Share

5. Kesempatan dalam kesempitan

Ridel menatap gadis itu dalam diam, dia ragu memberikan jawaban.

Namun, mengingat bagaimana pengorbanan pria tua yang bahkan mengesampingkan kesehatannya, demi memenuhi syarat persetujuan operasi dari sang gadis. Membuat Ridel berpikir ribuan kali untuk menolaknya

“Aku bersedia menikahimu, Nona.”

Mata gadis itu memicing, bingung dengan pola pikir Ridel. Tapi janji tetaplah janji, dia juga tak ada alasan untuk menolak pernikahan itu apabila Ridel sendiri yakin dengan keputusannya.

Setelah mendapatkan persetujuan dari kedua belah pihak, pria tua itu langsung menelepon seseorang.

Tak butuh waktu lama, dua orang pria muncul didepan mereka dan mengaku sebagai petugas pencatatan sipil. Selang beberapa detik seorang wanita muncul dan mengaku sebagai pendeta yang akan meneguhkan pernikahan calon pengantin.

Didepan para dokter yang menjadi saksi, petugas capil itu menyodorkan berkas untuk di tandatangani Ridel.

Fania Sthephani Mauren?

Ridel terkejut, ketika membaca marga Mauren yang dimiliki oleh calon istrinya itu. Apa mungkin Fania dan Nadin ada hubungan keluarga?

Namun, ketika mengingat kembali bagaimana kondisi sang kakek saat pertama kali bertemu dengannya, membuatnya yakin kalau mereka sama sekali tak ada hubungan apapun. Walaupun itu hanya sekedar saudara sepupu.

Tanpa ragu Ridel Liu langsung menandatangani berkas itu. Hal yang sama dilakukan Fania. Sekarang keduanya telah sah sebagai suami istri secara hukum.

Setelah proses penandatangan selesai, wanita yang berdiri disamping ranjang tempat Fania berbaring kemudian mengadakan pemberkatan nikah. Sekarang keduanya telah sah secara agama sebagai pasangan suami istri.

“Saya akan membawa akte nikahnya besok. Semoga lekas sembuh,” ujar petugas capil dan langsung pamit meninggalkan mereka.

“Bagaimana dokter, dapatkah cucuku menjalani operasi sekarang? Tolong selamatkan cucuku,” pinta sang kakek putus asa.

“Kami akan melakukan yang terbaik, tapi semua tergantung pada kondisi Fania. Sebelum memutuskan operasi, kami akan melakukan pemeriksaan lanjutan.”

Setelah mengatakan itu dokter kembali menjalani beberapa pemeriksaan untuk memastikan kalau Fania siap untuk di operasi.

Setelah hasil pemeriksaan keluar, dokter memanggil Ridel selaku wali sah terbaru Fania.

Ridel duduk didepan dokter dalam diam. Dia menunggu penjelasan dokter tentang hasil pemeriksaan lanjutan sang istri.

“Kondisi Fania menurun drastis, dia tak bisa menjalani operasi dalam waktu dekat,” jelas dokter sambil menunjukkan hasil pemeriksaan Fania.

“Maaf, dokter. Kira-kira kapan istriku bisa di operasi?”

“Paling cepat seminggu. Itupun tidak pasti,” jawab dokter santai.

Melihat sang dokter yang terlalu santai, tak urun membuat Ridel meragukan keterampilan pria berjas putih yang duduk didepannya. Apa dokter ini bisa dipercaya?

“Silahkan bapak menyelesaikan administrasi terlebih dahulu. Sepertinya sudah seminggu ini biaya rumah sakit tidak dibayar.”

Ridel keluar ruangan itu dalam diam, dia meneruskan apa yang dikatakan sang dokter pada kakek.

Pria tua itu langsung lemas, kakinya seperti mati rasa. Beruntung Ridel menangkap tubuh sang kakek sebelum menyentuh lantai. Ridel langsung membawa pria tua itu ke IGD.

“Dokter tolong periksa kakekku, dia tadi pusing ketika mendengar kabar buruk yang aku sampaikan.”

Dokter menyipitkan matanya, ketika memeriksa kondisi pria itu. “Mungkin faktor usia yang membuatnya pingsan. Tapi tak ada yang perlu dikhawatirkan, sejauh ini kondisi kakekmu baik-baik saja.”

