Share

Bab 3

Penulis: Bebek Zoy
last update Terakhir Diperbarui: 2022-05-20 18:05:20

Tak terasa sudah dua bulan Sabiya merasakan kehidupan yang hampa tanpa kabar apa pun dari Hamas dan Ella.

Sabiya sangat tidak tenang menghadapi hari ini.

Rumah Sabiya sudah ramai dikunjungi oleh keluarga besar, karena hari ini adalah hari Sabiya dikhitbah (dilamar).

Sekarang Sabiya sedang didandani oleh beberapa ahli make up di kamarnya. Namun, suasana hati Sabiya sangat kalut.

Salah satu orang yang menghiasi bagian mata Sabiya pun cemas melihat air mata Sabiya terus keluar hingga merusak hasil make up yang sudah rapi. "Dek, jangan nangis terus. Nanti berantakan lagi. Adek harus tersenyum di hari bahagia ini."

Sabiya tersadar dari lamunannya. Dia sempat mengingat kenangannya dengan Hamas yang tidak mungkin dia buang begitu saja. "Maaf, Mbak," balas Sabiya yang berusaha menghentikan air matanya dengan cara menengok ke atas.

Sebenarnya, Shin sudah sering datang ke rumah Sabiya beberapa kali untuk bertamu sekaligus ta'aruf ditemani oleh orang tua angkatnya yaitu Harun dan Sekar. Namun, setiap kali bertemu, Sabiya hanya melihat sekilas wajah Shin. Mengantar minuman pun Sabiya terus menunduk ke bawah. Berbicara juga sangat singkat sambil memasang senyum palsu. Memang hati tidak bisa berbohong, Shin memiliki sorot mata yang indah dan melunakkan hati. Namun, Sabiya tidak akan mudah tergoda oleh hal seperti itu. Si Ikan A-Shin sudah membuatnya jengah di awal.

Tokkk. Tokkk. Tokkk.

"Kak Biya?" panggil Idris dari luar pintu kamar.

"Masuk, I'id," jawab Sabiya agak serak.

Idris pun masuk ke kamar Sabiya dengan deru napas kelelahan. Dia baru pulang dari mengerjakan misi mecari Hamas. Diharapkan membawa berita baik untuk Sabiya, tetapi ternyata gagal.

Sabiya menatap penuh harap kepada Idris.

Idris menggelengkan kepalanya dengan raut wajah sedih, tanda bahwa dia tidak berhasil bertemu dengan Hamas.

"Mungkin hati Kak Hamas terlalu sakit, Id," duga Sabiya. "Aku jadi ga tenang. Seenggaknya, dia tahu kalau aku tersiksa."

Idris segera menghapus air mata Sabiya yang terus mengalir. "Kak Biya, I'id bingung. I'id ngerasa ga berguna. Maafin I'id ga bisa mencegah ini,” sesal Idris.

Sabiya menggelengkan kepalanya karena tak kuasa dengan keterpaksaan ini. "Aku ga mau buat Mama sedih, Id. Tapi aku juga takut."

Beberapa ahli make up hanya diam memerhatikan keseriusan antara Sabiya dan Idris.

Idris merapikan jilbab cantik Sabiya yang sedikit terlipat. "Kakak cantik. Kakak harus senyum. Tenang aja, Kak. Kalau ada yang membuat Kakak takut, I'id ga akan diam," bujuk Idris untuk menyemangati cahaya hidup Sabiya yang hampir pudar.

"Janji?" tanya Sabiya lagi.

"Insha Allah janji. I'id kan sayang sama Kak Biya. Kita hanya bisa pasrah sekarang. Kakak harus kuat," jawab Idris yang menghapus sisa air mata Sabiya di pipi.

Akhirnya, Sabiya berusaha sekuat tenaga untuk tidak menangis lagi. Dia kembali merapikan diri. Dia merasa cukup kuat karena kata-kata penyemangat dari adiknya itu.

Deg. Deg. Deg.

Menit-menit terus berlalu. Itu bukan detakan cinta atau pun rindu. Kagum pun tidak. Itu detakan karena takut dan tidak siap menghadapi hal kedepannya.

"Biya?" panggil Yunus yang sedikit mengintip pintu kamar anak gadisnya. "Udah siap belum, Sayang?"

"Udah, Pa," jawab Sabiya. Kini dia sudah begitu anggun dengan gaun gamisnya yang indah. Wajahnya terlihat begitu cerah dan merona, meski memasang senyum palsu di hadapan Papanya.

"Masya Allah. Cantiknya anak Papa!" puji Yunus gemas sambil mencium kening Sabiya hingga menimbulkan senyuman tulus di bibir merah Sabiya.

"Pa, calon Kak Biya udah datang?" tanya Idris penasaran.

"Dia udah nunggu di bawah daritadi, kamu ga lihat?" jawab Yunus heran.

