“Kalian kenapa jadi tegang begini, sih?” tanya Visha yang menghampiri Marcel di meja bar yang sedang asik mengaduk kopi.
Pria itu tidak kalah gugupnya juga dengan Ehsam, ketika ia menanyakan perihal kamar Ehsam yang mana, di antara dua ruangan yang saling berhadapan serta tengahnya terdapat kamar mandi itu. “Em, gimana kalau kamu nonton aja, Sha. Biar urusan itu aku dan Marcel aja yang beresin,” ucap Ehsam sambil menyusul Visha, serta merangkulnya untuk kembali ke tempatnya semula. “Iya benar itu! Kalau nggak begini aja, barang-barangnya nanti biar aku yang antar ke tempat kalian.” Marcel mencoba memberi solusi, sebab sejak Ehsam mengabari jika Visha ikut menemani sahabatnya itu. Ia jadi bingung untuk mencari rumah yang mana yang harus di sewa untuk beberapa jam itu. “Itu baru ide yang sangat bagus,” ucap Ehsam cepat, ia tetap mencoba bersikap tenang. “Sepertinya aku tahu kenapa kalian seperti ini?” Ehsam dan Marcel menahan napas mereka sejenak, untuk mendengarkan kalimat apa yang selanjutnya akan keluar dari gadis cantik itu yang kini sedang menatap mereka secara bergantian. “Kalian pasti sedang menyembunyikan perempuan lain di dalam kamar, kan!” tebak Visha dengan tatapan menyelidik. “Tidak,” jawab mereka bersamaan. “Lalu itu milik siapa?” tanya Visha sambil menunjuk ada beberapa pasang sandal dan sepatu perempuan yang tersusun rapi di rak. “Oh, itu punya ….” “Pacarku,” potong Marcel cepat. Visha mengangguk perlahan mendengar penjelasan Marcel, jika kekasihnya itu memang sering menaruh barang miliknya di rumah mereka. Akhirnya Ehsam kembali ke rumah Visha tanpa membawa satu barang pun alias tangan kosong. Awalnya Visha heran memang kenapa mereka sudah jauh-jauh datang ke sina sampai ada tragedi pemukulan pula, tetapi tidak membawa satu barang apapun. “Padahal aku tidak masalah jika kamarnya berantakan atau kotor sekali pun. Apa dia nggak mau kalau aku melihat barang pribadinya?” batin Visha. Tiba-tiba ia tersenyum ketika mengingat matanya ini sudah melihat keseluruhan tubuh Ehsam meskipun hanya beberapa detik saja. Mendadak Visha menjadi kesal karena sikap Ehsam masih seperti biasa saja, kenapa dia tidak mengeluarkan ekspresi yang sama dengannya, seperti teriak, marah atau apapun itu. “Apa jangan-jangan aku bukanlah gadis satu-satunya yang melihat aset berharga miliknya itu? Bukankah waktu itu dia bilang tidak pernah pacaran satu kali, pun?!” Visha merasa aneh pada dirinya, kenapa ia punya pikiran yang seperti itu, belum lagi kenapa hatinya merasa risau. Apakah ini tandanya ia cemburu? Rasanya tidak mungkin, masa ia harus cemburu dengan pria yang hanya berapa persen dikenalnya tersebut. “Astaga aku tidak mungkin sudah jatuh cinta dengan dia, kan? Dia memang tampan, perlakuannya juga sangat manis, belum lagi dengan tatapan matanya yang terasa hangat serta ciumannya yang begitu ….” Visha langsung menghentikan pikirannya. Pasti ini karena rasa bersalah yang menjalarknya karena sudah membawah pria itu ikut masuk dalam urusan pribadinya. Apalagi sampai sejauh ini, jadi mana mungkin ia jatuh cinta dengan pria lain di saat hatinya saja masih terluka. “Mbak Visha kenapa sendirian di sini?” tanya Sisil yang menghampirinya sedang bersantai di hanging chair yang merupakan kursi gantung berbentuk seperti telur dengan bantalan empuk. Sejak tadi ia memperhatikan majikannya itu sedang menatap air kolam renang yang ada dihadapan mereka, tetapi rasanya pikiran majikannya itu terpisah jauh dari raganya, “Tidak apa-apa. Oh iya, Ehsam di mana?” “Tadi sih saya lihat lagi ngobrol sama Bapak di ruang keluarga,” jawabnya. Visha