Sabiya berusaha menelan salivanya usai mendengarkan dua pernyataan dari Shin, yaitu antara kencan atau tidur."Kumohon, pilih satu," pinta Shin dengan wajah melasnya. Tangan Shin sudah sedikit memberi ruang untuk tidak membungkam mulut istrinya itu."Awas!" Sabiya terus meronta agar Shin melepaskannya."Jawab dulu, baru aku lepaskan," kekeh Shin jahil."Heh, iya, iya!" Sabiya kesal dan harus memberikan pilihan. Tentu saja dia memilih, "Kencan aja!""Yakin?" tanya Shin masih dengan nada meledek."Apa, sih? Ya, daripada aku tidur sama Ikan A-Shin!" gerutu Sabiya yang masih merasa sulit bernapas karena Shin menahan tubuhnya.Shin pun melepaskan Sabiya, mereka sudah duduk berdua di tepi ranjang."Aku Shin-man, bukan Ikan A-Shin.""Serah!" kata Sabiya sambil membuang muka."Baiklah, karena kamu udah milih kencan, aku ingin mulai saat ini sampai selesai kencan, kamu harus tersenyum untukku," Shin menambah permintaannya lagi."Ha? Ga!" bantah Sabiya gugup, mana bisa dia tersenyum paksa."Oh,
"BIYAAA!!!" panggil Shin sambil berlari mengejar mobil yang terlampau cepat daripada langkah kakinya."Hyung! Pakai mobil!" kata Alvin yang sudah masuk ke dalam mobil, ia duduk di kursi kemudi.Shin berlari membawa kecemasan di dalam hatinya sambil mempertanyakan Idris yang tidak terlihat sejak tadi. Sebelum memasuki mobil, Shin mencoba membuka pintu bagian belakang. "Astaghfirullah, I'id!"Idris dalam keadaan pingsan dengan luka sedikit lebam di bagian pipi kiri membuat Shin frustrasi dan semakin panik. "Id! Bangun, Id!""Hyung, naik!" panggil Alvin. Dia sudah tidak tahan lagi untuk mengejar mobil pihak musuh.Shin membenari badan Idris yang berbaring di belakang, lalu ia menutup pintu mobil. Kemudian, ia pun masuk ke mobil tepatnya duduk di sebelah Alvin yang menyetir.Alvin langsung tancap gas dan tidak ingin kehilangan jejak.Tubuh Shin mendadak gemetaran. Ia menggigil karena terlalu takut dengan apa yang akan terjadi dengan Sabiya. Bibirnya yang terasa kelu tetap berusaha untuk b
Netra Sabiya sudah redup karena mendapati dirinya di ambang kematian. Jurang itu akan segera menelannya. "Lepaskan saja... jika aku memberatkanmu.""Jangan bicara begitu!" Shin tidak kuasa saat mendengar kata-kata Sabiya yang semakin mematahkan dirinya. Tak lelah, Shin berusaha sekuat tenaga menarik tangan Sabiya."S-sakit," Sabiya terisak semakin kuat. Dia menangis sejadi-jadinya saat merasa tangan Shin dan tangannya seperti akan terpisah.“Meski aku ga layak mendapat ketulusan hatimu, tapi izinkan aku menjadikanmu sumber kehidupan terakhir,” mohon Shin dengan tatapan tulusnya.Tubuh Sabiya sampai gemetar mendengarnya, lalu membalas tatapan Shin dengan penuh kesedihan. Sabiya ingin meminta maaf kepada Shin atas semua perlakuannya selama ini."Bismillah...," ucap Shin dengan penuh keyakinan, dengan sekali tarikan kuat ia berhasil menarik tubuh Sabiya kembali terangkat ke atas.Bruk!Sabiya terhempas ke tanah, dia selamat karena berhasil kembali ke atas.Namun, kesadaran Shin yang sedi
Belasan sayap ayam goreng (fried chicken wings) yang gurih itu sudah tertata rapi di atas beling oval yang pipih. Senyum merekah terpancar dari bibir manis si gadis bergamis ungu dengan jilbab bergambar bunga chamomile. Padahal, baru saja dia dan keluarganya menikmati sarapan, tetapi perut gadis itu seraya memanggil agar diisi cemilan lagi. Si gadis ungu pun membawa makanan favoritnya itu menuju ke kamarnya.Setibanya di tempat tujuan, dia duduk santai di tempat tidurnya dan berpesta sayap ayam. Jika saja kelakuannya ini dilihat oleh Mamanya, pasti dia akan diomeli. Heuh, tapi bagaimana? Si gadis ungu ini suka sekali menikmati cemilan apa pun di atas kasurnya yang empuk bagai marshmallow.Tampak dinding ruangan berwarna ungu cerah ditambah beberapa bagian yang ditempel wallpaper bergambar tumbuhan lavender. Ada stiker yang menunjukkan nama si pemilik, It's Sabiya's room!Sabiya Naladhipa, hidupnya penuh tekad yang kuat untuk menjadi kebanggaan orang tuanya. Dia juga bekerja keras untuk