Ya, Idris tadi mana sempat melihat karena saat tiba di rumah, tujuan utamanya adalah menemui Sabiya untuk membahas tentang Hamas.

"Gimana orangnya, Pa?" tanya Idris yang mulai penasaran. Tentu saja Idris belum pernah bertemu dengan Shin karena di saat Shin datang ke rumah, Idris malah sibuk keluar untuk kuliah dan mencari Hamas. Lagipula, Idris juga terlanjur kesal karena kehadiran Shin membuat hubungan Sabiya dan Hamas kacau.

"Dia gagah, seperti waktu Papa muda dulu," jawab Yunus terkekeh dan merasa bangga dengan dirinya sendiri.

"Hoeeek!" Idris ingin muntah melihat tingkah Papanya yang sok ganteng.

Yunus spontan menepuk lengan kanan Idris karena mengejeknya. "Kamu tuh beruntung jadi anak Papa!" ketusnya sebal.

"Iya'in aja lah, daripada namaku dicoret dari kartu keluarga," balas Idris dengan wajah yang begitu mengesalkan.

**

Sabiya menuruni tangga perlahan yang diiringi oleh Papa dan Adik laki-lakinya. Dia gugup melihat keluarga besar sudah ramai. Malunya, Sabiya hampir tersandung karena ulah Idris yang tidak sengaja menginjak gaun panjangnya.

"I'id!" pekik Sabiya tertahan, kesal bercampur ingin meledak.

"Dasar, I'id! Yang benar pegangin Kak Biya-nya," sambung Yunus ikutan kesal.

"Iya, iya, maaf. Aku deg-deg'an," balas Idris. Kakaknya yang akan dikhitbah, malah dia yang gugup.

Sabiya menatap sosok laki-laki yang duduk di ambal merah membentang luas, terlihat begitu gagah dengan jas putih berpadu ungu.

Idris memerhatikan wajah calon Kakak iparnya dengan saksama. "Oh, ini si Ikan A-Shin itu? Keren, sih? Tapi kok mukanya mencurigakan?" batinnya merasa aneh.

Semua keluarga besar sudah kegirangan sendiri melihat dua insan yang akan dipasangkan.

"Assalamualaikum," ucap Shin dengan senyum tulusnya, menatap Sabiya sedikit malu. Bibirnya agak gemetar usai mengucapkan salam.

"Waalaikumsalam," jawab Sabiya yang langsung memalingkan wajah. Dia tidak ingin berlarut-larut melihat wajah 'Ikan A-Shin' itu. Ya, itu julukan dari Sabiya untuk Shin. Sampai Idris pun ikut-ikutan menyebut lelaki itu 'Ikan A-Shin'.

Shin melihat Sabiya yang begitu cantik dan anggun dengan gaun putih bercampur ungu yang selaras dengan jasnya. Dia terpesona, apalagi saat melihat bibir merah Sabiya yang merekah. Shin langsung menunduk dan berucap dalam hati, "Masya Allah."

Laila geregetan melihat anak gadisnya yang begitu cantik sudah duduk di dekatnya.

Shin dan Sabiya duduk saling berhadapan, tapi agak jauh. Serta dikerubungi oleh keluarga baik dari pihak Sabiya maupun Shin.

Sabiya terus menunduk. Dia takut air matanya yang kembali jatuh akan dilihat oleh pihak keluarga.

Selama waktu berjalan, perwakilan dari tiap pihak keluarga terus saling memberikan kesan yang baik. Sampai akhirnya, Harun dari pihak Shin pun bertanya, "Apakah lamaran dari putra kami Muhammad Shin Leo, akan diterima?"

Hening.

Deg. Deg. Deg.

Idris gigit jari melihat Kakaknya yang terdiam cukup lama. "Oh, jadi kayak gini ya kalau aku lamaran nanti. Ya Allah, kok aku ngeri? Aku bisa ga, ya?" batin Idris gugup sendiri.

Akhirnya, Sabiya pun angkat suara ketika Mamanya menyuruh untuk menjawab. "Bismillaahirrahmaanirrahiim, lamaran dari Kak Shin...."

Hening lagi.

Laila terus berdoa dan berharap Sabiya tidak salah berucap.

"Lamaran dari Kak Shin, a-aku terima," lanjut Sabiya yang membuat semua pihak keluarga mengucap syukur dan bahagia.

Tangisan haru dan kebahagiaan dari pihak keluarga, beberapa barang-barang mewah yang dirangkai indah dari keluarga pihak laki-laki, dan hidangan enak yang sudah tersedia untuk disantap tidak membuat suasana hati Sabiya berubah sama sekali. Dia tetap merasa hampa.

***

Tanggal pernikahan sudah ditetapkan. Semua undangan sudah tersebar ke tempat yang dituju. Hari H tinggal menghitung jari saja.

