Ini hari yang sangat padat, jembatan gantung dipenuhi oleh pejalan kaki yang berbondong-bondong menuju tempat yang ingin mereka tuju.Ada banyak sekali jembatan gantung di kota ini. Samping kanan, kiri, atas dan bawah, semua itu dipadati pejalan kaki. Jembatan ini seperti jalan setapak di kota lain, mereka mengandalkan jembatan gantung ini untuk menyebrang jalan, mereka tidak perlu melompat dari dahan ke dahan.Walau hanya terbuat dari kayu dan diikat oleh tambang besar dan kuat, mereka tidak perlu khawatir atas keselamatan. Setiap jembatan terdapat lima orang yang bertugas merawat jembatan, mereka memastikan jembatan layak digunakan.Kami tidak akan bertabrakan dengan pejalan kaki yang lain karena jembatan ini sudah terbagi menjadi dua jalur. Jalur pulang dan jalur pergi. Tetapi kami tidak bisa menghindari dorongan dari orang lain yang terburu-buru ingin melewati jalan, kami harus berjalan cepat jika tidak ingin itu terjadi.Kota ini tidak terken
"Hore!" Semua orang berteriak gembira. Akhirnya, musuh yang selama ini mengganggu mereka berhasil dikalahkan. Tiran, raja monster itu akhirnya kaku tidak bergerak, seluruh tubuhnya dilumuri tanah yang mengeras.Mereka sangat senang, berlompatan, menangis gembira, hidupnya tidak lagi dihantui oleh rasa takut. Mereka sudah bebas, tidak perlu lagi mengurung diri di dalam rumah keong.Manusia berwujud tupai memeluk Dewa Saler, orang itu bernama Warchi dan Pisces, seorang pendekar pedang sedang berdiri di sampingnya."Jangan menangis, Warchi. Pengorbananku tidak sia-sia, misiku untuk membebaskan negeri ini berhasil.""Terima kasih, Dewa Saler, tanpa bantuan mu, kami tidak bisa melawan para monster." Pisces menunduk, dia menancapkan pedang besarnya ke tanah."Kalian luar biasa, aku sangat bangga bisa bertarung bersama kalian." Tubuh Dewa Saler bersinar."Kami yang sangat beruntung bisa bekerja sama dengan kami, Dewa Sale
Harchi mengajak kami ke tempat spesial yang ada di kota ini, tempat itu tidak bisa kami temukan di kota lain.Harchi melompat turun dari jembatan gantung. Aku dan Rai mengikuti. Petugas penjaga jembatan berteriak, perbuatan kami sangat berbahaya.Harchi tidak memperdulikannya, dia segera melompat ke batang pohon lainnya. Dia sangat lincah kami tertinggal jauh, sesekali dia berhenti menunggu kami."Apa masih jauh?" Rai mengatur napasnya. "Membangun jembatan gantung adalah alternatif yang tepat," ucapnya."Kita sudah sampai," jawab Harchi.Mataku menyapu sekitar. "Kamu bawa kami kemana, Harchi, tempat apa ini?" tanyaku."Iya, tidak ada yang beda di sini." Rai menimpali.Harchi mendongak. "Lihat itu."Aku mengikuti, menatap atas. 'Wow, ini luar biasa'. Aku yakin Rai mengatakan itu di dalam hatinya. Ini memang menakjubkan, panel-panel itu saling menyambung dengan perantara kabel. Benda itu bercahaya, cahay
Pagi harinya, Narchi berteriak, kami semua terkejut, terbangun. Rai bergegas mencari kedua pedangnya, dia sudah memasang kuda-kuda. Harchi berlari keluar kamar, dia masih memakai baju tidurnya. Aku tersentak duduk. "Ada apa?" Warchi membuka pintu kamar."I-itu, tuan putri." Narchi bergetar menunjuk Aruna."Aruna sudah sadar." Aku dan Rai mendekatinya.Aruna meringkuk ke pojok ruangan, tubuhnya bergetar. "Kalian siapa?" Aruna memberanikan diri untuk bertanya."Aruna kamu tidak perlu takut, mereka orang baik," ucapku.Warchi berjalan mendekati Aruna. "Tuan putri sudah sehat? Apa masih ada yang sakit?" Tubuhnya yang bungkuk berjalan dibantu dengan tongkat kayu."Aaa!" Aruna berteriak. Bumi bergetar, daun-daun berguguran, jembatan gantung bergoyang hebat, para pejalan kaki berlarian. Di luar sana keadaan sangat kacau, mereka pikir akan ada bencana besar.Aruna menimpah Warchi dengan bantal. "Jangan mendekat, aku be
