#Empat#
Reyka menyematkan bros pada kerudung segi empat yang dipakai. Dia memilih menggunakan celana panjang longgar dengan kaos lengan panjang berpadu dengan kardigan selutut. Tak lupa membawa masker untuk dikenakan menutupi wajah. Terakhir, dia mengambil sepatu kets dan menggunakannya untuk menemani aktivitas hari ini.
“Loh, Non, kenapa gak pakai seragam?” tanya Bi Siti heran melihat penampilan Reyka bukan untuk pergi ke sekolah.
“Rey mau izin, Bi, untuk hari ini.”
“Memang, Non Rey, mau ke mana?” Bi Siti penasaran.
Reyka menghentikan mengunyah makanan yang ada dalam mulut. Ditatapnya Bi Siti dengan pandangan nelangsa.
“Rey kangen pengen ketemu Ibu. Hari ini, Ibu pasti datang.”
“Oh, iya, Non Rey hari ini ulang tahun, kan? Non Rey akhirnya berusia tujuh belas tahun. Selamat ya, Non, udah dewasa,” Bi Siti berucap dengan binar bahagia. “Semoga selalu diberikan kesehatan, dilimpahi kebahagiaan,” doa Bi Siti. Yang diamini lirih oleh Reyka.
Terasa miris, di usianya yang ke tujuh belas tahun justru Bi Siti yang menjadi asisten rumah tangganyalah yang pertama kali mengucapkan selamat dan juga memberikan doa. Banyak orang menantikan ulang tahun ke tujuh belas hingga menamainya sweet seventeen. Namun bagi Reyka, kebahagiaan sederhana yang dimiliki orang lain begitu sulit untuk dia miliki.
“Pak Rahmat, ayo, kita berangkat!” ajak Reyka memanggil supir yang setia menemani ke mana pun dia pergi setelah menyelesaikan sarapan.
“Ke sekolah, Non?” tanya Pak Rahmat bingung melihat Reyka tak memakai seragam.
“Antar saja, Pak, nanti Rey beritahu ke mana kita akan pergi hari ini.”
Tak ada kuasa untuk menolak keinginan dari anak majikannya, Pak Rahmat menuruti keinginan Reyka. Pak Rahmat membukakan pintu belakang mobil agar Reyka bisa masuk seperti biasa. Namun Reyka malah membuka sendiri pintu depan. Mengambil posisi tempat duduk di samping kemudi.
“Non, kenapa duduk di depan?” tanya Pak Rahmat yang lagi-lagi bingung.
“Lagi pengen lihat pemandangan dengan leluasa, Pak. Sekalian, Rey mau minta tolong sama Pak Rahmat.”
“Minta tolong apa, Non?”
“Pak Rahmat, masuk saja dulu, nanti Rey ceritakan di jalan.”
Mobil melaju perlahan meninggalkan halaman rumah yang luas. Setelah ke luar dari area kompleks rumah barulah Reyka secara bertahap menunjukkan arah jalan yang akan mereka datangi.
“Pak, tahu ga, hari ini hari apa?” Reyka mulai membuka percakapan.
“Hari rabu, Non.”
“Bukan itu. Hari ini hari spesial buat Rey, Pak.”
“Memang hari apa, Non?”
“Hari ini Rey ulang tahun ke tujuh belas. Pak Rahmat, mau ngasih hadiah apa buat Rey?” tanya Reyka.
Pak Rahmat yang ditodong Reyka sedikit gelagapan. Apa yang bisa dia berikan pada Reyka selaku anak dari majikannya. Dia tak bisa memberikan sesuatu yang mahal.
“Pak, kok bengong?” ledek Reyka.
“Pak Rahmat takut, Non Reyka, minta barang yang bagus dan mahal,” ungkap Pak Rahmat polos dan jujur. Reyka tersenyum mendengarnya, menampakkan lesung pipi yang dimiliki.
“Rey ga akan minta barang kok, Pak. Rey mau minta yang lain. Tenang, Pak Rahmat ga perlu mengeluarkan biaya sedikitpun untuk itu,” Reyka seolah memberikan teka-teki.
“Kalau boleh tahu, apa, Non?” Pak Rahmat mengutarakan rasa penasarannya.
“Ajari Rey menyetir, Pak!”
“Waduh, Non, sudah minta izin Tuan Irawan?” Pak Rahmat kaget dan takut dengan permintaan Rey.
