#Satu#
Reyka urung melangkahkan kaki memasuki rumah saat samar-samar terdengar suara lelaki yang dikenalnya sedang berbincang mesra dengan seorang perempuan.
“Jangan khawatir, Sayang, sebentar lagi kita akan hidup bersama.”
“Lalu dengan wanita itu, apa yang akan kau lakukan padanya?” tanya lawan bicaranya dengan nada manja yang terdengar menjijikan.
“Tentu saja aku akan menceraikannya. Kau lebih segalanya dibanding dia, bagaimana mungkin cintaku padamu meluntur?” tanya Irawan sok romantis.
“Buktinya, kamu menikahinya. Bahkan kalian memiliki anak,” protes Dinda.
“Anak itu, bukankah aku sendiri selalu bersikap tak acuh padanya?”
Nyeri hati Reyka mendengar percakapan yang tertangkap oleh indra pendengarannya. Ingin sekali menghindar, tetapi sudah terlanjur basah untuk mendengar semua. Walau ini bukan yang pertama dirinya menyaksikan sang ayah yang seharusnya menjadi pelindung bagi keluarga justru menjadi bibit penyakit bagi dirinya dan sang ibu.
Ayah yang seringkali dia dengar digadang-gadang menjadi cinta pertama bagi anak perempuannya, hal itu tak berlaku sama sekali bagi Reyka. Andai dalam tubuhnya tak mengalir darah Irawan Sasmita, tentu saja dia akan membenci setengah mati lelaki yang menjadi ayah biologisnya itu.
Jika memilih pergi, Reyka bingung untuk pergi ke mana. Sedang keberadaan ibunya sendiri pun tak dia ketahui saat ini. Mau tak mau, Reyka membuka pintu dengan lebar dan kasar sehingga membuat dua insan yang sedang dimabuk asmara itu terlonjak kaget.
Mendapati pemandangan jika keduanya hendak melakukan ciuman, Reyka memalingkan pandangan dan dengan langkah setengah berlari dia menaiki anak tangga menuju kamarnya yang terletak di lantai dua. Sesuatu yang haram untuk dilihat dan sebetulnya haram pula mereka lakukan karena keduanya masih terikat pernikahan dengan pasangannya masing-masing.
Melihat respons Reyka yang demikian, Irawan dan Dinda tak peduli. Mereka malah seolah diberi kesempatan untuk melakukan hal selanjutnya dengan bebas.
Di dalam kamar, Reyka mengunci pintu lalu menyetel musik dengan suara yang keras. Dia membenamkan diri di atas tempat tidur dan menangis sepuasnya. Suara musik yang diputar mampu menutupi suara tangis yang terdengar menyayat hati.
Tak pernah ada satu anak pun di dunia yang ingin memiliki keluarga seperti ini. Banyak orang yang merasa iri, padahal mereka hanya melihat keluarganya dari sisi luar tanpa melihat apa yang sebenarnya terjadi di dalamnya. Berasal dari keluarga yang kaya, dianugerahi otak yang cerdas dan wajah yang di atas rata-rata. Namun itu semua bukan menjadi jaminan kebahagiaan bagi Reyka, karena kebahagiaan utama baginya adalah keluarga yang utuh. Banyak teman yang memilikinya tapi berbanding terbalik dengan dirinya.
Lagu yang terputar secara acak kini berganti, mengalunkan nada sendu yang membuat hatinya makin perih. Walau lirik yang dinyanyikan oleh sang vokalis merupakan bahasa asing, Reyka memahami arti dan makna dari lagu tersebut. Membuat isaknya kembali hadir.
Setelah banyak lagu terputar bahkan hingga kembali lagi memutarkan lagu yang sama untuk kesekian kalinya, Reyka bangkit. Dia menghapus sisa air mata yang menyisakan jejak di pipinya. Melangkahkan kaki menuju kamar mandi untuk mengambil air wudu lalu salat zuhur. Salat yang seharusnya didirikan sejak tadi, tertunda hingga satu jam lebih karena ia berusaha menenangkan diri.