Sabiya termenung di dekat jendela kamarnya. Dia merasa hidupnya akan tamat sebentar lagi. Sayap ayam goreng tidak lupa menemani rasa kalutnya.

Tokkk. Tokkk. Tokkk.

"Masuk aja, Id," kata Sabiya yang sudah menduga kalau Idris selalu mengganggu pintu kamarnya itu.

"Assalamualaikum...."

Pupil mata Sabiya membesar seketika mendengar suara itu, suara calon suami yang tidak diharapkan. Sabiya ingin berteriak karena takut. Dia berhenti menyantap chicken wings.

"Assalamualaikum...." suara Shin lagi.

Sabiya pun terpaksa menjawab salam dari Shin dengan suara kecil, "Waalaikumsalam."

Tokkk. Tokkk. Tokkk.

"Isss!" Sabiya kesal sendiri. "Aku lagi capek!" kata Sabiya yang menunjukkan ketidaksenangannya.

"Kak Biya, ada I'id nih. Buka dulu pintunya sebentar," suara Idris.

Sabiya agak tenang ketika mendengar suara Adiknya. Dia pun merapikan jilbabnya, lalu membuka pintu sedikit.

Terlihatlah Shin dan Idris yang berada di depan pintu kamarnya.

"Biya, lagi apa?" tanya Shin ramah sambil mengangkat alis. Hatinya terasa hangat saat bertemu dengan Sabiya.

Sabiya masih sulit percaya kalau lelaki berdarah Korea ini sedang berbicara santai padanya menggunakan bahasa Indonesia. Terlebih lagi, orang itu akan menjadi suaminya. Bagai mimpi aneh.

"A-ada apa? Aku capek!" kata Sabiya ketus.

Idris juga memasang wajah jengkel menatap Shin yang berada di sebelahnya. "Entahlah, Kak. Maksa banget dia minta ditemenin aku, katanya mau ngasih sesuatu!"

Shin tersenyum dengan tangan yang masih berada di belakang punggung.

"Sesuatu? Apa, sih? Jangan ganggu waktu istirahatku," kata Sabiya berbicara, namun menghadap ke arah lain, tidak menganggap Shin ada.

Shin memaklumi, mungkin Sabiya bertingkah cuek karena belum mengenalinya secara utuh. Shin pun menunjukkan benda kecil yang ada di tangannya. "Maaf kalau aku mengganggu. Aku cuma mau kasih ini."

Mata Sabiya kian membulat dan ia tercengang melihat sebuah gantungan kunci kecil berbentuk kura-kura, "Keychain kura-kura?"

"HAHAHAHA!" tawa Idris meledak. Dia menertawai benda kecil yang dipegang oleh Shin. "Ga ada benda yang lebih kecil lagi? Kayak semut gitu? Atau bakteri?" ledek Idris menjadi-jadi.

Shin menghela napas masih dengan senyumannya. Dia terus menunjukkan gantungan kunci itu agar Sabiya menerimanya, lalu membatin, "Aku ingin menjadi lebih dekat dengan cara memberimu benda kecil ini, keychain kura-kura."

Karakter kura-kura membuat Sabiya agak berat jika menolaknya, karena dia suka itu. Dengan gerakan cepat Sabiya mengambil gantungan kunci yang ada di tangan Shin, lalu menutup pintu cukup kuat.

Blaaam!

"Yah, kasihan! Udah ditutup tuh pintunya sama Kak Biya," ledek Idris pada Shin.

"Gapapa. Aku senang," balas Shin yang tidak menghilangkan senyuman manis pada wajahnya.

Idris pun menatap sebal manik calon kakak iparnya itu. "Eh, Ikan A-Shin, awas ya kalau buat Kak Biya-ku nangis. Aku ga akan diam!" ancam Idris mengerucutkan bibirnya, lalu berjalan meninggalkan Shin.

Shin menatap bingung Idris yang sudah meninggalkannya. "Ikan A-Shin?" kata Shin tidak percaya dengan julukan untuknya. "Aku ga akan buat Biya nangis, karena aku...." Shin berusaha bersabar. Dia pun meninggalkan area pintu kamar Sabiya.

Beberapa saat kemudian, wajah sedih Shin berubah cerah saat melihat sebuah e-mail penting masuk. Seorang donatur dengan nama KentangMahal@Zoymail.com sudah menyumbang dengan jumlah terbilang tinggi ke dalam rekening Shin. “MasyaAllah! Dia ngirim lagi? Siapa orang ini?”

Melihat nama KENTANG, Shin teringat dengan adik angkatnya yang suka kentang, yaitu Alvin. Tapi Shin yakin yang mengirim ini bukan Alvin. "Siapa pun orang ini, semoga rezeki dan kebahagiaan terus menyertainya. Aamiin."

**

Sabiya pun duduk di tepi ranjangnya sambil mengatur napas, lalu dia menatap lekat benda kecil pemberian dari Shin. Matanya memandang gemas kura-kura ungu yang kecil itu. "Lucu, sih. Lucu banget!"

