Rai sadar ketika pria itu pergi meninggalkan kami, dia memerintahkan badak untuk menjaga kami. Rai sangatlah kutu buku, dia bisa menebak seseorang dari pakaian yang biasa dipakai, suaranya, gerakannya dan kebiasaan orang tersebut. Rai tahu orang itu adalah Same, seseorang yang sangat dia kagumi, melalui buku-buku yang menceritakan tentang pelindung Kerajaan Manggo.Aku baru tahu ternyata Nobel sudah mengalami tiga era. Same hidup di era kebangkitan, dimana saat itu Reinkarnasi Para Dewa muncul. Same terlahir satu tahun setelah kerajaan dibentuk.Kerajaan Manggo adalah Kerajaan termuda di Nobel. Daratan terakhir yang berhasil dikuasai Dewa Saler di Banua Utara. Di usianya yang ke 15 tahun Bangsa Iblis menyerang Banua Utara, sampai ke Kerajaan Manggo. Same mengalami peristiwa yang sangat menyakitkan. Ia melihat ibunya dicabik-cabik oleh iblis di depan matanya dan harus membunuh ayahnya sendiri yang terinfeksi virus iblis.Same mendapatkan Anugrah dari hewan peliharaannya yang menemaniny
Pedang naga kembar adalah pedang pusaka dari kerajaan KI. Motif naga di pedang tersebut terukir dari pasir tulang belulang naga api dan naga es. Raja pertama menggunakan senjata ini untuk melawan bangsa Iblis. Konon dia bisa membangkitkan roh dari kedua naga itu, berhasil meningkatkan kekuatan paling tinggi.Kedua pedang itu pemberian dari papa Rai, warisan yang sangat berharga baginya. Bentuknya seperti katana, hulunya terukir naga berwarna merah dan biru. Rai tidak tahu jika kedua pedangnya mempunyai kekuatan hebat.Same menjelaskan sambil duduk di batu paling besar pinggir kolam, ia memberi makan ikan peliharaannya. Wajahnya tidak pernah menoleh ke belakang menatap aku dan Rai saat menjelaskan, dia asik dengan pekerjaannya sendiri.Jari tangan Rai menggenggam kedua hulu pedangnya, secara perlahan genggaman itu semakin kencang diikuti dengan rahang Rai yang semakin mengeras. Aku tahu perasaannya, dia sedang bersemangat untuk melatih dirinya supaya menjadi lebih kuat. Dia pasti mengin
Sebelum Godfather muncul. Nobel mengalami kegelapan dalam waktu yang sangat lama. Tidak ada makhluk yang tinggal disana kecuali Deadwan.Dibagian Utara Nobel, Deadwan menciptakan makhluk raksasa berwajah seram yang sekarang di sebut Monster. Mereka tidak dapat berkembang biak, oleh karena itu Deadwan membuat berbagai jenis monster sendirian, lalu dia memilih diantara mereka yang ukurannya lebih besar dan kekuatannya lebih hebat untuk dijadikannya pemimpin. Raja Monster itu bernama Tiran.Setelah pertarungan antara Mata Iblis dan Para Dewa. Bangsa Manusia berhasil berkembang biak keseluruh Banua di Nobel. Butuh waktu lama mereka memulai peradaban baru, membuat istana, pertempuran demi pertempuran merebutkan kekuasaan. Seluruh Banua terang, kecuali Banua Utara.Entah ada apa yang melindunginya, Banua ini tidak dapat ditembus oleh siapapun. Sampai lahir Reinkarnasi Dewa petir. Dia dapat melihat masa lalu dan masa depan. Dewa petir mendapatkan fakta jika di Banua Utara terdapat manusia yan