“Ga usah minta izin Ayah. Ini akan jadi rahasia kita berdua atau malah bertiga dengan Bi Siti. Tapi untuk sementara Bi Siti pun belum tau.”
“Non, ga usah belajar nyetir, biar Bapak aja yang antar Non ke mana saja dan kapan saja Non perlu,” cegah Pak Rahmat.
“Kalau Pak Rahmat ga mau ngajarin Rey, Rey masih bisa belajar dari orang lain kok. Rey tinggal ambil kursus. Ya, walau Rey harus keluar uang buat biaya kursus,” Rey merajuk dengan sedikit memainkan nada bicaranya.
“Berarti, Pak Rahmat, memang ga sayang sama Rey, diminta hadiah yang ga berbayar aja ga mau!” sindir Rey.
Pak Rahmat menggaruk kepalanya yang tak gatal. Sebenarnya mudah untuk mengajarkan menyetir pada Reyka. Reyka adalah anak yang cerdas yang pernah Pak Rahmat temui, akan mudah baginya menyerap apa yang diajarkan. Namun dia takut jika terjadi sesuatu dikemudian hari karena dia mengajarkan itu pada Reyka.
“Kalau Tuan Irawan marah, Bapak bingung, Non.”
“Ayah ga akan mungkin marah. Selama ini, kan Ayah ga peduli dengan apa yang Rey lakukan. Masa, Pak Rahmat ga ingat?” tanya Reyka miris.
Pak Rahmat mati kutu dengan pernyataan Reyka. Apa yang dikatakan memang benar adanya.
“Kapan, Non Rey mau mulai belajar?” tanya Pak Rahmat kemudian.
“Segera, Pak.”
“Kenapa, Non ingin belajar menyetir?”
“Untuk saat ini belum ada jawaban yang tepat. Tapi Rey yakin keterampilan apapun yang dimiliki suatu hari akan berguna. Karena keterampilan yang dimiliki adalah bekal ilmu yang ringan untuk dibawa ke mana-mana,” jelas Reyka.
“Pak, di perempatan jalan nanti kita belok ke kanan,” pinta Reyka.
“Kita sebetulnya mau ke mana, Non?”
“Pengadilan agama.”
“Ngapain, Non?” Pak Rahmat terkejut dengan tujuan mereka.
“Ayah dan Ibu hari ini menjalani sidang cerai terakhir. Rey ingin mendengar hasil putusan sidang secara langsung. Rey juga kangen ingin bertemu Ibu.” Pandangan Rey kosong menatap jalanan yang tak terlalu padat.
Setelah bertanya pada petugas, Reyka mengetahui ruangan mana yang digunakan sebagai tempat sidang cerai orang tuanya. Dia mengetahui hal ini karena tanpa sengaja melihat surat panggilan sidang yang tersimpan di meja kerja ayahnya.
Reyka yang menggunakan masker duduk di barisan belakang. Setengah jam mendengar tanya jawab yang terjadi antara hakim, pengacara dan beberapa orang yang berwenang dalam kasus ini, hasil pun diumumkan.
“Dengan ini, mengabulkan gugatan cerai yang dilakukan oleh saudari Tiara Kusuma Dewi terhadap saudara Irawan Sasmita. Tanpa tuntutan harta gono-gini. Adapun hak asuh anak diberikan kepada Irawan Sasmita,” suara hakim terdengar sangat tajam hingga menohok batin Reyka.
Palu hakim diketuk tiga kali dan tak lama para pengurus perkara bangkit berdiri bersiap meninggalkan ruang sidang. Reyka tak dapat menahan air mata yang meluruh. Ingin dia menjerit, mengapa hal seperti ini terjadi padanya.
Adakah di dunia ini, seorang anak yang sedang berulang tahun ke tujuh belas dan dihadiahi perceraian kedua orang tuanya? Bayangan tentang orang tua yang duduk dalam satu meja, menyaksikannya meniup lilin sebagai perayaan menuju usia dewasa lalu menyuapi keduanya dengan kue yang manis menguap tanpa bekas.
Reyka melihat lelaki yang berwajah tampan dan gagah itu berjalan meninggalkan ruangan tanpa beban. Senyum terkembang saat Tante Dinda mengapit lengannya. Ayahnya tak menyadari kehadiran Reyka di ruangan ini.
