Ucapan Ehsam entah mengapa membuat Visha merasa tak enak, tapi tersipu di saat yang bersamaan. Bahkan, Visha juga bisa merasakan jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya.
Mengapa pria itu mengucapkan kalimat seperti itu? Bukannya … pernikahan mereka mendadak, dan berawal dari sandiwara Visha?
“Visha!”
Tak sempat larut dalam pikirannya, tiba-tiba suara lantang menggema di tengah-tengah musik yang sedang mengalun, membuat semua tamu menoleh ke arah pintu.
Visha merasakan tubuhnya menegang, ia sangat mengenali suara itu, suara mantan kekasih yang telah mengkhianatinya.
Mantan kekasihnya itu berjalan mendekatinya dengan tatapan marah. Visha merasakan genggaman tangan Ehsam di pinggangnya menguat, seolah ingin meyakinkannya bahwa ia ada di sini untuknya.
“Kamu pikir bisa seenaknya ninggalin aku dan langsung menikah sama pria lain?” suara Ryu terdengar penuh emosi.
Visha menarik napas panjang, berusaha tetap tenang. Dia memang sengaja mengundang Ryu untuk menunjukkan bahwa ia bisa lebih Bahagia dari Ryu yang mengkhianatinya. Tapi, Visha juga tak menyangka justru Ryu datang membawa masalah.
“Masih berani datang kesini?" tanya Visha, wajahnya dingin.
Ryu tertawa sinis. “Oh, tentu. Justru kamu, gak takut aku bakal buka rahasia kamu?”
Jawaban Ryu membuat alis Visha menaut. “Aku nggak tahu apa yang kamu maksud.”
Ryu menatap para tamu, seakan ingin menarik perhatian lebih banyak orang. Dengan suara lantang, ia berkata, “Visha sudah tidur denganku. Dia perempuan murahan yang tega mengkhianati calon suaminya sendiri!”
Ruangan langsung dipenuhi bisik-bisik. Para tamu saling berbisik satu sama lain, beberapa terlihat terkejut, sementara yang lain menatap Visha dengan penuh tanda tanya. Visha merasakan jantungnya berdegup kencang, bukan karena rasa bersalah, tetapi karena marah karena Ryu telah memfitnahnya di depan banyak orang.
Di sebelahnya, Ehsam tetap berdiri tenang, tetapi Visha bisa melihat rahangnya mengatup erat. “Apa kamu punya bukti?” suara Ehsam akhirnya terdengar, dalam dan penuh ketegasan.
Ryu terdiam sejenak. “Aku tidak butuh bukti. Visha sudah lama pacaran denganku."
Visha tidak lagi ingin mendengar ocehan pria itu. Ia mengeluarkan ponsel dari genggamannya dan membuka sebuah video. Dengan tenang, ia menekan tombol play dan memperlihatkan rekaman Ryu yang sedang bercumbu dengan seorang wanita lain.
Dalam video itu, suara tawa dan kata-kata mesra terdengar jelas. Wajah Ryu terlihat sangat menikmati momen itu bersama wanita yang bukan dirinya.
Gumaman kaget terdengar dari para tamu. Wajah Ryu yang semula penuh percaya diri kini berubah pucat pasi. Ia terlihat panik, mencari cara untuk membela diri.
“Kamu,” katanya terbata-bata.
Visha menatapnya tajam. “Kamu bilang aku murahan? Padahal kamu yang selingkuh.”
Ryu mencengkeram kepalanya, tampak frustasi. “Kamu sengaja menjebakku! Kamu memang cari alasan buat putus!”
Belum sempat Visha menjawab, tiba-tiba ada suara lain yang menginterupsi.
“Bukti rekaman itu benar.”
Semua mata langsung tertuju pada seorang wanita bergaun merah yang baru saja masuk ke aula dengan angkuh. Luna, sahabat yang menghianatinya. Visha kini begitu membencinya.
“Aku tidur dengan Ryu,” katanya, lalu tersenyum penuh kemenangan. “Berkali-kali.”
