#Tiga#
Obrolan tempo hari dengan Diana menjadikan Reyka mulai memikirkan dengan serius perihal kelanjutan pendidikan yang akan dilakukannya di luar negeri. Reyka mulai mencari-cari informasi mengenai Korea Selatan.
Budaya, bahasa, wilayah, kampus-kampus penyedia bea siswa, jurusan di setiap kampus, pengurusan visa dan juga paspor. Semua mulai digali informasinya oleh Reyka. Dan kendala bahasa adalah sesuatu yang tak bisa dia miliki dengan instan.
Reyka memberanikan diri untuk berbicara dengan ayahnya di suatu pagi saat melihat pria tersebut sarapan seorang diri.
“Yah, Rey ingin bicara serius,” ucap Reyka tanpa basa-basi.
Mendapati tatapan ayahnya yang hanya memandang sekilas lalu terfokus lagi pada sarapannya, Reyka menarik salah satu kursi lalu duduk.
“Seingat Rey, Rey tak pernah meminta apapun pada Ayah. Mungkin hingga beberapa saat ke depan, Rey akan meminta beberapa hal pada Ayah,” ungkap Reyka.
Tak ada reaksi berarti yang ditunjukkan Irawan. Rey mengembuskan napasnya dengan kasar hingga terdengar oleh Irawan. Dia tahu, anaknya itu mulai kesal karena dia tak memberikan respons. Hatinya sedikit goyah saat mencerna kembali kata-kata yang dipilih oleh Rey untuk berbicara dengannya. Betul, Rey sudah lama tak meminta sesuatu darinya. Terakhir kali Rey meminta agar Irawan mau menemaninya berlibur setelah pembagian rapor saat masih sekolah dasar. Namun tak dikabulkan.
“Apa yang kamu minta?” tanya Irawan.
“Pertama, Rey meminta tambahan uang.”
“Untuk apa?”
“Rey akan mengikuti beberapa les tambahan sebagai persiapan untuk masuk ke perguruan tinggi.”
“Bukankah kau sudah paling pintar di sekolah? Mengapa perlu les tambahan?” tanya Irawan menyelidik.
“Les tambahan yang akan Rey ikuti tak akan bernilai hingga belasan atau bahkan puluhan juta. Masih lebih murah dibandingkan uang yang Ayah habiskan untuk menyenangkan Tante Dinda!” desis Reyka dengan tenang.
Irawan tak dapat menjawab ataupun mengelak jawaban yang diberikan oleh Reyka. Jika dia manusia yang masih memiliki kepekaan, seharusnya hatinya akan terkoyak saat seorang anak kandung berani mengatakan hal demikian. Namun Irawan sepertinya sudah menutup hati.
“Lalu apa lagi yang kau minta?”
“Nanti Rey akan meminta Ayah menandatangani persetujuan jika Rey kuliah di luar negeri.”
“Negara mana yang kau pilih?”
“Sejak kapan Ayah peduli terhadap pilihanku?” Bukannya menjawab Rey malah bertanya balik.
Irawan mengembuskan napas lalu meraih tas kerja yang tersimpan di kursi samping di mana dia duduk. Dengan gagah dia berjalan meninggalkan Rey yang masih duduk di ruang makan.
“Terserah apa maumu!” Hanya itu kata yang keluar dari lisan Irawan.
Reyka menundukkan kepala di atas meja makan. Hendak menangis pun tiada guna. Untuk apa menangisi ayah yang tak peduli padanya. Hanya menyia-nyiakan air mata. Itulah yang Reyka pikir.
Reyka meneguk segelas susu yang sudah disiapkan Bi Siti lalu berangkat ke sekolah diantar Pak Rahmat. Di tengah perjalanan, ponsel Reyka berbunyi pelan. Sebuah pemberitahuan masuk. Uang senilai sepuluh juta telah masuk ke dalam rekening. Tercantum nama ayahnya sebagai pengirim dana.
Senyum Reyka terkembang. Saat pulang sekolah nanti Reyka akan segera mendaftarkan diri untuk les yang telah dipilihnya. Les bahasa korea dan les piano. Mungkin besok dia pun akan membeli kamera sebagai penunjang pelatihan fotografi yang dia ikuti secara online. Uang tabungan yang ada dalam rekening ditambah uang ayahnya yang baru saja masuk cukup untuk keperluannya saat ini malah mungkin bisa bersisa. Tergantung pada harga kamera yang akan dipilihnya besok.
