"Rai!" Aruna melompat turun menghampiri Rai.
"Aruna, Rai, Awas!" Aku berseru. Sadam sedang terbang ke arah mereka, dia mengubah paruhnya menjadi besi, siap menghunus mereka.Ratusan burung hantu menghalangi aku untuk menolong mereka. Burung hantu ini juga mulai ganas, menyerbu dengan kekuatan penuh.Harchi melompat di depan mereka. "Ball Magic. Pelindung." Sihir berwarna biru itu menjadi tapeng.Bummm.Ledakannya sungguh dahsyat. Daun-daun kering berhamburan. Aruna, Rai, dan Harchi keluar dari kepulan daun itu, melompat ke atas dahan.Angin menghembus kencang menerbangkan daun-daun. Sadam terbang tinggi, tubuhnya melayang di atas. "Tangkap gadis itu, targetku tidak boleh terlepas dua kali."Ratusan burung hantu menyerang Narchi dan aku yang berada di sampingnya."Bunuh mereka Narchi, kalau tidak mereka akan bangkit lagi," ucapku.BummmBummmBummmAku memukul burung itu sampaAku, Rai, dan Harchi sedang berada di mulut gua. Lampu yang menempel di batang pohon sudah padam, matahari tenggelam, bulan naik ke puncang langit.Benar yang dikatakan Warchi, gua ini berada di kaki bukit, tepatnya berada di ujung Kota Tree, di hadapan kami dinding besar yang mengelilingi Kota.Di atas sana terdapat lubang kecil, bulan sedang berada di mulut lubang itu, aku bisa melihatnya dengan jelas. Betapa indahnya benda itu bersinar malam ini, tidak ada awan yang berarak menutupinya, juga burung-burung berterbangan.Mengenai burung, kali ini aku sangat benci dengan burung hantu, padahal semua jenis burung aku menyukainya dulu. Setelah ketemu Sadam aku malah kesal dengan burung hantu itu.Apa memang benar Sadam raja burung hantu. Hewan Special Abilities yang sudah kami jumpai sangat berbeda dengannya. Mereka mempunyai sedikit sihir, tapi ukuran tubuh mereka normal, tidak besar, adapun yang besar itu memang kekuatan sihirnya yang bisa mengubah tubuhnya besar. Jenis sihir Sadam me
Bukkk"Au." Aruna mengaduh.Rencana kami gagal, Sadam sudah mengetahuinya. Aruna dan Narchi berdiri, mereka menyeka bajunya, perlahan mundur ketika Sadam mendekatinya."Berani-beraninya kau menipuku!" Sadam mengarahkan sayapnya ke arah Aruna dan Narchi.TengggRai menahannya.Aku berlari, kemudian menarik kakinya. Sadam terjatuh. Harchi melompat dia mengeluarkan tekniknya."Ball Magic. Hancurkan!" BummmBola sihir berwarna merah itu tidak terlalu besar, tapi ledakannya membuat bumi bergetar."Cepat lari!" Rai berteriak.Kami berhamburan, berlari keluar gua."Kalian tidak bisa lari dari sini!" Bulu besi Sadam memotong tali. Sebuah batu besar menggelinding menutup mulut gua.Sadam tertawa. "Aku bukan kalian saja yang bisa bertarung dengan licik, aku juga bisa melakukannya. Kalian akan mati disini!"Sadam melesat menyerang kami. Aruna dan Narchi bersembunyi di
Rai tidak berdaya, perutnya tertusuk. Aruna dan Narchi sedang mengobatinya. Harchi tidak bisa bertarung lagi, bulu emas Sadam membuatnya tertancap di dinding gua. Hanya aku harapan mereka, aku harus melakukannya.Sampai di tengah perjalanan, aku harap Sadam tidak menyadarinya, dia sedang menyembuhkan sayap emasnya.Senyap. Sadam tidak menyerang, dia juga kelelahan. Harchi menatapku penuh harapan, dia tidak mampu menarik tubuhnya keluar dari buku emas."Eh! Kau! Mau ngapain, anak muda!" Sadam melihatku, dia perlahan berdiri.Aruna dan Narchi terkejut, mereka yang sejak tadi tegang menyaksikanku."Kau tidak akan bisa menghancurkan gua ini!" Sadam menyerangku dengan satu bulu emasnya, sepertinya energinya mulai belum pulih.Aku menarik tubuhku, memanjat tambang dengan cepat, tetapi gerakan bulu emas Sadam lebih cepat, bulu itu menancap pahaku.Aku menyerngit, menahan sakit, pergerakan ku melambat. Namun, aku belum menyerah,
Kami semua terpaku. Narchi dimakan sekali lahap. Sadam melakukannya di depan kami. Aku sangat terkejut, bagaimana perasaan Harchi sekarang.Harchi memukul-mukul tanah, air matanya mengalir deras. "Maafkan aku …. Maafkan aku sebab tidak bisa melindungimu. Maafkan aku, Narchi …." Harchi menangis terisak-isak."Ini lezat sekali, tapi aku belum kencang." Sadam melirik Rai. "Selanjutnya pendekar itu." katanya.Aruna memeluk Rai, kepalanya menggeleng, matanya berkaca, bibirnya tertarik kebawah, dia memohon agar Sadam tidak mengambil Rai dari pelukannya.Aku tidak akan membiarkan Sadam memakan Rai, itu tidak boleh terjadi, bagaimanapun caranya aku harus menyelamatkan. Kalau Rai sampai dimakan, aku sangat bersalah dan hari ini merupakan hari yang sangat terburuk dalam hidupku. Aku tidak bisa berbuat apa-apa untuk menyelamatkan temanku, aku tidak berguna. Aku berusaha menarik tubuhku, aku harus menyelamatkan Rai, apapun resikonya, walaupun kulitk