Ryu terlihat semakin panik. “Apa yang kamu lakukan di sini?” desisnya.
Wanita itu terkekeh. “Membantu kamu mengungkap kebenaran, tentu saja.”
Visha bisa melihat bahwa Ryu mulai kehilangan kendali atas situasi ini. Tapi wanita itu belum selesai berbicara.
“Tapi tahu tidak? Aku dibayar oleh Visha untuk menggoda Ryu. Itu semua rencana dia supaya bisa punya alasan untuk putus."
Suasana menjadi semakin gaduh. Para tamu kembali berbisik, mencoba memahami situasi yang semakin kacau ini.
Visha merasa lelah dengan semua kebohongan ini. Ia menatap wanita itu dengan dingin. “Kamu bohong. Aku bahkan nggak kenal kamu.”
Ehsam akhirnya melangkah maju, menatap Luna dengan tajam. “Kamu bilang Visha membayarmu untuk menggoda dia. Berarti seharusnya ada bukti, kan? Bukti transfer, pesan, atau rekaman suara.” Ucapan Ehsam membuat Luna terdiam.
“Bisa tunjukkan bukti itu sekarang?” lanjutnya. Ruangan menjadi hening. Luna menoleh ke Ryu, berharap mendapat dukungan. Tapi Ryu hanya diam, tidak bisa mengatakan apa pun.
Semua orang yang di sana kini bisa melihat kebenarannya. Dengan wajah merah padam, Ryu akhirnya berbalik dan berjalan keluar dengan kesal. Luna mengikuti dari belakang dengan wajah yang tidak kalah sama dengan Ryu.
"Maaf atas gangguan barusan. Silahkan melanjutkan pesatanya," ucap Ehsam dengan tenang pada para tamu yang masih melongo mencerna kejadian itu.
Visha tersenyum saat tatapannya beradu dengan tatapan Ehsam. "Mbak nggak papa?" tanya Ehsam terlihat khawatir.
"Nggak papa. Justru aku senang karena sudah membalas perbuatan Ryu padaku!" sahut Visha dengan senyumnya yang melebar.
***
"Dasar laki-laki brengsek!" maki Visha di kamarnya setelah pesta usai. "Auch!" pekiknya sambil memegangi perutnya yang terasa sakit.
"Mbak kenapa?" tanya Ehsam sambil membungkuk meneliti wajah Visha. "Sakit?"
Visha hanya mengangguk-angguk. Ia menerima uluran tangan Ehsam yang membimbingnya ke kasur.
"Apanya yang sakit?" tanya Ehsam penuh perhatian. Sepasang mata mereka bertemu dari jarak yang begitu dekat. Untuk beberapa lama keduanya saling diam. Tatapan Visha turun pada bibir Ehsam yang seksi. Tak terasa matanya terpejam dan menunggu bibir itu menyentuh bibirnya.
Harapannya tak meleset. Ada sesuatu yang menyentuh bibirnya. Tidak hanya menyentuh, tapi juga mengecupi dan bergerak merangsek masuk membelah bibirnya. Visha semakin merapatkan matanya. Entah bagaimana ia justru membalas ciuman Ehsam dengan panas. Beberapa saat bibir mereka beradu, bayangan Ryu dan Luna yang sedang bercumbu melintas di benak Visha.
"Aagh!" pekik Ehsam saat bibirnya digigit dengan keras oleh Visha.
"M-maaf ... aku nggak sengaja," ucap Visha yang menyadari bibir bawah Ehsam sedikit mengeluarkan darah. Tangannya segera menyambar tisyu yang ada di dekatnya dan membersihkan bibir Ehsam.
"Nggak papa, kok," ucap Ehsam sambil tersenyum tipis. Bukan main malunya Visha saat ini. Kenapa bisa terjadi adegan ciuman itu dengan Ehsam. Apa yang sedang ia pikirkan.
