Netra Sabiya sudah redup karena mendapati dirinya di ambang kematian. Jurang itu akan segera menelannya. "Lepaskan saja... jika aku memberatkanmu.""Jangan bicara begitu!" Shin tidak kuasa saat mendengar kata-kata Sabiya yang semakin mematahkan dirinya. Tak lelah, Shin berusaha sekuat tenaga menarik tangan Sabiya."S-sakit," Sabiya terisak semakin kuat. Dia menangis sejadi-jadinya saat merasa tangan Shin dan tangannya seperti akan terpisah.“Meski aku ga layak mendapat ketulusan hatimu, tapi izinkan aku menjadikanmu sumber kehidupan terakhir,” mohon Shin dengan tatapan tulusnya.Tubuh Sabiya sampai gemetar mendengarnya, lalu membalas tatapan Shin dengan penuh kesedihan. Sabiya ingin meminta maaf kepada Shin atas semua perlakuannya selama ini."Bismillah...," ucap Shin dengan penuh keyakinan, dengan sekali tarikan kuat ia berhasil menarik tubuh Sabiya kembali terangkat ke atas.Bruk!Sabiya terhempas ke tanah, dia selamat karena berhasil kembali ke atas.Namun, kesadaran Shin yang sedi
Belasan sayap ayam goreng (fried chicken wings) yang gurih itu sudah tertata rapi di atas beling oval yang pipih. Senyum merekah terpancar dari bibir manis si gadis bergamis ungu dengan jilbab bergambar bunga chamomile. Padahal, baru saja dia dan keluarganya menikmati sarapan, tetapi perut gadis itu seraya memanggil agar diisi cemilan lagi. Si gadis ungu pun membawa makanan favoritnya itu menuju ke kamarnya.Setibanya di tempat tujuan, dia duduk santai di tempat tidurnya dan berpesta sayap ayam. Jika saja kelakuannya ini dilihat oleh Mamanya, pasti dia akan diomeli. Heuh, tapi bagaimana? Si gadis ungu ini suka sekali menikmati cemilan apa pun di atas kasurnya yang empuk bagai marshmallow.Tampak dinding ruangan berwarna ungu cerah ditambah beberapa bagian yang ditempel wallpaper bergambar tumbuhan lavender. Ada stiker yang menunjukkan nama si pemilik, It's Sabiya's room!Sabiya Naladhipa, hidupnya penuh tekad yang kuat untuk menjadi kebanggaan orang tuanya. Dia juga bekerja keras untuk
Sudah hampir tiga jam Sabiya membuat bantalnya menjadi basah akibat air mata kesedihannya. Hatinya terasa seperti sedang mengalami luka parah yang menganga begitu lebar tanpa obat, bahkan chicken wings pun tidak benar-benar mengobati mood-nya saat ini."Kak Biya?" suara Idris dari luar kamar Sabiya.Sabiya sudah berkali-kali tak mengacuhkan ketukan pintu dari Adiknya itu. Dia benar-benar jengah untuk keluar kamar. Bergerak pun rasanya tidak ada kekuatan, ingin menghilang saja."Kak Biya Sayang, please, bukain pintunya. Masa I'id ga boleh masuk juga?" tanya Idris sedih.Netra kecoklatan Sabiya yang basah karena air mata pun teralihkan pada bingkai foto kecil yang terdapat foto Hamas dan Ella yang tertawa bahagia.Air matanya menetes lagi, Sabiya benar-benar tidak bisa menerima semuanya. Berpikir sedikit saja kepalanya sudah sakit. Matanya bengkak dan dadanya sesak. Sabiya pun memeluk foto itu dengan penuh perasaan."Kenapa Mama ga ngerti perasaan aku? Apa masih zaman jodoh-jodohin? Aku
Tak terasa sudah dua bulan Sabiya merasakan kehidupan yang hampa tanpa kabar apa pun dari Hamas dan Ella.Sabiya sangat tidak tenang menghadapi hari ini. Rumah Sabiya sudah ramai dikunjungi oleh keluarga besar, karena hari ini adalah hari Sabiya dikhitbah (dilamar).Sekarang Sabiya sedang didandani oleh beberapa ahli make up di kamarnya. Namun, suasana hati Sabiya sangat kalut.Salah satu orang yang menghiasi bagian mata Sabiya pun cemas melihat air mata Sabiya terus keluar hingga merusak hasil make up yang sudah rapi. "Dek, jangan nangis terus. Nanti berantakan lagi. Adek harus tersenyum di hari bahagia ini."Sabiya tersadar dari lamunannya. Dia sempat mengingat kenangannya dengan Hamas yang tidak mungkin dia buang begitu saja. "Maaf, Mbak," balas Sabiya yang berusaha menghentikan air matanya dengan cara menengok ke atas.Sebenarnya, Shin sudah sering datang ke rumah Sabiya beberapa kali untuk bertamu sekaligus ta'aruf ditemani oleh orang tua angkatnya yaitu Harun dan Sekar. Namun, s
