Waktu Rai dan keluarganya pergi dari Kerajaan KI menuju Kerajaan Manggo. Mereka melewati negeri yang aneh. Papanya Rai sudah menghitung bahwa perjalannya akan sampai dalam waktu 2 hari, akan tetapi mereka tidak pernah melihat cahaya matahari. Negeri itu selalu malam. Sepanjang penglihatan mata Rai. Dia hanya melihat lapangan luas dengan batu-batu besar, lapangan itu berumpat. Kaki Rai bisa merasakan sentuhan rumput halus.Negeri yang bercahaya redup, tidak ada penerang disepanjang jalan. Anehnya lagi, dia tidak boleh berbicara selama perjalanan, bahkan bertanya pun mulutnya akan di sumpal oleh tangan mamanya. Rai waktu itu masih kecil, usianya baru saja 3 tahun, dia belum memahami kondisi apa yang terjadi di sana, dia terus nangis sehingga mulutnya disumpal menggunakan kain.Tidak ada orang selain mereka bertiga. Terus berjalan maju tanpa suara, hening. Rai tidak sengaja menendang sesuatu sampai berbunyi nyaring. Tubuh Rai langsung dibopong oleh papanya, bersembunyi di balik batu bes
Matahari belum keluar dari persembunyiannya. Awan kemerahan terlihat dari ujung langit, masih tipis sekali. Badak bercula asik tidur di pinggir kolam ikan. Mana Same? Kata Rai dia sudah menunggu."Tadi Same ada di sini." Rai menghampiriku, dia telat keluar sebab harus mencari pedangnya. Rai selalu membawa pedang itu kemana-mana, dia tidak ingin kehilangan benda kesayangannya. Rai menyangkutkan kedua pedangnya ke pinggang."Apa dia pergi lagi?" tanya Rai, dia tahu tabiat Same."Dia sudah janji untuk melatih kita 3 hari, dia sudah izin pada temannya." Aku membuang wajah ketika Rai menatapku, dia pasti bingung kenapa aku berbicara seperti itu.Akhirnya Same datang juga, dia membawa batu berukuran sedang, lalu dia menjatuhkannya. Tanah yang tertimpa merekah."hari ini tugas kalian mengumpulkan batu sungai, kemudian membawanya kemari." kata Same."Sungai cukup jauh dari sini, Same. Apa kamu tidak menyiksa kami." protes Rai.Apa yang Rai katakan? Kenapa hanya membawa batu sungai saja dia men
Awan hitam tidak sanggup menampung air lebih lama lagi. Dia memuntahkannya dengan deras, diselingi petir yang menyambar dahsyat.Pohon-pohon bergoyang menahan badai angin, kolam ikan Same sebentar lagi meluap dan ikannya berlompatan ke lapangan. Same memperhatikannya sejak tadi dari jendela.Badak bercula naik ke teras rumah, dia bersedekap di sana. Aku tidak tahu dia kedinginan atau tidak. Kulitnya kan tebal.Aku takut rumah ini roboh, tapi kata Same jangan khawatir, walaupun rumah ini doyong, dia bisa bertahan dari badai.Same memasang pelita sebagai penerangan, sebab cuaca mendung keadaan dalam rumah gelap.Rai sudah sadar dari pingsannya, sekarang dia mencari piring untuk menaruh ubi yang Same beli di pasar bersama dengan ikan. Rai menjelaskannya pada kami kalau dia mempunyai penyakit kardiomiopati. Lemah jantung, jika kelelahan dengan aktivitas fisik kepalanya akan pusing, napasnya sesak, dan dapat mengalami pingsan.Teknik Kazakiri waktu Rai keluarkan untuk melawan pasukan Koman
Pagi ini cuaca cerah setelah semalam awan menumpahkan semua air yang dikandungnya. Matahari bersinar ceria disambut oleh daun-daun yang bergoyangan.Rumput halaman basah tersiram air hujan, ada beberapa titik lubangan air. Risau membersihkan tubuhnya disalah satu lubangan tersebut.Hari ini kami berlatih agak siang dari pada kemarin. Semua ini karena Same sulit dibangunkan. Lihat saja, dia belum juga keluar rumah, aku dan Rai sudah menunggunya di halaman."Tidurmu nyenyak juga, Same." Rai berbicara saat Same menghampiri kami."Kalian membuat saya bercerita sampai larut malam." jawab Same."Bukannya kamu sudah tidur duluan sebelum menyelesaikan ceritanya." Aku menimpali.Same menggaruk kepalanya yang tidak gatal, sambil menyengir lebar, kemudian dia memasang wajah serius."Hari ini aku ingin kalian dapat menyelesaikan kolam ikan secepatnya, supaya dapat melanjutkan latihan berikutnya." Same kembali memasuki rumah.Aku melirik Rai, apakah dia sanggup melakukan latihan ini? Rai mengangguk
