Harchi mengajak kami ke tempat spesial yang ada di kota ini, tempat itu tidak bisa kami temukan di kota lain.
Harchi melompat turun dari jembatan gantung. Aku dan Rai mengikuti. Petugas penjaga jembatan berteriak, perbuatan kami sangat berbahaya.Harchi tidak memperdulikannya, dia segera melompat ke batang pohon lainnya. Dia sangat lincah kami tertinggal jauh, sesekali dia berhenti menunggu kami."Apa masih jauh?" Rai mengatur napasnya. "Membangun jembatan gantung adalah alternatif yang tepat," ucapnya."Kita sudah sampai," jawab Harchi.Mataku menyapu sekitar. "Kamu bawa kami kemana, Harchi, tempat apa ini?" tanyaku."Iya, tidak ada yang beda di sini." Rai menimpali.Harchi mendongak. "Lihat itu."Aku mengikuti, menatap atas. 'Wow, ini luar biasa'. Aku yakin Rai mengatakan itu di dalam hatinya.Ini memang menakjubkan, panel-panel itu saling menyambung dengan perantara kabel. Benda itu bercahaya, cahayPagi harinya, Narchi berteriak, kami semua terkejut, terbangun. Rai bergegas mencari kedua pedangnya, dia sudah memasang kuda-kuda. Harchi berlari keluar kamar, dia masih memakai baju tidurnya. Aku tersentak duduk. "Ada apa?" Warchi membuka pintu kamar."I-itu, tuan putri." Narchi bergetar menunjuk Aruna."Aruna sudah sadar." Aku dan Rai mendekatinya.Aruna meringkuk ke pojok ruangan, tubuhnya bergetar. "Kalian siapa?" Aruna memberanikan diri untuk bertanya."Aruna kamu tidak perlu takut, mereka orang baik," ucapku.Warchi berjalan mendekati Aruna. "Tuan putri sudah sehat? Apa masih ada yang sakit?" Tubuhnya yang bungkuk berjalan dibantu dengan tongkat kayu."Aaa!" Aruna berteriak. Bumi bergetar, daun-daun berguguran, jembatan gantung bergoyang hebat, para pejalan kaki berlarian. Di luar sana keadaan sangat kacau, mereka pikir akan ada bencana besar.Aruna menimpah Warchi dengan bantal. "Jangan mendekat, aku be
"Mereka mengincar harta karun Dewa Saler," ucapan Warchi membuat kami semua terkejut"Dewa Saler punya harta karun?" tanya Harchi. Dia melompat naik ke atas meja."Berapa banyak? Apa banyak sekali?" tanya Narchi. Dia mengikuti kakaknya, melompat naik atas meja.Warchi melambaikan tangannya, menyuruh mereka duduk. "Harta itu tidak membuat mereka kaya, tapi orang yang mendapatkan harta itu akan mendapatkan kekuatan hebat.""Kekuatan hebat? Apa itu benda pusaka? Ilmu sihir, atau hal yang menakjubkan dari itu semua?" Rai menebak."Kalian akan mengetahuinya suatu hari nanti, harta Dewa Saler akan berguna untuk melawan bangsa iblis, dia menunggu pengguna yang tepat," kata Warchi."Lalu apa sangkut pautnya dengan Aruna? Kenapa mereka menculiknya?" tanyaku."Karena hanya tuan putri yang bisa mengambil harta itu.""Harta itu ada di dalam istana? Mungkin mereka memanfaatkan Aruna untuk memeras raja agar memberikan harta i
Aku menatap langit-langit, mengatur napasku. Keringat membasahi tubuh, rambut berantakan. Tangan kujadikan bantal, kaki mengangkang. Latihan kali ini sungguh menguras tenanga, sekitar 3 jam kami berlatih tanpa henti.Bukan hanya luas, berbagai alat olahraga ada di ruangan ini. Kami fokus memperkuat fisik, terlebih musuh kami mempunyai tenaga yang besar. Sebelum kami berangkat, Warchi memberitahu kalau Anna merupakan anak keturunan dari Ras Luna, dimana kemampuannya bisa mematifulasi grafitasi. Dia bisa membuat gerakan kami menjadi berat atau ringan. Mungkin sekarang Anna sudah meningkatkan teknik sihirnya mencapai puncak, kekuatannya tidak terhingga.Aku ingat perkataan Same waktu itu. 'Perkuatlah fisikmu maka kamu akan meningkatkan teknikmu'.Rai berdiri, dia merahi bajunya, kedua pedangnya dia biarkan tergeletak di lantai. Rai mendekati kursi. Namun urung ketika Aruna memasuki ruangan memanggil nama kami."Aku membeli air unt