===
Suara denting piano terdengar mengalun. Sesekali ada not yang salah ditekan tetapi berhasil diatasi. Arahan dari seorang perempuan membuat Reyka mengangguk-anggukan kepala tanda memahami penjelasan.
Tiara yang baru saja datang melihat punggung anaknya yang serius belajar piano. Entah bagaimana ceritanya, hingga piano yang teronggok hanya sebagai pajangan di sudut ruangan yang besar ini akhirnya berguna juga.
Ada rasa bersalah yang menyergap. Bagaimana mungkin ada seorang ibu yang tega membiarkan anaknya tumbuh seorang diri padahal masih memiliki orang tua yang lengkap. Dia yang menghindari Irawan juga turut pergi dari pandangan Reyka, anak semata wayangnya.
Bukan tanpa alasan Tiara pergi dari rumah ini. Siapa yang akan tahan melihat suami yang selama ini diharapkan bisa memberikan cinta ternyata tak jua memberikannya. Hati Irawan tetap terkait pada perempuan masa lalu yang seharusnya cerita di antara mereka sudah terkubur.
Terlebih setelah kematian kedua mertuanya, Irawan kembali mencari Dinda dan melanjutkan hubungan mereka yang sempat terhalang oleh restu. Kini tak ada yang bisa menghalangi. Apalah dayanya, Tiara tak mampu menghalangi apa yang menjadi keinginan hati Irawan.
Pun dengan kehadiran Reyka, tak bisa menggerakkan hati Irawan untuk mempertahankan rumah tangga. Seorang anak yang tak tahu apa-apa, harus menanggung luka karena hidup dalam cangkang keluarga namun kosong dan jauh dari kata bahagia.
“Ibu..?!” panggil Reyka tak percaya dengan sosok yang berdiri di dekat sofa.
Tiara segera menghapus air mata yang akan segera menitik. Dia tak ingin Reyka melihatnya sedang menangis.
“Hai, anak Ibu sedang les piano ternyata?” tanyanya kemudian sambil merentangkan tangan. Berharap Reyka akan menghambur dalam pelukan.
Benar, mendapati kedua tangan ibunya terentang, Reyka berjalan cepat dan memeluk ibunya. Pelukan ibu yang selalu dia rindukan. Sudah beberapa lama dia tak mendapatkannya. Walau kini usianya sudah dewasa, pelukan ibu selalu menjadi tempat ternyaman.
“Ibu ke mana saja? Apa Ibu lupa kalau Ibu punya anak?” tanya Reyka.
“Ibu sedang menyelesaikan urusan Ibu, Sayang. Maaf Ibu terlalu lama meninggalkanmu. Bagaimana mungkin Ibu lupa, kamu adalah anak Ibu. Anak Ibu satu-satunya. Anak Ibu yang paling cantik, pintar dan menggemaskan,” ujar Tiara dengan menciumi pucuk kepala Reyka yang tertutup jilbab.
“Sebentar, Bu,” ujar Reyka melepas pelukan sang Ibu.
“Bu, bolehkah sesi latihan hari ini sampai disini? Kita sambung lagi lusa,” pinta Reyka sopan pada perempuan yang merupakan guru lesnya.
“Oh, tentu boleh. Oke, kita bertemu kembali lusa, ya,” ujarnya ramah.
Tak lama guru les piano itu berlalu pergi. Reyka kembali memeluk ibunya. Tiara yang tak siap hampir saja terhuyung mendapati pelukan Reyka.
“Bu, apa Ibu sehat?” tanya Reyka riang.
“Apa Ibu terlihat sedang sakit?” Tiara membalas dengan pertanyaan.
“Badan Ibu terasa lebih kecil,” ujar Reyka.
“Yang betul kamu yang berkembang menjadi lebih besar.” Tiara memberikan alasan.
“Kenapa Ibu baru pulang?”
Tak langsung menjawab, Tiara tampak menata diri. Ada hal penting yang ingin dia sampaikan pada Reyka. Dan Tiara berharap Reyka bisa mengerti dan memahami posisinya.
“Rey, Ibu ingin bicara. Bisa kita bicara sekarang?” tanya Tiara yang terlihat serius. Reyka mulai merasa tidak enak.
“Tentu, Bu. Ayo, kita duduk dulu,” ajak Reyka.