Visha terus memikirkannya dengan hati yang berdebar hingga saat makan malam bersama mama papanya, ia masih tidak bisa mengalihkan pikirannya dari adegan itu. Ia melirik ke arah Ehsam yang sedang duduk di sebelah kanannya. Pembawaannya begitu tenang.
"Mama sama papa itu seneng banget loh akhirnya Visha ketemu pria yang cocok seperti Ehsam ini. Untung saja ...." Lengan mama disentuh oleh papa sebagai isyarat kalau mama tidak perlu melanjutkan ucapannya.
"Udah nggak usah bahas yang udah lalu. Yang penting sekarang Visha menikah dengan Ehsam yang jauh lebih baik," ucap papa.
Visha hanya mengulas senyum tipis. Ia masih tidak mengerti kenapa papa dan mamanya begitu menyetujui pernikahannya dengan Ehsam yang begitu mendadak. Visha sendiri saja bahkan belum mengenal Ehsam lebih jauh.
Namun, semua sudah terjadi. Yang penting ia sudah merasa sangat puas karena bisa membalaskan sakit hatinya pada Ryu.
“Jadi rencana kalian mau bulan madu di mana?” tanya Papa.
“Tidak ke mana-mana.” Visha menyahut asal. Baginya pernikahan secara resmi seperti ini saja bukan suatu hal yang terdaftar dalam list hidupnya.
“Astaga! Tidak bisa begitu dong, Sayang. Masa kalian menghabiskan waktu honeymoon hanya di rumah?” protes mama.
“Tapi Ma, Visha ....”
Nggak ada tapi, Visha. Pengantin baru itu wajib honeymoon. Kalian bisa pilih tempat mana saja yang kalian mau. Nanti mama sama papa yang urus.
“Sebenarnya honeymoon bisa di mana aja, Ma. Yang penting kan saya sama Visha sudah tinggal bersama. Di rumah saja juga bisa honeymoon," timpal Ehsam sambil mengulas senyum.
"Ya nggak bisa begitu dong, Ehsam. Pengantin baru itu perlu suasana yang romantis untuk berduaan. Apalagi pergi tempat-tempat yang indah yang nggak diganggu siapapun, biar semakin membuat kalian itu dekat satu sama lain."
“Mama kamu benar, pokoknya kalian harus pikirkan mau menghabiskan masa indah itu di mana!"
Visha cemberut. Bahkan ide tentang honeymoon tidak pernah terpikirkan olehnya. Membayangkan tinggal satu atap dengan Ehsam saja sudah membuatnya panas dingin. Banyak yang dia pikirkan. Ia tidak mengenal Ehsam dan pernikahan ini hanya sandiwara, meskipun dilaksanakan seperti pernikahan sungguhan.
"Papa kasih waktu tiga bulan untuk kalian memberikan kabar tentang cucu Papa.”
Uhuk uhuk
Ehsam tersendat minumannya ketika mendengar syarat yang baru saja diajukan oleh papa mertuanya itu.