“Rey?” sapa ramah perempuan yang berdiri di hadapan Reyka.
“Kenapa kamu di sini? Kamu ga pergi sekolah?” tanya ibunya dengan lembut.
Reyka tak menjawab. Dia segera berdiri memeluk Tiara lalu tangisnya pecah.
“Kenapa ini semua terjadi, Bu? Mengapa Ibu membiarkan hak asuh jatuh pada Ayah?!”
“Ibu bukan membiarkan, justru Ibu yang memintanya. Meminta ayahmu tetap bertanggung jawab terhadap anaknya. Seorang istri bisa berubah menjadi mantan, tapi tak akan pernah ada istilah mantan untuk anak,” Tiara berujar dengan sabar.
Tiara mengelus punggung Reyka dengan lembut. Menikmati pelukan Reyka yang entah kapan mereka bisa berpelukan lagi seperti ini. Akan terbentang jarak di antara keduanya karena berpisah tempat.
“Eh, anak Ibu yang cantik hari ini berulang tahun, kan? Ayo, kita rayakan! Kita pergi ke toko kue dan memesan sebanyak yang Rey mau.”
Ternyata ibunya masih mengingat hari kelahiran Reyka. Melihat ruangan yang juga sudah kosong, Reyka menganggukan kepala. Dia tak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk berlama-lama dengan ibunya.
Reyka menghubungi Pak Rahmat agar pulang karena Reyka menggunakan mobil yang dikendarai ibunya menuju café. Dalam perjalanan, tak banyak kata yang terucap. Karena semakin banyak lisan bergetar semakin memantik emosi yang menguras duka.
#Lima#“Silakan, selamat menikmati,” ujar pelayan yang membawakan cheesecake berbentuk bundar berdiameter enam belas sentimeter. Terdapat dua lilin yang berbentuk angka satu dan tujuh di atasnya.“Walau hanya seadanya, Ibu harap kamu suka.”“Rey sangat suka. Suka sekali,” jawab Rey dengan mata berkaca-kaca. Ada haru dan luka yang menyeruak dalam dada sekaligus.“Anak cantik jangan nangis, nanti cantiknya luntur,” Tiara menyapu lembut pipi Reyka yang basah. “Sekarang kita nyalakan lilinnya, jangan lupa make a wish!”Reyka menutup mata. Berdoa dengan khusyu akan permintaannya. Dia hanya meminta semoga ibunya bisa selalu bahagia walau kini mereka tak lagi tinggal bersama.“Sudah?” tanya Tiara saat melihat Reyka membuka mata. Reyka mengangguk lalu meniup lilin yang menyala.Tiara memotong cheesecake menjadi empat bagian dan memindahkan
#Enam#Pak Rahmat sudah bersiap diri untuk mengantar Reyka sekolah seperti biasa. Sesampainya Reyka di depan mobil yang terparkir, Reyka tersenyum lebar yang membuat Pak Rahmat tak enak hati. Pasti Reyka akan mengeluarkan sesuatu yang di luar kebiasaan.“Kenapa ekspresi muka Pak Rahmat begitu?” tanya Reyka bingung melihat Pak Rahmat yang terlihat cemas.“Pasti, Non mau minta yang aneh-aneh kalau udah kayak gini,” cetus Pak Rahmat dengan jujurnya.“Tau aja nih, Pak Rahmat. Iya, Rey mau minta tolong. Hari ini Rey yang coba bawa mobil, ya. Bapak duduk di sebelahnya mengawasi,” pinta Reyka.“Duh, Non, jalanan ke sekolah itu ramai. Padat kendaraan. Kalau mau latihan di sekitaran kompleks aja, ya,” tawar Pak Rahmat.“Kan udah seminggu lebih latihan di sekitaran kompleks. Ibarat main game, ya harus naik level Pak, biar tambah lancar,” Reyka mengajukan protes.“Ja
#Tujuh# Reyka memeriksa buku catatan yang selalu dibawanya ke mana-mana. Buku catatan itu berisi targetan yang harus dikerjakan setelah disusun berdasaran minggu, bulan, tri wulan hingga satu semester ke depan. Reyka merasa harus mulai melakukannya. Karena dengan memetakan target, tujuan hidupnya akan lebih terarah. Reyka membolak balik kalender duduk di meja belajarnya. Ujian semester akan diadakan pekan depan sedangkan ujian nasional akan dilaksanakan bulan April, yang berarti akan dilaksanakan empat bulan lagi. “Lumayan nih, libur sekolah dua minggu,” gumam Reyka. Pikirannya kembali menyusun rencana untuk mengisi waktu liburan. Seminggu akan dia jadwalkan untuk mengunjungi ibunya. Dan seminggu lainnya, akan dia manfaatkan untuk belajar bisnis. Mungkin ini saatnya untuk mulai peduli terhadap urusan bisnis. “Non,” panggil Bi Siti sambil mengetuk pelan pintu kamar Reyka. “Ya, Bi?” Reyka menyimpan buku catatannya dan memb