Waktu Rai dan keluarganya pergi dari Kerajaan KI menuju Kerajaan Manggo. Mereka melewati negeri yang aneh. Papanya Rai sudah menghitung bahwa perjalannya akan sampai dalam waktu 2 hari, akan tetapi mereka tidak pernah melihat cahaya matahari. Negeri itu selalu malam. Sepanjang penglihatan mata Rai. Dia hanya melihat lapangan luas dengan batu-batu besar, lapangan itu berumpat. Kaki Rai bisa merasakan sentuhan rumput halus.Negeri yang bercahaya redup, tidak ada penerang disepanjang jalan. Anehnya lagi, dia tidak boleh berbicara selama perjalanan, bahkan bertanya pun mulutnya akan di sumpal oleh tangan mamanya. Rai waktu itu masih kecil, usianya baru saja 3 tahun, dia belum memahami kondisi apa yang terjadi di sana, dia terus nangis sehingga mulutnya disumpal menggunakan kain.Tidak ada orang selain mereka bertiga. Terus berjalan maju tanpa suara, hening. Rai tidak sengaja menendang sesuatu sampai berbunyi nyaring. Tubuh Rai langsung dibopong oleh papanya, bersembunyi di balik batu bes
Matahari belum keluar dari persembunyiannya. Awan kemerahan terlihat dari ujung langit, masih tipis sekali. Badak bercula asik tidur di pinggir kolam ikan. Mana Same? Kata Rai dia sudah menunggu."Tadi Same ada di sini." Rai menghampiriku, dia telat keluar sebab harus mencari pedangnya. Rai selalu membawa pedang itu kemana-mana, dia tidak ingin kehilangan benda kesayangannya. Rai menyangkutkan kedua pedangnya ke pinggang."Apa dia pergi lagi?" tanya Rai, dia tahu tabiat Same."Dia sudah janji untuk melatih kita 3 hari, dia sudah izin pada temannya." Aku membuang wajah ketika Rai menatapku, dia pasti bingung kenapa aku berbicara seperti itu.Akhirnya Same datang juga, dia membawa batu berukuran sedang, lalu dia menjatuhkannya. Tanah yang tertimpa merekah."hari ini tugas kalian mengumpulkan batu sungai, kemudian membawanya kemari." kata Same."Sungai cukup jauh dari sini, Same. Apa kamu tidak menyiksa kami." protes Rai.Apa yang Rai katakan? Kenapa hanya membawa batu sungai saja dia men
Awan hitam tidak sanggup menampung air lebih lama lagi. Dia memuntahkannya dengan deras, diselingi petir yang menyambar dahsyat.Pohon-pohon bergoyang menahan badai angin, kolam ikan Same sebentar lagi meluap dan ikannya berlompatan ke lapangan. Same memperhatikannya sejak tadi dari jendela.Badak bercula naik ke teras rumah, dia bersedekap di sana. Aku tidak tahu dia kedinginan atau tidak. Kulitnya kan tebal.Aku takut rumah ini roboh, tapi kata Same jangan khawatir, walaupun rumah ini doyong, dia bisa bertahan dari badai.Same memasang pelita sebagai penerangan, sebab cuaca mendung keadaan dalam rumah gelap.Rai sudah sadar dari pingsannya, sekarang dia mencari piring untuk menaruh ubi yang Same beli di pasar bersama dengan ikan. Rai menjelaskannya pada kami kalau dia mempunyai penyakit kardiomiopati. Lemah jantung, jika kelelahan dengan aktivitas fisik kepalanya akan pusing, napasnya sesak, dan dapat mengalami pingsan.Teknik Kazakiri waktu Rai keluarkan untuk melawan pasukan Koman
Pagi ini cuaca cerah setelah semalam awan menumpahkan semua air yang dikandungnya. Matahari bersinar ceria disambut oleh daun-daun yang bergoyangan.Rumput halaman basah tersiram air hujan, ada beberapa titik lubangan air. Risau membersihkan tubuhnya disalah satu lubangan tersebut.Hari ini kami berlatih agak siang dari pada kemarin. Semua ini karena Same sulit dibangunkan. Lihat saja, dia belum juga keluar rumah, aku dan Rai sudah menunggunya di halaman."Tidurmu nyenyak juga, Same." Rai berbicara saat Same menghampiri kami."Kalian membuat saya bercerita sampai larut malam." jawab Same."Bukannya kamu sudah tidur duluan sebelum menyelesaikan ceritanya." Aku menimpali.Same menggaruk kepalanya yang tidak gatal, sambil menyengir lebar, kemudian dia memasang wajah serius."Hari ini aku ingin kalian dapat menyelesaikan kolam ikan secepatnya, supaya dapat melanjutkan latihan berikutnya." Same kembali memasuki rumah.Aku melirik Rai, apakah dia sanggup melakukan latihan ini? Rai mengangguk