Namun, pikiran aneh mulai terbesit di kepala Sabiya. "Eh, kok dia kayak tahu gitu kalau aku suka karakter kura-kura? Mana ini warna ungu, warna favorit aku banget!"

Drrrttt!

Smartphone Sabiya bergetar kuat di atas meja.

Panggilan masuk dari Kak Hamas…

"Ya Allah, Kak Hamas!" senyum Sabiya kembali merekah setelah sekian lama Hamas tidak ada kabar, kini menghubunginya.

Sabiya segera mengangkat panggilan itu. Namun, belum sempat menjawab, panggilan sudah berakhir lebih dulu.

Lantas, Sabiya cepat-cepat menghubungi balik Hamas yang sudah mengaktifkan nomor telepon. "Kak Hamas, ayo angkat. Aku mau ngomong."

Berkali-kali Sabiya mencoba menghubungi, tetapi malah tidak diangkat. Sabiya kembali kesal, "Kak Hamas kenapa, sih?!"

Gantungan kunci kura-kura dari Shin masih tergenggam kuat di tangan Sabiya. Dia pun menatap kesal pada benda itu. "Dengar, ya. Meskipun kamu kura-kura yang lucu, kamu ga bisa ngubah hati aku!" oceh Sabiya pada gantungan kunci kura-kura yang tidak bersalah.

Sabiya pun melempar gantungan kunci itu bebas ke segala arah, hingga benda kecil itu terlempar masuk ke bagian atas lemari pakaiannya. “Jangan sampai luluh sama orang asing yang udah bikin hati aku sakit!”

*

Bersambung…

Bab terkait

  • Imamku dari Seoul   Bab 4

    Sosok pria dengan topi fedora hitamnya terlihat serius memainkan tablet besar pipihnya, tidak lupa menyandarkan punggungnya dengan santai pada kursi putar yang ia duduki. Dia tersenyum sarkas ketika berhasil menemukan jejak seseorang yang diincar. “Shin Leo...,” ucapnya menahan kemarahan, “jangan coba-coba menghindari Rain. Aku akan segera menemukanmu dan menghancurkanmu, Adik durhaka!”***Di rumah calon istrinya, Shin terlihat sibuk akan sesuatu. Di tempat yang cukup jauh dari kumpulan orang-orang, ia menyentuh telinganya. Tak lama dari itu, timbullah sebuah benda unik yang semula transparan kini berubah menjadi terlihat oleh mata.Shin memiliki benda seperti earphone kecil yang terpasang pada telinga kanan dan kirinya. Benda itu bisa disamarkan bagai bunglon yang melakukan mimikri. Sebut saja benda itu G-Phone : Genique phone, singkatan dari Genius and Unique phone.*Mimikri: merupakan proses adaptasi dimana warna kulit hewan akan berubah karena peranan pigmen kulit sesuai dengan t

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-20
  • Imamku dari Seoul   Bab 5

    Usai mematikan kran air di kamar mandi, Laila berniat untuk segera kembali ke kamar Sabiya. Satu per satu anak tangga berwarna cokelat Laila naiki. Dia bersenandung senang karena anak gadis kesayangannya sudah menikah dengan pria tampan dan baik hati pilihannya.Bruk. Bruk. Bruk!Suara hentakan kaki Sabiya yang kuat benar-benar mengusik gendang telinga Laila.Sabiya yang berlari keluar dari kamarnya pun bertemu dengan Mamanya di dekat tangga. Bulir bening yang keluar dari mata Sabiya membuat Mamanya tidak habis pikir."Biya, kenapa nangis?" tanya Laila panik."Pokoknya aku ga mau pergi sama dia!" jelas Sabiya ketus sambil menghapus air mata sedih dan takutnya. Sabiya pun menuruni tangga, melewati Mamanya begitu saja."Ya Allah, Biya!" panggil Laila kesal. Dia pun berpikir kini Shin pasti hanya sendirian di kamar.Laila memastikan sendiri ke kamar Sabiya, terlihat Shin yang duduk di tepi ranjang sendirian dengan wajah sedih. Laila tidak terima melihatnya, "Shin, tolong bantu Mama bawak

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-31
  • Imamku dari Seoul   Bab 6

