Tak terasa sudah dua bulan Sabiya merasakan kehidupan yang hampa tanpa kabar apa pun dari Hamas dan Ella.Sabiya sangat tidak tenang menghadapi hari ini. Rumah Sabiya sudah ramai dikunjungi oleh keluarga besar, karena hari ini adalah hari Sabiya dikhitbah (dilamar).Sekarang Sabiya sedang didandani oleh beberapa ahli make up di kamarnya. Namun, suasana hati Sabiya sangat kalut.Salah satu orang yang menghiasi bagian mata Sabiya pun cemas melihat air mata Sabiya terus keluar hingga merusak hasil make up yang sudah rapi. "Dek, jangan nangis terus. Nanti berantakan lagi. Adek harus tersenyum di hari bahagia ini."Sabiya tersadar dari lamunannya. Dia sempat mengingat kenangannya dengan Hamas yang tidak mungkin dia buang begitu saja. "Maaf, Mbak," balas Sabiya yang berusaha menghentikan air matanya dengan cara menengok ke atas.Sebenarnya, Shin sudah sering datang ke rumah Sabiya beberapa kali untuk bertamu sekaligus ta'aruf ditemani oleh orang tua angkatnya yaitu Harun dan Sekar. Namun, s
Sosok pria dengan topi fedora hitamnya terlihat serius memainkan tablet besar pipihnya, tidak lupa menyandarkan punggungnya dengan santai pada kursi putar yang ia duduki. Dia tersenyum sarkas ketika berhasil menemukan jejak seseorang yang diincar. “Shin Leo...,” ucapnya menahan kemarahan, “jangan coba-coba menghindari Rain. Aku akan segera menemukanmu dan menghancurkanmu, Adik durhaka!”***Di rumah calon istrinya, Shin terlihat sibuk akan sesuatu. Di tempat yang cukup jauh dari kumpulan orang-orang, ia menyentuh telinganya. Tak lama dari itu, timbullah sebuah benda unik yang semula transparan kini berubah menjadi terlihat oleh mata.Shin memiliki benda seperti earphone kecil yang terpasang pada telinga kanan dan kirinya. Benda itu bisa disamarkan bagai bunglon yang melakukan mimikri. Sebut saja benda itu G-Phone : Genique phone, singkatan dari Genius and Unique phone.*Mimikri: merupakan proses adaptasi dimana warna kulit hewan akan berubah karena peranan pigmen kulit sesuai dengan t
Usai mematikan kran air di kamar mandi, Laila berniat untuk segera kembali ke kamar Sabiya. Satu per satu anak tangga berwarna cokelat Laila naiki. Dia bersenandung senang karena anak gadis kesayangannya sudah menikah dengan pria tampan dan baik hati pilihannya.Bruk. Bruk. Bruk!Suara hentakan kaki Sabiya yang kuat benar-benar mengusik gendang telinga Laila.Sabiya yang berlari keluar dari kamarnya pun bertemu dengan Mamanya di dekat tangga. Bulir bening yang keluar dari mata Sabiya membuat Mamanya tidak habis pikir."Biya, kenapa nangis?" tanya Laila panik."Pokoknya aku ga mau pergi sama dia!" jelas Sabiya ketus sambil menghapus air mata sedih dan takutnya. Sabiya pun menuruni tangga, melewati Mamanya begitu saja."Ya Allah, Biya!" panggil Laila kesal. Dia pun berpikir kini Shin pasti hanya sendirian di kamar.Laila memastikan sendiri ke kamar Sabiya, terlihat Shin yang duduk di tepi ranjang sendirian dengan wajah sedih. Laila tidak terima melihatnya, "Shin, tolong bantu Mama bawak
Sabiya gemetaran saat merasakan kedua tangan Shin sudah merangkul tubuh kecilnya itu.Deg."Dia, semakin berani menyentuhku!" tolak Sabiya dalam hati.Shin juga tergerak karena hati dan nalurinya, sebagai seorang laki-laki dan sebagai suami, dia ingin menenangkan wanita miliknya. Shin sudah berhasil meraih tubuh Sabiya pada pelukan hangatnya. "Istriku, jangan nangis," Shin hanya bisa mengucapkan itu dalam hati. Dia sudah terlanjur ikut hanyut bersama kesedihan Sabiya."JANGAN BERANI MENYENTUHKU DENGAN NIAT KOTORMU ITU!" teriak Sabiya melengking dan mendorong tubuh Shin dengan kasar.Plaaakkk!Wajah Shin terdorong kuat dengan paksa menghadap ke kanan. Pipi kirinya terasa perih karena mendapatkan tamparan dari tangan halus itu. Tidak, sakit di pipi tidak sebanding dengan hentakan di hatinya, serasa ambruk.Shin mengusap pelan pipi kirinya yang sudah merah. Dia pun menoleh perlahan untuk melirik orang yang sudah menamparnya itu. "Bi-ya?" ucapnya dengan ekspresi sedih sekaligus kaget.Air
