Ada apa dengan badak ini. Dia seperti mempunyai sihir. Aku yakin sekali bahwa cula di kepalanya hanya ada satu, tapi kenapa sekarang menjadi empat. Atau jangan-jangan nanti akan tumbuh lima, enam, dan seterusnya. Sial, aku tidak bisa lari lagi. Punggungku sudah menyentuh dinding rumah, sedangkan badak ini terus berlari mengejar. Aku bukan hanya bisa bertarung, lompatku juga tinggi. Aku tersenyum. Ayo kemari badak. Persis saat badak itu berada satu meter di hadapanku, aku segerah lompat ke belakangnya. Badak itu menyungkur dinding.Rumah bergetar hebat. Gawat, kuat sekali sungkurannya, bagaimana kalau rumah itu roboh. Rai dan Aruna masih ada di dalam.Badak itu berbalik menatapku dengan mata memerah. Dia sangat marah, merasa dibohongi. Kembali menyerang.Aku menghirup udara bersih, mataku tertutup, menikmati segarnya alam Kota Seed yang asri. Jiwaku damai, tentram, fokusku bertambah. Namun, badak itu mengejutkanku. "Kali ini kau tidak bisa menghindar." ucapnya dengan nada marah.Dia b
Rai menarik tanganku. Tiga orang anggota mereka baru saja datang dari belakang kami. Rai melompat naik ke atas atap toko, aku mengikuti. Kami bersembunyi tengkurap di atap sambil melihat situasi.Ternyata satu dari ketiga orang itu merupakan komandan mereka. Ia mengenakan jaket berwarna biru dengan gambar yang sama. Tubuhnya gempal, pendek, memakai topi bundar."Berikan kalung berlian milikmu ibu toko." Komandan itu memanggul gadanya ke pundak."Anakku yang menyimpannya."Bummm ….Pemimpin pasukan elit menendang ibu itu sampai tubuhnya terpelanting. "Cepat berikan!" bentaknya.Para warga terpaku, berseru tertahan, menutup mulutnya. Anak-anak memeluk tubuh ibunya, menangis. Mereka kasihan dengan ibu itu, tapi apa daya, mereka tidak bisa apa-apa. Rai menatapku, ia takut aku tidak dapat mengendalikan diri. Aku berusaha menahan amarah yang menggebu-gebu di dalam dadaku. Tanganku terkepal, urat-uratnya terlihat.Hingar-bingar yang merupakan ciri khas pasar tidak terdengar lagi. Siapa yang
"Kenapa kita harus lari, Rai?" Aku membuang kumis palsu, melepas baju tebal dan kacamata, sambil berlari menghindari serangan para anggota Robber."Mereka terlalu banyak." Rai menendang anggota kelompok Robber yang menghalangi jalannya, ia tidak bisa menggunakan pedang, kedua tangannya memegang dua plastik kantong berisi bumbu dapur yang kami beli."Mereka lemah, Rai. Kita bisa menghabisinya." Aku menangkis pukulan anggota Robber, tanganku terangkat, tinjuku terarah tepat ke wajah musuh. Mendadak Rai berlari mendahuluiku, menarik tanganku."Cepat lari, Indra." "Kenapa kamu lemah sekali, Rai, kamu yang membuat keributan ini, kamu harus bertanggung jawab." Rahangku mengeras, menahan kesal. Rai terus menarik tanganku.Tiba-tiba pergerakan Rai terhenti, aku menabrak tubuhnya. Dia melihat ke belakang, suara jeritan terdengar nyaring."Aaa!" Para warga berlarian. Anggota kelompok Robber pada terkapar ke tanah.Suara tertawa terdengar lantang. Pria itu berwujud hitam, kukunya tajam, urat di
Aruna marah. Rai hanya membeli bumbu dapur, daging dan ikan titipannya tidak ada di dua kantong plastik yang dia letakkan di atas meja begitu saja. Sesampainya di rumah, Rai segera masuk ke ruangan favoritnya, membaca sebuah buku.Dari percakapan kami di pinggir sungai. Rai bisa menebak kalau indera perabaku bisa menetralkan virus iblis. Aku tidak akan bisa menang melawan raksasa beruang yang notabennya lebih besar dan lebih kuat tanpa mengeluarkan virus iblis itu terlebih dahulu.Ibu penjual sayur mengajak kami datang ke rumahnya, dia akan memasak makanan untuk kami sebagai tanda terima kasih. Rai menolak permintaan ibu itu, dia mengajakku lari sebelum Komandan S Twu datang.Komandan S Twu adalah komandan kedua di Kelompok Robber, jabatannya satu tingkat lebih tinggi dari Komandan S Three. Bisa saja kekuatan dan anggota kelompok elitnya bisa sangat kuat dibanding anggota S Three.Para warga memanggilku Reinkarnasi Dewa tanah yang sudah mereka tunggu sejak 50 tahun yang lalu dari kemat
