Beranda / Romansa / Idol Menyebalkan itu Mantan Pacarku / Bab 1: Melamar Pekerjaan, Atau Melamarku?

Share

Idol Menyebalkan itu Mantan Pacarku
Idol Menyebalkan itu Mantan Pacarku
Penulis: Sylus wife

Bab 1: Melamar Pekerjaan, Atau Melamarku?

Penulis: Sylus wife
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-17 14:48:52

Usapan lembut kuas bedak membelai pipi seorang pria tampan yang duduk tenang di kursi rias, seolah dirinya adalah kanvas sempurna untuk sebuah mahakarya. Kulitnya halus, pipi tirus, dan rahang yang tegas membentuk garis-garis simetris pada wajah yang tampak seperti pahatan patung karya seniman legendaris. Hidung mancung dan bibir tebalnya yang sedikit berwarna merah muda menambah kesan memesona pada sosok yang hampir mustahil terabaikan.

Kamila menarik napas dalam. Jari-jarinya yang lentik menggenggam kuas dengan percaya diri. Gerakan tangannya halus namun penuh kendali, menyapu eye shadow ke kelopak mata pria itu. Ia mengamati bagaimana pria tersebut memejamkan matanya perlahan—sepasang mata biru yang memukau, seperti langit musim panas tanpa awan. Untuk sejenak, Kamila merasa terperangkap dalam pesona yang tak boleh dimiliki. Ia segera menepis pikiran itu dan melanjutkan pekerjaannya.

Sapuan terakhir kuas meninggalkan bayangan cokelat gelap yang menonjolkan tatapan misterius pada kedua matanya. Setiap sudut, setiap garis yang ia bentuk pada wajah itu membawa keindahan semakin mendekati kesempurnaan yang menyesakkan dada.

Tangannya yang gemetar, tanpa alasan yang ia pahami, segera meraih lip tint merah menyala. Bibir pria itu, penuh dan tampak lembut, mengingatkannya pada sesuatu yang berbahaya dan menggoda—seperti vampir yang baru saja menyesap darah korbannya. Dengan hati-hati, ia menyapukan warna itu, membingkai lekukan bibir yang kini tampak semakin merah, mencolok di antara rona kulit yang cerah.

Saat selesai, Kamila menarik diri, mengatur napasnya yang tersengal dalam diam. Ia meraih bando hitam yang menahan rambut pirang bergelombang pria itu, melepasnya perlahan.

Rambut keemasan itu tergerai dengan anggun, menyapu dahinya yang lebar dan mulus, memantulkan cahaya yang membuatnya tampak seperti dewa dalam mitologi yang dilahirkan dari cahaya dan bayangan. Jemari Kamila bergerak lincah, menata rambut bergelombang itu hingga tidak terlalu menutupi wajahnya yang nyaris sempurna—sebuah karya seni yang hidup.

"Bleon, semuanya sudah selesai," suara Kamila keluar lebih lembut dari biasanya, seperti bisikan yang terbungkus rasa lega dan rasa takut yang samar.

Pria itu berdiri perlahan, tinggi dan tegap seperti raja yang siap menyambut para pengikutnya. Pandangannya tajam, penuh percaya diri, meski senyum tipis di bibirnya membawa kehangatan yang sulit ditebak asalnya. "Terima kasih, Kamila," ucapnya. "Aku akan segera bertemu dengan fansku dalam acara fan meeting nanti."

Sebuah senyuman kecil terbit di wajah Kamila. "Semangat!" ucapnya sambil berusaha mengabaikan detak jantungnya yang masih berlomba dengan waktu.

Bleon mengangguk, tubuhnya berbalik dengan elegan, meninggalkan ruang rias seolah dunia di luar pintu itu menantinya dengan penuh kerinduan. Saat ia hampir lenyap dari pandangan, Kamila mengangkat suaranya, setengah perintah, setengah doa agar ia kembali.

"Kembalilah ke sini saat berkeringat! Kita harus melakukan touch up!"

Pintu tertutup. Namun dalam ruangan yang kini sunyi itu, udara seolah masih bergetar dengan sisa kehadirannya—seperti aroma parfum yang belum memudar.