Visha merenggangkan ototnya sambil mengucek mata beberapa kali. Pagi ini badanya terasa pegal, entah kelelahan acara kemarin atau karena ia sedang datang bulan. Tangan Visha meraih gadget yang ada di atas nakas samping tempat tidur. Ia melihat ada begitu banyak pangilan serta pesan yang masuk. Salah satunya siapa lagi kalau bukan dari cowok keturunan Jepang itu. Ryu : Sha, bisa kita ketemu hari ini? Please, aku ingin memperbaiki semuanya. “Bisa-bisanya dia mengirimku chat seperti ini, setelah apa yang mereka lakukan kemarin,” omel Visha sambil meleparkan benda itu ke kasur. Jujur saja, dalam hati ia memang kecewa karena orang yang diharapkannya hadir, namun malah bikin heboh. Belum lagi dengan perempuan simpanan itu, bisa-bisanya dia menusuk dari belakang. Padahal ia sudah menolong agar dia bisa masuk ke perusahaan keluarganya. “Dia ke mana?” tanyanya pada diri sendiri saat tidak mendapati Ehsam di kamarnya. Bibir Visha mengulas senyum ketika mengingat wajah Ehsam yang terlih
Visha melerai kedua pria dewasa tersebut yang sedang aduh jotos, lebih tepatnya hanya sang mantanya itulah yang lebih dominan memukul Ehsam. Sedangkan pria yang menjadi suaminya itu hanya berusaha menangkis setiap kepalan tangan itu, hingga membuat pemiliknya menjadi semakin emosi karena tidak mengenai sasaran.“Kamu gila, ya. Sembarangan aja memukul orang!”Tangan Visha yang meraih lengan pria yang menjadi korban itu untuk menyanggah tubuhnya. Ia benar-benar tidak menduga jika Ryu akan melalukan hal kriminal seperti itu sungguh sangat menjijikan. Sejak awal ia tahu kalau berdebat dengannya sama saja kita bicara dengan angin, makanya ia meminta Ehsam untuk tidak menghiraukan Ryu. Apalagi dengan situasi jalanan yang sepi seperti kuburan. “Iya aku memang gila, dan itu semua gara-gara kamu menikah dengan pria yang nggak jelas ini.”“Kamu sendiri gimana? Bukannya kamu yang memulai semua ini, hah?”“Tapi, aku nggak sampai kepikiran mau menikahi Luna, Sha. Bahkan saat aku melakukan kejadi
“Kalian kenapa jadi tegang begini, sih?” tanya Visha yang menghampiri Marcel di meja bar yang sedang asik mengaduk kopi. Pria itu tidak kalah gugupnya juga dengan Ehsam, ketika ia menanyakan perihal kamar Ehsam yang mana, di antara dua ruangan yang saling berhadapan serta tengahnya terdapat kamar mandi itu.“Em, gimana kalau kamu nonton aja, Sha. Biar urusan itu aku dan Marcel aja yang beresin,” ucap Ehsam sambil menyusul Visha, serta merangkulnya untuk kembali ke tempatnya semula.“Iya benar itu! Kalau nggak begini aja, barang-barangnya nanti biar aku yang antar ke tempat kalian.” Marcel mencoba memberi solusi, sebab sejak Ehsam mengabari jika Visha ikut menemani sahabatnya itu. Ia jadi bingung untuk mencari rumah yang mana yang harus di sewa untuk beberapa jam itu.“Itu baru ide yang sangat bagus,” ucap Ehsam cepat, ia tetap mencoba bersikap tenang.“Sepertinya aku tahu kenapa kalian seperti ini?”Ehsam dan Marcel menahan napas mereka sejenak, untuk mendengarkan kalimat apa yang