#Delapan# Pagi hari, Reyka sudah berpakaian rapi. Dia mengenakan setelan blazer berwarna pastel serta kerudung pashmina warna senada. Sepatu tanpa hak turut melengkapi penampilannya. Orang asing akan mengira jika Reyka adalah seorang sosialita walau wajahnya hanya ditaburi bedak tipis serta sentuhan lip balm agar bibirnya tak kering. “Wah, Non, cantik,” puji Bi Siti saat melihat Reyka menghampiri meja makan untuk sarapan. “Emh, jadi hari-hari sebelumnya Rey gak cantik nih, Bi?” tanya Reyka. “Eh, Bi Siti salah ngomong, ya?! Maksud Bibi, Non selalu cantik. Tapi hari ini, bikin Bi Siti pangling.” “Mau ke kantor harus pakaian formal kan, Bi?” “Non, mau ke kantor Tuan Irawan?” tanya Bi Siti memastikan. Reyka mengangguk sambil mengunyah nasi goreng yang sudah disiapkan di atas meja. “Rey mau belajar bisnis, Bi. Mumpung lagi liburan sekolah. Dari pada liburan ga jelas, menghambur-hamburkan uang. Lebih
#Sembilan# Chika, salah satu pegawai yang bekerja di bagian keuangan dengan hati gelisah dan takut kini berjalan menuju ruangan atasannya. Sangat jarang Pak Irawan memanggilnya, kecuali jika ada kesalahan. Biasanya Bayu, rekan satu profesinya yang merupakan manajer keuangan yang akan berhadapan dengan bosnya jika ada yang harus dibicarakan. Chika mengetuk pintu. Pintu yang terbuka dari dalam membuat Chika kaget, karena mendapati seorang gadis cantik berkerudung berada dibalik pintu. “Bu Chika, ya?” tanya Reyka dengan senyum ramah membuat Chika terpesona dengan kecantikannya. “Mari, masuk!” Reyka mempersilakan. Chika melangkahkan kaki dengan ragu. Reyka kembali menutup pintu dan meminta Chika untuk duduk di sofa yang terletak di tengah ruang kerja ayahnya. Chika mengamati sekitar mencari keberadaan Irawan. “Bu Chika bingung, ya, bisa dipanggil ke sini?” tanya Reyka saat mendapati sikap canggung Chika. “Sejujurnya, iya. Sa
#Sepuluh#Reyka sedang bermalas-malasan di atas kasur sambil mendengarkan musik menggunakan earphone yang tersambung pada ponsel. Matanya dipejamkan demi menikmati musik dan menghayati lirik yang mengalun.Semalam, Reyka mendapat pesan dari Tante Dinda untuk datang ke sebuah butik untuk mencoba baju yang akan digunakan saat resepsi pernikahan ayahnya dan Tante Dinda. Entah tulus atau tidak ajakan tante Dinda tersebut, tetapi hal itu tak ditanggapi dengan serius oleh Reyka.Sebuah panggilan masuk ke dalam ponselnya. Reyka membuka mata dengan malas karena mengira panggilan yang masuk berasal dari Tante Dinda atau ayahnya, mengingat waktu untuk fitting telah tiba. Tetapi, saat Reyka melihat nama ibunya tertera pada layar, Reyka langsung mengangkat panggilan.“Assalamu alaikum, Bu,” sapa Reyka membuka percakapan yang langsung dibalas oleh ibunya.“Wa alaikum salam. Anak Ibu sedang sibuk?”&