Setelah mengganti seragam sekolahnya dan mematikan musik, Reyka khusyuk dalam ibadah zuhurnya. Sujud panjang dia lakukan untuk menumpahkan sedih juga tangis pada Dzat yang memberikan kehidupan dan keputusan.
Menjelang sore, Reyka mengemas beberapa barang ke dalam tas ransel. Dia memutuskan jika malam ini akan menginap di rumah Om Rudi, adik dari ibunya. Di sana dia bisa mendapatkan kehangatan dari sebuah keluarga. Setidaknya Reyka bisa menumpahkan segala sedu sedan yang menghujamnya pada Om Rudi, Tante Belinda atau pada sepupunya, Diana.
“Mau pergi, Non?” tanya Bi Siti, kepala asisten rumah tangga di rumah Reyka.
“Iya, Bi, mau menginap di rumah Om Rudi. Rey butuh teman untuk ngobrol,” sahut Reyka dengan senyum yang dipaksakan.
Bi Siti tak berkomentar. Dia mengerti apa yang dirasakan oleh nona mudanya. Kehidupan yang berlimpah dengan harta tak serta merta menjadi kebahagiaan, karena jantung dari sebuah rumah tangga telah berhenti berdetak. Tak ada lagi canda tawa dari penghuninya, yang ada hanya saling menyakiti yang akan semakin memperparah mental.
“Kalau Ibu nanti pulang, katakan padanya Rey di rumah Om Rudi, ya, Bi,” ucap Reyka sebelum melangkahkan kaki.
Berkali-kali Reyka menghubungi ponsel ibunya tapi selalu tersambung dengan suara operator yang menyatakan jika nomor ponsel ibunya dalam keadaan tidak aktif. Khawatir ibunya pulang dan mencari keberadaannya, maka Reyka pun menitipkan pesan melalui Bi Siti.
Reyka menggunakan taksi menuju rumah Om Rudi. Dia menolak saat Pak Rahmat, supir yang bekerja di keluarganya menawarkan diri untuk mengantar. Reyka menolaknya dengan halus dan sopan. Dia beralasan tak ingin merepotkan.
Sesampainya di halaman rumah Om Rudi, Reyka menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan. Menata hati agar tangis tak kembali tumpah. Malu rasanya jika mendatangi rumah ini hanya untuk mengadukan nasib dan menangis untuk yang kesekian kali.
Dibukanya pintu rumah dengan perlahan. Rumah yang sederhana, berbeda dengan rumah yang selama ini menjadi tempatnya bernaung. Namun rumah ini kaya akan cinta dan limpahan perhatian yang tak Reyka temukan di tempat lain.
“Assalamu ‘alaikum, Tante,” sapa Reyka ramah saat mendapati sosok tantenya berdiri di dapur. Tante Belinda rupanya sedang memasak.
“W*’alaikum salam. Eh, Rey, sudah datang?” tanya Tante Belinda. Sebelumnya memang Reyka sudah memberitahukan jika hari ini Reyka ingin menginap.
“Iya, Tante, baru datang kok. Tante masak, ya? Boleh Rey bantu?”
Belinda tersenyum mendengar tawaran Reyka. Reyka senang sekali membantunya memasak, berbeda dengan Diana yang akan mengeluarkan seribu alasan untuk menghindar dari dapur. Senyum Belinda menghilang saat menatap wajah Reyka. Belinda sangat tahu jika Reyka menangis, karena sangat kentara dari matanya yang terlihat sembab dan bengkak.
Ada nyeri yang turut Belinda rasakan. Tak terbayang bagaimana jika dia berada di posisi Reyka. Di usia yang sangat muda dia harus menyaksikan secara langsung retaknya rumah tangga kedua orang tuanya. Yang lebih menyakitkan, Reyka berkali-kali menyaksikan sendiri ayahnya membawa Dinda ke rumah tanpa memedulikan perasaan Tiara – Ibu Reyka.
Dinda merupakan cinta pertama Irawan. Namun sebagaimana nasib yang menimpa orang lain, hubungan Irawan dengan Dinda tak direstui oleh orang tua Irawan. Hingga akhirnya Irawan dijodohkan dengan Tiara.