Reyka dan Tiara duduk berhadapan di sebuah sofa yang empuk dan megah. Tiara akan berusaha berhati-hati dalam menyampaikannya.
“Rey, Ibu tahu Rey sudah besar. Rey sudah dewasa. Sebentar lagi usia Rey tujuh belas tahun, kan?” Reyka mengangguk.
“Ibu kira Rey sudah tahu dengan apa yang terjadi antara Ayah, Ibu juga Tante Dinda. Ibu tak ingin membahas lebih jauh mengapa dan bagaimana ini terjadi. Tapi yang perlu Rey ketahui, hubungan Ayah dan Ibu sudah tak bisa bertahan. Kalau Ibu bertahan malah akan membuat Ibu semakin terluka.”
“Suatu hari nanti, saat Rey telah lebih dewasa Rey akan mengerti mengapa Ibu memilih menyerah.” Cairan bening mulai menitik dari pelupuk mata Tiara. Tak jauh berbeda, mata Reyka sudah memerah.
“Rey masih jadi anak Ibu dan akan selalu jadi anak Ibu. Posisi Rey di hati Ibu tak akan tergantikan.”
“Ibu, jangan berbicara seperti ini. Kita masih bisa tinggal bersama,” protes Reyka.
“Tinggallah bersama ayahmu, Nak. Walau dia bersikap dingin, dia tak akan mungkin sampai membuatmu kekurangan materi. Paling tidak masa depanmu terjamin jika tinggal bersama ayahmu.”
“Ibu tega meninggalkanku?” tanya Reyka dengan air mata yang lolos mengalir.
Tiara hanya menjawab dengan menarik Reyka dalam pelukan. Kedua orang yang pernah dalam satu tubuh selama sembilan bulan ini menangis bersama. Bi Siti yang tak sengaja menyaksikan dari dapur turut menangis. Nyonya dan nonanya terluka karena sebuah perpisahan.
#Empat#Reyka menyematkan bros pada kerudung segi empat yang dipakai. Dia memilih menggunakan celana panjang longgar dengan kaos lengan panjang berpadu dengan kardigan selutut. Tak lupa membawa masker untuk dikenakan menutupi wajah. Terakhir, dia mengambil sepatu kets dan menggunakannya untuk menemani aktivitas hari ini.“Loh, Non, kenapa gak pakai seragam?” tanya Bi Siti heran melihat penampilan Reyka bukan untuk pergi ke sekolah.“Rey mau izin, Bi, untuk hari ini.”“Memang, Non Rey, mau ke mana?” Bi Siti penasaran.Reyka menghentikan mengunyah makanan yang ada dalam mulut. Ditatapnya Bi Siti dengan pandangan nelangsa.“Rey kangen pengen ketemu Ibu. Hari ini, Ibu pasti datang.”“Oh, iya, Non Rey hari ini ulang tahun, kan? Non Rey akhirnya berusia tujuh belas tahun. Selamat ya, Non, udah dewasa,” Bi Siti berucap dengan binar bahagia. “Semoga
#Lima#“Silakan, selamat menikmati,” ujar pelayan yang membawakan cheesecake berbentuk bundar berdiameter enam belas sentimeter. Terdapat dua lilin yang berbentuk angka satu dan tujuh di atasnya.“Walau hanya seadanya, Ibu harap kamu suka.”“Rey sangat suka. Suka sekali,” jawab Rey dengan mata berkaca-kaca. Ada haru dan luka yang menyeruak dalam dada sekaligus.“Anak cantik jangan nangis, nanti cantiknya luntur,” Tiara menyapu lembut pipi Reyka yang basah. “Sekarang kita nyalakan lilinnya, jangan lupa make a wish!”Reyka menutup mata. Berdoa dengan khusyu akan permintaannya. Dia hanya meminta semoga ibunya bisa selalu bahagia walau kini mereka tak lagi tinggal bersama.“Sudah?” tanya Tiara saat melihat Reyka membuka mata. Reyka mengangguk lalu meniup lilin yang menyala.Tiara memotong cheesecake menjadi empat bagian dan memindahkan
