Beranda / Romansa / Idol Menyebalkan itu Mantan Pacarku / Bab 5: Dandan saja sendiri!

Share

Bab 5: Dandan saja sendiri!

Penulis: Sylus wife
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-18 22:18:26

Kamila memegang kuas dengan jari-jarinya yang cekatan, menyapukan lembut ke wajah Kaelen. Kulitnya halus seperti porselen, lembut bagai beludru yang memantulkan kilauan cahaya lampu di sekeliling ruangan. Ia memejamkan matanya, dan saat itu hanya terlihat bulu matanya yang lentik melengkung sempurna, seperti sayap kupu-kupu yang tengah beristirahat. Setiap helainya begitu hitam dan tebal, hampir seperti lukisan yang dibuat dengan kuas paling halus.

"Kak Kaelen...." Suara Kamila nyaris seperti bisikan, penuh kelembutan dan ketenangan.

Kaelen membuka matanya perlahan, menunjukkan sepasang pupil biru tua yang begitu dalam dan menawan. Matanya menyerupai lautan pada malam gelap, penuh misteri dan daya pikat yang memerangkap siapa pun yang berani memandang terlalu lama.

Dengan gerakan kecil namun penuh makna, ia memutar bola matanya ke atas, memperlihatkan bulu matanya yang semakin menjuntai, memikat seperti ranting willow yang menari di bawah embusan angin musim panas.

Kamila menahan napas sesaat, jari-jarinya terasa gemetar di antara kuas mascara. Ia melapisi bulu mata Kaelen dengan sapuan lembut, satu gerakan halus, memastikan bahwa setiap helaian bulu mata tetap murni, alami, dan hanya sedikit lebih tegas dari sebelumnya.

Tidak perlu banyak riasan untuk menciptakan keindahan—Kaelen sudah memikat bahkan tanpa usaha.

Kamila mendekatkan wajahnya tanpa sadar, pupil cokelatnya membelai wajah tampan itu dengan tatapan intens. Hidungnya nyaris menyentuh pipi Kaelen saat ia meneliti setiap sudut wajahnya. Bagian terakhir yang membutuhkan sentuhan adalah bibir—bentuk sempurna yang nyaris menggoda dirinya untuk menatap lebih lama. Bibir itu, dengan warna alami merah muda lembut, tampak seperti bunga mawar yang baru saja mekar di pagi hari.

Kamila mengambil lip tint merah. Napasnya sempat tertahan sebelum menyentuhkan ujung kuas ke bibir atas Kaelen. Ia bekerja perlahan, penuh kehati-hatian, seolah menyentuh sesuatu yang rapuh namun penuh daya pikat. Kaelen membuka mulutnya sedikit, memberi ruang yang memudahkan pekerjaan Kamila, tetapi gestur sederhana itu malah menghantam denyut jantung Kamila yang sudah berdebar sejak awal.

"Fokus, Kamila... Fokus."

Ia menorehkan lip tint dengan teknik yang penuh presisi, menambahkan warna merah secara halus di tengah bibir, kemudian meratakannya menggunakan kuas hingga tercipta gradasi lembut. Tidak perlu terlalu mencolok, hanya cukup untuk membuat bibir itu tampak lebih tegas tanpa kehilangan pesona alaminya.

"Sudah selesai!" serunya penuh semangat. Ia berputar dengan gemulai, memutar kursi hingga Kaelen menghadap cermin besar yang berdiri megah di depannya.

Kaelen memandang pantulannya dengan alis yang perlahan berkerut. Matanya menyipit, lalu fokus tertuju pada bibirnya sendiri. "Apa ini?"

"Kenapa?" tanya Kamila, menahan senyum penuh antisipasi.

Kaelen menunjuk bibirnya dengan jari telunjuk, matanya membelalak seperti anak kecil yang baru saja menemukan sesuatu yang mencurigakan. "Kenapa warna bibirku merah sekali? Ini seperti lipstik ibu-ibu rempong yang mau pergi ke pasar. Atau—" ia menarik napas dramatik sebelum melanjutkan, "seperti ani-ani yang sedang berusaha menggoda gadun!"

Suara protesnya seperti cambuk verbal, penuh humor yang tajam dan menggelitik, tetapi nada manja di ujung kalimat itu tak mampu menyembunyikan kepolosannya.

Kamila tersentak. Tawanya pecah seperti kristal jatuh ke lantai, gemanya memenuhi ruangan. "Kaelen! Kenapa mulutmu selalu seperti tetangga yang suka gosip? Sangat julid! Tidak ramah, bintang satu!" Ia memegangi perutnya yang mulai sakit karena tertawa, sementara Kaelen hanya bisa menatap dengan campuran bingung dan kesal, pipinya memerah seperti warna bibir yang ia keluhkan tadi.