Tak ada cinta dalam hubungan keduanya. Mereka menjalani pernikahan hanya sebatas formalitas, agar Irawan tak dihapus dalam daftar ahli waris. Saat orang tua Irawan meninggal dunia, Irawan pun kembali menjalin kasih dengan Dinda walau kondisi Dinda sendiri sudah memiliki pasangan hidup.
“Tante?!” panggil Reyka.
Belinda tersadar dari lamunannya. “Eh, apa, Rey?” tanyanya tergagap.
“Ada yang bisa Rey bantu?” senyum terkembang dari bibir Reyka.
“Mau kupas bawang? Tapi biasanya perih di mata,” tawar Tante Belinda.
“Tak apa, Tan. Perihnya gak akan tembus sampai hati kok.”
Ingin sekali Belinda memeluk lalu menciumi Reyka bertubi-tubi. Mentransfer sedikit kekuatan agar Reyka tegar. Akan tetapi Belinda tahu, Reyka jauh lebih tegar daripada dirinya. Berbeda dengan dirinya yang terlalu lembut dan sensitif dalam menghadapi masalah.
#Dua#“Rey,” panggil Diana dengan suara yang terdengar bergumam.“Emh..?” Reyka menanggapi panggilan Diana.“Tidur, ini udah jam berapa?” tanya Diana dengan suara serak khas bangun tidur. Matanya yang belum terbuka sepenuhnya menyipit melirik jam yang menempel di dinding. “Jam sebelas lebih, Rey, tidur!” Setelah mengatakan demikian, Diana terlelap kembali ke alam mimpi.Reyka yang melihat kelakuan sepupunya hanya tersenyum lalu melanjutkan aktivitas. Reyka sedang menonton film dari laptop. Malam ini dia berencana menyelesaikan lima atau enam episode drama korea yang sedang dia tonton.Reyka mulai menyukai drama korea berawal dari menonton film full house yang dibintangi Song Hye Kyo dan Rain. Walau film itu diproduksi bertahun-tahun silam tetapi drama yang dikemas ringan membuatnya ketagihan untuk menonton judul lainnya.Cerita-cerita dari drama korea sering tak bisa ditebak denga
#Tiga#Obrolan tempo hari dengan Diana menjadikan Reyka mulai memikirkan dengan serius perihal kelanjutan pendidikan yang akan dilakukannya di luar negeri. Reyka mulai mencari-cari informasi mengenai Korea Selatan.Budaya, bahasa, wilayah, kampus-kampus penyedia bea siswa, jurusan di setiap kampus, pengurusan visa dan juga paspor. Semua mulai digali informasinya oleh Reyka. Dan kendala bahasa adalah sesuatu yang tak bisa dia miliki dengan instan.Reyka memberanikan diri untuk berbicara dengan ayahnya di suatu pagi saat melihat pria tersebut sarapan seorang diri.“Yah, Rey ingin bicara serius,” ucap Reyka tanpa basa-basi.Mendapati tatapan ayahnya yang hanya memandang sekilas lalu terfokus lagi pada sarapannya, Reyka menarik salah satu kursi lalu duduk.“Seingat Rey, Rey tak pernah meminta apapun pada Ayah. Mungkin hingga beberapa saat ke depan, Rey akan meminta beberapa hal pada Ayah,” ungkap Reyka.