Kami terkepung oleh ratusan burung hantu, mereka berseru, terbang mengeliling kami. Sadam, rajanya mengepak-ngepakkan sayapnya yang besar, dia menatap kami dan tersenyum mengerikan.Aruna bersembunyi di balik punggung kami, dia menggigil ketakutan. Rai sudah menarik kedua pedangnya, aku mengepal jemari.Tapi bagaimana kami bisa melawan mereka kalau keadaanya seperti ini. Mereka bisa menyerang kami dari berbagai arah dan dalam jumlah yang sangat banyak, sekuat apapun kami bertahan, mereka akan menembus pertahan itu."Serang mereka, serahkan mereka padaku. Sudah dua malam aku tidak makan, perutku sangat lapar." Aku, Rai dan Aruna menutup telinga. Suara Sadam seperti membelah betung, telinga kami sakit tidak kuat mendengarnya.Ratusan burung hantu menderu, mereka terbang menyerang kami."Bagaimana ini." Aruna memegang lengan Rai dengan erat. Wajahnya memucat. Aku pindah ke belakang Aruna, melindunginya dari belakang.Merek
Ratusan burung hantu menyerang Harchi yang tergeletak lemas, Narchi membantu kakaknya berdiri.Rai memasang kuda-kuda, dia mengacungkan kedua pedangnya. "Kazakiri!" teriaknya.Busur angin berwarna biru berbentuk bulan sabit itu terbang mengiris burung hantu, ukurannya yang besar dapat menumbangkan banyak dari mereka.Aku tidak secapat Harchi, selama Sadam belum bangkit, aku sudah melompat membantu Harchi dan Narchi melarikan diri."Cepat lari," kataku.Sadam melesat terbang ke arah kami, sayapnya yang besar dapat membuatnya terbang dengan cepat."Makananku," ucapnya, mulutnya menyangkal siap melahap kami.Teng!Paruh sadam terkena Kazakiri Rai, tetapi tidak dapat mengirisnya, tapi itu kesempatanku. Aku melompat memukul kepalanya.Sadam menggelengkan kepalanya, menghilangkan pusing. Narchi berhasil melompat masuk ke dalam rumah. Rai merahi tanganku, menarikku masuk."Harchi, Narchi." Warchi meng
Mereka sudah terbiasa mendengar nyanyian Sada yang tidak ada bagus-bagusnya itu. Warchi, Harchi, Narchi, dan Rai sudah tertidur pulas di posisinya masing-masing.Sedangkan aku dan Aruna masih begadang. Apa karena mereka tidak mengerti bahasa Sadam, mereka mendengarkannya seperti nyanyian malam.Rai memberitahu semua apa yang dia ketahui mengenaiku. Mulai dari aku yang norak, keluar dari hutan kehidupan, dia dan Aruna menjelaskannya secara lucu. Harchi dan Narchi tertawa mendengarkannya.Aku tertawa melihat mereka senang, tapi keadaan itu berubah saat Rai mulai menjelaskan pria itu, orang yang sangat aku benci. Begitu juga dengan Narchi, Harchi dan Warchi, mereka terkejut mengetahui aku merupakan anak dari pahlawan Kerajaan Manggo.Aku sangat bangga menjadi anak pahlawan Kerajaan Manggo jika orang itu bukan dia. Kenapa orang yang waktu itu aku kagumi berubah menjadi benci setelah mengetahui kenyataannya.Tangan Aruna sedang menar