menganggukan kepalanya tanda mengerti, setidaknya pria itu tidak sedang sendirian sambil melamun seperti dirinya saat ini. ia tidak bisa membayangkan jika pria itu adalah dirinya yang tiba-tiba masuk ke dalam tempat asing tanpa kenal satu pun orang yang ada di rumah itu, pasti sangat asing bukan. Di sisi lain ia bersyukur jika Ehsam bisa langsung beradaptasi dengan Papanya yang terkenal tegas itu. Ryu saja yang sudah lama menjalin hubungan dengannya, masih merasa segan untuk bertemu dengan beliau. Hm …ia jadi penasaran dengan jawaban Ehsam saat di introgasi oleh orang nomor satu dari perusahaan kimia itu. kenapa tiba-tiba Papanya jadi menyukai Ehsam. Visha pun langsung teringat akan sesuatu. “Sil, Papa tahu nggak bagaimana aku ketemu dengan Ehsam?” tanyanya panik. Visha tidak masalah jika Papanya tahu akan pekerjaan Ehsam yang merupakan driver taksi itu. Tapi yang ia khawatirkan yaitu tentang mereka yang memergoki Ryu sedang selingkuh dengan Luna, karena baginya itu sangat memalukan. “Kalau msalah itu, saya kurang tahu. Mbak. Sebab waktu itu pertemuannya sangat tertutup.” “Terus kamu nanya juga nggak dengan Ehsam. Apa saja yang ditanyain oleh Papa?” “Nggak Mbak, soalnya setelah itu semuanya udah diambil ahli dengan sekertaris Bapak. Jadi saya tidak bisa berkomunikasi lagi dengannya.” Sisil menjelaskan. Visha mengigit jempol jarinya, apa ia harus bertanya langsung pada pria itu tentang apa saja yang mereka bicarakan? Sial, ia jadi menerka-nerka sendiri apakah pria itu akan dengan jujur memberikan semua informasinya. “Em, kalau boleh nanya. Tadi pas Mbak Visha ke rumahnya bertemu dengan Marcel nggak, Mbak?” tanya Sisil sambil tersipu malu. Bukannya menjawab pertanyaan dari asisten pribadinya itu, Visha justru tiba-tiba beranjak dari duduknya lalu berjalan cepat untuk mencari keberadaan suaminya itu, sebab ia merasa ia tidak bisa menunggu lebih lama lagi untuk menghilangkan rasa penasarannya tersebut. “Kebetulan orangnya datang, sini sayang ikut bergabung.” Raut wajah Papa terlihat serius saat Visha baru saja menonggolkan batang hidungnya, membuat Visha menjadi sedikit bergidik. Visha memang anak satu-satunya, tetapi itu tidak serta merta ia di manjakan. Jika ia berbuat salah tentu orang tuanya tidak segan-segan menegur atau bahkan memberikan sanksi kepadanya. Ia pun lalu mengambil tempat duduk yang berhadapan langsung dengan Ehsam, orang yang sejak tadi tersenyum saat menyambutnya. “Papa dengar dari Ehsam, dulu kalian pernah satu sekolah waktu di SMA. Benar begitu, sayang?” “I_iya,” jawabnya sambil menatap lurus ke arah Ehsam. “Astaga, kalau tahu begitu harusnya kamu sejak dulu kenalin Ehsam saja sama Papa. Dari pada orang yang hanya berani mengantar kamu pulang cuma sebatas pintu pagar rumah itu saja.” Visha hanya tersenyum bingung. Boro-boro mau mengenalkan Ehsam sejak dulu, pertemuan mereka saja tanpa terduga, mungkin jika handphone-nya tidak tertinggal di mobil kala itu pertemuan mereka hanya sebatas sesuai aplikasi saja. Lalu, ia akan kembali dengan menggunakan taksi lain atau meminta jemput sopir pribadinya saja. “Karena Ehsam dulu tidak melanjutkan kuliah. Jadi, Papa ingin kamu nanti temani dia untuk kuliah di kampus kamu yang lama saja,” sarannya. “Baik Pa, besok Visha akan temani Ehsam daftar di kampus.” “Ya, jangan besok juga! Tunggu kalian sudah pulang dari honeymoon, aja.” Visha terperajat mendengar kalimat itu lagi yang menjadi pembahasan. Seandainya orang tertua di rumah ini tahu, kalau ia mengalami banyak kejadian yang membuatnya masih merasa cangung dengan pria itu. “Papa sudah siapkan tiket pesawat untuk