    Sabiya gemetaran saat merasakan kedua tangan Shin sudah merangkul tubuh kecilnya itu.Deg."Dia, semakin berani menyentuhku!" tolak Sabiya dalam hati.Shin juga tergerak karena hati dan nalurinya, sebagai seorang laki-laki dan sebagai suami, dia ingin menenangkan wanita miliknya. Shin sudah berhasil meraih tubuh Sabiya pada pelukan hangatnya. "Istriku, jangan nangis," Shin hanya bisa mengucapkan itu dalam hati. Dia sudah terlanjur ikut hanyut bersama kesedihan Sabiya."JANGAN BERANI MENYENTUHKU DENGAN NIAT KOTORMU ITU!" teriak Sabiya melengking dan mendorong tubuh Shin dengan kasar.Plaaakkk!Wajah Shin terdorong kuat dengan paksa menghadap ke kanan. Pipi kirinya terasa perih karena mendapatkan tamparan dari tangan halus itu. Tidak, sakit di pipi tidak sebanding dengan hentakan di hatinya, serasa ambruk.Shin mengusap pelan pipi kirinya yang sudah merah. Dia pun menoleh perlahan untuk melirik orang yang sudah menamparnya itu. "Bi-ya?" ucapnya dengan ekspresi sedih sekaligus kaget.Air

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-31
  • Imamku dari Seoul   Bab 7

    "Aku mau...," kata Shin gugup.Idris berhasil memasukkan sesendok nasi goreng ke mulutnya meski matanya masih sedikit terpejam menahan kantuk. Dia mengunyah sangat lemah."Aku mau kita kencan," lontar Shin dengan gerogi, suaranya terdengar gemetar namun yakin dengan apa yang dia katakan."UHUKKK! OHOKKK!" Idris terbatuk seketika mendengar permintaan Shin tersebut. Hampir saja nasi goreng masuk ke saluran pernapasannya.Pak Didi dan Bi Susan hanya saling menatap dengan ekspresi tak bisa diartikan, namun mereka pikir Tuan Shin mereka memang sangat manis."Hahaha!" tawa Idris menggelegar dan sudah benar-benar melebarkan matanya. "Kencan? Romantis juga. Aku ikut, dong!" goda Idris dengan bibir yang masih berlepotan nasi goreng."Eh, bocah! Ngerti dikit, lah," sembur Pak Didi kesal dengan kejahilan Idris."Apa sih, Pak? Aku tuh cuma penasaran kencan yang indah itu seperti apa?" balas Idris dengan hidung mengembang menatap Pak Didi."Gimana, Biya? Kamu mau kencan denganku?" tanya Shin lagi,

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-03
  • Imamku dari Seoul   Bab 8

    Idris tidak mau ikut-ikutan mengenai perbincangan antara Shin dan Hamas. Dia ngeri sendiri. Idris lebih memilih mengajak ngobrol dinding yang sudah ditakdirkan membisu di dunia ini.Shin tanpa basa-basi langsung menyerahkan tangan kanannya untuk berjabat tangan dengan laki-laki berkemeja abu-abu itu.Hamas sedikit menyungging senyum dan membalas jabatan tangan laki-laki berdasi tersebut. "Maaf, siapa?""Namaku Muhammad Shin Leo. Asalku dari Seoul, tapi sudah cukup lama tinggal di sini,” Shin memperkenalkan diri.Hamas yang masih kebingungan pun mencoba meladeni saja. “S-seoul? Wah, jauh juga ya. Aku baru tahu kalau Sabiya punya kerabat dari Korea Selatan.”“Aku suaminya Sabiya," jelas Shin lantang dengan wajah tegas namun tak luput dengan senyum ramahnya.Hamas membisu sejenak.Sabiya tak kuasa mendengar Shin akan membicarakan hal itu lebih dulu kepada Hamas."S-suami?" tanya Hamas tak percaya. Ia spontan menatap Sabiya yang tengah menunduk tak berkutik."Iya, aku suami sahnya. Kamu s

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-03
  • Imamku dari Seoul   Bab 9

    Usai tak sengaja menjatuhkan smartphone-nya, Shin kembali mengambil benda itu dan berniat untuk segera memblokir kontak si R1914.Namun, belum sempat Shin memblokirnya, beberapa pesan masuk sukses membuat Shin semakin gemetaran.Ting!From: BlackHatR1914|| Read? Hahah!Jangan panik, Shin Leo. Kau lupa kalau Hyung-mu ini cerdas? ||Ting!From: BlackHatR1914|| Kau ternyata adik yang baik. Kupikir sudah dari lama kontakku diblokir :) Jangan diblokir ya, atau kau akan menyesal... ||Ting!From: BlackHatR1914|| Ngomong-ngomong, kabarnya kau sudah menikah? Aku penasaran istri pilihan adikku ini. Pasti cantik dan seksi ya. Aku boleh pinjam? ||"Sialan!" ucap Shin spontan. "Astaghfirullah!" lanjutnya tak kuasa.Ting!From: BlackHatR1914|| Pinjam istrimu 5 menit saja. Eh, 5 jam. Eh, 5 hari... ||"Rain!" geram Shin tak terima. Shin tidak peduli dengan ancaman dari Rain, dia pun tanpa ragu memblokirnya.Selanjutnya, di pikiran Shin sekarang adalah bagaimana mematikan GPS (Global Positioning

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-03
  • Imamku dari Seoul   Bab 10