Sosok pria dengan topi fedora hitamnya terlihat serius memainkan tablet besar pipihnya, tidak lupa menyandarkan punggungnya dengan santai pada kursi putar yang ia duduki. Dia tersenyum sarkas ketika berhasil menemukan jejak seseorang yang diincar. “Shin Leo...,” ucapnya menahan kemarahan, “jangan coba-coba menghindari Rain. Aku akan segera menemukanmu dan menghancurkanmu, Adik durhaka!”***Di rumah calon istrinya, Shin terlihat sibuk akan sesuatu. Di tempat yang cukup jauh dari kumpulan orang-orang, ia menyentuh telinganya. Tak lama dari itu, timbullah sebuah benda unik yang semula transparan kini berubah menjadi terlihat oleh mata.Shin memiliki benda seperti earphone kecil yang terpasang pada telinga kanan dan kirinya. Benda itu bisa disamarkan bagai bunglon yang melakukan mimikri. Sebut saja benda itu G-Phone : Genique phone, singkatan dari Genius and Unique phone.*Mimikri: merupakan proses adaptasi dimana warna kulit hewan akan berubah karena peranan pigmen kulit sesuai dengan t
Usai mematikan kran air di kamar mandi, Laila berniat untuk segera kembali ke kamar Sabiya. Satu per satu anak tangga berwarna cokelat Laila naiki. Dia bersenandung senang karena anak gadis kesayangannya sudah menikah dengan pria tampan dan baik hati pilihannya.Bruk. Bruk. Bruk!Suara hentakan kaki Sabiya yang kuat benar-benar mengusik gendang telinga Laila.Sabiya yang berlari keluar dari kamarnya pun bertemu dengan Mamanya di dekat tangga. Bulir bening yang keluar dari mata Sabiya membuat Mamanya tidak habis pikir."Biya, kenapa nangis?" tanya Laila panik."Pokoknya aku ga mau pergi sama dia!" jelas Sabiya ketus sambil menghapus air mata sedih dan takutnya. Sabiya pun menuruni tangga, melewati Mamanya begitu saja."Ya Allah, Biya!" panggil Laila kesal. Dia pun berpikir kini Shin pasti hanya sendirian di kamar.Laila memastikan sendiri ke kamar Sabiya, terlihat Shin yang duduk di tepi ranjang sendirian dengan wajah sedih. Laila tidak terima melihatnya, "Shin, tolong bantu Mama bawak
Sabiya gemetaran saat merasakan kedua tangan Shin sudah merangkul tubuh kecilnya itu.Deg."Dia, semakin berani menyentuhku!" tolak Sabiya dalam hati.Shin juga tergerak karena hati dan nalurinya, sebagai seorang laki-laki dan sebagai suami, dia ingin menenangkan wanita miliknya. Shin sudah berhasil meraih tubuh Sabiya pada pelukan hangatnya. "Istriku, jangan nangis," Shin hanya bisa mengucapkan itu dalam hati. Dia sudah terlanjur ikut hanyut bersama kesedihan Sabiya."JANGAN BERANI MENYENTUHKU DENGAN NIAT KOTORMU ITU!" teriak Sabiya melengking dan mendorong tubuh Shin dengan kasar.Plaaakkk!Wajah Shin terdorong kuat dengan paksa menghadap ke kanan. Pipi kirinya terasa perih karena mendapatkan tamparan dari tangan halus itu. Tidak, sakit di pipi tidak sebanding dengan hentakan di hatinya, serasa ambruk.Shin mengusap pelan pipi kirinya yang sudah merah. Dia pun menoleh perlahan untuk melirik orang yang sudah menamparnya itu. "Bi-ya?" ucapnya dengan ekspresi sedih sekaligus kaget.Air
"Aku mau...," kata Shin gugup.Idris berhasil memasukkan sesendok nasi goreng ke mulutnya meski matanya masih sedikit terpejam menahan kantuk. Dia mengunyah sangat lemah."Aku mau kita kencan," lontar Shin dengan gerogi, suaranya terdengar gemetar namun yakin dengan apa yang dia katakan."UHUKKK! OHOKKK!" Idris terbatuk seketika mendengar permintaan Shin tersebut. Hampir saja nasi goreng masuk ke saluran pernapasannya.Pak Didi dan Bi Susan hanya saling menatap dengan ekspresi tak bisa diartikan, namun mereka pikir Tuan Shin mereka memang sangat manis."Hahaha!" tawa Idris menggelegar dan sudah benar-benar melebarkan matanya. "Kencan? Romantis juga. Aku ikut, dong!" goda Idris dengan bibir yang masih berlepotan nasi goreng."Eh, bocah! Ngerti dikit, lah," sembur Pak Didi kesal dengan kejahilan Idris."Apa sih, Pak? Aku tuh cuma penasaran kencan yang indah itu seperti apa?" balas Idris dengan hidung mengembang menatap Pak Didi."Gimana, Biya? Kamu mau kencan denganku?" tanya Shin lagi,