kalian honeymoon di Italia.” Pria bernama Ardarish itu lalu menyodorkan amplop berwarna coklat ke meja yang ada di hadapan mereka. “Sial, kenapa harus ke negara spaghetti itu?” umpat Ehsam yang mendadak pikiran serta hatinya menjadi gelisah. ***“Kamu kenapa? Sakit?” tanya Visha saat melihat wajah Ehsam yang sedikit pucat, bahkan sejak acara makan malam berlangsung.Bibir Ehsam mengulas senyum hangat melihat ada rasa khawatir yang tersirat dari sorot mata Visha. Mata Ehsam menatap tubuh gadis itu yang sedang mengenakan piyama berbahan katun berwarna merah muda.Ia merasa pakaian apapun yang dikenakan oleh istrinya itu pasti akan terlihat indah, serta memacarkan aura kecantikannya. Padahal saat ini Visha sama sekali tidak mengenakan riasan apapun di wajah mulusnya.“Apa rasanya masih sakit?” Jemari lentik gadis itu menyentuh pipi kirinya dengan penuh hati-hati.“Tidak,” jawab Ehsam meraih tangan Visha sambil mengecupnya sekilas.Bagi Ehsam pukulan Ryu tadi siang saat di jalan itu tidak ada apa-apanya. Bahkan ia sudah terbiasa merasakan hal yang lebih dari ini. Ia bisa saja membalas apa yang dilakukan pria brengsek itu terhadapnya, tapi tidak untuk dihadapan gadis ini. “Maaf ya gara-gara aku, kamu jadi seperti ini,” ucap Visha
“Astaga satu bulan itu lama sekali, kalian tidak mungkin hanya akan berada di dalam kamar hotel saja tanpa jalan-jalan ke luar, kan?”Marcel sama sekali tidak habis pikir dengan apa yang akan terjadi dengan waktu yang selama itu. Beberapa hari saja berada di sana rasanya sudah terlalu lama, apalagi sampai menghabiskan waktu satu bulan.“Bukannya kalau orang honeymoon itu paling lama cuma satu minggu?” tanya Marcel lagi.“Entahlah, aku juga tidak tahu! Kamu pikir aku sudah pernah menikah sebelumnya.”Marcel menggaruk kepalanya yang tidak gatal, ia jadi ikut bingung memikirkan hal seperti ini, bukan apa-apa sebab jika Ehsam tersandung masalah maka ia adalah orang pertama yang akan dicari.“Jadi kamu akan tetap ikut pergi bersamanya?”“Ya, mau bagaimana lagi? Masa aku tidak ikut, yang ada orang tuanya Visha bakal curiga,” ucap Ehsam terdengar pasrah.Bukan hanya pria itu saja yang terkejut dengan waktu yang diberikan oleh mertuanya untuk pergi bulan madu, bahkan dirinya saja merasa riway
Semakin lama dada Ehsam justru semakin sesak, ia sungguh tidak tahan lagi dengan orang-orang yang berada di luar mobilnya itu, terlebih lagi ketika melihat wanita paru baya itu ikut terlibat membujuk serta meyakinkan jika ibunya kelak pasti akan menjemput sih anak tersebut.“Pembohong,” umpat Ehsam yang ikut merasa kesal.Ia heran, kenapa setiap orang tua pasti akan mengatakan hal yang belum tentu bisa mereka tepati. Kenapa juga ibu itu tidak bisa membawa anaknya ikut serta saja padanya, meskipun hidup penuh dengan kekurangan asalkan masih bisa bersama bukankah itu jauh lebih baik, kecuali jika mereka memang berniat pergi dan tidak ingin kembali.Tangan Ehsam menghidupkan mesin mobilnya yang sejak tadi menjadi saksi atas harunya perpisahan yang akan terjadi antara ibu dan anak itu, ia lalu menginjak pedal gas dan dengan kecepatan penuh layaknya seperti dalam area sirkuit ia lalu melesat pergi dari sana.Ehsam sempat melihat semua orang itu menatap kepergian mobilnya dengan penuh hera