Kamila duduk dengan santai di kursi rias, wajahnya menatap pantulan cermin besar di depannya. Senyum puas tersungging di bibir merahnya yang sempurna.

"Sempurna! Aku sangat cantik..." bisiknya sambil mengagumi setiap detail di wajahnya sendiri. Mata bulatnya yang cerah dan penuh semangat membuatnya tampak imut dan segar. Rambut panjang bergelombang berwarna cokelat yang tergerai lembut di bahunya menambahkan kesan anggun yang alami. Make up tipis yang ia aplikasikan sendiri memberikan efek cantik natural yang memukau tanpa berlebihan. Ia menyentuh pipinya perlahan. "Belajar make up dan merawat diri sendiri selama bertahun-tahun memang tidak sia-sia."

Namun, ketenangan itu pecah seketika. Pintu ruang rias tiba-tiba terbuka lebar dengan suara berdebum, membuat Kamila terperanjat. Jeremiah, manajer Bleon, masuk dengan langkah penuh kemarahan, diikuti oleh sosok Bleon yang tampak kesal dengan wajah yang belepotan. Bibirnya merah berantakan, lip tint yang sebelumnya tertata sempurna kini seperti tumpahan cat tanpa bentuk.

Kamila mengernyit, masih mencoba memahami apa yang terjadi. "Ada apa dengannya?" tanya Jeremiah dengan suara dingin, menusuk setiap kata yang terucap.

"Ada apa, Pak?" Kamila bertanya, suaranya bergetar oleh ketidaktahuan.

"Lihatlah sendiri!" Jeremiah menunjuk bibir Bleon dengan jarinya yang gemetar oleh amarah. "Bagaimana bisa kau sepayah ini mendandani Bleon? Dia artis terkenal, Kamila! Dia harus tampil sempurna di fan meeting sekarang, tapi kau malah membuat riasannya seperti badut murahan!"

Kamila menelan ludah. "Ma—maaf ... saya akan memperbaikinya secepatnya!"

"Tidak perlu!" Jeremiah menyentakkan tangannya dengan gerakan tajam. Ia menoleh ke belakang dan memanggil seseorang. "Maleta akan menggantikanmu mulai sekarang!"

Langkah anggun dan penuh percaya diri terdengar ketika Maleta melangkah masuk. Wanita itu tersenyum sinis, matanya yang tajam bersinar dengan kepuasan. Saingannya sejak SMK itu kini berdiri sebagai pemenang, dengan aura licik yang sulit disembunyikan.

Kamila mendesah panjang, memandang Maleta dengan ekspresi datar, hampir malas. "Oh, ternyata kau biang keroknya," gumamnya.

Ia berjalan mendekati Bleon, menantang tatapan pria itu dengan sorot mata penuh keyakinan. "Kemana saja kau pergi?" tanyanya dengan nada tegas.

Bleon memutar matanya, menampilkan senyum penuh arogansi. "Untuk apa kau tahu?"

Kamila menyipitkan mata. "Untuk meminta rekaman CCTV. Aku yakin seratus persen," ia melirik Maleta dengan tajam, "bahwa wanita ini adalah orang yang merusak riasanmu."

"Kamila, cukup!" Jeremiah memotong dengan suara yang menggema. "Kau sudah tidak punya urusan lagi di sini. Kemas barang-barangmu dan pergi sekarang juga!"

Detik-detik berlalu penuh ketegangan. Kamila mengambil tasnya dengan tangan gemetar namun tetap memegang kepalanya tegak. Saat ia berjalan menuju pintu, ia menoleh sekali lagi, menatap Maleta dengan sorot mata yang penuh janji. "Nikmati waktumu. Aku akan mengungkap kejahatanmu."

Pintu tertutup dengan bunyi keras, meninggalkan ruangan dalam kesunyian yang dipenuhi ketegangan dan kemenangan sementara di wajah Maleta.

---

Namun, Kamila tidak menyerah. Masih di luar, ia berjongkok di sudut koridor, mengangkat ponselnya, dan dengan cepat merekam adegan yang tampak dari celah pintu. Di dalam, Maleta memeluk Bleon dengan mesra, menempelkan bibirnya ke bibir pria itu, tanpa rasa malu atau takut ketahuan.

"Mau melanjutkan yang tadi?" bisik Maleta.