Pulang sekolah Harchi melempar tasnya ke meja makan, dia menarik kursi, menghembus napas kasar lalu duduk dengan kedua tangan terlipat di atas perut, wajahnya cemberut. "Malam ini aku akan melawan Sadam, kita tidak bisa terus-terusan diam seperti ini, sudah banyak korban yang berjatuhan. Tadi kepala sekolah mengusulkan akan menutup sekolah, anak-anak tidak boleh keluar rumah." "Mereka sekolah untuk melatih teknik sihir, kalau sekolah ditutup bagaimana mereka bisa melawan Sadam dan prajuritnya." Aruna meneguk Air."Menutup sekolah tidak mengurangi banyaknya korban yang berjatuhan." Rai membantu Warchi berjalan."Iya, itu malah memperlambat kita untuk melawan Sadam. Tujuan dibangunnya sekolah untuk melawan Sadam, kan?" Aku mengambil roti yang tersisa satu lembar di atas piring."Kamu tidak bisa melawan Sadam sendirian, Harchi." Warchi duduk di pinggir kasur."Bagaimana kalau kita minta bantu para murid senior, mereka sudah bisa menggunakan
"Rai!" Aruna melompat turun menghampiri Rai."Aruna, Rai, Awas!" Aku berseru. Sadam sedang terbang ke arah mereka, dia mengubah paruhnya menjadi besi, siap menghunus mereka.Ratusan burung hantu menghalangi aku untuk menolong mereka. Burung hantu ini juga mulai ganas, menyerbu dengan kekuatan penuh.Harchi melompat di depan mereka. "Ball Magic. Pelindung." Sihir berwarna biru itu menjadi tapeng.Bummm.Ledakannya sungguh dahsyat. Daun-daun kering berhamburan. Aruna, Rai, dan Harchi keluar dari kepulan daun itu, melompat ke atas dahan.Angin menghembus kencang menerbangkan daun-daun. Sadam terbang tinggi, tubuhnya melayang di atas. "Tangkap gadis itu, targetku tidak boleh terlepas dua kali." Ratusan burung hantu menyerang Narchi dan aku yang berada di sampingnya."Bunuh mereka Narchi, kalau tidak mereka akan bangkit lagi," ucapku.BummmBummmBummmAku memukul burung itu sampa
Pagi-pagi sekali dikalah orang-orang masih tertidur lelap. Kami pergi ke tokoh Paman Linchi membawa uang yang dia butuhkan. Sekarang peraturan Kota Tree sudah diperbarui setelah Sadam kalah, mereka sedang sibuk membangun sekolah sihir menyebar ke seluruh penjuru kota. Sekolah harus tutup sore hari, tidak boleh buka sampai malam.Meskipun Sadam sudah tidak ada, mereka tetap mematikan setengah lampu saat malam hari, tidur malam. Tidak boleh ada toko yang buka 24 jam.Setiap satu hari dalam seminggu diberlakukan hari libur. Hari ini kami bertepatan pada hari libur, jalan gantung yang biasanya ramai menyadi lenggang.Paman Linchi membuka toko di rumahnya. Saat ini rumahnya masih tertutup. Harchi menekan tombol belnya. Dalam beberapa menit tidak ada jawab dari penghuni rumah, Harchi memutuskan menekan bel itu lagi. Kami masih menunggu, lalu ada tetangga melintas."Paman Linchi tadi aku lihat dia terburu-buru pergi kearah sana. Aku tidak tahu
Aku kembali ketempat pertarungan panco, kali ini aku yang terlambat, mereka menungguku, duduk di atas balai."Aku pikir kau tidak akan datang," ucap salah satu dari kelima orang tersebut."Ini pemenang pertarungan kemarin?" tanya satu orang anak baru. Aku baru melihatnya hari ini.Mereka mengangguk."Baguslah kau datang, aku ingin sekali bertarung denganmu," ucap anak baru itu."Hei, kau saja belum tentu mengalahkan kami.""Iya. Aku hampir menang kemarin, kali ini tidak akan aku biarkan kalian semua mengalahkanku. Cepat keluarkan uang taruhannya."Aku mengeluarkan uang 100 Greal. Mereka menoleh kiri-kanan. "100 lagi taruhannya?" tanya orang yang kemarin hampir menang."Aku takut kalian kalah lagi. 100 Greal sebagai percobaan, bagaimana?""Baiklah kalau takut kalah, lagi pula ada anak baru di sini, dia pasti kaget." "Enak saja, aku pernah memenangkan 5 kali pertandingan ini sebelumnya."