“Kamu kenapa? Sakit?” tanya Visha saat melihat wajah Ehsam yang sedikit pucat, bahkan sejak acara makan malam berlangsung.Bibir Ehsam mengulas senyum hangat melihat ada rasa khawatir yang tersirat dari sorot mata Visha. Mata Ehsam menatap tubuh gadis itu yang sedang mengenakan piyama berbahan katun berwarna merah muda.Ia merasa pakaian apapun yang dikenakan oleh istrinya itu pasti akan terlihat indah, serta memacarkan aura kecantikannya. Padahal saat ini Visha sama sekali tidak mengenakan riasan apapun di wajah mulusnya.“Apa rasanya masih sakit?” Jemari lentik gadis itu menyentuh pipi kirinya dengan penuh hati-hati.“Tidak,” jawab Ehsam meraih tangan Visha sambil mengecupnya sekilas.Bagi Ehsam pukulan Ryu tadi siang saat di jalan itu tidak ada apa-apanya. Bahkan ia sudah terbiasa merasakan hal yang lebih dari ini. Ia bisa saja membalas apa yang dilakukan pria brengsek itu terhadapnya, tapi tidak untuk dihadapan gadis ini. “Maaf ya gara-gara aku, kamu jadi seperti ini,” ucap Visha
“Astaga satu bulan itu lama sekali, kalian tidak mungkin hanya akan berada di dalam kamar hotel saja tanpa jalan-jalan ke luar, kan?”Marcel sama sekali tidak habis pikir dengan apa yang akan terjadi dengan waktu yang selama itu. Beberapa hari saja berada di sana rasanya sudah terlalu lama, apalagi sampai menghabiskan waktu satu bulan.“Bukannya kalau orang honeymoon itu paling lama cuma satu minggu?” tanya Marcel lagi.“Entahlah, aku juga tidak tahu! Kamu pikir aku sudah pernah menikah sebelumnya.”Marcel menggaruk kepalanya yang tidak gatal, ia jadi ikut bingung memikirkan hal seperti ini, bukan apa-apa sebab jika Ehsam tersandung masalah maka ia adalah orang pertama yang akan dicari.“Jadi kamu akan tetap ikut pergi bersamanya?”“Ya, mau bagaimana lagi? Masa aku tidak ikut, yang ada orang tuanya Visha bakal curiga,” ucap Ehsam terdengar pasrah.Bukan hanya pria itu saja yang terkejut dengan waktu yang diberikan oleh mertuanya untuk pergi bulan madu, bahkan dirinya saja merasa riway
Semakin lama dada Ehsam justru semakin sesak, ia sungguh tidak tahan lagi dengan orang-orang yang berada di luar mobilnya itu, terlebih lagi ketika melihat wanita paru baya itu ikut terlibat membujuk serta meyakinkan jika ibunya kelak pasti akan menjemput sih anak tersebut.“Pembohong,” umpat Ehsam yang ikut merasa kesal.Ia heran, kenapa setiap orang tua pasti akan mengatakan hal yang belum tentu bisa mereka tepati. Kenapa juga ibu itu tidak bisa membawa anaknya ikut serta saja padanya, meskipun hidup penuh dengan kekurangan asalkan masih bisa bersama bukankah itu jauh lebih baik, kecuali jika mereka memang berniat pergi dan tidak ingin kembali.Tangan Ehsam menghidupkan mesin mobilnya yang sejak tadi menjadi saksi atas harunya perpisahan yang akan terjadi antara ibu dan anak itu, ia lalu menginjak pedal gas dan dengan kecepatan penuh layaknya seperti dalam area sirkuit ia lalu melesat pergi dari sana.Ehsam sempat melihat semua orang itu menatap kepergian mobilnya dengan penuh hera
“Ayo, Kak kita turun,” ajak Ihsan. Sudah lebih dari sepuluh menit sejak mobilnya memasuki halaman yayasan di mana anak itu tinggal, tetapi ia tetap tidak bergeming sedikitpun. “Kakak sakit?” tanya anak itu lagi sambil memperhatikan wajah Ehsam yang sedikit pucat serta keringat yang bercucuran di pelipisnya. “Tidak.” “Kalau begitu ayo kita turun Kak, kasihan Bunda nungguin.” Ehsam masih ragu dengan apa yang harus dipilihnya. Akankan ia turun atau pergi begitu saja, pada kenyataannya anak ini juga tidak tertabrak oleh mobilnya. Namun mendengar kalimat yang keluar dari mulut Ihsan, membuatnya ingin teriak. “Bunda,” sapa Ihsan yang baru saja keluar dari mobil yang akhirnya dibukakan oleh pemiliknya. “Ihsan …. Kamu sama siapa sayang? Apa yang terjadi?” tanya wanita paru baya itu terlihat kebingungan. “Tadi pas pulang aku jatuh di jalan, Bun. Terus aku ditolongin sama kakak ganteng ini,” ucap Ihsan menjelaskan setelah menyalami wanita itu. “Ya ampun hati-hati dong sayang ja