Bleon mengangguk, menurunkan suara menjadi hampir seperti desisan. "Tentu saja, sayang..."

Kamila menekan tombol rekam dengan jari yang gemetar. Bibirnya menipis menahan marah, tapi sudut bibirnya melengkung kecil. "Ini bagus," gumamnya. "Aku akan menyebarkan ini di media sosial pada waktu yang tepat."

---

Langkah-langkah Kamila membawanya keluar dari gedung dengan kepala tetap tegak meskipun hatinya remuk. Udara sore menyambutnya dengan angin lembut yang menyapu rambut cokelatnya. Namun, pikirannya terhenti saat matanya menangkap sebuah bangunan megah dengan papan nama besar bertuliskan TLM Entertainment—agensi terbesar di kota Jayakarta. Agensi yang bahkan lebih berkuasa daripada tempat sebelumnya.

Tanpa pikir panjang, Kamila menyeberangi jalan dan masuk.

Di dalam, ia duduk di ruang tunggu, dadanya berdebar kencang saat menanti giliran. Seorang pria berpakaian rapi datang menghampirinya. "Maaf, Nona," ucapnya dengan sopan. "Tapi make up artis untuk idol kami sudah penuh."

Kamila menghela napas, mencoba menyembunyikan rasa kecewa. "Yah... sayang sekali..."

"Tapi," pria itu tersenyum tipis, "ada satu artis yang belum menemukan make up artis yang cocok. Dia sangat pemilih dalam hal ini. Mau saya panggilkan?"

Kamila menegakkan punggungnya. "Tentu saja! Mohon bantuannya!"

Pintu terbuka beberapa saat kemudian, dan pria yang memasuki ruangan membuat waktu seakan berhenti.

Kaelen.

Pria dengan rambut biru tua bergelombang, mata biru yang menatap seperti lautan dalam penuh rahasia, dan bibir merah muda yang mengundang rasa penasaran, menatap tajam ke arah Kamila. Dialah mantan kekasihnya, seseorang yang telah menjalin hubungan romantis saat keduanya masih duduk di bangku SMK.

"Halo, Kamila." Senyumnya tajam, penuh kenangan pahit dan amarah yang tertahan.

"Datang kemari untuk melamar pekerjaan, atau ... melamarku?"

Bab terkait

  • Idol Menyebalkan itu Mantan Pacarku    Bab 2: Kita CLBK Lagi, Tidak?

    "Apa katanya tadi?" suara Kamila melengking, penuh dengan nada kesal yang berusaha ia tekan, meski gagal total. Tatapan matanya tajam, pupil cokelatnya menatap Kaelen dengan sorot penuh kekesalan dan rasa jengah. Kaelen mengangkat bahu dengan santai, seolah sedang menonton drama yang menyenangkan. Senyumnya kecil, tapi cukup menusuk harga diri. "Yah... Siapa tahu kau menyesal karena dulu memutuskan hubungan kita waktu masih SMK. Mungkin sekarang kau datang memohon agar kita CLBK." Kamila memutar bola matanya dengan gerakan dramatis. "Tuan idol yang terhormat," katanya, menyuarakan setiap kata dengan penuh penekanan, "saya di sini hanya untuk melamar pekerjaan. Bukan melamarmu. Mengerti?" Dengan gerakan cepat, ia menggumamkan sumpah serapah pelan yang hampir seperti desisan. "Sialan... Lagi pula, mana ada melamar posisi jadi MUA harus minta persetujuan idolnya dulu?" Kaelen menyeringai lebih lebar, senyum puas yang penuh kemenangan. "Tentu saja harus. Perusahaan ini kan aku yang pu

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-18
  • Idol Menyebalkan itu Mantan Pacarku    Bab 3: Masih seperti anak kecil.