Kamila memutar kursinya pelan, menatap Kaelen dengan ekspresi yang nyaris bosan, seolah pria itu adalah teka-teki yang terlalu sering dipecahkan. "Sebenarnya kau mau warna apa?" tanyanya, nada suaranya meneteskan rasa lelah dan kesal yang dipendam.

Kaelen menautkan kedua tangannya dengan dramatis, seolah sedang berpidato di hadapan massa penggemar yang menunggu sabdanya. "Aku mau warna yang natural, Kamila. Sebenarnya, bibirku sudah sempurna dari sananya—indah, penuh, dan menawan. Tapi kau tahu kan, netizen?"

Ia menghela napas panjang, menambah efek seolah dunia sedang menindasnya. "Kalau aku tampil polos tanpa dandan, mereka akan menghujatku habis-habisan. Kata mereka, 'Kaelen tak peduli penampilan.' Aku tak bisa membiarkan itu terjadi!"

Kamila mengangkat alis, matanya berkilat dingin. "Jadi kesimpulannya ... kau hanya mau warna natural?"

Kaelen mengangguk dengan penuh semangat. "Tentu saja! Cepat buat! Jangan banyak protes."

Dengan dengusan kecil, Kamila mengambil kapas dan sebotol micellar water. Ia menyapukan kapas basah itu ke bibir Kaelen dengan gerakan yang disengaja lebih lambat, seolah ingin menunjukkan betapa bosannya dia dengan tuntutan yang terus berubah. Lip tint merah yang semula bercahaya kini tersapu bersih, menyisakan warna alami bibir Kaelen yang kembali merekah.

Ia mengganti lip tint dengan lip balm merah muda, yang nyaris sama persis dengan warna asli bibir Kaelen. Dengan tangan yang cekatan, ia mengoleskannya dengan hati-hati, memperhatikan setiap garis halus di bibir itu.

Kaelen menatap cerminnya. Diam sejenak. Matanya menyipit, bibirnya membentuk garis tipis ketidakpuasan. "Apa ini?" Suaranya memotong hening seperti pecahan kaca. "Kenapa warnanya tidak ada bedanya dengan warna asli bibirku? Ganti lagi!"

Kamila menarik napas dalam, menekan keinginannya untuk melemparkan lip balm itu ke arah Kaelen. Tanpa sepatah kata, ia kembali menyeka bibir pria itu, membuat warna aslinya kembali bersinar tanpa campuran lip tint. Tapi kali ini, ia memutar rencana.

Di bawah sinar lampu terang, ia dengan teliti mengaplikasikan lip balm yang sama. Setelah itu, dengan gerakan yang nyaris seperti seni, ia menorehkan sedikit lip tint merah, menciptakan gradasi halus di tengah bibir yang memudar ke arah tepi. Ombre lips yang ia buat sempurna—sebuah perpaduan antara alami dan menggoda yang tak bisa diabaikan.

Kaelen menatap cerminnya sekali lagi, senyumnya perlahan muncul seperti matahari pagi yang terbit di balik kabut. "Ini lebih baik. Warna asli bibirku tetap ada, tapi terlihat seperti aku berdandan juga. Sempurna."

Kamila tersenyum kecil, puas dengan hasil akhirnya. Namun sebelum ia sempat menarik napas lega, Kaelen berbicara lagi, suaranya setenang embusan angin yang membawa badai di belakangnya. "Tapi ... bagaimana ya ... kalau aku pakai yang full merah seperti tadi? Sepertinya full merah tidak terlalu buruk."

Kebisuan yang berat menggantung di udara.

Kamila meletakkan kuas bibir dengan keras ke meja, matanya menatap Kaelen dengan sorot seperti kilat yang mengancam badai petir. "Dandan saja sendiri!"

Bab terkait

  • Idol Menyebalkan itu Mantan Pacarku    Bab 6: Rencana Kaelen

    Kaelen duduk dengan santai di kursi rias, sementara Kamila berdiri di belakangnya, tangan terampilnya sibuk menata rambut pria itu. Rambut biru tua Kaelen yang bergelombang mengingatkan Kamila pada gulungan ombak di laut saat badai, liar tetapi memancarkan pesona yang sulit untuk tidak diperhatikan. Dengan gerakan lembut, Kamila merapikan poni Kaelen, memastikan setiap helainya berada di tempat yang sempurna."Omong-omong," suara Kaelen memecah keheningan, nada suaranya penuh rasa ingin tahu. "Kenapa kau kepikiran untuk melamar jadi MUA di sini?"Kamila berhenti sejenak, menghela napas panjang sebelum menjawab. "Aku dipecat dari agensi tempatku bekerja." Ucapannya terkesan ringan, tetapi Kaelen dapat menangkap nada getir yang terselip di sana.Kaelen memiringkan kepalanya, alisnya terangkat. "Dipecat?" ulangnya, nada suaranya penuh keterkejutan. "Kenapa?"Kamila hanya mengangkat bahu kecil, berusaha menutupi emosinya. "Tidak tahu, aku juga tidak mengerti kenapa aku bisa dipecat," jawa