Ehsam sama sekali tidak menduga akan mendapatkan pemandangan yang begitu indah dari keelokan tubuh Visha yang hanya terbalut dengan handuk, kulit yang bersih seperti susu itu membuat darahnya mengalir dengan deras. Belum lagi dengan rambutnya yang terurai setengah kering itu sungguh membangkitkan harsat seksual yang dalam dirinya.Kaki Ehsam langsung melangkah cepat ketika gadis seksi itu meraih gagang pintu kamar mandi, ia sungguh tidak ingin melepaskan kesempatan emas yang ada di depan matanya.“Ka_kamu mau ngapain?” tanyanya gugup ketika Ehsam merengkuh tubuhnya dari belakang.“Aku ingin kamu, Sha,” bisik Ehsam dengan suara yang terdengar sangat berat.Bibir Ehsam menyentuh lembut daun telinga Visha hingga membuat gadis itu menggeliat, namun Ehsam tidak menghiraukan ia justru mengecupi apa saja yang bisa dijangkaunya mulai dari pipi sampai ke leher jenjang gadis itu.“He_hentikan … Sam ….” Suara Visha nyaris tidak terdengar, ia benar-benar takut jika handuk yang dikenakannya ini m
“Ka_kamu kenapa belum tidur?”Ehsam mencoba tersenyum pada Visha, ia melihat mata istrinya itu sudah sangat lelah, namun kenapa dia justrubelum tidur? Atau se benarnya sudah terlelap tapi malah terbangun olehnya. “Aku nunguuin kamu dari tadi.” Visha lalu merapatkan tubuhnya ke Ehsam. “Gimana Marcel? Dia baik-baik aja, kan?” sambungnya.Ehsam mengangguk pelan, sambil menjauhkan tanganya yang terluka agar tidak tersenggol oleh Visha yang kini memeluknya erat.“Syukurlah kalau begitu, aku lega mendengarnya.”“Iya, aku juga.”Visha tersenyum senang mendengar kabar itu dari Ehsam, sejak kepergian Ehsam untuk menemui Marcel benar-benar membuatnya sangat khawatir. Selain mencemaskan perasaan saudara suaminya yang sedang patah hati itu, Visha juga takut, kalau seandainya mereka berdua yang justru bertengkar, karena salah paham.Melihat suaminya itu kini pulang selamat tanpa ada bekas luka, sungguh membuat Visha sangat bersyukur. Tangan Visha mengusap wajah Ehsam secara perlahan, menikmati se
Ehsam melihat Marcel yang langsung berdiri dari tempat duduknya, sambil mengepalkan tangan dengan kuat. Matanya juga dipenuhi kabut amarah yang menyala. “Sudahlah, aku tidak apa-apa.” Ehsam mencoba meredam emosi yang ada dalam diri sahabatnya itu. Ia tahu betul, bagaimana pria itu jika sudah emosi, tapi menurutnya ini bukan saatnya untuk Marcel ikut campur. Lagipula yang dia hadapi hanya bocah yang sedang bermain layaknya seorang bos besar. Sungguh bukan tandingan Marcel. Jadi, Ehsam pikir buat apa diladeni orang yang seperti itu. Sama sekali tidak ada untungnya. “Apa yang melakukannya itu pria brengsek, mantan kekasih dari istrimu?” tebak Marcel kemudian. “Bukan! Tapi orang suruhannya.”Tangan Ehsam meraih kotak obat yang ada di laci, kemudian ia pun mulai menyiramkan cairan antiseptik ke telapak tangannya sendiri. “Apa? Orang suruhan? Berani sekali dia menyuruh orang untuk melukaimu seperti ini.” Marcel kemudian membantu Ehsam mengobati lukanya, sebenarnya Ehsam menolak tapi,