"Mereka mengincar harta karun Dewa Saler," ucapan Warchi membuat kami semua terkejut"Dewa Saler punya harta karun?" tanya Harchi. Dia melompat naik ke atas meja."Berapa banyak? Apa banyak sekali?" tanya Narchi. Dia mengikuti kakaknya, melompat naik atas meja.Warchi melambaikan tangannya, menyuruh mereka duduk. "Harta itu tidak membuat mereka kaya, tapi orang yang mendapatkan harta itu akan mendapatkan kekuatan hebat.""Kekuatan hebat? Apa itu benda pusaka? Ilmu sihir, atau hal yang menakjubkan dari itu semua?" Rai menebak."Kalian akan mengetahuinya suatu hari nanti, harta Dewa Saler akan berguna untuk melawan bangsa iblis, dia menunggu pengguna yang tepat," kata Warchi."Lalu apa sangkut pautnya dengan Aruna? Kenapa mereka menculiknya?" tanyaku."Karena hanya tuan putri yang bisa mengambil harta itu.""Harta itu ada di dalam istana? Mungkin mereka memanfaatkan Aruna untuk memeras raja agar memberikan harta i
Aku menatap langit-langit, mengatur napasku. Keringat membasahi tubuh, rambut berantakan. Tangan kujadikan bantal, kaki mengangkang. Latihan kali ini sungguh menguras tenanga, sekitar 3 jam kami berlatih tanpa henti.Bukan hanya luas, berbagai alat olahraga ada di ruangan ini. Kami fokus memperkuat fisik, terlebih musuh kami mempunyai tenaga yang besar. Sebelum kami berangkat, Warchi memberitahu kalau Anna merupakan anak keturunan dari Ras Luna, dimana kemampuannya bisa mematifulasi grafitasi. Dia bisa membuat gerakan kami menjadi berat atau ringan. Mungkin sekarang Anna sudah meningkatkan teknik sihirnya mencapai puncak, kekuatannya tidak terhingga.Aku ingat perkataan Same waktu itu. 'Perkuatlah fisikmu maka kamu akan meningkatkan teknikmu'.Rai berdiri, dia merahi bajunya, kedua pedangnya dia biarkan tergeletak di lantai. Rai mendekati kursi. Namun urung ketika Aruna memasuki ruangan memanggil nama kami."Aku membeli air unt
Kami terkepung oleh ratusan burung hantu, mereka berseru, terbang mengeliling kami. Sadam, rajanya mengepak-ngepakkan sayapnya yang besar, dia menatap kami dan tersenyum mengerikan.Aruna bersembunyi di balik punggung kami, dia menggigil ketakutan. Rai sudah menarik kedua pedangnya, aku mengepal jemari.Tapi bagaimana kami bisa melawan mereka kalau keadaanya seperti ini. Mereka bisa menyerang kami dari berbagai arah dan dalam jumlah yang sangat banyak, sekuat apapun kami bertahan, mereka akan menembus pertahan itu."Serang mereka, serahkan mereka padaku. Sudah dua malam aku tidak makan, perutku sangat lapar." Aku, Rai dan Aruna menutup telinga. Suara Sadam seperti membelah betung, telinga kami sakit tidak kuat mendengarnya.Ratusan burung hantu menderu, mereka terbang menyerang kami."Bagaimana ini." Aruna memegang lengan Rai dengan erat. Wajahnya memucat. Aku pindah ke belakang Aruna, melindunginya dari belakang.Merek
Ratusan burung hantu menyerang Harchi yang tergeletak lemas, Narchi membantu kakaknya berdiri.Rai memasang kuda-kuda, dia mengacungkan kedua pedangnya. "Kazakiri!" teriaknya.Busur angin berwarna biru berbentuk bulan sabit itu terbang mengiris burung hantu, ukurannya yang besar dapat menumbangkan banyak dari mereka.Aku tidak secapat Harchi, selama Sadam belum bangkit, aku sudah melompat membantu Harchi dan Narchi melarikan diri."Cepat lari," kataku.Sadam melesat terbang ke arah kami, sayapnya yang besar dapat membuatnya terbang dengan cepat."Makananku," ucapnya, mulutnya menyangkal siap melahap kami.Teng!Paruh sadam terkena Kazakiri Rai, tetapi tidak dapat mengirisnya, tapi itu kesempatanku. Aku melompat memukul kepalanya.Sadam menggelengkan kepalanya, menghilangkan pusing. Narchi berhasil melompat masuk ke dalam rumah. Rai merahi tanganku, menarikku masuk."Harchi, Narchi." Warchi meng