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-24
  • Idol Menyebalkan itu Mantan Pacarku    Bab 1: Melamar Pekerjaan, Atau Melamarku?

    Usapan lembut kuas bedak membelai pipi seorang pria tampan yang duduk tenang di kursi rias, seolah dirinya adalah kanvas sempurna untuk sebuah mahakarya. Kulitnya halus, pipi tirus, dan rahang yang tegas membentuk garis-garis simetris pada wajah yang tampak seperti pahatan patung karya seniman legendaris. Hidung mancung dan bibir tebalnya yang sedikit berwarna merah muda menambah kesan memesona pada sosok yang hampir mustahil terabaikan. Kamila menarik napas dalam. Jari-jarinya yang lentik menggenggam kuas dengan percaya diri. Gerakan tangannya halus namun penuh kendali, menyapu eye shadow ke kelopak mata pria itu. Ia mengamati bagaimana pria tersebut memejamkan matanya perlahan—sepasang mata biru yang memukau, seperti langit musim panas tanpa awan. Untuk sejenak, Kamila merasa terperangkap dalam pesona yang tak boleh dimiliki. Ia segera menepis pikiran itu dan melanjutkan pekerjaannya. Sapuan terakhir kuas meninggalkan bayangan cokelat gelap yang menonjolkan tatapan misterius pada

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-17
  • Idol Menyebalkan itu Mantan Pacarku    Bab 2: Kita CLBK Lagi, Tidak?

    "Apa katanya tadi?" suara Kamila melengking, penuh dengan nada kesal yang berusaha ia tekan, meski gagal total. Tatapan matanya tajam, pupil cokelatnya menatap Kaelen dengan sorot penuh kekesalan dan rasa jengah. Kaelen mengangkat bahu dengan santai, seolah sedang menonton drama yang menyenangkan. Senyumnya kecil, tapi cukup menusuk harga diri. "Yah... Siapa tahu kau menyesal karena dulu memutuskan hubungan kita waktu masih SMK. Mungkin sekarang kau datang memohon agar kita CLBK." Kamila memutar bola matanya dengan gerakan dramatis. "Tuan idol yang terhormat," katanya, menyuarakan setiap kata dengan penuh penekanan, "saya di sini hanya untuk melamar pekerjaan. Bukan melamarmu. Mengerti?" Dengan gerakan cepat, ia menggumamkan sumpah serapah pelan yang hampir seperti desisan. "Sialan... Lagi pula, mana ada melamar posisi jadi MUA harus minta persetujuan idolnya dulu?" Kaelen menyeringai lebih lebar, senyum puas yang penuh kemenangan. "Tentu saja harus. Perusahaan ini kan aku yang pu

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-18
  • Idol Menyebalkan itu Mantan Pacarku    Bab 3: Masih seperti anak kecil.

    Kaelen melipat kedua tangannya di depan dada, matanya memancarkan kekesalan, dan bibirnya yang penuh memanyun dengan gaya cemberut yang terlihat hampir lucu. "Jahat! Aku sudah berharap padahal!" suaranya terdengar seperti anak kecil yang baru saja kehilangan permen favoritnya. Kamila mengangkat alis, matanya bersinar penuh kemenangan. "Oh, maaf. Aku lupa. Harapan tidak seharusnya kau gantungkan padaku, kak Kaelen. Kau pasti tahu itu." Sebelum Kaelen bisa membalas, suara seseorang memecah keheningan. "Kaelen, kau belum bersiap?" Seorang pria dengan rambut cokelat keabu-abuan muncul di ambang pintu, langkahnya mantap dan penuh wibawa. Sebagian poni rambutnya menjuntai menutupi salah satu matanya, menambah kesan misterius pada wajah tampannya. Dia berjalan mendekat dengan tatapan yang memeriksa Kaelen dari ujung kepala hingga kaki. "Kau bilang mau mengadakan fan meeting di Mall Jayakarta. Kenapa belum bersiap juga?" Kaelen, masih tenggelam dalam emosinya, hanya menoleh dengan tatapan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-18
  • Idol Menyebalkan itu Mantan Pacarku    Bab 4: JANGAN MENGINTIP!