    Kaelen melipat kedua tangannya di depan dada, matanya memancarkan kekesalan, dan bibirnya yang penuh memanyun dengan gaya cemberut yang terlihat hampir lucu. "Jahat! Aku sudah berharap padahal!" suaranya terdengar seperti anak kecil yang baru saja kehilangan permen favoritnya. Kamila mengangkat alis, matanya bersinar penuh kemenangan. "Oh, maaf. Aku lupa. Harapan tidak seharusnya kau gantungkan padaku, kak Kaelen. Kau pasti tahu itu." Sebelum Kaelen bisa membalas, suara seseorang memecah keheningan. "Kaelen, kau belum bersiap?" Seorang pria dengan rambut cokelat keabu-abuan muncul di ambang pintu, langkahnya mantap dan penuh wibawa. Sebagian poni rambutnya menjuntai menutupi salah satu matanya, menambah kesan misterius pada wajah tampannya. Dia berjalan mendekat dengan tatapan yang memeriksa Kaelen dari ujung kepala hingga kaki. "Kau bilang mau mengadakan fan meeting di Mall Jayakarta. Kenapa belum bersiap juga?" Kaelen, masih tenggelam dalam emosinya, hanya menoleh dengan tatapan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-18
  • Idol Menyebalkan itu Mantan Pacarku    Bab 4: JANGAN MENGINTIP!

    Kaelen kembali ke ruangan dengan tampilan yang lebih tertutup. Kali ini, sebuah jaket kain wol berwarna gelap menggantung di bahunya, dipakai asal-asalan hanya menutupi punggungnya, seperti tirai yang menggantung malas untuk menyembunyikan tonjolan bokong yang tegas di balik celana hitamnya. Bagian depan tubuhnya masih dibalut kemeja putih, kancing atas kini tertutup rapi. Kombinasi kemeja dan jaket memberikan kesan semi formal, namun tetap bergaya khas anak muda—berantakan, tapi memikat. Kaelen berdiri dengan kedua tangan terlipat di dada, matanya menyipit penuh perlawanan. "Begini? Puas sekarang?" Kamila menyelipkan tangan di saku, tatapannya menurun ke bawah, langsung terpaku pada celana hitam yang membungkus kaki Kaelen dengan ketat, seolah kain itu langsung dilukis di kulitnya. Ia mengangkat alis, sudut bibirnya terangkat nakal. "Apa tidak ada celana yang lebih longgar? Kenapa setiap kali bertemu, kau selalu pakai celana lakban?" Kaelen tersenyum bangga, memperbaiki posisi b

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-18
  • Idol Menyebalkan itu Mantan Pacarku    Bab 5: Dandan saja sendiri!

    Kamila memegang kuas dengan jari-jarinya yang cekatan, menyapukan lembut ke wajah Kaelen. Kulitnya halus seperti porselen, lembut bagai beludru yang memantulkan kilauan cahaya lampu di sekeliling ruangan. Ia memejamkan matanya, dan saat itu hanya terlihat bulu matanya yang lentik melengkung sempurna, seperti sayap kupu-kupu yang tengah beristirahat. Setiap helainya begitu hitam dan tebal, hampir seperti lukisan yang dibuat dengan kuas paling halus. "Kak Kaelen...." Suara Kamila nyaris seperti bisikan, penuh kelembutan dan ketenangan. Kaelen membuka matanya perlahan, menunjukkan sepasang pupil biru tua yang begitu dalam dan menawan. Matanya menyerupai lautan pada malam gelap, penuh misteri dan daya pikat yang memerangkap siapa pun yang berani memandang terlalu lama. Dengan gerakan kecil namun penuh makna, ia memutar bola matanya ke atas, memperlihatkan bulu matanya yang semakin menjuntai, memikat seperti ranting willow yang menari di bawah embusan angin musim panas. Kamila menahan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-18
  • Idol Menyebalkan itu Mantan Pacarku    Bab 6: Rencana Kaelen

    Kaelen duduk dengan santai di kursi rias, sementara Kamila berdiri di belakangnya, tangan terampilnya sibuk menata rambut pria itu. Rambut biru tua Kaelen yang bergelombang mengingatkan Kamila pada gulungan ombak di laut saat badai, liar tetapi memancarkan pesona yang sulit untuk tidak diperhatikan. Dengan gerakan lembut, Kamila merapikan poni Kaelen, memastikan setiap helainya berada di tempat yang sempurna."Omong-omong," suara Kaelen memecah keheningan, nada suaranya penuh rasa ingin tahu. "Kenapa kau kepikiran untuk melamar jadi MUA di sini?"Kamila berhenti sejenak, menghela napas panjang sebelum menjawab. "Aku dipecat dari agensi tempatku bekerja." Ucapannya terkesan ringan, tetapi Kaelen dapat menangkap nada getir yang terselip di sana.Kaelen memiringkan kepalanya, alisnya terangkat. "Dipecat?" ulangnya, nada suaranya penuh keterkejutan. "Kenapa?"Kamila hanya mengangkat bahu kecil, berusaha menutupi emosinya. "Tidak tahu, aku juga tidak mengerti kenapa aku bisa dipecat," jawa