#Empat#Reyka menyematkan bros pada kerudung segi empat yang dipakai. Dia memilih menggunakan celana panjang longgar dengan kaos lengan panjang berpadu dengan kardigan selutut. Tak lupa membawa masker untuk dikenakan menutupi wajah. Terakhir, dia mengambil sepatu kets dan menggunakannya untuk menemani aktivitas hari ini.“Loh, Non, kenapa gak pakai seragam?” tanya Bi Siti heran melihat penampilan Reyka bukan untuk pergi ke sekolah.“Rey mau izin, Bi, untuk hari ini.”“Memang, Non Rey, mau ke mana?” Bi Siti penasaran.Reyka menghentikan mengunyah makanan yang ada dalam mulut. Ditatapnya Bi Siti dengan pandangan nelangsa.“Rey kangen pengen ketemu Ibu. Hari ini, Ibu pasti datang.”“Oh, iya, Non Rey hari ini ulang tahun, kan? Non Rey akhirnya berusia tujuh belas tahun. Selamat ya, Non, udah dewasa,” Bi Siti berucap dengan binar bahagia. “Semoga
#Lima#“Silakan, selamat menikmati,” ujar pelayan yang membawakan cheesecake berbentuk bundar berdiameter enam belas sentimeter. Terdapat dua lilin yang berbentuk angka satu dan tujuh di atasnya.“Walau hanya seadanya, Ibu harap kamu suka.”“Rey sangat suka. Suka sekali,” jawab Rey dengan mata berkaca-kaca. Ada haru dan luka yang menyeruak dalam dada sekaligus.“Anak cantik jangan nangis, nanti cantiknya luntur,” Tiara menyapu lembut pipi Reyka yang basah. “Sekarang kita nyalakan lilinnya, jangan lupa make a wish!”Reyka menutup mata. Berdoa dengan khusyu akan permintaannya. Dia hanya meminta semoga ibunya bisa selalu bahagia walau kini mereka tak lagi tinggal bersama.“Sudah?” tanya Tiara saat melihat Reyka membuka mata. Reyka mengangguk lalu meniup lilin yang menyala.Tiara memotong cheesecake menjadi empat bagian dan memindahkan
#Enam#Pak Rahmat sudah bersiap diri untuk mengantar Reyka sekolah seperti biasa. Sesampainya Reyka di depan mobil yang terparkir, Reyka tersenyum lebar yang membuat Pak Rahmat tak enak hati. Pasti Reyka akan mengeluarkan sesuatu yang di luar kebiasaan.“Kenapa ekspresi muka Pak Rahmat begitu?” tanya Reyka bingung melihat Pak Rahmat yang terlihat cemas.“Pasti, Non mau minta yang aneh-aneh kalau udah kayak gini,” cetus Pak Rahmat dengan jujurnya.“Tau aja nih, Pak Rahmat. Iya, Rey mau minta tolong. Hari ini Rey yang coba bawa mobil, ya. Bapak duduk di sebelahnya mengawasi,” pinta Reyka.“Duh, Non, jalanan ke sekolah itu ramai. Padat kendaraan. Kalau mau latihan di sekitaran kompleks aja, ya,” tawar Pak Rahmat.“Kan udah seminggu lebih latihan di sekitaran kompleks. Ibarat main game, ya harus naik level Pak, biar tambah lancar,” Reyka mengajukan protes.“Ja
#Tujuh# Reyka memeriksa buku catatan yang selalu dibawanya ke mana-mana. Buku catatan itu berisi targetan yang harus dikerjakan setelah disusun berdasaran minggu, bulan, tri wulan hingga satu semester ke depan. Reyka merasa harus mulai melakukannya. Karena dengan memetakan target, tujuan hidupnya akan lebih terarah. Reyka membolak balik kalender duduk di meja belajarnya. Ujian semester akan diadakan pekan depan sedangkan ujian nasional akan dilaksanakan bulan April, yang berarti akan dilaksanakan empat bulan lagi. “Lumayan nih, libur sekolah dua minggu,” gumam Reyka. Pikirannya kembali menyusun rencana untuk mengisi waktu liburan. Seminggu akan dia jadwalkan untuk mengunjungi ibunya. Dan seminggu lainnya, akan dia manfaatkan untuk belajar bisnis. Mungkin ini saatnya untuk mulai peduli terhadap urusan bisnis. “Non,” panggil Bi Siti sambil mengetuk pelan pintu kamar Reyka. “Ya, Bi?” Reyka menyimpan buku catatannya dan memb