    Sabiya berusaha menelan salivanya usai mendengarkan dua pernyataan dari Shin, yaitu antara kencan atau tidur."Kumohon, pilih satu," pinta Shin dengan wajah melasnya. Tangan Shin sudah sedikit memberi ruang untuk tidak membungkam mulut istrinya itu."Awas!" Sabiya terus meronta agar Shin melepaskannya."Jawab dulu, baru aku lepaskan," kekeh Shin jahil."Heh, iya, iya!" Sabiya kesal dan harus memberikan pilihan. Tentu saja dia memilih, "Kencan aja!""Yakin?" tanya Shin masih dengan nada meledek."Apa, sih? Ya, daripada aku tidur sama Ikan A-Shin!" gerutu Sabiya yang masih merasa sulit bernapas karena Shin menahan tubuhnya.Shin pun melepaskan Sabiya, mereka sudah duduk berdua di tepi ranjang."Aku Shin-man, bukan Ikan A-Shin.""Serah!" kata Sabiya sambil membuang muka."Baiklah, karena kamu udah milih kencan, aku ingin mulai saat ini sampai selesai kencan, kamu harus tersenyum untukku," Shin menambah permintaannya lagi."Ha? Ga!" bantah Sabiya gugup, mana bisa dia tersenyum paksa."Oh,

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-03
  • Imamku dari Seoul   Bab 11

    "BIYAAA!!!" panggil Shin sambil berlari mengejar mobil yang terlampau cepat daripada langkah kakinya."Hyung! Pakai mobil!" kata Alvin yang sudah masuk ke dalam mobil, ia duduk di kursi kemudi.Shin berlari membawa kecemasan di dalam hatinya sambil mempertanyakan Idris yang tidak terlihat sejak tadi. Sebelum memasuki mobil, Shin mencoba membuka pintu bagian belakang. "Astaghfirullah, I'id!"Idris dalam keadaan pingsan dengan luka sedikit lebam di bagian pipi kiri membuat Shin frustrasi dan semakin panik. "Id! Bangun, Id!""Hyung, naik!" panggil Alvin. Dia sudah tidak tahan lagi untuk mengejar mobil pihak musuh.Shin membenari badan Idris yang berbaring di belakang, lalu ia menutup pintu mobil. Kemudian, ia pun masuk ke mobil tepatnya duduk di sebelah Alvin yang menyetir.Alvin langsung tancap gas dan tidak ingin kehilangan jejak.Tubuh Shin mendadak gemetaran. Ia menggigil karena terlalu takut dengan apa yang akan terjadi dengan Sabiya. Bibirnya yang terasa kelu tetap berusaha untuk b

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-05

Bab terbaru

  • Imamku dari Seoul   Bab 12

    Netra Sabiya sudah redup karena mendapati dirinya di ambang kematian. Jurang itu akan segera menelannya. "Lepaskan saja... jika aku memberatkanmu.""Jangan bicara begitu!" Shin tidak kuasa saat mendengar kata-kata Sabiya yang semakin mematahkan dirinya. Tak lelah, Shin berusaha sekuat tenaga menarik tangan Sabiya."S-sakit," Sabiya terisak semakin kuat. Dia menangis sejadi-jadinya saat merasa tangan Shin dan tangannya seperti akan terpisah.“Meski aku ga layak mendapat ketulusan hatimu, tapi izinkan aku menjadikanmu sumber kehidupan terakhir,” mohon Shin dengan tatapan tulusnya.Tubuh Sabiya sampai gemetar mendengarnya, lalu membalas tatapan Shin dengan penuh kesedihan. Sabiya ingin meminta maaf kepada Shin atas semua perlakuannya selama ini."Bismillah...," ucap Shin dengan penuh keyakinan, dengan sekali tarikan kuat ia berhasil menarik tubuh Sabiya kembali terangkat ke atas.Bruk!Sabiya terhempas ke tanah, dia selamat karena berhasil kembali ke atas.Namun, kesadaran Shin yang sedi

  • Imamku dari Seoul   Bab 11

    "BIYAAA!!!" panggil Shin sambil berlari mengejar mobil yang terlampau cepat daripada langkah kakinya."Hyung! Pakai mobil!" kata Alvin yang sudah masuk ke dalam mobil, ia duduk di kursi kemudi.Shin berlari membawa kecemasan di dalam hatinya sambil mempertanyakan Idris yang tidak terlihat sejak tadi. Sebelum memasuki mobil, Shin mencoba membuka pintu bagian belakang. "Astaghfirullah, I'id!"Idris dalam keadaan pingsan dengan luka sedikit lebam di bagian pipi kiri membuat Shin frustrasi dan semakin panik. "Id! Bangun, Id!""Hyung, naik!" panggil Alvin. Dia sudah tidak tahan lagi untuk mengejar mobil pihak musuh.Shin membenari badan Idris yang berbaring di belakang, lalu ia menutup pintu mobil. Kemudian, ia pun masuk ke mobil tepatnya duduk di sebelah Alvin yang menyetir.Alvin langsung tancap gas dan tidak ingin kehilangan jejak.Tubuh Shin mendadak gemetaran. Ia menggigil karena terlalu takut dengan apa yang akan terjadi dengan Sabiya. Bibirnya yang terasa kelu tetap berusaha untuk b

