Share

6. Kau benar-benar gila, Ridel!

Lima belas menit menunggu, tiba-tiba sebuah mobil hitam parkir tepat didepannya.

Meskipun dongkol dengan sikap sopir yang membawa mobil secara ugal-ugalan, tapi Ridel memilih diam membisu.

Matanya membulat sempurna, ketika kaca mobil turun secara berlahan, hingga memperlihatkan sosok yang berada dibalik kemudi.

Ridel terkejut. Dia sama sekali tak menyangka kalau orang yang ditugaskan menemuinya adalah sahabatnya sendiri, Alex Smith.

Sudah hampir setahun Alex Smith menerornya agar mau kembali ke rumah, tapi tak diindahkan olehnya.

“Masuk ke mobil!” tegas Alex terlihat kesal.

Tak mau menarik perhatian banyak orang, Ridel memilih masuk dan menaikkan kaca mobil. Dia membalas tatapan Alex dengan tajam, “Kenapa dari semua orang kepercayaan ayahku, harus kau yang datang? Kenapa kau tak kembali ke perusahaanmu, ha?”

“Kau masih tanya kenapa aku tak kembali ke perusahaanku sendiri? Yang benar saja! Kalau bukan gara-gara anak pembangkang sepertimu, aku mungkin sedang bersantai sekarang! Sebaiknya kau pulang, agar aku juga bisa pulang!” ketus Alex tak kalah kesal.

Ya! Ketika emosi Bernad Liu memuncak dan tak sengaja mengusir putra tunggalnya, beliau meminta bantuan kepada Alex.

Alex dan Ridel merupakan sahabat dekat sejak kecil. Mereka menempuh Pendidikan juga bersama-sama. Namun, karena sesuatu dan lain hal Alex terpaksa harus kembali ke Indonesia.

Kuliahnya sempat tertunda karena masalah keuangan yang dihadapi keluarganya, tapi dengan bantuan keluarga Liu, perusahaan ayahnya bisa kembali pulih, demikian juga dengan kondisi Kesehatan sang ayah.

Setelah semuanya teratasi, Ridel melanjutkan pendidikannya yang sempat tertunda diluar negeri. Alasan itulah kenapa Alex Smith baru muncul dihadapan Ridel sekitar delapan bulan terakhir dan menerornya.

“Alex, apakah kau membawa uang yang ku minta?” tanya Ridel langsung pada pokok persoalan.

Alex Smith menyodorkan kartu hitam kepada Ridel, “Ini kartu hitam yang dibuat khusus untukmu. Kau bebas membeli apa saja, termasuk rumah sakit ini. Kodenya tahun lahirmu. Aku rasa ayahmu belajar dari pengalaman dan tak ingin kau pergi lagi!”

“Oh ya, Alex, tolong siapkan dokter ahli terbaik.”

“Apa kau sakit?” tanya Alex berubah khawatir.

“Bukan aku, tapi istriku.”

Alex langsung terbatuk-batuk ketika mendengar kata istri keluar dari mulut sahabatnya. “Istri? Bagaimana mungkin? Bukankah Nadia telah menjadi istri orang?”

“Bukan nadia, tapi gadis ini bukan dari kalangan seperti kita. Dia hanyalah gadis miskin yang butuh biaya pengobatan. Kau jangan memberitahu keluargaku dulu.”

“Istrimu sakit apa, sampai-sampai kau rela menurunkan ego untuk meminta bantuan pada Augusto?"

“Aku tak tahu penyakit apa yang diderita istriku, tapi dia membutuhkan operasi dan kemungkinan berhasil dibawah 50%. Namanya Fania Stephani Mauren. Tolong kau cari dokter terbaik, aku tak mau menjadi duda dalam hitungan hari.”

"Apa? tingkat keberhasilan operasi dibawah 50%?" pekik Alex terkejut bukan kepalang. Dia tak bisa membayangkan bagaimana kalau berita itu sampai ke telinga tuan besar Bernad Liu.

"Bagaimana kau,"

Alex tak meneruskan kalimatnya, ketika menyadari kalau sosok yang berada disampingnya telah menghilang. Hanya pintu mobil yang terbuka.

Kau lelaki paling gila yang pernah ku temui, Ridel! Dulu melakukan apa saja untuk mempercepat kelulusan agar memulai karir lebih awal, tapi apa? Kau justru menikahi wanita yang mungkin saja mengubah statusmu dari single menjadi duda dalam sekejap.

Alex menampar pipinya keras, agar pikiran kotornya juga ikutan lenyap.

Alex menutup pintu mobilnya.

Walaupun shock dengan kenyataan, tapi Alex langsung saja menelepon direktur rumah sakit di negeri seberang.

“Halo, adakah yang dapat ku bantu, Tuan Alex?”

“Kirimkan dokter ahli terbaik yang ada di rumah sakitmu, ke rumah sakit Impian Jakarta. Ini permintaan langsung dari tuan muda keluarga Liu.”

“Baik, Tuan Alex. Saya akan mengirimkannya besok.”

“Ingat jangan mengatakan kalau ini permintaan tuan muda kelurga liu, katakan saja kau tertarik dengan penyakit pasien atas nama Fania Stephani Mauren.”

“Baik, Tuan Alex.”

Alex langsung menutup telepon dan mengemudikan mobilnya menjauh dari rumah sakit.

Sementara itu Ridel kembali menemui layanan kasir yang sempat mencemooh dirinya.

“Aku mau membayar biaya perawatan pasien atas nama Fania Stephani Mauren yang sempat menunggak. Ini kartunya,” ujar Ridel sambil menyodorkan kartu hitam miliknya.

Wanita itu tersenyum sinis, “Lebih baik kau pergi dan bawa kartu hitam kosongmu itu! Aku sama sekali tak punya waktu meladeni orang miskin sepertimu.”

"Begini saja, jika di dalam kartu ini tak ada uangnya, maka kau boleh menjebloskan aku ke penjara," ujar Ridel yang tidak tertarik berdebat.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status