#Enam#Pak Rahmat sudah bersiap diri untuk mengantar Reyka sekolah seperti biasa. Sesampainya Reyka di depan mobil yang terparkir, Reyka tersenyum lebar yang membuat Pak Rahmat tak enak hati. Pasti Reyka akan mengeluarkan sesuatu yang di luar kebiasaan.“Kenapa ekspresi muka Pak Rahmat begitu?” tanya Reyka bingung melihat Pak Rahmat yang terlihat cemas.“Pasti, Non mau minta yang aneh-aneh kalau udah kayak gini,” cetus Pak Rahmat dengan jujurnya.“Tau aja nih, Pak Rahmat. Iya, Rey mau minta tolong. Hari ini Rey yang coba bawa mobil, ya. Bapak duduk di sebelahnya mengawasi,” pinta Reyka.“Duh, Non, jalanan ke sekolah itu ramai. Padat kendaraan. Kalau mau latihan di sekitaran kompleks aja, ya,” tawar Pak Rahmat.“Kan udah seminggu lebih latihan di sekitaran kompleks. Ibarat main game, ya harus naik level Pak, biar tambah lancar,” Reyka mengajukan protes.“Ja
#Tujuh# Reyka memeriksa buku catatan yang selalu dibawanya ke mana-mana. Buku catatan itu berisi targetan yang harus dikerjakan setelah disusun berdasaran minggu, bulan, tri wulan hingga satu semester ke depan. Reyka merasa harus mulai melakukannya. Karena dengan memetakan target, tujuan hidupnya akan lebih terarah. Reyka membolak balik kalender duduk di meja belajarnya. Ujian semester akan diadakan pekan depan sedangkan ujian nasional akan dilaksanakan bulan April, yang berarti akan dilaksanakan empat bulan lagi. “Lumayan nih, libur sekolah dua minggu,” gumam Reyka. Pikirannya kembali menyusun rencana untuk mengisi waktu liburan. Seminggu akan dia jadwalkan untuk mengunjungi ibunya. Dan seminggu lainnya, akan dia manfaatkan untuk belajar bisnis. Mungkin ini saatnya untuk mulai peduli terhadap urusan bisnis. “Non,” panggil Bi Siti sambil mengetuk pelan pintu kamar Reyka. “Ya, Bi?” Reyka menyimpan buku catatannya dan memb
#Delapan# Pagi hari, Reyka sudah berpakaian rapi. Dia mengenakan setelan blazer berwarna pastel serta kerudung pashmina warna senada. Sepatu tanpa hak turut melengkapi penampilannya. Orang asing akan mengira jika Reyka adalah seorang sosialita walau wajahnya hanya ditaburi bedak tipis serta sentuhan lip balm agar bibirnya tak kering. “Wah, Non, cantik,” puji Bi Siti saat melihat Reyka menghampiri meja makan untuk sarapan. “Emh, jadi hari-hari sebelumnya Rey gak cantik nih, Bi?” tanya Reyka. “Eh, Bi Siti salah ngomong, ya?! Maksud Bibi, Non selalu cantik. Tapi hari ini, bikin Bi Siti pangling.” “Mau ke kantor harus pakaian formal kan, Bi?” “Non, mau ke kantor Tuan Irawan?” tanya Bi Siti memastikan. Reyka mengangguk sambil mengunyah nasi goreng yang sudah disiapkan di atas meja. “Rey mau belajar bisnis, Bi. Mumpung lagi liburan sekolah. Dari pada liburan ga jelas, menghambur-hamburkan uang. Lebih
#Sembilan# Chika, salah satu pegawai yang bekerja di bagian keuangan dengan hati gelisah dan takut kini berjalan menuju ruangan atasannya. Sangat jarang Pak Irawan memanggilnya, kecuali jika ada kesalahan. Biasanya Bayu, rekan satu profesinya yang merupakan manajer keuangan yang akan berhadapan dengan bosnya jika ada yang harus dibicarakan. Chika mengetuk pintu. Pintu yang terbuka dari dalam membuat Chika kaget, karena mendapati seorang gadis cantik berkerudung berada dibalik pintu. “Bu Chika, ya?” tanya Reyka dengan senyum ramah membuat Chika terpesona dengan kecantikannya. “Mari, masuk!” Reyka mempersilakan. Chika melangkahkan kaki dengan ragu. Reyka kembali menutup pintu dan meminta Chika untuk duduk di sofa yang terletak di tengah ruang kerja ayahnya. Chika mengamati sekitar mencari keberadaan Irawan. “Bu Chika bingung, ya, bisa dipanggil ke sini?” tanya Reyka saat mendapati sikap canggung Chika. “Sejujurnya, iya. Sa