“Terima kasih, dokter.”

Ridel dapat bernafas lega, ketika mendengar kalau pria tua itu dalam kondisi baik-baik saja. Dia memilih menunggu sampai pria tua itu sadar.

Ridel menatap pria tua itu dengan kasihan. Pria tua yang Ridel sendiri bahkan tak tahu namanya.

Setelah cukup lama menunggu akhirnya pria tua itu membuka matanya. Dengan sisa tenaga yang dimiliki pria tua itu bangun dan berkata, “Ini kartu hitam milikku. Pergi dan bayarlah biaya rumah sakit istrimu.”

“Baik, Kek,” jawab Ridel dan langsung meninggalkan sang kakek, kemudian menuju bagian layanan kasir guna membayar perawatan Fania.

“Maaf, saya mau membayar biaya perawatan atas nama Fania Stephani Mauren,” ujar Ridel sambil menyodorkan kartu hitam pemberian sang kakek.

Dengan senyuman wanita itu menerima kartu itu, kemudian menggeseknya. Namun, ekspresi wajahnya yang semula lembut dan bersahabat menjadi kusam, “Kartu ini kosong. Ganteng-ganteng kok gak modal!”

Walaupun tak suka dengan sikap wanita itu, tapi Ridel memilih kembali menemui sang kakek dan mengatakan kalau saldo di kartu itu kosong.

Tatapan pria tua yang semula terlihat lembut langsung berubah menakutkan, “Dasar anak brengsek!”

“Aku?” tanya Ridel menunjuk dirinya sendiri.

“Kau tunggu di sini, aku mau membuat perhitungan dengan si brengsek itu!” cetus sang kakek yang terlihat marah dan langsung berlari keluar dari rumah sakit.

Belum hilang keterkejutan Ridel, tiba-tiba sang kakek kembali dan bertanya, “Apa kau punya uang seratus ribu? Kakek pinjam dulu.”

Ridel yang masih bingung, langsung saja memberikan uang yang diminta sang kakek.

Begitu sang kakek tak terlihat lagi, Ridel kembali menemui petugas administrasi, guna meminta rincian biaya yang harus dibayarkan oleh pasien atas nama Fania Sthephani Mauren.

Dengan senyum tipis, pria yang bertugas memberikan daftar pembayaran yang diminta. Bagi konglomerat uang segitu hanyalah kecil, tapi bagi orang biasa jumlah segitu sudah bisa membuat sesak nafas, bahkan mati berdiri.

Tak mau menambah beban lelaki yang sudah usia senja, terpaksa Ridel memilih mengesampingkan egonya dan menelepon augusto di tempat yang sunyi.

“Halo, apakah Tuan Muda mengalami masalah?” tanya Augusto dari Seberang dengan penuh kekhawatiran.

“Sekarang aku butuh uang dalam jumlah besar, dapatkah kau membantuku?”

Untuk pertama kalinya setelah tujuh tahun, Ridel akhirnya meminta bantuan pada keluarga Liu. Bagi Augusto itu merupakan peluang untuk membawa Ridel kembali pulang. Dia tak mau menyia-nyiakan kesempatan itu.

“Jangankan uang, bahkan Perusahaan RnB nantinya juga akan menjadi milik tuan muda. Jadi kembalilah. Kalau memang tuan belum siap kembali sekarang, setidaknya tuan muda bersedia menggunakan kekuasaan yang selama ini tuan tinggalkan.”

“Untuk pulang aku belum siap, tapi aku akan menggunakan kekuasaan yang dimiliki keluarga liu,” jawab Ridel yakin. Dia tahu satu-satunya cara untuk membantu sang istri hanyalah dengan menggunakan kekuasaannya sebagai pewaris keluarga Liu.

“Di mana aku harus menemukan, tuan muda?”

“Aku tunggu kau di jalan belakang rumah sakit Impian.”

Tut … Tut … Tut ….

Ridel memutuskan teleponnya secara sepihak. Dia langsung melangkahkan kakinya menuju jalan belakang rumah sakit Impian untuk menunggu Augusto.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status