#Delapan# Pagi hari, Reyka sudah berpakaian rapi. Dia mengenakan setelan blazer berwarna pastel serta kerudung pashmina warna senada. Sepatu tanpa hak turut melengkapi penampilannya. Orang asing akan mengira jika Reyka adalah seorang sosialita walau wajahnya hanya ditaburi bedak tipis serta sentuhan lip balm agar bibirnya tak kering. “Wah, Non, cantik,” puji Bi Siti saat melihat Reyka menghampiri meja makan untuk sarapan. “Emh, jadi hari-hari sebelumnya Rey gak cantik nih, Bi?” tanya Reyka. “Eh, Bi Siti salah ngomong, ya?! Maksud Bibi, Non selalu cantik. Tapi hari ini, bikin Bi Siti pangling.” “Mau ke kantor harus pakaian formal kan, Bi?” “Non, mau ke kantor Tuan Irawan?” tanya Bi Siti memastikan. Reyka mengangguk sambil mengunyah nasi goreng yang sudah disiapkan di atas meja. “Rey mau belajar bisnis, Bi. Mumpung lagi liburan sekolah. Dari pada liburan ga jelas, menghambur-hamburkan uang. Lebih
#Sembilan# Chika, salah satu pegawai yang bekerja di bagian keuangan dengan hati gelisah dan takut kini berjalan menuju ruangan atasannya. Sangat jarang Pak Irawan memanggilnya, kecuali jika ada kesalahan. Biasanya Bayu, rekan satu profesinya yang merupakan manajer keuangan yang akan berhadapan dengan bosnya jika ada yang harus dibicarakan. Chika mengetuk pintu. Pintu yang terbuka dari dalam membuat Chika kaget, karena mendapati seorang gadis cantik berkerudung berada dibalik pintu. “Bu Chika, ya?” tanya Reyka dengan senyum ramah membuat Chika terpesona dengan kecantikannya. “Mari, masuk!” Reyka mempersilakan. Chika melangkahkan kaki dengan ragu. Reyka kembali menutup pintu dan meminta Chika untuk duduk di sofa yang terletak di tengah ruang kerja ayahnya. Chika mengamati sekitar mencari keberadaan Irawan. “Bu Chika bingung, ya, bisa dipanggil ke sini?” tanya Reyka saat mendapati sikap canggung Chika. “Sejujurnya, iya. Sa
#Seratus Tujuh# Tepuk tangan meriah memenuhi aula. Kanglim baru saja menggunting pita sebagai simbol peresmian gedung baru yang akan digunakan oleh agensi SK Entertainment. Seluruh staf dan artis berbaur menjadi satu dalam pesta yang diselenggarakan. “Hyung, bisakah kau melepaskan tanganmu dari Nunim. Aku sungguh iri melihatnya!” protes Yongjin. Chinhwa dan Jiyoon terbahak mendengar komplain yang diajukan Yongjin. Mereka membentuk lingkaran kecil dalam pesta setelah sekian lama tidak berkumpul bersama. “Aku sengaja melakukannya. Agar semua orang tahu jika Reyka adalah milikku dan aku adalah miliknya,” sahut Seokyung asal. Reyka memukul pelan bahu Seokyung, merasa alasannya terlalu berlebihan. “Apa kau takut Joon Hyung meliriknya?” ceplos Yongjin yang masih belum berubah. Chinhwa seketika menutup mulut Yongjin, khawatir ucapannya menimbulkan prahara. Benar saja, Min Joon menoleh. Yongjin menyeringai melihat tatapan Min Joon yang lebih menakutkan setelah menjalani wajib militer. “
#Seratus Enam# Reyka mengangguk sambil tersenyum ramah membalas staf agensi yang membungkuk memberikan hormat ketika berpapasan dengannya. Setelah si kembar berusia satu tahun, Reyka aktif kembali bekerja di agensi. Kanglim memberikan Reyka kedudukan sebagai wakil ketua departemen yang membawahi artis dan manajer agensi SK Entertainment. Kemarin, Kanglim mengajak Reyka dan beberapa staf untuk mengunjungi gedung yang akan ditempati sebagai gedung baru agensi. Bergabungnya Angela, eksistensi Sirius yang mulai menapaki kesuksesan serta pengembangan bakat yang dilakukan oleh setiap anggota Tone membuat pendapatan yang diperoleh agensi berlipat-lipat. Gedung baru diperkirakan akan siap dua bulan mendatang karena masih dalam proses penyelesaian pembangunan. Kanglim berencana akan mengadakan pesta kecil bagi seluruh staf manajemen dan artis saat peresmian penempatan gedung baru. Kanglim telah menentukan tanggal peresmian. Dia ingin Min Joon dan Seokyung turut menghadiri peresmian tersebut