Paginya kami berpisah untuk mencari uang sesuai dengan yang sudah ditentukan kemarin. Aruna, Rai, dan Harchi pergi kepasar, Warchi menjaga rumah dan aku pergi ketempat pertandingan panco.Tempat ini masih sepi, mungkin aku datang terlalu pagi, mereka belum pada sampai. Aku duduk di dahan pohon, menguncang-uncang kaki. Para warga berlalu-lalang, tidak memperdulikan ku, sibuk dengan aktivitasnya masing-masing.Aku melirik pergelangan tangan, ini sudah 30 menit aku menunggu, mereka belum sampai juga ke lokasi, apa kmhati ini pertarungan panci diliburkan?"Hei, ngapain kamu di sana," ucap seorang pria, kepalanya menengadah memandangku.Aku melompat ke lantai balai. "Aku pikir kalian tidak datang. Aku ingin bertarung panco lagi dengan kalian.""Kamu bertaruh berapa?" tanya orang itu."Aku hanya ada 100 Greal." "100 doang, itu terlalu kecil." "Pertandingan pertama kita bertaruh 100 Greal dulu, kalau aku menang, uang
Paman Linchi sibuk melayani para pembeli yang recet agar pesanannya segera dibuatkan. Paman Linchi menyuruh kami menunggunya di dalam rumah. Sampai sore hari Paman Linchi baru menghampiri kami, dia mengendurkan urat-uratnya. "Hari ini ramai sekali, aku tidak bisa beristirahat dari pagi sampai sore." Paman Linchi menarik kursi, dia duduk dihadapan kami."Maafkan aku telah mengganggu waktu istirahatmu, Paman Linchi," ucap Harchi sopan."Tidak masalah, Harchi, warungku ramai ini semua karena Narchi yang telah mengalahkan Sadam. Mereka sangat senang dan merayakannya dengan meminum madu. Kamu ingin bicara apa, Harchi, sepertinya sangat penting?""Tadi pagi aku dan mereka pergi ke pohon itu, paman, aku ingin menggunakan alat itu, tetapi waktu kami sampai benda itu sudah hancur. Gubuk Paman Linchi juga roboh.""Pemerintah kota yang menghancurkannya, mereka tidak ingin siapapun yang menggunakannya."Wajah Paman Linchi berubah menjadi te
"Lelah sekali, apakah masih jauh?" tanya Aruna, dia mengatur napasnya, keringatnya tidak dapat dihindari, mengalir deras terjun bebas ke bawah.Pagi-pagi sekali kami mengikuti Harchi memanjat pohon paling tinggi di kota ini. Dia bilang jalan satu-satunya agar keluar dari kota ini adalah dengan memanjat pohon ini, dia sana ada benda terlarang yang bisa melontarkan kami."Kenapa harus pagi-pagi sekali sih, aku masih ngantuk tahu, kemarin kita pulang sangat malam." Aruna masih mengomel dibawah sana. Aku dengannya beda dua dahan. Rai di samping Aruna, mendampinginya agar dia tidak pingsan."Karena itu watu yang cocok untuk ke atas sana, sebab jika ada orang yang melihat mereka akan melapor ke pemimpin kota dan kita akan dipenjara." Harchi berteriak, dia sudah sangat tinggi di atas kami."Kenapa dipenjara? Kita hanya memanjat saja kan, lagian siapa juga orang yang ingin memanjat pohon ini, cuma kita berempat." Aruna melihat kebawa, wajahnya pucat. "Tin