#Sebelas#Reyka memfokuskan pandangan pada jalanan yang dilalui. Ingin sekali menikmati pemandangan, tetapi ini adalah salah satu kesempatan baginya untuk menyetir mobil ke luar kota. Pak Rahmat masih setia mengawasi dan memberikan arahan jika diperlukan.“Kalau capek, biar Bapak yang gantikan,” ujar Pak Rahmat menawarkan diri.“Ga usah, Pak. Sebentar lagi juga sampai,” jawab Reyka sambil melirik sebentar jalur peta yang terpampang pada layar ponsel.“Non, berapa lama nanti di sana?” tanya Pak Rahmat.“Mungkin tiga hari, Pak. Nanti Rey kabari kalau minta dijemput,” jawab Reyka.Mobil mulai memasuki jalanan kecil yang di sisi kanan kirinya berderet rumah penduduk. Dari petunjuk yang ada di layar ponsel, jarak rumah Tiara hanya berkisar 500 meter. Reyka benar-benar tak sabar untuk segera bertemu dengan ibunya.Reyka menghentikan kendaraan di depan rumah bercat hijau dan berpagar rendah, seperti ciri-ciri yang disebutkan Tiara. Rumah itu seperti kedatangan banyak tamu, terlihat dari bany
#Dua Belas#Kening Reyka berkerut melihat angka-angka yang dia tulis. Mengamati kembali kertas soal dan menemukan letak kesalahan pada catatannya. Reyka melanjutkan menghitung soal ujian matematika yang berisi 40 soal pilihan ganda.Hari ini merupakan hari terakhir ujian nasional setelah serangkaian ujian sekolah dengan berbagai mata pelajaran dilalui. Tinggal dua langkah menuju Korea yakni menunggu hasil ujian dan mendaftar di kampus yang sudah dipilihnya.Wajah Bianca dan teman-teman yang lain tak kalah kusut. Materi integral yang belum terlalu dipahami, keluar pada ujian kali ini.‘Kalau mentok, paling asal-asalan buletin huruf biar pola di kertas jawabannya bagus’ batin Reyka. Karena dalam kondisi seperti ini, sikap setia kawan tidak berlaku.Dua bulan sejak ujian nasional berakhir, teman-teman Reyka bergembira karena pengumuman masuk ke perguruan tinggi negeri sudah diumumkan. Keempat teman Reyka diterima di kampus yang menjadi dambaan mereka. Sedangkan Silmi, dia tidak lolos di
#Seratus Tujuh# Tepuk tangan meriah memenuhi aula. Kanglim baru saja menggunting pita sebagai simbol peresmian gedung baru yang akan digunakan oleh agensi SK Entertainment. Seluruh staf dan artis berbaur menjadi satu dalam pesta yang diselenggarakan. “Hyung, bisakah kau melepaskan tanganmu dari Nunim. Aku sungguh iri melihatnya!” protes Yongjin. Chinhwa dan Jiyoon terbahak mendengar komplain yang diajukan Yongjin. Mereka membentuk lingkaran kecil dalam pesta setelah sekian lama tidak berkumpul bersama. “Aku sengaja melakukannya. Agar semua orang tahu jika Reyka adalah milikku dan aku adalah miliknya,” sahut Seokyung asal. Reyka memukul pelan bahu Seokyung, merasa alasannya terlalu berlebihan. “Apa kau takut Joon Hyung meliriknya?” ceplos Yongjin yang masih belum berubah. Chinhwa seketika menutup mulut Yongjin, khawatir ucapannya menimbulkan prahara. Benar saja, Min Joon menoleh. Yongjin menyeringai melihat tatapan Min Joon yang lebih menakutkan setelah menjalani wajib militer. “
#Seratus Enam# Reyka mengangguk sambil tersenyum ramah membalas staf agensi yang membungkuk memberikan hormat ketika berpapasan dengannya. Setelah si kembar berusia satu tahun, Reyka aktif kembali bekerja di agensi. Kanglim memberikan Reyka kedudukan sebagai wakil ketua departemen yang membawahi artis dan manajer agensi SK Entertainment. Kemarin, Kanglim mengajak Reyka dan beberapa staf untuk mengunjungi gedung yang akan ditempati sebagai gedung baru agensi. Bergabungnya Angela, eksistensi Sirius yang mulai menapaki kesuksesan serta pengembangan bakat yang dilakukan oleh setiap anggota Tone membuat pendapatan yang diperoleh agensi berlipat-lipat. Gedung baru diperkirakan akan siap dua bulan mendatang karena masih dalam proses penyelesaian pembangunan. Kanglim berencana akan mengadakan pesta kecil bagi seluruh staf manajemen dan artis saat peresmian penempatan gedung baru. Kanglim telah menentukan tanggal peresmian. Dia ingin Min Joon dan Seokyung turut menghadiri peresmian tersebut