"Aku hanya perlu menghindari satu seranganmu? Itu mudah sekali, Same." Aku mendengar Same mengambil sebuah balok kayu. Perlahan dia memukul-mukulkan balok itu ke tangannya, bersiap menyerangku.Same berlari, aku dapat mendengar suara kakinya. Jaraknya sekitar 5 detik sampai ke hadapanku. 4 detik, 3 …, 2 …. Same menyerangku dari arah kanan. Baiklah aku bisa tebak dia akan memukul kepalaku.Aku menunduk dan ….Bukkk!Perhitunganku keliru, Same tidak memukul kepalaku, melarikan dia memukul kakiku. Banyak diantara mereka pasti akan memilih kepala ataupun perut sebagai target mereka. Berbeda dengan Same, dia menyerang apa yang tidak dikhawatirkan oleh lawan.Bukkk! Kemudian Same memukul kepalaku. Aku segera menjauh darinya. Menggelengkan kepala, menyadarkan dari rasa pusing.Satu serangan yang tidak terduga. Same memanfaatkan kondisi disaat aku mengira dia berhenti menyerang, dia malah melesat maju dan memukul perutku.Aku memegangi perut. Tidak sempat memikirkan rasa sakit, aku lantas sia
Pagi-pagi sekali dikalah orang-orang masih tertidur lelap. Kami pergi ke tokoh Paman Linchi membawa uang yang dia butuhkan. Sekarang peraturan Kota Tree sudah diperbarui setelah Sadam kalah, mereka sedang sibuk membangun sekolah sihir menyebar ke seluruh penjuru kota. Sekolah harus tutup sore hari, tidak boleh buka sampai malam.Meskipun Sadam sudah tidak ada, mereka tetap mematikan setengah lampu saat malam hari, tidur malam. Tidak boleh ada toko yang buka 24 jam.Setiap satu hari dalam seminggu diberlakukan hari libur. Hari ini kami bertepatan pada hari libur, jalan gantung yang biasanya ramai menyadi lenggang.Paman Linchi membuka toko di rumahnya. Saat ini rumahnya masih tertutup. Harchi menekan tombol belnya. Dalam beberapa menit tidak ada jawab dari penghuni rumah, Harchi memutuskan menekan bel itu lagi. Kami masih menunggu, lalu ada tetangga melintas."Paman Linchi tadi aku lihat dia terburu-buru pergi kearah sana. Aku tidak tahu
Aku kembali ketempat pertarungan panco, kali ini aku yang terlambat, mereka menungguku, duduk di atas balai."Aku pikir kau tidak akan datang," ucap salah satu dari kelima orang tersebut."Ini pemenang pertarungan kemarin?" tanya satu orang anak baru. Aku baru melihatnya hari ini.Mereka mengangguk."Baguslah kau datang, aku ingin sekali bertarung denganmu," ucap anak baru itu."Hei, kau saja belum tentu mengalahkan kami.""Iya. Aku hampir menang kemarin, kali ini tidak akan aku biarkan kalian semua mengalahkanku. Cepat keluarkan uang taruhannya."Aku mengeluarkan uang 100 Greal. Mereka menoleh kiri-kanan. "100 lagi taruhannya?" tanya orang yang kemarin hampir menang."Aku takut kalian kalah lagi. 100 Greal sebagai percobaan, bagaimana?""Baiklah kalau takut kalah, lagi pula ada anak baru di sini, dia pasti kaget." "Enak saja, aku pernah memenangkan 5 kali pertandingan ini sebelumnya."