"Aku mau...," kata Shin gugup.Idris berhasil memasukkan sesendok nasi goreng ke mulutnya meski matanya masih sedikit terpejam menahan kantuk. Dia mengunyah sangat lemah."Aku mau kita kencan," lontar Shin dengan gerogi, suaranya terdengar gemetar namun yakin dengan apa yang dia katakan."UHUKKK! OHOKKK!" Idris terbatuk seketika mendengar permintaan Shin tersebut. Hampir saja nasi goreng masuk ke saluran pernapasannya.Pak Didi dan Bi Susan hanya saling menatap dengan ekspresi tak bisa diartikan, namun mereka pikir Tuan Shin mereka memang sangat manis."Hahaha!" tawa Idris menggelegar dan sudah benar-benar melebarkan matanya. "Kencan? Romantis juga. Aku ikut, dong!" goda Idris dengan bibir yang masih berlepotan nasi goreng."Eh, bocah! Ngerti dikit, lah," sembur Pak Didi kesal dengan kejahilan Idris."Apa sih, Pak? Aku tuh cuma penasaran kencan yang indah itu seperti apa?" balas Idris dengan hidung mengembang menatap Pak Didi."Gimana, Biya? Kamu mau kencan denganku?" tanya Shin lagi,
Idris tidak mau ikut-ikutan mengenai perbincangan antara Shin dan Hamas. Dia ngeri sendiri. Idris lebih memilih mengajak ngobrol dinding yang sudah ditakdirkan membisu di dunia ini.Shin tanpa basa-basi langsung menyerahkan tangan kanannya untuk berjabat tangan dengan laki-laki berkemeja abu-abu itu.Hamas sedikit menyungging senyum dan membalas jabatan tangan laki-laki berdasi tersebut. "Maaf, siapa?""Namaku Muhammad Shin Leo. Asalku dari Seoul, tapi sudah cukup lama tinggal di sini,” Shin memperkenalkan diri.Hamas yang masih kebingungan pun mencoba meladeni saja. “S-seoul? Wah, jauh juga ya. Aku baru tahu kalau Sabiya punya kerabat dari Korea Selatan.”“Aku suaminya Sabiya," jelas Shin lantang dengan wajah tegas namun tak luput dengan senyum ramahnya.Hamas membisu sejenak.Sabiya tak kuasa mendengar Shin akan membicarakan hal itu lebih dulu kepada Hamas."S-suami?" tanya Hamas tak percaya. Ia spontan menatap Sabiya yang tengah menunduk tak berkutik."Iya, aku suami sahnya. Kamu s
Usai tak sengaja menjatuhkan smartphone-nya, Shin kembali mengambil benda itu dan berniat untuk segera memblokir kontak si R1914.Namun, belum sempat Shin memblokirnya, beberapa pesan masuk sukses membuat Shin semakin gemetaran.Ting!From: BlackHatR1914|| Read? Hahah!Jangan panik, Shin Leo. Kau lupa kalau Hyung-mu ini cerdas? ||Ting!From: BlackHatR1914|| Kau ternyata adik yang baik. Kupikir sudah dari lama kontakku diblokir :) Jangan diblokir ya, atau kau akan menyesal... ||Ting!From: BlackHatR1914|| Ngomong-ngomong, kabarnya kau sudah menikah? Aku penasaran istri pilihan adikku ini. Pasti cantik dan seksi ya. Aku boleh pinjam? ||"Sialan!" ucap Shin spontan. "Astaghfirullah!" lanjutnya tak kuasa.Ting!From: BlackHatR1914|| Pinjam istrimu 5 menit saja. Eh, 5 jam. Eh, 5 hari... ||"Rain!" geram Shin tak terima. Shin tidak peduli dengan ancaman dari Rain, dia pun tanpa ragu memblokirnya.Selanjutnya, di pikiran Shin sekarang adalah bagaimana mematikan GPS (Global Positioning
Sabiya berusaha menelan salivanya usai mendengarkan dua pernyataan dari Shin, yaitu antara kencan atau tidur."Kumohon, pilih satu," pinta Shin dengan wajah melasnya. Tangan Shin sudah sedikit memberi ruang untuk tidak membungkam mulut istrinya itu."Awas!" Sabiya terus meronta agar Shin melepaskannya."Jawab dulu, baru aku lepaskan," kekeh Shin jahil."Heh, iya, iya!" Sabiya kesal dan harus memberikan pilihan. Tentu saja dia memilih, "Kencan aja!""Yakin?" tanya Shin masih dengan nada meledek."Apa, sih? Ya, daripada aku tidur sama Ikan A-Shin!" gerutu Sabiya yang masih merasa sulit bernapas karena Shin menahan tubuhnya.Shin pun melepaskan Sabiya, mereka sudah duduk berdua di tepi ranjang."Aku Shin-man, bukan Ikan A-Shin.""Serah!" kata Sabiya sambil membuang muka."Baiklah, karena kamu udah milih kencan, aku ingin mulai saat ini sampai selesai kencan, kamu harus tersenyum untukku," Shin menambah permintaannya lagi."Ha? Ga!" bantah Sabiya gugup, mana bisa dia tersenyum paksa."Oh,