#Sepuluh#Reyka sedang bermalas-malasan di atas kasur sambil mendengarkan musik menggunakan earphone yang tersambung pada ponsel. Matanya dipejamkan demi menikmati musik dan menghayati lirik yang mengalun.Semalam, Reyka mendapat pesan dari Tante Dinda untuk datang ke sebuah butik untuk mencoba baju yang akan digunakan saat resepsi pernikahan ayahnya dan Tante Dinda. Entah tulus atau tidak ajakan tante Dinda tersebut, tetapi hal itu tak ditanggapi dengan serius oleh Reyka.Sebuah panggilan masuk ke dalam ponselnya. Reyka membuka mata dengan malas karena mengira panggilan yang masuk berasal dari Tante Dinda atau ayahnya, mengingat waktu untuk fitting telah tiba. Tetapi, saat Reyka melihat nama ibunya tertera pada layar, Reyka langsung mengangkat panggilan.“Assalamu alaikum, Bu,” sapa Reyka membuka percakapan yang langsung dibalas oleh ibunya.“Wa alaikum salam. Anak Ibu sedang sibuk?”&
#Sebelas#Reyka memfokuskan pandangan pada jalanan yang dilalui. Ingin sekali menikmati pemandangan, tetapi ini adalah salah satu kesempatan baginya untuk menyetir mobil ke luar kota. Pak Rahmat masih setia mengawasi dan memberikan arahan jika diperlukan.“Kalau capek, biar Bapak yang gantikan,” ujar Pak Rahmat menawarkan diri.“Ga usah, Pak. Sebentar lagi juga sampai,” jawab Reyka sambil melirik sebentar jalur peta yang terpampang pada layar ponsel.“Non, berapa lama nanti di sana?” tanya Pak Rahmat.“Mungkin tiga hari, Pak. Nanti Rey kabari kalau minta dijemput,” jawab Reyka.Mobil mulai memasuki jalanan kecil yang di sisi kanan kirinya berderet rumah penduduk. Dari petunjuk yang ada di layar ponsel, jarak rumah Tiara hanya berkisar 500 meter. Reyka benar-benar tak sabar untuk segera bertemu dengan ibunya.Reyka menghentikan kendaraan di depan rumah bercat hijau dan berpagar rendah, seperti ciri-ciri yang disebutkan Tiara. Rumah itu seperti kedatangan banyak tamu, terlihat dari bany
#Seratus Tujuh# Tepuk tangan meriah memenuhi aula. Kanglim baru saja menggunting pita sebagai simbol peresmian gedung baru yang akan digunakan oleh agensi SK Entertainment. Seluruh staf dan artis berbaur menjadi satu dalam pesta yang diselenggarakan. “Hyung, bisakah kau melepaskan tanganmu dari Nunim. Aku sungguh iri melihatnya!” protes Yongjin. Chinhwa dan Jiyoon terbahak mendengar komplain yang diajukan Yongjin. Mereka membentuk lingkaran kecil dalam pesta setelah sekian lama tidak berkumpul bersama. “Aku sengaja melakukannya. Agar semua orang tahu jika Reyka adalah milikku dan aku adalah miliknya,” sahut Seokyung asal. Reyka memukul pelan bahu Seokyung, merasa alasannya terlalu berlebihan. “Apa kau takut Joon Hyung meliriknya?” ceplos Yongjin yang masih belum berubah. Chinhwa seketika menutup mulut Yongjin, khawatir ucapannya menimbulkan prahara. Benar saja, Min Joon menoleh. Yongjin menyeringai melihat tatapan Min Joon yang lebih menakutkan setelah menjalani wajib militer. “
#Seratus Enam# Reyka mengangguk sambil tersenyum ramah membalas staf agensi yang membungkuk memberikan hormat ketika berpapasan dengannya. Setelah si kembar berusia satu tahun, Reyka aktif kembali bekerja di agensi. Kanglim memberikan Reyka kedudukan sebagai wakil ketua departemen yang membawahi artis dan manajer agensi SK Entertainment. Kemarin, Kanglim mengajak Reyka dan beberapa staf untuk mengunjungi gedung yang akan ditempati sebagai gedung baru agensi. Bergabungnya Angela, eksistensi Sirius yang mulai menapaki kesuksesan serta pengembangan bakat yang dilakukan oleh setiap anggota Tone membuat pendapatan yang diperoleh agensi berlipat-lipat. Gedung baru diperkirakan akan siap dua bulan mendatang karena masih dalam proses penyelesaian pembangunan. Kanglim berencana akan mengadakan pesta kecil bagi seluruh staf manajemen dan artis saat peresmian penempatan gedung baru. Kanglim telah menentukan tanggal peresmian. Dia ingin Min Joon dan Seokyung turut menghadiri peresmian tersebut