    Kaelen kembali ke ruangan dengan tampilan yang lebih tertutup. Kali ini, sebuah jaket kain wol berwarna gelap menggantung di bahunya, dipakai asal-asalan hanya menutupi punggungnya, seperti tirai yang menggantung malas untuk menyembunyikan tonjolan bokong yang tegas di balik celana hitamnya. Bagian depan tubuhnya masih dibalut kemeja putih, kancing atas kini tertutup rapi. Kombinasi kemeja dan jaket memberikan kesan semi formal, namun tetap bergaya khas anak muda—berantakan, tapi memikat. Kaelen berdiri dengan kedua tangan terlipat di dada, matanya menyipit penuh perlawanan. "Begini? Puas sekarang?" Kamila menyelipkan tangan di saku, tatapannya menurun ke bawah, langsung terpaku pada celana hitam yang membungkus kaki Kaelen dengan ketat, seolah kain itu langsung dilukis di kulitnya. Ia mengangkat alis, sudut bibirnya terangkat nakal. "Apa tidak ada celana yang lebih longgar? Kenapa setiap kali bertemu, kau selalu pakai celana lakban?" Kaelen tersenyum bangga, memperbaiki posisi b

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-18

Bab terbaru

  • Idol Menyebalkan itu Mantan Pacarku    Bab 6: Rencana Kaelen

    Kaelen duduk dengan santai di kursi rias, sementara Kamila berdiri di belakangnya, tangan terampilnya sibuk menata rambut pria itu. Rambut biru tua Kaelen yang bergelombang mengingatkan Kamila pada gulungan ombak di laut saat badai, liar tetapi memancarkan pesona yang sulit untuk tidak diperhatikan. Dengan gerakan lembut, Kamila merapikan poni Kaelen, memastikan setiap helainya berada di tempat yang sempurna."Omong-omong," suara Kaelen memecah keheningan, nada suaranya penuh rasa ingin tahu. "Kenapa kau kepikiran untuk melamar jadi MUA di sini?"Kamila berhenti sejenak, menghela napas panjang sebelum menjawab. "Aku dipecat dari agensi tempatku bekerja." Ucapannya terkesan ringan, tetapi Kaelen dapat menangkap nada getir yang terselip di sana.Kaelen memiringkan kepalanya, alisnya terangkat. "Dipecat?" ulangnya, nada suaranya penuh keterkejutan. "Kenapa?"Kamila hanya mengangkat bahu kecil, berusaha menutupi emosinya. "Tidak tahu, aku juga tidak mengerti kenapa aku bisa dipecat," jawa

  • Idol Menyebalkan itu Mantan Pacarku    Bab 5: Dandan saja sendiri!

    Kamila memegang kuas dengan jari-jarinya yang cekatan, menyapukan lembut ke wajah Kaelen. Kulitnya halus seperti porselen, lembut bagai beludru yang memantulkan kilauan cahaya lampu di sekeliling ruangan. Ia memejamkan matanya, dan saat itu hanya terlihat bulu matanya yang lentik melengkung sempurna, seperti sayap kupu-kupu yang tengah beristirahat. Setiap helainya begitu hitam dan tebal, hampir seperti lukisan yang dibuat dengan kuas paling halus. "Kak Kaelen...." Suara Kamila nyaris seperti bisikan, penuh kelembutan dan ketenangan. Kaelen membuka matanya perlahan, menunjukkan sepasang pupil biru tua yang begitu dalam dan menawan. Matanya menyerupai lautan pada malam gelap, penuh misteri dan daya pikat yang memerangkap siapa pun yang berani memandang terlalu lama. Dengan gerakan kecil namun penuh makna, ia memutar bola matanya ke atas, memperlihatkan bulu matanya yang semakin menjuntai, memikat seperti ranting willow yang menari di bawah embusan angin musim panas. Kamila menahan

  • Idol Menyebalkan itu Mantan Pacarku    Bab 4: JANGAN MENGINTIP!