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-24

Bab terbaru

  • Idol Menyebalkan itu Mantan Pacarku    Bab 6: Rencana Kaelen

    Kaelen duduk dengan santai di kursi rias, sementara Kamila berdiri di belakangnya, tangan terampilnya sibuk menata rambut pria itu. Rambut biru tua Kaelen yang bergelombang mengingatkan Kamila pada gulungan ombak di laut saat badai, liar tetapi memancarkan pesona yang sulit untuk tidak diperhatikan. Dengan gerakan lembut, Kamila merapikan poni Kaelen, memastikan setiap helainya berada di tempat yang sempurna."Omong-omong," suara Kaelen memecah keheningan, nada suaranya penuh rasa ingin tahu. "Kenapa kau kepikiran untuk melamar jadi MUA di sini?"Kamila berhenti sejenak, menghela napas panjang sebelum menjawab. "Aku dipecat dari agensi tempatku bekerja." Ucapannya terkesan ringan, tetapi Kaelen dapat menangkap nada getir yang terselip di sana.Kaelen memiringkan kepalanya, alisnya terangkat. "Dipecat?" ulangnya, nada suaranya penuh keterkejutan. "Kenapa?"Kamila hanya mengangkat bahu kecil, berusaha menutupi emosinya. "Tidak tahu, aku juga tidak mengerti kenapa aku bisa dipecat," jawa

  • Idol Menyebalkan itu Mantan Pacarku    Bab 5: Dandan saja sendiri!

    Kamila memegang kuas dengan jari-jarinya yang cekatan, menyapukan lembut ke wajah Kaelen. Kulitnya halus seperti porselen, lembut bagai beludru yang memantulkan kilauan cahaya lampu di sekeliling ruangan. Ia memejamkan matanya, dan saat itu hanya terlihat bulu matanya yang lentik melengkung sempurna, seperti sayap kupu-kupu yang tengah beristirahat. Setiap helainya begitu hitam dan tebal, hampir seperti lukisan yang dibuat dengan kuas paling halus. "Kak Kaelen...." Suara Kamila nyaris seperti bisikan, penuh kelembutan dan ketenangan. Kaelen membuka matanya perlahan, menunjukkan sepasang pupil biru tua yang begitu dalam dan menawan. Matanya menyerupai lautan pada malam gelap, penuh misteri dan daya pikat yang memerangkap siapa pun yang berani memandang terlalu lama. Dengan gerakan kecil namun penuh makna, ia memutar bola matanya ke atas, memperlihatkan bulu matanya yang semakin menjuntai, memikat seperti ranting willow yang menari di bawah embusan angin musim panas. Kamila menahan

  • Idol Menyebalkan itu Mantan Pacarku    Bab 4: JANGAN MENGINTIP!

    Kaelen kembali ke ruangan dengan tampilan yang lebih tertutup. Kali ini, sebuah jaket kain wol berwarna gelap menggantung di bahunya, dipakai asal-asalan hanya menutupi punggungnya, seperti tirai yang menggantung malas untuk menyembunyikan tonjolan bokong yang tegas di balik celana hitamnya. Bagian depan tubuhnya masih dibalut kemeja putih, kancing atas kini tertutup rapi. Kombinasi kemeja dan jaket memberikan kesan semi formal, namun tetap bergaya khas anak muda—berantakan, tapi memikat. Kaelen berdiri dengan kedua tangan terlipat di dada, matanya menyipit penuh perlawanan. "Begini? Puas sekarang?" Kamila menyelipkan tangan di saku, tatapannya menurun ke bawah, langsung terpaku pada celana hitam yang membungkus kaki Kaelen dengan ketat, seolah kain itu langsung dilukis di kulitnya. Ia mengangkat alis, sudut bibirnya terangkat nakal. "Apa tidak ada celana yang lebih longgar? Kenapa setiap kali bertemu, kau selalu pakai celana lakban?" Kaelen tersenyum bangga, memperbaiki posisi b

  • Idol Menyebalkan itu Mantan Pacarku    Bab 3: Masih seperti anak kecil.