"Aku hanya perlu menghindari satu seranganmu? Itu mudah sekali, Same." Aku mendengar Same mengambil sebuah balok kayu. Perlahan dia memukul-mukulkan balok itu ke tangannya, bersiap menyerangku.Same berlari, aku dapat mendengar suara kakinya. Jaraknya sekitar 5 detik sampai ke hadapanku. 4 detik, 3 …, 2 …. Same menyerangku dari arah kanan. Baiklah aku bisa tebak dia akan memukul kepalaku.Aku menunduk dan ….Bukkk!Perhitunganku keliru, Same tidak memukul kepalaku, melarikan dia memukul kakiku. Banyak diantara mereka pasti akan memilih kepala ataupun perut sebagai target mereka. Berbeda dengan Same, dia menyerang apa yang tidak dikhawatirkan oleh lawan.Bukkk! Kemudian Same memukul kepalaku. Aku segera menjauh darinya. Menggelengkan kepala, menyadarkan dari rasa pusing.Satu serangan yang tidak terduga. Same memanfaatkan kondisi disaat aku mengira dia berhenti menyerang, dia malah melesat maju dan memukul perutku.Aku memegangi perut. Tidak sempat memikirkan rasa sakit, aku lantas sia
Rai diperbolehkan beristirahat di dalam rumah. Kerja kerasnya tidak sia-sia, dia dapat menyelesaikan latihan ini dengan cepat, walaupun aku tahu tidak ada teknik yang sempurna dalam waktu singkat."Kau lama sekali, Indra." Risau berjalan bergayak memasuki rumah, dia menemani Rai. Aku tahu maksud perkataannya tadi, dia mengejekku.Aku mengikat kain hitam, menutupi kedua mataku. Penglihatanku kembali gelap, tidak nampak apapun. Hujan belum redah, terus menyerbu tubuhku. Badanku menggigil, kulit pucat.Angin menggoyang daun, menimbulkan suara khas. Tetesan air hujan, monyet, burung, dan rusa, suaranya terdengar jelas di telingaku. "Tolong ambilkan aku air, Risau." Itu suara Rai, dia menyuruh Risau mengambilkan air untuknya. "Ok." Risau menjawab singkat.Badak itu tidak menolak ataupun mendumel diperintah Rai, coba saja kalau aku, dia pasti memaki aku.Semakin fokus, pendengaranku semakin luas dan nyata. Aku seakan dapat melihat pergerakannya, mengetahui gerak-gerik mereka semua.Rai mem
Fajar menyingsing jernih dan dingin, mengisyaratkan akhir musim panas, daun-daun menghijau, melambai-lambai, menampung sisa air hujan semalam, air itu mengalir sampai ke ujung daun, kemudian menetes ke kubangan, menimbulkan gelombang kecil. Suaranya terdengar damai, diiringi dengan cicitan burung. Matahari bersinar lembut, cahaya redup tertutup awan abu, rumput halaman basah. Rumah Same memang terlihat doyong, akan tetapi rumah ini bertahan dari hujan lebat. Aku duduk di atas batu besar di pinggir kolam ikan, airnya sangat jernih."Dimana Same?" Rai duduk di sampingku, memberi makan ikan."Aku tidak tahu, dia sudah biasa terlambat." Aku mengambil sedikit umpan ikan, memberikannya pada kolam yang baru.Risau keluar rumah. "Mana rumahku, kok belum jadi." ucapnya.Rai melirik aku. "Apa yang dia katakan.""Dia menanyakan rumahnya, kenapa kita belum membuatnya." "Kamu sudah tidak sabar mempunyai rumah baru ya, Risau." kata Rai santai."Kata Rai, kamu cerewet." Aku menteranselit."Hei." Ra
Pohon di hutan ini tidak rapat, mereka tumbuh berjauhan, tidak terlalu tinggi dan luas. Daunnya rontok dan kering, menutupi tanah.Sepanjang perjalanan, kami tidak menemukan hewan, biasanya monyet bergelantungan di atas pohon, burung-burung bertengger, dan rusa sedang memakan rumput. Mereka menuruti perkataan Same, tidak boleh keluar rumah.Same menyukai binatang, dia mengerti perasaan binatang, keinginannya, dan memahami bahasanya. Same bagaikan raja rimba di hutan ini, mereka menyayanginya.Pohon yang terikat kain berwarna kuning itu tidak terlalu besar, daunnya juga tidak lebat. "Aku saja yang melakukannya, Rai." Kakiku menyiak daun kering yang menumpuk, aku mendekati pohon itu.Suasana sepi, hanya kami berdua di sini. Tidak ada yang perlu ditakuti, ini lebih baik, tidak ada yang mengganggu kami menjalankan tantangan ini, kami akan menyelesaikannya dengan cepat.Setengah hari, itu batas waktu yang sangat lama. Same meremehkan kemampuan kami. Aku juga tidak butuh bantuan badak itu,