#Seratus Lima# Kehebohan mewarnai rumah baru Seokyung dan Reyka. Para kakek dan nenek begitu antusias mengasuh cucu-cucunya yang belum genap berusia satu bulan. Orang tua, keluarga paman dan mertua Reyka baru bisa berkumpul dua hari lalu pasca Reyka melahirkan. Kedatangan Irawan dan keluarga ke Korea tertunda karena Irawan membawa serta Bi Siti dan keponakannya. Beberapa dokumen harus diselesaikan agar keduanya legal masuk ke Korea. Mereka diminta Irawan untuk mengurus pekerjaan rumah tangga dan membantu Reyka dalam mengasuh si kembar. “Ayo, Mas, coba gendong cucunya. Masa, udah dua hari di sini tapi belum gendong cucu,” ledek Rudi pada Irawan. Irawan menyeringai. Bukan tak mau, Irawan sangat ingin melakukannya tetapi dia takut salah dalam menggendong sebab tak pernah memegang bayi sebelumnya. Dinda pun merasakan hal yang sama. Keinginan kalah oleh kekhawatiran akan terjadi sesuatu jika salah memposisikan bayi. “Ayah duduk sini!” Reyka menarik Irawan untuk duduk di sofa lalu memb
#Seratus Empat#Dokter memperbolehkan Reyka untuk pulang karena kondisinya sudah stabil. Namun, tidak dengan kedua anaknya. Si kembar masih perlu menjalani masa perawatan antara satu atau dua minggu lagi agar organ tubuhnya benar-benar siap untuk menghirup udara bebas.Reyka masuk ke ruang bayi untuk menjenguk kedua buah hatinya. Mereka tidur dengan nyaman. Ketenangan dan kebahagiaan mengaliri relung jiwa saat menatapnya. Seokyung mengusap pelan punggung Reyka saat melihat netra istrinya berkaca-kaca.“Kita doakan agar mereka bisa segera berkumpul dengan kita. Aku yakin, mereka anak yang kuat seperti Mama-nya,” ucap Seokyung.Seokyung dan Reyka telah sepakat agar kedua anak mereka memanggilnya dengan Mama dan Papa. Panggilan itu biasa didengar di Indonesia dan pengucapannya hampir sama dengan panggilan kepada kedua orang tua dalam bahasa Korea.“Ayo, kita pulang!” ajak Seokyung setelah hampir lima belas menit mereka menjenguk si kembar. Seokyung tak ingin Reyka terlarut dalam perasaan
#Seratus Tiga#Dengan dukungan penuh dari kedua orang tuanya, Seokyung pergi ke kantor agensi untuk menyelesaikan urusan yang dia pantik semalam. Reyka sempat siuman tetapi merasa bingung kemudian kembali tertidur. Efek obat bius belum sepenuhnya hilang dari tubuhnya.Da Yool dan beberapa orang pengawal menjemput dan mendampingi hingga Seokyung masuk ke dalam gedung. Seokyung melihat, banyak orang yang berdiri di depan gedung agensi. Kilat kamera silih berganti mengambil potret dirinya. Teriakan yang memanggil namanya disertai kalimat yang tak terdengar jelas karena terlalu banyak suara bersahutan.Kanglim dan para petinggi agensi sudah berkumpul. Seokyung masuk ke dalam ruang direksi untuk memberikan penjelasan terhadap perbuatan yang telah dilakukannya. Senyum manis Reyka dan tangis kedua bayi yang terekam dalam ingatan Seokyung menjadi energi bagi jiwanya untuk tetap tenang melalui semua.Pertanyaan demi pertanyaan yang diajukan oleh Kang