    Kaelen kembali ke ruangan dengan tampilan yang lebih tertutup. Kali ini, sebuah jaket kain wol berwarna gelap menggantung di bahunya, dipakai asal-asalan hanya menutupi punggungnya, seperti tirai yang menggantung malas untuk menyembunyikan tonjolan bokong yang tegas di balik celana hitamnya. Bagian depan tubuhnya masih dibalut kemeja putih, kancing atas kini tertutup rapi. Kombinasi kemeja dan jaket memberikan kesan semi formal, namun tetap bergaya khas anak muda—berantakan, tapi memikat. Kaelen berdiri dengan kedua tangan terlipat di dada, matanya menyipit penuh perlawanan. "Begini? Puas sekarang?" Kamila menyelipkan tangan di saku, tatapannya menurun ke bawah, langsung terpaku pada celana hitam yang membungkus kaki Kaelen dengan ketat, seolah kain itu langsung dilukis di kulitnya. Ia mengangkat alis, sudut bibirnya terangkat nakal. "Apa tidak ada celana yang lebih longgar? Kenapa setiap kali bertemu, kau selalu pakai celana lakban?" Kaelen tersenyum bangga, memperbaiki posisi b

  • Idol Menyebalkan itu Mantan Pacarku    Bab 3: Masih seperti anak kecil.

    Kaelen melipat kedua tangannya di depan dada, matanya memancarkan kekesalan, dan bibirnya yang penuh memanyun dengan gaya cemberut yang terlihat hampir lucu. "Jahat! Aku sudah berharap padahal!" suaranya terdengar seperti anak kecil yang baru saja kehilangan permen favoritnya. Kamila mengangkat alis, matanya bersinar penuh kemenangan. "Oh, maaf. Aku lupa. Harapan tidak seharusnya kau gantungkan padaku, kak Kaelen. Kau pasti tahu itu." Sebelum Kaelen bisa membalas, suara seseorang memecah keheningan. "Kaelen, kau belum bersiap?" Seorang pria dengan rambut cokelat keabu-abuan muncul di ambang pintu, langkahnya mantap dan penuh wibawa. Sebagian poni rambutnya menjuntai menutupi salah satu matanya, menambah kesan misterius pada wajah tampannya. Dia berjalan mendekat dengan tatapan yang memeriksa Kaelen dari ujung kepala hingga kaki. "Kau bilang mau mengadakan fan meeting di Mall Jayakarta. Kenapa belum bersiap juga?" Kaelen, masih tenggelam dalam emosinya, hanya menoleh dengan tatapan

  • Idol Menyebalkan itu Mantan Pacarku    Bab 2: Kita CLBK Lagi, Tidak?

    "Apa katanya tadi?" suara Kamila melengking, penuh dengan nada kesal yang berusaha ia tekan, meski gagal total. Tatapan matanya tajam, pupil cokelatnya menatap Kaelen dengan sorot penuh kekesalan dan rasa jengah. Kaelen mengangkat bahu dengan santai, seolah sedang menonton drama yang menyenangkan. Senyumnya kecil, tapi cukup menusuk harga diri. "Yah... Siapa tahu kau menyesal karena dulu memutuskan hubungan kita waktu masih SMK. Mungkin sekarang kau datang memohon agar kita CLBK." Kamila memutar bola matanya dengan gerakan dramatis. "Tuan idol yang terhormat," katanya, menyuarakan setiap kata dengan penuh penekanan, "saya di sini hanya untuk melamar pekerjaan. Bukan melamarmu. Mengerti?" Dengan gerakan cepat, ia menggumamkan sumpah serapah pelan yang hampir seperti desisan. "Sialan... Lagi pula, mana ada melamar posisi jadi MUA harus minta persetujuan idolnya dulu?" Kaelen menyeringai lebih lebar, senyum puas yang penuh kemenangan. "Tentu saja harus. Perusahaan ini kan aku yang pu

  • Idol Menyebalkan itu Mantan Pacarku    Bab 1: Melamar Pekerjaan, Atau Melamarku?

    Usapan lembut kuas bedak membelai pipi seorang pria tampan yang duduk tenang di kursi rias, seolah dirinya adalah kanvas sempurna untuk sebuah mahakarya. Kulitnya halus, pipi tirus, dan rahang yang tegas membentuk garis-garis simetris pada wajah yang tampak seperti pahatan patung karya seniman legendaris. Hidung mancung dan bibir tebalnya yang sedikit berwarna merah muda menambah kesan memesona pada sosok yang hampir mustahil terabaikan. Kamila menarik napas dalam. Jari-jarinya yang lentik menggenggam kuas dengan percaya diri. Gerakan tangannya halus namun penuh kendali, menyapu eye shadow ke kelopak mata pria itu. Ia mengamati bagaimana pria tersebut memejamkan matanya perlahan—sepasang mata biru yang memukau, seperti langit musim panas tanpa awan. Untuk sejenak, Kamila merasa terperangkap dalam pesona yang tak boleh dimiliki. Ia segera menepis pikiran itu dan melanjutkan pekerjaannya. Sapuan terakhir kuas meninggalkan bayangan cokelat gelap yang menonjolkan tatapan misterius pada

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status