#Seratus Lima# Kehebohan mewarnai rumah baru Seokyung dan Reyka. Para kakek dan nenek begitu antusias mengasuh cucu-cucunya yang belum genap berusia satu bulan. Orang tua, keluarga paman dan mertua Reyka baru bisa berkumpul dua hari lalu pasca Reyka melahirkan. Kedatangan Irawan dan keluarga ke Korea tertunda karena Irawan membawa serta Bi Siti dan keponakannya. Beberapa dokumen harus diselesaikan agar keduanya legal masuk ke Korea. Mereka diminta Irawan untuk mengurus pekerjaan rumah tangga dan membantu Reyka dalam mengasuh si kembar. “Ayo, Mas, coba gendong cucunya. Masa, udah dua hari di sini tapi belum gendong cucu,” ledek Rudi pada Irawan. Irawan menyeringai. Bukan tak mau, Irawan sangat ingin melakukannya tetapi dia takut salah dalam menggendong sebab tak pernah memegang bayi sebelumnya. Dinda pun merasakan hal yang sama. Keinginan kalah oleh kekhawatiran akan terjadi sesuatu jika salah memposisikan bayi. “Ayah duduk sini!” Reyka menarik Irawan untuk duduk di sofa lalu memb
#Seratus Empat#Dokter memperbolehkan Reyka untuk pulang karena kondisinya sudah stabil. Namun, tidak dengan kedua anaknya. Si kembar masih perlu menjalani masa perawatan antara satu atau dua minggu lagi agar organ tubuhnya benar-benar siap untuk menghirup udara bebas.Reyka masuk ke ruang bayi untuk menjenguk kedua buah hatinya. Mereka tidur dengan nyaman. Ketenangan dan kebahagiaan mengaliri relung jiwa saat menatapnya. Seokyung mengusap pelan punggung Reyka saat melihat netra istrinya berkaca-kaca.“Kita doakan agar mereka bisa segera berkumpul dengan kita. Aku yakin, mereka anak yang kuat seperti Mama-nya,” ucap Seokyung.Seokyung dan Reyka telah sepakat agar kedua anak mereka memanggilnya dengan Mama dan Papa. Panggilan itu biasa didengar di Indonesia dan pengucapannya hampir sama dengan panggilan kepada kedua orang tua dalam bahasa Korea.“Ayo, kita pulang!” ajak Seokyung setelah hampir lima belas menit mereka menjenguk si kembar. Seokyung tak ingin Reyka terlarut dalam perasaan
#Seratus Tiga#Dengan dukungan penuh dari kedua orang tuanya, Seokyung pergi ke kantor agensi untuk menyelesaikan urusan yang dia pantik semalam. Reyka sempat siuman tetapi merasa bingung kemudian kembali tertidur. Efek obat bius belum sepenuhnya hilang dari tubuhnya.Da Yool dan beberapa orang pengawal menjemput dan mendampingi hingga Seokyung masuk ke dalam gedung. Seokyung melihat, banyak orang yang berdiri di depan gedung agensi. Kilat kamera silih berganti mengambil potret dirinya. Teriakan yang memanggil namanya disertai kalimat yang tak terdengar jelas karena terlalu banyak suara bersahutan.Kanglim dan para petinggi agensi sudah berkumpul. Seokyung masuk ke dalam ruang direksi untuk memberikan penjelasan terhadap perbuatan yang telah dilakukannya. Senyum manis Reyka dan tangis kedua bayi yang terekam dalam ingatan Seokyung menjadi energi bagi jiwanya untuk tetap tenang melalui semua.Pertanyaan demi pertanyaan yang diajukan oleh Kang