Sudah hampir tiga jam Sabiya membuat bantalnya menjadi basah akibat air mata kesedihannya. Hatinya terasa seperti sedang mengalami luka parah yang menganga begitu lebar tanpa obat, bahkan chicken wings pun tidak benar-benar mengobati mood-nya saat ini."Kak Biya?" suara Idris dari luar kamar Sabiya.Sabiya sudah berkali-kali tak mengacuhkan ketukan pintu dari Adiknya itu. Dia benar-benar jengah untuk keluar kamar. Bergerak pun rasanya tidak ada kekuatan, ingin menghilang saja."Kak Biya Sayang, please, bukain pintunya. Masa I'id ga boleh masuk juga?" tanya Idris sedih.Netra kecoklatan Sabiya yang basah karena air mata pun teralihkan pada bingkai foto kecil yang terdapat foto Hamas dan Ella yang tertawa bahagia.Air matanya menetes lagi, Sabiya benar-benar tidak bisa menerima semuanya. Berpikir sedikit saja kepalanya sudah sakit. Matanya bengkak dan dadanya sesak. Sabiya pun memeluk foto itu dengan penuh perasaan."Kenapa Mama ga ngerti perasaan aku? Apa masih zaman jodoh-jodohin? Aku
Tak terasa sudah dua bulan Sabiya merasakan kehidupan yang hampa tanpa kabar apa pun dari Hamas dan Ella.Sabiya sangat tidak tenang menghadapi hari ini. Rumah Sabiya sudah ramai dikunjungi oleh keluarga besar, karena hari ini adalah hari Sabiya dikhitbah (dilamar).Sekarang Sabiya sedang didandani oleh beberapa ahli make up di kamarnya. Namun, suasana hati Sabiya sangat kalut.Salah satu orang yang menghiasi bagian mata Sabiya pun cemas melihat air mata Sabiya terus keluar hingga merusak hasil make up yang sudah rapi. "Dek, jangan nangis terus. Nanti berantakan lagi. Adek harus tersenyum di hari bahagia ini."Sabiya tersadar dari lamunannya. Dia sempat mengingat kenangannya dengan Hamas yang tidak mungkin dia buang begitu saja. "Maaf, Mbak," balas Sabiya yang berusaha menghentikan air matanya dengan cara menengok ke atas.Sebenarnya, Shin sudah sering datang ke rumah Sabiya beberapa kali untuk bertamu sekaligus ta'aruf ditemani oleh orang tua angkatnya yaitu Harun dan Sekar. Namun, s
Sosok pria dengan topi fedora hitamnya terlihat serius memainkan tablet besar pipihnya, tidak lupa menyandarkan punggungnya dengan santai pada kursi putar yang ia duduki. Dia tersenyum sarkas ketika berhasil menemukan jejak seseorang yang diincar. “Shin Leo...,” ucapnya menahan kemarahan, “jangan coba-coba menghindari Rain. Aku akan segera menemukanmu dan menghancurkanmu, Adik durhaka!”***Di rumah calon istrinya, Shin terlihat sibuk akan sesuatu. Di tempat yang cukup jauh dari kumpulan orang-orang, ia menyentuh telinganya. Tak lama dari itu, timbullah sebuah benda unik yang semula transparan kini berubah menjadi terlihat oleh mata.Shin memiliki benda seperti earphone kecil yang terpasang pada telinga kanan dan kirinya. Benda itu bisa disamarkan bagai bunglon yang melakukan mimikri. Sebut saja benda itu G-Phone : Genique phone, singkatan dari Genius and Unique phone.*Mimikri: merupakan proses adaptasi dimana warna kulit hewan akan berubah karena peranan pigmen kulit sesuai dengan t
Usai mematikan kran air di kamar mandi, Laila berniat untuk segera kembali ke kamar Sabiya. Satu per satu anak tangga berwarna cokelat Laila naiki. Dia bersenandung senang karena anak gadis kesayangannya sudah menikah dengan pria tampan dan baik hati pilihannya.Bruk. Bruk. Bruk!Suara hentakan kaki Sabiya yang kuat benar-benar mengusik gendang telinga Laila.Sabiya yang berlari keluar dari kamarnya pun bertemu dengan Mamanya di dekat tangga. Bulir bening yang keluar dari mata Sabiya membuat Mamanya tidak habis pikir."Biya, kenapa nangis?" tanya Laila panik."Pokoknya aku ga mau pergi sama dia!" jelas Sabiya ketus sambil menghapus air mata sedih dan takutnya. Sabiya pun menuruni tangga, melewati Mamanya begitu saja."Ya Allah, Biya!" panggil Laila kesal. Dia pun berpikir kini Shin pasti hanya sendirian di kamar.Laila memastikan sendiri ke kamar Sabiya, terlihat Shin yang duduk di tepi ranjang sendirian dengan wajah sedih. Laila tidak terima melihatnya, "Shin, tolong bantu Mama bawak