya. Tapi aku salah, justru Bulbul lebih parah dari Mita. Tau begini ngapain juga kurestui Aga menikahinya. Setelah nikah, Bulbul menunjukan taringnya.Aku harus duduk bersilang kaki layaknya nyonya besar. Jika aku terlihat membersihkan kaca, bu Eli semakin menginjaku. Aku tahu ia sangat suka melihat aku dan Ima malu atau terlihat bodoh."Bul, bisa beliin Ibu ayam bakar? Lapar nih," pintaku sambil memegang perut."Di dapur ada telur dan sambal terasi sachet, untuk menghemat biaya makan itu aja dulu, Bu, nanti setelah aku balik modal karena biaya pernikahan dan kontrak rumah ini, Ibu pasti kubelikan ayam bakar," jawab Bulbul yang membuatku kecewa.Hanya sepotong ayam bakar aku harus nunggu ia balik modal? Kok Bulbul lebih parah pelitnya dari Mita. Sebelum nikah uang lancar, tapi setelah nikah pelitnya minta ampun. Huh! Sudah muka
Ini uangku, MasPart 49 ( pov Tia / Uang mama )Pov Tia"Ma, ini uang Mama." Kusodorkan uang seratus lima puluh ribu ke Mama. "Loh, emang kamu nggak jadi beli bajunya?" tanya mama sambil mencuci piring melihatku sekilas."Nggak, tadi Opa yang beliin, kata Opa, kembalikan uang Mama.""Ooh, pegang aja dulu, tanggung nih, Mama lagi nyuci piring.""Ya, Ma." Kumasukan uang ini ke saku celanaku.Semenjak mama dan papa cerai, kulihat mama tampak bahagia. Beda dengan raut wajah mama saat tinggal di rumah nenek. Bahkan dulu, aku sering melihat mama menangis di kamar. Nenek dan Bi Ima selalu bicara kasar."Kok diam?" Alis mama bertaut melihatku."Nggak ada, oh ya, Ma, aku boleh ke tempat Mimi?"Bosan di rumah tak ada teman. Semenjak Mimi pindah ke sebelah, rasanya aku punya teman lagi. Efek sekolah daring membuatku bosan."Lagian sebentar lagi malam, kenapa nggak besok aja?""Kan dekat, Ma, cuma balik dinding pagar kok, lagian aku pengen ketemu Papa."Akhir-akhir ini papa tampak sibuk. Aku dat
Ini uangku, MasPart 50 ( uangku bukan uang mantan suamiku )"Berasnya bagus, Bulbul tidak bohong, Mit," ucap Ibu mengambil sepiring nasi lengkap dengan lauknya, lalu duduk dekatku sedang nonton televisi."Syukurlah, Bu," jawabku lalu meneguk kopi."Ibu perhatikan nih, Bulbul tu wanita pintar, buktinya, Ima dan Bu Ros bisa diperbudaknya. Senang lihat Ima memegang sapu pel, apa lagi Ibu sindir masalah ia cari pembantu, iiih! malu-maluin.""Iya ya, Bu, setau aku, Ima paling pantang pegang sapu atau pun mengerjakan pekerjaan rumah.""Biar rasa mereka, Ibu baru puas meskipun yang membalas bukan kamu, itu namanya karma, sayang aja kamu tak bisa sehebat Bulbul, bertahun-tahun tahaaaaan aja."Mulai lagi nih ucapan pedas ibu. Meskipun itu benar, tetap saja menyayat hati. Tapi, Allah punya cara lain membalas, mungkin ini hikmah bagiku agar tak perlu membalas kejahatan. Allah itu tidak tidur.Namun sebagai manusia, kadang pikiranku berubah."Tia belum pulang, Mit?" tanya ayah."Belum, Yah, mung
Ini uangku, MasPart 51 ( jika tak salah kenapa harus takut? )Rasanya tak percaya Tia berani bicara lantang ke mas Aga. Selama ini aku tak pernah mengajari melawan orang tua. Jika tak suka diam tapi jangan membantah apa lagi berbicara kasar. Tapi, kali ini ajaranku diabaikan. "Jadi ini ajaran Mamamu! Sudah merasa benar dan pintar hingga bicara keras?" Mas Aga melototi Tia. Tapi Tia sama sekali tidak berpaling. Sungguh, ini diluar dugaan, ini pertama kalinya Tia melihat papanya seperti tak ada rasa hormat."Iya! Aku merasa benar dan pintar, setidaknya aku tidak melalukan seperti yang Papa dan saudara Papa itu lakukan." Justru Tia terus melawan.Aku melihat Tia, tak ada niat melarangnya bicara. Aku ingin tahu apa isi pemikiran putriku itu hingga ia bersikap tidak seperti biasanya. Sebentar lagi ia naik kelas 2 SMP, umurnya sekarang sudah cukup mengerti yang terjadi. Dan Tia bukan tipe anak yang membantah, kecuali jika ada sesuatu yang menurutnya tidak wajar."Diam!" bentak mas Aga. Su