#Seratus Dua# Seokyung berada dalam ruang operasi dengan perasaan tegang. Bunyi peralatan medis yang berada di belakangnya terasa begitu nyaring. Seokyung menggenggam erat jemari Reyka yang tak sadarkan diri karena bius total yang diberikan oleh dokter. Tim medis sedang menjalankan tugas. Seokyung merapalkan doa dalam hati agar istri dan anak-anaknya diberi keselamatan. Dia tak menyangka, seberat ini perjuangan seorang perempuan dalam melahirkan. Rasa cinta pada ibu dan istrinya pun semakin bertambah-tambah. Tangis lantang bayi memecah kesunyian ruang operasi. “Selamat, Seokyung-ssi, bayi anda telah lahir,” ujar salah seorang dokter. Seorang perawat membawa bayi tersebut untuk diperiksa. Berselang lima menit, tangis bayi kedua tak kalah lantang dari bayi pertama. “Seokyung-ssi, kurasa mereka akan menjadi penyanyi seperti Appa nya setelah dewasa,” canda dokter kandungan Reyka agar Seokyung tak terlalu tegang.Seokyung tersenyum sambil menghapus
#Seratus Satu# “Anae, bangun! Matahari sebentar lagi terbit, kau belum salat,” ujar Seokyung lembut membangunkan Reyka. Dengan berat, Reyka membuka mata. Dia baru tidur beberapa jam. Usia kandungan yang telah memasuki trimester ketiga membuatnya tak nyaman. Akhir-akhir ini Reyka sering kegerahan walau AC sudah dinyalakan. Reyka bahkan sempat berpikir untuk memotong pendek rambutnya tetapi Seokyung melarangnya. Belum lagi aktivitas dua janin yang begitu aktif dalam perut. Gerakan mereka membuat Reyka terjaga sepanjang malam sehingga tidur malamnya berkurang. “Mari, kubantu bangun.” Seokyung sudah berdiri di samping ranjang sambil memegangi kedua tangan Reyka. Terkadang Seokyung gemas tetapi tak jarang merasa kasihan dengan kondisi fisik Reyka. Seokyung membayangkan bagaimana sulitnya membawa kedua bayi yang terus tumbuh dalam perut. Selain bertambah berat dari waktu ke waktu, ukuran mereka juga terus membesar. Kini Reyka kesulitan untuk duduk tegak
#Seratus# Kehidupan rumah tangga Reyka dan Seokyung berjalan dengan harmonis selayaknya suami istri ketika berada di apartemen. Namun mereka bersikap seperti teman ketika bertemu di luar. Sangat aneh tetapi ini adalah konsekuensi yang harus diterima keduanya berdasarkan kesepakatan mereka dengan agensi. Reyka menarik kepala yang berada di atas lengan Seokyung. Ini adalah kali kesekian Reyka mendapati bangun tidur dalam posisi seperti itu. Diliriknya jam dinding, masih ada waktu setengah jam untuk menunaikan salat subuh sebelum matahari terbit. Reyka menatap Seokyung yang masih terpejam dengan posisi miring menghadapnya. Reyka memperhatikan dengan saksama laki-laki tampan di depannya. Tampak tenang dan damai. Wajahnya bersih dengan alis tebal yang hampir bertaut. Juga hidung mancung dan bibir tipis yang akhir-akhir ini sering membuatnya terbuai. Sebulan belakangan, Reyka mencoba jujur dengan dirinya sendiri. Di antara semua anggota Tone, Reyka memang menaruh
#Sembilan Puluh Sembilan# Sesampainya di apartemen, Seokyung langsung menuju dapur untuk minum. Berharap air bisa meredakan panas dalam kepala dan dadanya. “Seokyung-ah, aku minta waktu padamu. Setidaknya biarkan sampai anak ini lahir jika kita akan bercerai,” ujar Reyka ketika Seokyung masih meneguk air dalam gelas. Seokyung dengan kasar meletakkan gelas di atas meja hingga pecah. Pecahan kaca menggores telapak tangan. Darah merembes di permukaan kulitnya. Reyka yang tersentak sedikit panik melihat Seokyung terluka. “Ternyata perkataan yang pernah kau ucapkan di depan Umar-Nim bukan candaan. Kau memang berniat untuk bercerai dariku setelah melahirkan. Apa kau ingin kembali pada Min Joon? Oya, aku lupa, kisah kalian masih belum selesai. Apa kalian akan melanjutkannya?” selidik Seokyung dengan nada mengejek.“Seokyung!” bentak Reyka. “Apa rasa cinta yang kutunjukkan padamu belum cukup dibandingkan dengan cintanya?!” tanya Seokyung kesal.“Aku dan Min Joo