Ehsam meringis sambil memegangi perutnya yang baru saja terkena pukulan, untung saja wajahnya yang tampan itu tidak sampai mencium lantai, saat tubuhnya tersungkur. Kalau sampai hal itu terjadi, entah bagaimana ia mengatakannya pada Visha saat pulang nanti.Lagipula saat ini pikirannya benar-benar sangat kacau, karena memikirkan sahabatnya itu yang belum tahu di mana keberadaannya. Sehingga ia sama sekali tidak berpikir jika orang suruhan Ryu itu akan memukulnya.‘Sialan. Bisa-bisanya di saat seperti ini, aku malah diajak main-main dengan bocah ingusan, ck!’ pikir Ehsam, sambil berdiri.Ehsam menautkan tangan sambil membunyikan tulang di ruas-ruas jemarinya. “Aku tidak ada waktu untuk bermain sama beruang! Jadi, ayo sini kembalikan kunci mobil itu, atau kamu akan menyesal.”Pria bertubuh besar itu lantas tertawa terbahak-bahak, mendengar ucapan Ehsam yang seakan meremehkannya. Dia lalu meletakkan kunci itu di atas atap sunfroof mobilnya.“Ambil saja sendiri, itupun kalau kamu bisa m
Setelah mengambil motornya yang Ehsam parkiran di mall untuk mengantar Visha pulang, akhirnya ia pun kembali ke mansion.Ehsam sangat khawatir dengan kondisi sahabatnya itu, sejak kejadian di restoran jepang tadi. Pikiran Ehsam semakin kalut, ketika tidak mendapati mobil pria itu di basement. Itu bertanda jika Marcel belum menginjakkan kakinya kembali, sejak ia pergi meninggalkan mansion. “Ck! Nggak aktif lagi nomornya.” Ehsam mencoba menelpon ke nomor handphone lain milik Marcel, tiba-tiba ia dikejutkan dengan suara benda bergetar yang terletak di dekat meja laptop, tidak jauh dari tempatnya berdiri.“Sial. Dia juga tidak membawa handphonenya yang ini lagi.” Ehsam terlihat sangat frustasi, ia benar-benar cemas dengan kondisi mental Marcel.Ehsam paham betul, pria itu pasti sangat malu sekali. Atau bahkan mungkin rasanya ingin menghilang saja dari muka bumi. Ketika mengungkapkan perasaannya di hadapan orang banyak, tapi justru ditolak mentah-mentah begitu saja. Ehsam menjatuhkan
Visha bingung, melihat Ehsam yang masih mematung, bahkan tangannya yang berada di area itu tidak bergerak. Membuatnya sedikit jengah, apa miliknya tidak sebanding dengan perempuan tadi, kah? Jujur saja melihat ada perempuan yang tiba-tiba menghampiri, serta melakukan hal yang tidak senonoh di depan mata membuat darahnya menjadi mendidih. Apalagi saat, dengan sengajanya perempuan gila itu menggesekkan bagian dadanya ke lengan suaminya ini. Rasanya ia ingin sekali menjambak, serta menendangnya dari sisi Ehsam. Namun, nyatanya ia hanya bisa terdiam melihat adegan tersebut. Tanpa melakukan apapun, tidak saat ketika ia memergoki mantannya yang sedang asik bercumbu. Di sisi lain, ia juga bersyukur jika Ehsam juga merasa tidak nyaman atas kehadiran makhluk astral itu. Ia juga melihat beberapa kali Ehsam sudah mencoba untuk menghindar dari makhluk itu. Tadinya Visha ingin melakukan hal ini ketika mereka kembali berada dalam mobil, Visha ingin Ehsam melupakan pesona dari tubuh perempuan ya
Ehsam melihat kepergian Marcel dengan perasaan yang tak bisa digambarkan, tadinya ia memang sangat marah kenapa Marcel membiarkan perempuan yang bersamanya itu bisa sampai ke tempat meja. Kenapa dia tidak menjagainya dengan baik, atau bila perlu segera mengajak pergi perempuan itu dari sini. Namun, saat melihat bagaimana dia menebus kesalahannya di depan semua orang seperti tadi, bahkan sampai mempermalukan dirinya sendiri. Ia merasa jadi tidak enak hati, kobaran api yang sudah menggunung itu tiba-tiba lenyap, yang tersisa kini hanya perasaan sedih sekaligus khawatir atas Sepeninggalan pria itu dari ruangan ini.Ehsam menghela nafas dalam, tenggorokannya kini terasa pahit. Ia jadi ikut merasakan, apa yang dirasakan oleh sahabatnya itu. Ia tidak tahu pasti, itu semua hanya sandiwara semata yang dibuat oleh Marcel, agar rencana mereka tidak ketahuan oleh Visha dan Clarie. Atau memang sebuah pengungkapan, untuk semua perasaan yang terpendam selama ini.Jika semua hanya rekayasa, agar d