Paginya kami berpisah untuk mencari uang sesuai dengan yang sudah ditentukan kemarin. Aruna, Rai, dan Harchi pergi kepasar, Warchi menjaga rumah dan aku pergi ketempat pertandingan panco.Tempat ini masih sepi, mungkin aku datang terlalu pagi, mereka belum pada sampai. Aku duduk di dahan pohon, menguncang-uncang kaki. Para warga berlalu-lalang, tidak memperdulikan ku, sibuk dengan aktivitasnya masing-masing.Aku melirik pergelangan tangan, ini sudah 30 menit aku menunggu, mereka belum sampai juga ke lokasi, apa kmhati ini pertarungan panci diliburkan?"Hei, ngapain kamu di sana," ucap seorang pria, kepalanya menengadah memandangku.Aku melompat ke lantai balai. "Aku pikir kalian tidak datang. Aku ingin bertarung panco lagi dengan kalian.""Kamu bertaruh berapa?" tanya orang itu."Aku hanya ada 100 Greal." "100 doang, itu terlalu kecil." "Pertandingan pertama kita bertaruh 100 Greal dulu, kalau aku menang, uang
Paman Linchi sibuk melayani para pembeli yang recet agar pesanannya segera dibuatkan. Paman Linchi menyuruh kami menunggunya di dalam rumah. Sampai sore hari Paman Linchi baru menghampiri kami, dia mengendurkan urat-uratnya. "Hari ini ramai sekali, aku tidak bisa beristirahat dari pagi sampai sore." Paman Linchi menarik kursi, dia duduk dihadapan kami."Maafkan aku telah mengganggu waktu istirahatmu, Paman Linchi," ucap Harchi sopan."Tidak masalah, Harchi, warungku ramai ini semua karena Narchi yang telah mengalahkan Sadam. Mereka sangat senang dan merayakannya dengan meminum madu. Kamu ingin bicara apa, Harchi, sepertinya sangat penting?""Tadi pagi aku dan mereka pergi ke pohon itu, paman, aku ingin menggunakan alat itu, tetapi waktu kami sampai benda itu sudah hancur. Gubuk Paman Linchi juga roboh.""Pemerintah kota yang menghancurkannya, mereka tidak ingin siapapun yang menggunakannya."Wajah Paman Linchi berubah menjadi te
"Lelah sekali, apakah masih jauh?" tanya Aruna, dia mengatur napasnya, keringatnya tidak dapat dihindari, mengalir deras terjun bebas ke bawah.Pagi-pagi sekali kami mengikuti Harchi memanjat pohon paling tinggi di kota ini. Dia bilang jalan satu-satunya agar keluar dari kota ini adalah dengan memanjat pohon ini, dia sana ada benda terlarang yang bisa melontarkan kami."Kenapa harus pagi-pagi sekali sih, aku masih ngantuk tahu, kemarin kita pulang sangat malam." Aruna masih mengomel dibawah sana. Aku dengannya beda dua dahan. Rai di samping Aruna, mendampinginya agar dia tidak pingsan."Karena itu watu yang cocok untuk ke atas sana, sebab jika ada orang yang melihat mereka akan melapor ke pemimpin kota dan kita akan dipenjara." Harchi berteriak, dia sudah sangat tinggi di atas kami."Kenapa dipenjara? Kita hanya memanjat saja kan, lagian siapa juga orang yang ingin memanjat pohon ini, cuma kita berempat." Aruna melihat kebawa, wajahnya pucat. "Tin