  • Imamku dari Seoul   Bab 10

    Sabiya berusaha menelan salivanya usai mendengarkan dua pernyataan dari Shin, yaitu antara kencan atau tidur."Kumohon, pilih satu," pinta Shin dengan wajah melasnya. Tangan Shin sudah sedikit memberi ruang untuk tidak membungkam mulut istrinya itu."Awas!" Sabiya terus meronta agar Shin melepaskannya."Jawab dulu, baru aku lepaskan," kekeh Shin jahil."Heh, iya, iya!" Sabiya kesal dan harus memberikan pilihan. Tentu saja dia memilih, "Kencan aja!""Yakin?" tanya Shin masih dengan nada meledek."Apa, sih? Ya, daripada aku tidur sama Ikan A-Shin!" gerutu Sabiya yang masih merasa sulit bernapas karena Shin menahan tubuhnya.Shin pun melepaskan Sabiya, mereka sudah duduk berdua di tepi ranjang."Aku Shin-man, bukan Ikan A-Shin.""Serah!" kata Sabiya sambil membuang muka."Baiklah, karena kamu udah milih kencan, aku ingin mulai saat ini sampai selesai kencan, kamu harus tersenyum untukku," Shin menambah permintaannya lagi."Ha? Ga!" bantah Sabiya gugup, mana bisa dia tersenyum paksa."Oh,

  • Imamku dari Seoul   Bab 9

    Usai tak sengaja menjatuhkan smartphone-nya, Shin kembali mengambil benda itu dan berniat untuk segera memblokir kontak si R1914.Namun, belum sempat Shin memblokirnya, beberapa pesan masuk sukses membuat Shin semakin gemetaran.Ting!From: BlackHatR1914|| Read? Hahah!Jangan panik, Shin Leo. Kau lupa kalau Hyung-mu ini cerdas? ||Ting!From: BlackHatR1914|| Kau ternyata adik yang baik. Kupikir sudah dari lama kontakku diblokir :) Jangan diblokir ya, atau kau akan menyesal... ||Ting!From: BlackHatR1914|| Ngomong-ngomong, kabarnya kau sudah menikah? Aku penasaran istri pilihan adikku ini. Pasti cantik dan seksi ya. Aku boleh pinjam? ||"Sialan!" ucap Shin spontan. "Astaghfirullah!" lanjutnya tak kuasa.Ting!From: BlackHatR1914|| Pinjam istrimu 5 menit saja. Eh, 5 jam. Eh, 5 hari... ||"Rain!" geram Shin tak terima. Shin tidak peduli dengan ancaman dari Rain, dia pun tanpa ragu memblokirnya.Selanjutnya, di pikiran Shin sekarang adalah bagaimana mematikan GPS (Global Positioning

  • Imamku dari Seoul   Bab 8

    Idris tidak mau ikut-ikutan mengenai perbincangan antara Shin dan Hamas. Dia ngeri sendiri. Idris lebih memilih mengajak ngobrol dinding yang sudah ditakdirkan membisu di dunia ini.Shin tanpa basa-basi langsung menyerahkan tangan kanannya untuk berjabat tangan dengan laki-laki berkemeja abu-abu itu.Hamas sedikit menyungging senyum dan membalas jabatan tangan laki-laki berdasi tersebut. "Maaf, siapa?""Namaku Muhammad Shin Leo. Asalku dari Seoul, tapi sudah cukup lama tinggal di sini,” Shin memperkenalkan diri.Hamas yang masih kebingungan pun mencoba meladeni saja. “S-seoul? Wah, jauh juga ya. Aku baru tahu kalau Sabiya punya kerabat dari Korea Selatan.”“Aku suaminya Sabiya," jelas Shin lantang dengan wajah tegas namun tak luput dengan senyum ramahnya.Hamas membisu sejenak.Sabiya tak kuasa mendengar Shin akan membicarakan hal itu lebih dulu kepada Hamas."S-suami?" tanya Hamas tak percaya. Ia spontan menatap Sabiya yang tengah menunduk tak berkutik."Iya, aku suami sahnya. Kamu s