    Kaelen melipat kedua tangannya di depan dada, matanya memancarkan kekesalan, dan bibirnya yang penuh memanyun dengan gaya cemberut yang terlihat hampir lucu. "Jahat! Aku sudah berharap padahal!" suaranya terdengar seperti anak kecil yang baru saja kehilangan permen favoritnya. Kamila mengangkat alis, matanya bersinar penuh kemenangan. "Oh, maaf. Aku lupa. Harapan tidak seharusnya kau gantungkan padaku, kak Kaelen. Kau pasti tahu itu." Sebelum Kaelen bisa membalas, suara seseorang memecah keheningan. "Kaelen, kau belum bersiap?" Seorang pria dengan rambut cokelat keabu-abuan muncul di ambang pintu, langkahnya mantap dan penuh wibawa. Sebagian poni rambutnya menjuntai menutupi salah satu matanya, menambah kesan misterius pada wajah tampannya. Dia berjalan mendekat dengan tatapan yang memeriksa Kaelen dari ujung kepala hingga kaki. "Kau bilang mau mengadakan fan meeting di Mall Jayakarta. Kenapa belum bersiap juga?" Kaelen, masih tenggelam dalam emosinya, hanya menoleh dengan tatapan

  • Idol Menyebalkan itu Mantan Pacarku    Bab 2: Kita CLBK Lagi, Tidak?

    "Apa katanya tadi?" suara Kamila melengking, penuh dengan nada kesal yang berusaha ia tekan, meski gagal total. Tatapan matanya tajam, pupil cokelatnya menatap Kaelen dengan sorot penuh kekesalan dan rasa jengah. Kaelen mengangkat bahu dengan santai, seolah sedang menonton drama yang menyenangkan. Senyumnya kecil, tapi cukup menusuk harga diri. "Yah... Siapa tahu kau menyesal karena dulu memutuskan hubungan kita waktu masih SMK. Mungkin sekarang kau datang memohon agar kita CLBK." Kamila memutar bola matanya dengan gerakan dramatis. "Tuan idol yang terhormat," katanya, menyuarakan setiap kata dengan penuh penekanan, "saya di sini hanya untuk melamar pekerjaan. Bukan melamarmu. Mengerti?" Dengan gerakan cepat, ia menggumamkan sumpah serapah pelan yang hampir seperti desisan. "Sialan... Lagi pula, mana ada melamar posisi jadi MUA harus minta persetujuan idolnya dulu?" Kaelen menyeringai lebih lebar, senyum puas yang penuh kemenangan. "Tentu saja harus. Perusahaan ini kan aku yang pu

  • Idol Menyebalkan itu Mantan Pacarku    Bab 1: Melamar Pekerjaan, Atau Melamarku?

    Usapan lembut kuas bedak membelai pipi seorang pria tampan yang duduk tenang di kursi rias, seolah dirinya adalah kanvas sempurna untuk sebuah mahakarya. Kulitnya halus, pipi tirus, dan rahang yang tegas membentuk garis-garis simetris pada wajah yang tampak seperti pahatan patung karya seniman legendaris. Hidung mancung dan bibir tebalnya yang sedikit berwarna merah muda menambah kesan memesona pada sosok yang hampir mustahil terabaikan. Kamila menarik napas dalam. Jari-jarinya yang lentik menggenggam kuas dengan percaya diri. Gerakan tangannya halus namun penuh kendali, menyapu eye shadow ke kelopak mata pria itu. Ia mengamati bagaimana pria tersebut memejamkan matanya perlahan—sepasang mata biru yang memukau, seperti langit musim panas tanpa awan. Untuk sejenak, Kamila merasa terperangkap dalam pesona yang tak boleh dimiliki. Ia segera menepis pikiran itu dan melanjutkan pekerjaannya. Sapuan terakhir kuas meninggalkan bayangan cokelat gelap yang menonjolkan tatapan misterius pada

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status