Waw, ini luar biasa. Bukan hanya mudah menemukan tempat persembunyian kami, dia juga membawa ribuan anggota Kelompok Robber untuk mengepung kami. Tidak ada sisi untuk melarikan diri. Mereka berdiri serampak mengitari."Kembalikan gadis itu, dia milik bos kami." ucapnya dengan santai sambil perlahan maju mendekat. Dia tidak membawa alat untuk bertarung, dia juga tidak gegabah untuk memerintahkan pasukannya untuk menyerang."Kenapa S One memintaku membawa pasukan sebanyak ini hanya untuk melawan dua remaja ini. Takut sekali aku gagal mendapatkan Aruna." Pria berbadan kekar dan tinggi itu berjalan sambil mengomel."Ayo, pergi denganku, Aruna." Komandan S Twu menjulurkan tangannya, meminta Aruna menangkap tangan itu kemudian kabur bersamanya. Dia juga tersenyum menyapa aku dan Rai.Rai bersiaga memegang hulu kedua pedangnya. Aku meremas jemari. Dia tidak takut kami menyerangnya tiba-tiba, sedekat itu dengan kami layaknya teman yang tidak bertemu lama."Huuu." Komandan S Twu menarik tangann
Aku bersiap memasang kuda-kuda. Kedua tanganku terangkat mengepal jemari erat. Pandanganku tetap fokus menatap lawan. Aku tidak akan terpincut kepada anggotanya yang menjauh melingkari lapangan pertarungan. Komandan S Twu sangat cepat, sedikit saja aku lengah itu kesempatan yang sangat berharga baginya.Rai dan Aruna melihat kami dari belakang. Tubuh Rai bersandar ke dinding rumah, Aruna berdiri menatap tegang.Setiap pagi aku selalu latihan dan hari ini aku mendapatkan teman latihan yang benar-benar bertarung tanpa ragu. Aku akan melakukan sekuat tenagaku untuk melawannya, Komandan S Twu sudah terpancing amarah, dia pasti tidak segan-segan membunuh musuhnya seperti yang ia katakan tadi.Tendangannya yang mengenai perutku itu merupakan tanda jika tenaganya memang besar. Terlebih kaki kanannya yang menendang Rai sampai terpelanting. Komandan S Twu menyerang duluan, dia berlari ke arahku. Rumput bergoyang tersibak angin. Pukulannya berhasil aku tangkis, kemudian aku balas dengan menenda
"Hentikan!" Aruna menjerit sangat kencang. Bumi bergoyang, burung-burung di hutan kehidupan berterbangan. Karakal berjatuhan, air sungai bermuncratan, meluap, banjir sampai mengenai kakiku.Komandan S Twu menghentikan pergerakannya sejenak, melihat sekitar. Anggota Kelompok Robber berhamburan, berteriak-teriak menyebut kata gempa. Aruna berusaha melepaskan diri dari cengkraman dua tangan anggota Robber yang tubuhnya lumayan kekar."Lihat itu!" Salah satu dari mereka menunjuk seekor badak yang berlari kencang, cula di atas kepalanya ada empat, menyungkur anggota Kelompok Robber yang terdekat."Aaa!" Tubuh mereka tergores-gores, mengeluarkan banyak darah. "Serang dia!" Anggota Keluarga Robber menyerang, tongkat kayu mereka patah.Badak itu menderu, membabi buta menyerang mereka tanpa ampun. Banyak anggota kelompok Robber tertusuk culanya, sebagian dari mereka mati, tidak tahan menahan rasa sakit.Seseorang melesat cepat seperti cahaya, tubuhnya melayang dua puluh sentimeter dari tanah,
Rai sadar ketika pria itu pergi meninggalkan kami, dia memerintahkan badak untuk menjaga kami. Rai sangatlah kutu buku, dia bisa menebak seseorang dari pakaian yang biasa dipakai, suaranya, gerakannya dan kebiasaan orang tersebut. Rai tahu orang itu adalah Same, seseorang yang sangat dia kagumi, melalui buku-buku yang menceritakan tentang pelindung Kerajaan Manggo.Aku baru tahu ternyata Nobel sudah mengalami tiga era. Same hidup di era kebangkitan, dimana saat itu Reinkarnasi Para Dewa muncul. Same terlahir satu tahun setelah kerajaan dibentuk.Kerajaan Manggo adalah Kerajaan termuda di Nobel. Daratan terakhir yang berhasil dikuasai Dewa Saler di Banua Utara. Di usianya yang ke 15 tahun Bangsa Iblis menyerang Banua Utara, sampai ke Kerajaan Manggo. Same mengalami peristiwa yang sangat menyakitkan. Ia melihat ibunya dicabik-cabik oleh iblis di depan matanya dan harus membunuh ayahnya sendiri yang terinfeksi virus iblis.Same mendapatkan Anugrah dari hewan peliharaannya yang menemaniny