#Seratus Lima# Kehebohan mewarnai rumah baru Seokyung dan Reyka. Para kakek dan nenek begitu antusias mengasuh cucu-cucunya yang belum genap berusia satu bulan. Orang tua, keluarga paman dan mertua Reyka baru bisa berkumpul dua hari lalu pasca Reyka melahirkan. Kedatangan Irawan dan keluarga ke Korea tertunda karena Irawan membawa serta Bi Siti dan keponakannya. Beberapa dokumen harus diselesaikan agar keduanya legal masuk ke Korea. Mereka diminta Irawan untuk mengurus pekerjaan rumah tangga dan membantu Reyka dalam mengasuh si kembar. “Ayo, Mas, coba gendong cucunya. Masa, udah dua hari di sini tapi belum gendong cucu,” ledek Rudi pada Irawan. Irawan menyeringai. Bukan tak mau, Irawan sangat ingin melakukannya tetapi dia takut salah dalam menggendong sebab tak pernah memegang bayi sebelumnya. Dinda pun merasakan hal yang sama. Keinginan kalah oleh kekhawatiran akan terjadi sesuatu jika salah memposisikan bayi. “Ayah duduk sini!” Reyka menarik Irawan untuk duduk di sofa lalu memb
#Seratus Empat#Dokter memperbolehkan Reyka untuk pulang karena kondisinya sudah stabil. Namun, tidak dengan kedua anaknya. Si kembar masih perlu menjalani masa perawatan antara satu atau dua minggu lagi agar organ tubuhnya benar-benar siap untuk menghirup udara bebas.Reyka masuk ke ruang bayi untuk menjenguk kedua buah hatinya. Mereka tidur dengan nyaman. Ketenangan dan kebahagiaan mengaliri relung jiwa saat menatapnya. Seokyung mengusap pelan punggung Reyka saat melihat netra istrinya berkaca-kaca.“Kita doakan agar mereka bisa segera berkumpul dengan kita. Aku yakin, mereka anak yang kuat seperti Mama-nya,” ucap Seokyung.Seokyung dan Reyka telah sepakat agar kedua anak mereka memanggilnya dengan Mama dan Papa. Panggilan itu biasa didengar di Indonesia dan pengucapannya hampir sama dengan panggilan kepada kedua orang tua dalam bahasa Korea.“Ayo, kita pulang!” ajak Seokyung setelah hampir lima belas menit mereka menjenguk si kembar. Seokyung tak ingin Reyka terlarut dalam perasaan
#Seratus Tiga#Dengan dukungan penuh dari kedua orang tuanya, Seokyung pergi ke kantor agensi untuk menyelesaikan urusan yang dia pantik semalam. Reyka sempat siuman tetapi merasa bingung kemudian kembali tertidur. Efek obat bius belum sepenuhnya hilang dari tubuhnya.Da Yool dan beberapa orang pengawal menjemput dan mendampingi hingga Seokyung masuk ke dalam gedung. Seokyung melihat, banyak orang yang berdiri di depan gedung agensi. Kilat kamera silih berganti mengambil potret dirinya. Teriakan yang memanggil namanya disertai kalimat yang tak terdengar jelas karena terlalu banyak suara bersahutan.Kanglim dan para petinggi agensi sudah berkumpul. Seokyung masuk ke dalam ruang direksi untuk memberikan penjelasan terhadap perbuatan yang telah dilakukannya. Senyum manis Reyka dan tangis kedua bayi yang terekam dalam ingatan Seokyung menjadi energi bagi jiwanya untuk tetap tenang melalui semua.Pertanyaan demi pertanyaan yang diajukan oleh Kang