“Ayo, Kak kita turun,” ajak Ihsan. Sudah lebih dari sepuluh menit sejak mobilnya memasuki halaman yayasan di mana anak itu tinggal, tetapi ia tetap tidak bergeming sedikitpun. “Kakak sakit?” tanya anak itu lagi sambil memperhatikan wajah Ehsam yang sedikit pucat serta keringat yang bercucuran di pelipisnya. “Tidak.” “Kalau begitu ayo kita turun Kak, kasihan Bunda nungguin.” Ehsam masih ragu dengan apa yang harus dipilihnya. Akankan ia turun atau pergi begitu saja, pada kenyataannya anak ini juga tidak tertabrak oleh mobilnya. Namun mendengar kalimat yang keluar dari mulut Ihsan, membuatnya ingin teriak. “Bunda,” sapa Ihsan yang baru saja keluar dari mobil yang akhirnya dibukakan oleh pemiliknya. “Ihsan …. Kamu sama siapa sayang? Apa yang terjadi?” tanya wanita paru baya itu terlihat kebingungan. “Tadi pas pulang aku jatuh di jalan, Bun. Terus aku ditolongin sama kakak ganteng ini,” ucap Ihsan menjelaskan setelah menyalami wanita itu. “Ya ampun hati-hati dong sayang ja
Ehsam sama sekali tidak menduga akan mendapatkan pemandangan yang begitu indah dari keelokan tubuh Visha yang hanya terbalut dengan handuk, kulit yang bersih seperti susu itu membuat darahnya mengalir dengan deras. Belum lagi dengan rambutnya yang terurai setengah kering itu sungguh membangkitkan harsat seksual yang dalam dirinya.Kaki Ehsam langsung melangkah cepat ketika gadis seksi itu meraih gagang pintu kamar mandi, ia sungguh tidak ingin melepaskan kesempatan emas yang ada di depan matanya.“Ka_kamu mau ngapain?” tanyanya gugup ketika Ehsam merengkuh tubuhnya dari belakang.“Aku ingin kamu, Sha,” bisik Ehsam dengan suara yang terdengar sangat berat.Bibir Ehsam menyentuh lembut daun telinga Visha hingga membuat gadis itu menggeliat, namun Ehsam tidak menghiraukan ia justru mengecupi apa saja yang bisa dijangkaunya mulai dari pipi sampai ke leher jenjang gadis itu.“He_hentikan … Sam ….” Suara Visha nyaris tidak terdengar, ia benar-benar takut jika handuk yang dikenakannya ini m
Ehsam langsung bangkit serta duduk di tepi ranjang, jantungnya seakan mau lepas kembali ketika mendengar suara perempuan yang sungguh tidak asing lewat benda pipih itu. Ia langsung menepuk dahinya saat teringat, jika ia salah mengambil handphone saat masih berada di masion tadi. Seharusnya memang bukan handphone ini yang dibawahnya, tapi kalau dirinya harus pulang lagi ke masion, yang ada nanti orang di rumah ini akan curiga padanya.‘Hallo, sayang? Ih, kok nggak ada suaranya, sih?’ Suara perempuan itu masih menggema di ruangan kamar.Ehsam menghela napas panjang, sudah berapa hari ia memang tidak pernah berkomunikasi lagi dengan perempuan pemilik suara itu, lebih tepatnya ketika ia melangsungkan pernikahan dengan Visha. Padahal perempuan itu merupakan salah satu target yang membawanya ke negera asalnya ini.“Iya.” Ehsam akhirnya menjawab dengan terpaksa, lagipula saat ini ia berada sendirian di kamar.‘Ya ampun, kamu ke mana aja sih sayang, aku kangen banget sama kamu. Kok, kamu men
“Kenapa sih, Mas?”Visha benar-benar bingung dengan ekspresi suaminya itu yang terlihat cangung, setelah menatap ke arahnya, wajahnya pun terlihat sangat memerah.“Em, itu ….”Jawaban Ehsam yang tidak jelas membuat, Visha semakin mengeryitkan dahinya. Belum lagi dia juga sambil menunjuk lehernya. Tangan Visha mengggaruk kepalanya yang tidak gatal, ia sungguh tidak mengerti.“Harusnya kamu pakai baju yang lehernya tertutup saja,” bisik Ehsam.“Memangnya kenapa? Baju ini jelek ya?”Ehsam mengelengkan kepalanya, karna bingung mau menyampaikan seperti apa lagi karena Visha tidak peka. Akhirnya ia mengeluarkan benda pipih yang ada di sakunya, kemudian menghidupkan kamera depan terlebih dahulu, sebelum menyodorkannya pada Visha. “Astaga!” Tangan Visha langsung menutup mulut sendiri, sebelum suaranya menggema di ruangan tersebut, matanya pun seakan mau lepas saat itu juga. Tanpa berpikir lama, ia langsung mengambil langkah seribu, tanpa menyentuh makanan yang di sajikan terlebih dahulu.“