Sebagian lampu-lampu mulai dipadamkan, pasir yang berada di tabung atas semakin sedikit, para warga memasuki rumah, menutup jendela dan pintu rapat-rapat.Aku menggendong Rai dipunggung, melompat dari dahan ke dahan. Harchi menggendong Aruna, dia dalam kantong bajunya terdapat sisa buku Narchi, dia sempat mengambilnya sebelum mengeluarkan teknik besar itu.Mereka tidak mengetahui bahwa Sadam sudah mati, kami belum mengumumkannya. Bagaimana kami bisa sempat memberitahu mereka jika kami saja bingung harus bagaimana memberitahu Warchi tentang Narchi. Dia sudah tua, aku takut Warchi akan terkejut dan menyusul Narchi.Sore ini kami bisa melompati dahan tanpa terburu-buru, tanpa berjaga-jaga dan khawatir Sadam akan datang. Malam ini telingaku tidak akan pernah mendengar suara jelek Sadam lagi."Kenapa Narchi, seharusnya aku saja." Warchi menghela napas ketika Harchi memberitahu dan memberikan sisa bulu Narchi kepada Warchi. "Besok pagi kita akan memakam
"Lelah sekali, apakah masih jauh?" tanya Aruna, dia mengatur napasnya, keringatnya tidak dapat dihindari, mengalir deras terjun bebas ke bawah.Pagi-pagi sekali kami mengikuti Harchi memanjat pohon paling tinggi di kota ini. Dia bilang jalan satu-satunya agar keluar dari kota ini adalah dengan memanjat pohon ini, dia sana ada benda terlarang yang bisa melontarkan kami."Kenapa harus pagi-pagi sekali sih, aku masih ngantuk tahu, kemarin kita pulang sangat malam." Aruna masih mengomel dibawah sana. Aku dengannya beda dua dahan. Rai di samping Aruna, mendampinginya agar dia tidak pingsan."Karena itu watu yang cocok untuk ke atas sana, sebab jika ada orang yang melihat mereka akan melapor ke pemimpin kota dan kita akan dipenjara." Harchi berteriak, dia sudah sangat tinggi di atas kami."Kenapa dipenjara? Kita hanya memanjat saja kan, lagian siapa juga orang yang ingin memanjat pohon ini, cuma kita berempat." Aruna melihat kebawa, wajahnya pucat. "Tin
Paman Linchi sibuk melayani para pembeli yang recet agar pesanannya segera dibuatkan. Paman Linchi menyuruh kami menunggunya di dalam rumah. Sampai sore hari Paman Linchi baru menghampiri kami, dia mengendurkan urat-uratnya. "Hari ini ramai sekali, aku tidak bisa beristirahat dari pagi sampai sore." Paman Linchi menarik kursi, dia duduk dihadapan kami."Maafkan aku telah mengganggu waktu istirahatmu, Paman Linchi," ucap Harchi sopan."Tidak masalah, Harchi, warungku ramai ini semua karena Narchi yang telah mengalahkan Sadam. Mereka sangat senang dan merayakannya dengan meminum madu. Kamu ingin bicara apa, Harchi, sepertinya sangat penting?""Tadi pagi aku dan mereka pergi ke pohon itu, paman, aku ingin menggunakan alat itu, tetapi waktu kami sampai benda itu sudah hancur. Gubuk Paman Linchi juga roboh.""Pemerintah kota yang menghancurkannya, mereka tidak ingin siapapun yang menggunakannya."Wajah Paman Linchi berubah menjadi te
Paginya kami berpisah untuk mencari uang sesuai dengan yang sudah ditentukan kemarin. Aruna, Rai, dan Harchi pergi kepasar, Warchi menjaga rumah dan aku pergi ketempat pertandingan panco.Tempat ini masih sepi, mungkin aku datang terlalu pagi, mereka belum pada sampai. Aku duduk di dahan pohon, menguncang-uncang kaki. Para warga berlalu-lalang, tidak memperdulikan ku, sibuk dengan aktivitasnya masing-masing.Aku melirik pergelangan tangan, ini sudah 30 menit aku menunggu, mereka belum sampai juga ke lokasi, apa kmhati ini pertarungan panci diliburkan?"Hei, ngapain kamu di sana," ucap seorang pria, kepalanya menengadah memandangku.Aku melompat ke lantai balai. "Aku pikir kalian tidak datang. Aku ingin bertarung panco lagi dengan kalian.""Kamu bertaruh berapa?" tanya orang itu."Aku hanya ada 100 Greal." "100 doang, itu terlalu kecil." "Pertandingan pertama kita bertaruh 100 Greal dulu, kalau aku menang, uang