  • Imamku dari Seoul   Bab 7

    "Aku mau...," kata Shin gugup.Idris berhasil memasukkan sesendok nasi goreng ke mulutnya meski matanya masih sedikit terpejam menahan kantuk. Dia mengunyah sangat lemah."Aku mau kita kencan," lontar Shin dengan gerogi, suaranya terdengar gemetar namun yakin dengan apa yang dia katakan."UHUKKK! OHOKKK!" Idris terbatuk seketika mendengar permintaan Shin tersebut. Hampir saja nasi goreng masuk ke saluran pernapasannya.Pak Didi dan Bi Susan hanya saling menatap dengan ekspresi tak bisa diartikan, namun mereka pikir Tuan Shin mereka memang sangat manis."Hahaha!" tawa Idris menggelegar dan sudah benar-benar melebarkan matanya. "Kencan? Romantis juga. Aku ikut, dong!" goda Idris dengan bibir yang masih berlepotan nasi goreng."Eh, bocah! Ngerti dikit, lah," sembur Pak Didi kesal dengan kejahilan Idris."Apa sih, Pak? Aku tuh cuma penasaran kencan yang indah itu seperti apa?" balas Idris dengan hidung mengembang menatap Pak Didi."Gimana, Biya? Kamu mau kencan denganku?" tanya Shin lagi,

  • Imamku dari Seoul   Bab 6

    Sabiya gemetaran saat merasakan kedua tangan Shin sudah merangkul tubuh kecilnya itu.Deg."Dia, semakin berani menyentuhku!" tolak Sabiya dalam hati.Shin juga tergerak karena hati dan nalurinya, sebagai seorang laki-laki dan sebagai suami, dia ingin menenangkan wanita miliknya. Shin sudah berhasil meraih tubuh Sabiya pada pelukan hangatnya. "Istriku, jangan nangis," Shin hanya bisa mengucapkan itu dalam hati. Dia sudah terlanjur ikut hanyut bersama kesedihan Sabiya."JANGAN BERANI MENYENTUHKU DENGAN NIAT KOTORMU ITU!" teriak Sabiya melengking dan mendorong tubuh Shin dengan kasar.Plaaakkk!Wajah Shin terdorong kuat dengan paksa menghadap ke kanan. Pipi kirinya terasa perih karena mendapatkan tamparan dari tangan halus itu. Tidak, sakit di pipi tidak sebanding dengan hentakan di hatinya, serasa ambruk.Shin mengusap pelan pipi kirinya yang sudah merah. Dia pun menoleh perlahan untuk melirik orang yang sudah menamparnya itu. "Bi-ya?" ucapnya dengan ekspresi sedih sekaligus kaget.Air

  • Imamku dari Seoul   Bab 5

    Usai mematikan kran air di kamar mandi, Laila berniat untuk segera kembali ke kamar Sabiya. Satu per satu anak tangga berwarna cokelat Laila naiki. Dia bersenandung senang karena anak gadis kesayangannya sudah menikah dengan pria tampan dan baik hati pilihannya.Bruk. Bruk. Bruk!Suara hentakan kaki Sabiya yang kuat benar-benar mengusik gendang telinga Laila.Sabiya yang berlari keluar dari kamarnya pun bertemu dengan Mamanya di dekat tangga. Bulir bening yang keluar dari mata Sabiya membuat Mamanya tidak habis pikir."Biya, kenapa nangis?" tanya Laila panik."Pokoknya aku ga mau pergi sama dia!" jelas Sabiya ketus sambil menghapus air mata sedih dan takutnya. Sabiya pun menuruni tangga, melewati Mamanya begitu saja."Ya Allah, Biya!" panggil Laila kesal. Dia pun berpikir kini Shin pasti hanya sendirian di kamar.Laila memastikan sendiri ke kamar Sabiya, terlihat Shin yang duduk di tepi ranjang sendirian dengan wajah sedih. Laila tidak terima melihatnya, "Shin, tolong bantu Mama bawak

  • Imamku dari Seoul   Bab 4

    Sosok pria dengan topi fedora hitamnya terlihat serius memainkan tablet besar pipihnya, tidak lupa menyandarkan punggungnya dengan santai pada kursi putar yang ia duduki. Dia tersenyum sarkas ketika berhasil menemukan jejak seseorang yang diincar. “Shin Leo...,” ucapnya menahan kemarahan, “jangan coba-coba menghindari Rain. Aku akan segera menemukanmu dan menghancurkanmu, Adik durhaka!”***Di rumah calon istrinya, Shin terlihat sibuk akan sesuatu. Di tempat yang cukup jauh dari kumpulan orang-orang, ia menyentuh telinganya. Tak lama dari itu, timbullah sebuah benda unik yang semula transparan kini berubah menjadi terlihat oleh mata.Shin memiliki benda seperti earphone kecil yang terpasang pada telinga kanan dan kirinya. Benda itu bisa disamarkan bagai bunglon yang melakukan mimikri. Sebut saja benda itu G-Phone : Genique phone, singkatan dari Genius and Unique phone.*Mimikri: merupakan proses adaptasi dimana warna kulit hewan akan berubah karena peranan pigmen kulit sesuai dengan t

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status