“Hei, siapa maksudmu kekasih gelapku?” tanya Ehsam dengan nada tinggi.“Clarie. Memang siapa lagi? Masa Flavia, mana mungkin dia mau jadi kekasih gelapmu.”Jawaban Marcel membuat Ehsam semakin emosi, sejak dulu sahabatnya ini selalu mengatakan jika perempuan itu adalah kekasih gelap baginya. Padahal kalau diperhatian justru yang sedang bicara itulah yang sepertinya sedang menyimpan perasaan pada Clarie.Bahkan beberapa kali Ehsam sempat menemukan bill dari restoran yang beralamatkan tempat tinggal Clarie yang tidak sengaja jatuh. Kalau bukan dia yang mengirim lalu siapa lagi, sebab dirinya tidak mungkin akan melakukan hal seperti itu.“Bukannya kamu yang jadi pengagum rahasianya dia?” goda Ehsam sambil terkekeh.“Hah, aku, kapan?” bantah Marcel.“Sudahlah Marcel, selama ini aku sudah cukup bersabar dijadikan tumbal olehmu. Jangan-jangan kalian pernah tidur bersama ya.”“Balum. Ah, maksudnya mana mungkin aku tidur bareng gadis gila itu.”Tawa Ehsam pecah ketika melihat raut wajah orang
“Ka_kamu kenapa belum tidur?”Ehsam mencoba tersenyum pada Visha, ia melihat mata istrinya itu sudah sangat lelah, namun kenapa dia justrubelum tidur? Atau se benarnya sudah terlelap tapi malah terbangun olehnya. “Aku nunguuin kamu dari tadi.” Visha lalu merapatkan tubuhnya ke Ehsam. “Gimana Marcel? Dia baik-baik aja, kan?” sambungnya.Ehsam mengangguk pelan, sambil menjauhkan tanganya yang terluka agar tidak tersenggol oleh Visha yang kini memeluknya erat.“Syukurlah kalau begitu, aku lega mendengarnya.”“Iya, aku juga.”Visha tersenyum senang mendengar kabar itu dari Ehsam, sejak kepergian Ehsam untuk menemui Marcel benar-benar membuatnya sangat khawatir. Selain mencemaskan perasaan saudara suaminya yang sedang patah hati itu, Visha juga takut, kalau seandainya mereka berdua yang justru bertengkar, karena salah paham.Melihat suaminya itu kini pulang selamat tanpa ada bekas luka, sungguh membuat Visha sangat bersyukur. Tangan Visha mengusap wajah Ehsam secara perlahan, menikmati se
Ehsam melihat Marcel yang langsung berdiri dari tempat duduknya, sambil mengepalkan tangan dengan kuat. Matanya juga dipenuhi kabut amarah yang menyala. “Sudahlah, aku tidak apa-apa.” Ehsam mencoba meredam emosi yang ada dalam diri sahabatnya itu. Ia tahu betul, bagaimana pria itu jika sudah emosi, tapi menurutnya ini bukan saatnya untuk Marcel ikut campur. Lagipula yang dia hadapi hanya bocah yang sedang bermain layaknya seorang bos besar. Sungguh bukan tandingan Marcel. Jadi, Ehsam pikir buat apa diladeni orang yang seperti itu. Sama sekali tidak ada untungnya. “Apa yang melakukannya itu pria brengsek, mantan kekasih dari istrimu?” tebak Marcel kemudian. “Bukan! Tapi orang suruhannya.”Tangan Ehsam meraih kotak obat yang ada di laci, kemudian ia pun mulai menyiramkan cairan antiseptik ke telapak tangannya sendiri. “Apa? Orang suruhan? Berani sekali dia menyuruh orang untuk melukaimu seperti ini.” Marcel kemudian membantu Ehsam mengobati lukanya, sebenarnya Ehsam menolak tapi,
Ehsam meringis sambil memegangi perutnya yang baru saja terkena pukulan, untung saja wajahnya yang tampan itu tidak sampai mencium lantai, saat tubuhnya tersungkur. Kalau sampai hal itu terjadi, entah bagaimana ia mengatakannya pada Visha saat pulang nanti.Lagipula saat ini pikirannya benar-benar sangat kacau, karena memikirkan sahabatnya itu yang belum tahu di mana keberadaannya. Sehingga ia sama sekali tidak berpikir jika orang suruhan Ryu itu akan memukulnya.‘Sialan. Bisa-bisanya di saat seperti ini, aku malah diajak main-main dengan bocah ingusan, ck!’ pikir Ehsam, sambil berdiri.Ehsam menautkan tangan sambil membunyikan tulang di ruas-ruas jemarinya. “Aku tidak ada waktu untuk bermain sama beruang! Jadi, ayo sini kembalikan kunci mobil itu, atau kamu akan menyesal.”Pria bertubuh besar itu lantas tertawa terbahak-bahak, mendengar ucapan Ehsam yang seakan meremehkannya. Dia lalu meletakkan kunci itu di atas atap sunfroof mobilnya.“Ambil saja sendiri, itupun kalau kamu bisa m