Sebagian lampu-lampu mulai dipadamkan, pasir yang berada di tabung atas semakin sedikit, para warga memasuki rumah, menutup jendela dan pintu rapat-rapat.Aku menggendong Rai dipunggung, melompat dari dahan ke dahan. Harchi menggendong Aruna, dia dalam kantong bajunya terdapat sisa buku Narchi, dia sempat mengambilnya sebelum mengeluarkan teknik besar itu.Mereka tidak mengetahui bahwa Sadam sudah mati, kami belum mengumumkannya. Bagaimana kami bisa sempat memberitahu mereka jika kami saja bingung harus bagaimana memberitahu Warchi tentang Narchi. Dia sudah tua, aku takut Warchi akan terkejut dan menyusul Narchi.Sore ini kami bisa melompati dahan tanpa terburu-buru, tanpa berjaga-jaga dan khawatir Sadam akan datang. Malam ini telingaku tidak akan pernah mendengar suara jelek Sadam lagi."Kenapa Narchi, seharusnya aku saja." Warchi menghela napas ketika Harchi memberitahu dan memberikan sisa bulu Narchi kepada Warchi. "Besok pagi kita akan memakam
Kami semua terpaku. Narchi dimakan sekali lahap. Sadam melakukannya di depan kami. Aku sangat terkejut, bagaimana perasaan Harchi sekarang.Harchi memukul-mukul tanah, air matanya mengalir deras. "Maafkan aku …. Maafkan aku sebab tidak bisa melindungimu. Maafkan aku, Narchi …." Harchi menangis terisak-isak."Ini lezat sekali, tapi aku belum kencang." Sadam melirik Rai. "Selanjutnya pendekar itu." katanya.Aruna memeluk Rai, kepalanya menggeleng, matanya berkaca, bibirnya tertarik kebawah, dia memohon agar Sadam tidak mengambil Rai dari pelukannya.Aku tidak akan membiarkan Sadam memakan Rai, itu tidak boleh terjadi, bagaimanapun caranya aku harus menyelamatkan. Kalau Rai sampai dimakan, aku sangat bersalah dan hari ini merupakan hari yang sangat terburuk dalam hidupku. Aku tidak bisa berbuat apa-apa untuk menyelamatkan temanku, aku tidak berguna. Aku berusaha menarik tubuhku, aku harus menyelamatkan Rai, apapun resikonya, walaupun kulitk
Rai tidak berdaya, perutnya tertusuk. Aruna dan Narchi sedang mengobatinya. Harchi tidak bisa bertarung lagi, bulu emas Sadam membuatnya tertancap di dinding gua. Hanya aku harapan mereka, aku harus melakukannya.Sampai di tengah perjalanan, aku harap Sadam tidak menyadarinya, dia sedang menyembuhkan sayap emasnya.Senyap. Sadam tidak menyerang, dia juga kelelahan. Harchi menatapku penuh harapan, dia tidak mampu menarik tubuhnya keluar dari buku emas."Eh! Kau! Mau ngapain, anak muda!" Sadam melihatku, dia perlahan berdiri.Aruna dan Narchi terkejut, mereka yang sejak tadi tegang menyaksikanku."Kau tidak akan bisa menghancurkan gua ini!" Sadam menyerangku dengan satu bulu emasnya, sepertinya energinya mulai belum pulih.Aku menarik tubuhku, memanjat tambang dengan cepat, tetapi gerakan bulu emas Sadam lebih cepat, bulu itu menancap pahaku.Aku menyerngit, menahan sakit, pergerakan ku melambat. Namun, aku belum menyerah,
Bukkk"Au." Aruna mengaduh.Rencana kami gagal, Sadam sudah mengetahuinya. Aruna dan Narchi berdiri, mereka menyeka bajunya, perlahan mundur ketika Sadam mendekatinya."Berani-beraninya kau menipuku!" Sadam mengarahkan sayapnya ke arah Aruna dan Narchi.TengggRai menahannya.Aku berlari, kemudian menarik kakinya. Sadam terjatuh. Harchi melompat dia mengeluarkan tekniknya."Ball Magic. Hancurkan!" BummmBola sihir berwarna merah itu tidak terlalu besar, tapi ledakannya membuat bumi bergetar."Cepat lari!" Rai berteriak.Kami berhamburan, berlari keluar gua."Kalian tidak bisa lari dari sini!" Bulu besi Sadam memotong tali. Sebuah batu besar menggelinding menutup mulut gua.Sadam tertawa. "Aku bukan kalian saja yang bisa bertarung dengan licik, aku juga bisa melakukannya. Kalian akan mati disini!"Sadam melesat menyerang kami. Aruna dan Narchi bersembunyi di