Sebagian lampu-lampu mulai dipadamkan, pasir yang berada di tabung atas semakin sedikit, para warga memasuki rumah, menutup jendela dan pintu rapat-rapat.Aku menggendong Rai dipunggung, melompat dari dahan ke dahan. Harchi menggendong Aruna, dia dalam kantong bajunya terdapat sisa buku Narchi, dia sempat mengambilnya sebelum mengeluarkan teknik besar itu.Mereka tidak mengetahui bahwa Sadam sudah mati, kami belum mengumumkannya. Bagaimana kami bisa sempat memberitahu mereka jika kami saja bingung harus bagaimana memberitahu Warchi tentang Narchi. Dia sudah tua, aku takut Warchi akan terkejut dan menyusul Narchi.Sore ini kami bisa melompati dahan tanpa terburu-buru, tanpa berjaga-jaga dan khawatir Sadam akan datang. Malam ini telingaku tidak akan pernah mendengar suara jelek Sadam lagi."Kenapa Narchi, seharusnya aku saja." Warchi menghela napas ketika Harchi memberitahu dan memberikan sisa bulu Narchi kepada Warchi. "Besok pagi kita akan memakam
Kami semua terpaku. Narchi dimakan sekali lahap. Sadam melakukannya di depan kami. Aku sangat terkejut, bagaimana perasaan Harchi sekarang.Harchi memukul-mukul tanah, air matanya mengalir deras. "Maafkan aku …. Maafkan aku sebab tidak bisa melindungimu. Maafkan aku, Narchi …." Harchi menangis terisak-isak."Ini lezat sekali, tapi aku belum kencang." Sadam melirik Rai. "Selanjutnya pendekar itu." katanya.Aruna memeluk Rai, kepalanya menggeleng, matanya berkaca, bibirnya tertarik kebawah, dia memohon agar Sadam tidak mengambil Rai dari pelukannya.Aku tidak akan membiarkan Sadam memakan Rai, itu tidak boleh terjadi, bagaimanapun caranya aku harus menyelamatkan. Kalau Rai sampai dimakan, aku sangat bersalah dan hari ini merupakan hari yang sangat terburuk dalam hidupku. Aku tidak bisa berbuat apa-apa untuk menyelamatkan temanku, aku tidak berguna. Aku berusaha menarik tubuhku, aku harus menyelamatkan Rai, apapun resikonya, walaupun kulitk
Rai tidak berdaya, perutnya tertusuk. Aruna dan Narchi sedang mengobatinya. Harchi tidak bisa bertarung lagi, bulu emas Sadam membuatnya tertancap di dinding gua. Hanya aku harapan mereka, aku harus melakukannya.Sampai di tengah perjalanan, aku harap Sadam tidak menyadarinya, dia sedang menyembuhkan sayap emasnya.Senyap. Sadam tidak menyerang, dia juga kelelahan. Harchi menatapku penuh harapan, dia tidak mampu menarik tubuhnya keluar dari buku emas."Eh! Kau! Mau ngapain, anak muda!" Sadam melihatku, dia perlahan berdiri.Aruna dan Narchi terkejut, mereka yang sejak tadi tegang menyaksikanku."Kau tidak akan bisa menghancurkan gua ini!" Sadam menyerangku dengan satu bulu emasnya, sepertinya energinya mulai belum pulih.Aku menarik tubuhku, memanjat tambang dengan cepat, tetapi gerakan bulu emas Sadam lebih cepat, bulu itu menancap pahaku.Aku menyerngit, menahan sakit, pergerakan ku melambat. Namun, aku belum menyerah,
Bukkk"Au." Aruna mengaduh.Rencana kami gagal, Sadam sudah mengetahuinya. Aruna dan Narchi berdiri, mereka menyeka bajunya, perlahan mundur ketika Sadam mendekatinya."Berani-beraninya kau menipuku!" Sadam mengarahkan sayapnya ke arah Aruna dan Narchi.TengggRai menahannya.Aku berlari, kemudian menarik kakinya. Sadam terjatuh. Harchi melompat dia mengeluarkan tekniknya."Ball Magic. Hancurkan!" BummmBola sihir berwarna merah itu tidak terlalu besar, tapi ledakannya membuat bumi bergetar."Cepat lari!" Rai berteriak.Kami berhamburan, berlari keluar gua."Kalian tidak bisa lari dari sini!" Bulu besi Sadam memotong tali. Sebuah batu besar menggelinding menutup mulut gua.Sadam tertawa. "Aku bukan kalian saja yang bisa bertarung dengan licik, aku juga bisa melakukannya. Kalian akan mati disini!"Sadam melesat menyerang kami. Aruna dan Narchi bersembunyi di