Uhukk... uhukk. Air yang baru saja di minumnya hampir saja keluar lagi, saat melihat orang yang kini berdiri di hadapannya. Ehsam sama sekali tidak menduga, jika perempuan yang duduk bersama Marcel itu tiba-tiba menghampiri meja.Mata Ehsam mencari sosok Marcel yang tidak terlihat batang hidungnya di meja, bukankah mereka tadi sedang asik mengobrol. Tapi, kenapa perempuan ini bisa lepas dari genggaman sahabatnya itu.“Ya ampun, kenapa nggak bilang sih. Kalau kamu itu ada di sini juga,” ucapnya perempuan yang tidak lain adalah Clarie itu. Tanpa basa-basi Clarie langsung menghempaskan bokongnya, di sofa yang Ehsam tempati, bukan hanya duduk biasa melainkan memepet Ehsam dengan agresif. Ehsam sama sekali tidak berani melihat ke arah Visha, istrinya itu pasti sekarang sedang melongo melihat tingkah laku Clarie, ia sudah berusaha untuk bergeser. Namun, Clarie sama sekali tidak memberikannya ruang di antara mereka. Keringat dingin membasahi dahi Ehsam, di kala tangan Clarie di taruh di
Manik Ehsam menatap Visha, berharap gadis yang di hadapannya ini mau berubah pikiran, dan tidak jadi makan di restoran ini, sebab matanya tadi sempat menangkap sepasang sejoli, yang tidak lain adalah Marcel dan Clarie. Mereka sedang menikmati hidangan yang terletak di atas meja, yang tempatnya tidak jauh dari mereka berdiri.“Kita pindah saja, ya. Kamu lihat kan, di sini nggak ada tempat kosong lagi,” ucap Ehsam mencoba meyakinkan kembali.Namun, tiba-tiba seorang pegawai retoran justru menghampiri mereka. Bukan itu saja, pegawai itu juga justru merekomendasi tempat duduk, yang baru saja ditinggal oleh pengunjung sebelumnya.Ehsam tidak bisa berkutik, ketika Visha justru menyetujui apa yang barusan diusulkan oleh pegawai tersebut, mustahil baginya untuk meninggalkan Visha sendirian di sini. Bukankah ia sudah yang janji tadi, akan menemani gadis itu terlebih dahulu.“Sialan, kenapa mereka juga ada di sini?” batin Ehsam yang mulai merasa gelisah.Tadi ia sudah sedikit tenang, ketika men
Suara ketukan itu membuat Visha dan Ehsam panik, mereka langsung menjauhkan diri satu sama lain. Mereka langsung tersadar, jika masih berada di parkiran yang terletak di depan mall, Visha merapikan rambutnya terlebih dahulu sebelum menurunkan kaca mobilnya, beruntung kaca mobil Visha tidak tembus pandang. Meskipun tidak menghilangkan rasa cangung yang menjalar di antara mereka, ia sama sekali tidak bisa membayangkan, seandainya ada orang yang memergoki mereka sedang berciuman. “Ya ampun Mbak Visha, maafin saya ya. Seharusnya saya tadi nggak ninggalin Mbak Visya sendirian. Coba aja saya nggak diare, pasti Mbak nggak akan ngealamin hal seperti itu,” ucap Sisil panjang lebar, dibarengi dengan isak tangis.Dahi Visha berkerut mendengar suara asistennya terdengar besar itu, bahkan sampai mengundang atensi orang yang lewat di area parkir.“Udah aku nggak apa-apa kok, buruan masuk.” Visha mencoba menenangkan. “Enggak apa-apa gimana? Mbak Visha itu tadi habis disandra, kan. Gimana kalau ad