#Seratus Dua# Seokyung berada dalam ruang operasi dengan perasaan tegang. Bunyi peralatan medis yang berada di belakangnya terasa begitu nyaring. Seokyung menggenggam erat jemari Reyka yang tak sadarkan diri karena bius total yang diberikan oleh dokter. Tim medis sedang menjalankan tugas. Seokyung merapalkan doa dalam hati agar istri dan anak-anaknya diberi keselamatan. Dia tak menyangka, seberat ini perjuangan seorang perempuan dalam melahirkan. Rasa cinta pada ibu dan istrinya pun semakin bertambah-tambah. Tangis lantang bayi memecah kesunyian ruang operasi. “Selamat, Seokyung-ssi, bayi anda telah lahir,” ujar salah seorang dokter. Seorang perawat membawa bayi tersebut untuk diperiksa. Berselang lima menit, tangis bayi kedua tak kalah lantang dari bayi pertama. “Seokyung-ssi, kurasa mereka akan menjadi penyanyi seperti Appa nya setelah dewasa,” canda dokter kandungan Reyka agar Seokyung tak terlalu tegang.Seokyung tersenyum sambil menghapus
#Seratus Satu# “Anae, bangun! Matahari sebentar lagi terbit, kau belum salat,” ujar Seokyung lembut membangunkan Reyka. Dengan berat, Reyka membuka mata. Dia baru tidur beberapa jam. Usia kandungan yang telah memasuki trimester ketiga membuatnya tak nyaman. Akhir-akhir ini Reyka sering kegerahan walau AC sudah dinyalakan. Reyka bahkan sempat berpikir untuk memotong pendek rambutnya tetapi Seokyung melarangnya. Belum lagi aktivitas dua janin yang begitu aktif dalam perut. Gerakan mereka membuat Reyka terjaga sepanjang malam sehingga tidur malamnya berkurang. “Mari, kubantu bangun.” Seokyung sudah berdiri di samping ranjang sambil memegangi kedua tangan Reyka. Terkadang Seokyung gemas tetapi tak jarang merasa kasihan dengan kondisi fisik Reyka. Seokyung membayangkan bagaimana sulitnya membawa kedua bayi yang terus tumbuh dalam perut. Selain bertambah berat dari waktu ke waktu, ukuran mereka juga terus membesar. Kini Reyka kesulitan untuk duduk tegak
#Seratus# Kehidupan rumah tangga Reyka dan Seokyung berjalan dengan harmonis selayaknya suami istri ketika berada di apartemen. Namun mereka bersikap seperti teman ketika bertemu di luar. Sangat aneh tetapi ini adalah konsekuensi yang harus diterima keduanya berdasarkan kesepakatan mereka dengan agensi. Reyka menarik kepala yang berada di atas lengan Seokyung. Ini adalah kali kesekian Reyka mendapati bangun tidur dalam posisi seperti itu. Diliriknya jam dinding, masih ada waktu setengah jam untuk menunaikan salat subuh sebelum matahari terbit. Reyka menatap Seokyung yang masih terpejam dengan posisi miring menghadapnya. Reyka memperhatikan dengan saksama laki-laki tampan di depannya. Tampak tenang dan damai. Wajahnya bersih dengan alis tebal yang hampir bertaut. Juga hidung mancung dan bibir tipis yang akhir-akhir ini sering membuatnya terbuai. Sebulan belakangan, Reyka mencoba jujur dengan dirinya sendiri. Di antara semua anggota Tone, Reyka memang menaruh
#Sembilan Puluh Sembilan# Sesampainya di apartemen, Seokyung langsung menuju dapur untuk minum. Berharap air bisa meredakan panas dalam kepala dan dadanya. “Seokyung-ah, aku minta waktu padamu. Setidaknya biarkan sampai anak ini lahir jika kita akan bercerai,” ujar Reyka ketika Seokyung masih meneguk air dalam gelas. Seokyung dengan kasar meletakkan gelas di atas meja hingga pecah. Pecahan kaca menggores telapak tangan. Darah merembes di permukaan kulitnya. Reyka yang tersentak sedikit panik melihat Seokyung terluka. “Ternyata perkataan yang pernah kau ucapkan di depan Umar-Nim bukan candaan. Kau memang berniat untuk bercerai dariku setelah melahirkan. Apa kau ingin kembali pada Min Joon? Oya, aku lupa, kisah kalian masih belum selesai. Apa kalian akan melanjutkannya?” selidik Seokyung dengan nada mengejek.“Seokyung!” bentak Reyka. “Apa rasa cinta yang kutunjukkan padamu belum cukup dibandingkan dengan cintanya?!” tanya Seokyung kesal.“Aku dan Min Joo