#Seratus Dua# Seokyung berada dalam ruang operasi dengan perasaan tegang. Bunyi peralatan medis yang berada di belakangnya terasa begitu nyaring. Seokyung menggenggam erat jemari Reyka yang tak sadarkan diri karena bius total yang diberikan oleh dokter. Tim medis sedang menjalankan tugas. Seokyung merapalkan doa dalam hati agar istri dan anak-anaknya diberi keselamatan. Dia tak menyangka, seberat ini perjuangan seorang perempuan dalam melahirkan. Rasa cinta pada ibu dan istrinya pun semakin bertambah-tambah. Tangis lantang bayi memecah kesunyian ruang operasi. “Selamat, Seokyung-ssi, bayi anda telah lahir,” ujar salah seorang dokter. Seorang perawat membawa bayi tersebut untuk diperiksa. Berselang lima menit, tangis bayi kedua tak kalah lantang dari bayi pertama. “Seokyung-ssi, kurasa mereka akan menjadi penyanyi seperti Appa nya setelah dewasa,” canda dokter kandungan Reyka agar Seokyung tak terlalu tegang.Seokyung tersenyum sambil menghapus
#Seratus Satu# “Anae, bangun! Matahari sebentar lagi terbit, kau belum salat,” ujar Seokyung lembut membangunkan Reyka. Dengan berat, Reyka membuka mata. Dia baru tidur beberapa jam. Usia kandungan yang telah memasuki trimester ketiga membuatnya tak nyaman. Akhir-akhir ini Reyka sering kegerahan walau AC sudah dinyalakan. Reyka bahkan sempat berpikir untuk memotong pendek rambutnya tetapi Seokyung melarangnya. Belum lagi aktivitas dua janin yang begitu aktif dalam perut. Gerakan mereka membuat Reyka terjaga sepanjang malam sehingga tidur malamnya berkurang. “Mari, kubantu bangun.” Seokyung sudah berdiri di samping ranjang sambil memegangi kedua tangan Reyka. Terkadang Seokyung gemas tetapi tak jarang merasa kasihan dengan kondisi fisik Reyka. Seokyung membayangkan bagaimana sulitnya membawa kedua bayi yang terus tumbuh dalam perut. Selain bertambah berat dari waktu ke waktu, ukuran mereka juga terus membesar. Kini Reyka kesulitan untuk duduk tegak
#Seratus# Kehidupan rumah tangga Reyka dan Seokyung berjalan dengan harmonis selayaknya suami istri ketika berada di apartemen. Namun mereka bersikap seperti teman ketika bertemu di luar. Sangat aneh tetapi ini adalah konsekuensi yang harus diterima keduanya berdasarkan kesepakatan mereka dengan agensi. Reyka menarik kepala yang berada di atas lengan Seokyung. Ini adalah kali kesekian Reyka mendapati bangun tidur dalam posisi seperti itu. Diliriknya jam dinding, masih ada waktu setengah jam untuk menunaikan salat subuh sebelum matahari terbit. Reyka menatap Seokyung yang masih terpejam dengan posisi miring menghadapnya. Reyka memperhatikan dengan saksama laki-laki tampan di depannya. Tampak tenang dan damai. Wajahnya bersih dengan alis tebal yang hampir bertaut. Juga hidung mancung dan bibir tipis yang akhir-akhir ini sering membuatnya terbuai. Sebulan belakangan, Reyka mencoba jujur dengan dirinya sendiri. Di antara semua anggota Tone, Reyka memang menaruh
#Sembilan Puluh Sembilan# Sesampainya di apartemen, Seokyung langsung menuju dapur untuk minum. Berharap air bisa meredakan panas dalam kepala dan dadanya. “Seokyung-ah, aku minta waktu padamu. Setidaknya biarkan sampai anak ini lahir jika kita akan bercerai,” ujar Reyka ketika Seokyung masih meneguk air dalam gelas. Seokyung dengan kasar meletakkan gelas di atas meja hingga pecah. Pecahan kaca menggores telapak tangan. Darah merembes di permukaan kulitnya. Reyka yang tersentak sedikit panik melihat Seokyung terluka. “Ternyata perkataan yang pernah kau ucapkan di depan Umar-Nim bukan candaan. Kau memang berniat untuk bercerai dariku setelah melahirkan. Apa kau ingin kembali pada Min Joon? Oya, aku lupa, kisah kalian masih belum selesai. Apa kalian akan melanjutkannya?” selidik Seokyung dengan nada mengejek.“Seokyung!” bentak Reyka. “Apa rasa cinta yang kutunjukkan padamu belum cukup dibandingkan dengan cintanya?!” tanya Seokyung kesal.“Aku dan Min Joo