Setelah mengambil motornya yang Ehsam parkiran di mall untuk mengantar Visha pulang, akhirnya ia pun kembali ke mansion.Ehsam sangat khawatir dengan kondisi sahabatnya itu, sejak kejadian di restoran jepang tadi. Pikiran Ehsam semakin kalut, ketika tidak mendapati mobil pria itu di basement. Itu bertanda jika Marcel belum menginjakkan kakinya kembali, sejak ia pergi meninggalkan mansion. “Ck! Nggak aktif lagi nomornya.” Ehsam mencoba menelpon ke nomor handphone lain milik Marcel, tiba-tiba ia dikejutkan dengan suara benda bergetar yang terletak di dekat meja laptop, tidak jauh dari tempatnya berdiri.“Sial. Dia juga tidak membawa handphonenya yang ini lagi.” Ehsam terlihat sangat frustasi, ia benar-benar cemas dengan kondisi mental Marcel.Ehsam paham betul, pria itu pasti sangat malu sekali. Atau bahkan mungkin rasanya ingin menghilang saja dari muka bumi. Ketika mengungkapkan perasaannya di hadapan orang banyak, tapi justru ditolak mentah-mentah begitu saja. Ehsam menjatuhkan
Visha bingung, melihat Ehsam yang masih mematung, bahkan tangannya yang berada di area itu tidak bergerak. Membuatnya sedikit jengah, apa miliknya tidak sebanding dengan perempuan tadi, kah? Jujur saja melihat ada perempuan yang tiba-tiba menghampiri, serta melakukan hal yang tidak senonoh di depan mata membuat darahnya menjadi mendidih. Apalagi saat, dengan sengajanya perempuan gila itu menggesekkan bagian dadanya ke lengan suaminya ini. Rasanya ia ingin sekali menjambak, serta menendangnya dari sisi Ehsam. Namun, nyatanya ia hanya bisa terdiam melihat adegan tersebut. Tanpa melakukan apapun, tidak saat ketika ia memergoki mantannya yang sedang asik bercumbu. Di sisi lain, ia juga bersyukur jika Ehsam juga merasa tidak nyaman atas kehadiran makhluk astral itu. Ia juga melihat beberapa kali Ehsam sudah mencoba untuk menghindar dari makhluk itu. Tadinya Visha ingin melakukan hal ini ketika mereka kembali berada dalam mobil, Visha ingin Ehsam melupakan pesona dari tubuh perempuan ya
Ehsam melihat kepergian Marcel dengan perasaan yang tak bisa digambarkan, tadinya ia memang sangat marah kenapa Marcel membiarkan perempuan yang bersamanya itu bisa sampai ke tempat meja. Kenapa dia tidak menjagainya dengan baik, atau bila perlu segera mengajak pergi perempuan itu dari sini. Namun, saat melihat bagaimana dia menebus kesalahannya di depan semua orang seperti tadi, bahkan sampai mempermalukan dirinya sendiri. Ia merasa jadi tidak enak hati, kobaran api yang sudah menggunung itu tiba-tiba lenyap, yang tersisa kini hanya perasaan sedih sekaligus khawatir atas Sepeninggalan pria itu dari ruangan ini.Ehsam menghela nafas dalam, tenggorokannya kini terasa pahit. Ia jadi ikut merasakan, apa yang dirasakan oleh sahabatnya itu. Ia tidak tahu pasti, itu semua hanya sandiwara semata yang dibuat oleh Marcel, agar rencana mereka tidak ketahuan oleh Visha dan Clarie. Atau memang sebuah pengungkapan, untuk semua perasaan yang terpendam selama ini.Jika semua hanya rekayasa, agar d
Uhukk... uhukk. Air yang baru saja di minumnya hampir saja keluar lagi, saat melihat orang yang kini berdiri di hadapannya. Ehsam sama sekali tidak menduga, jika perempuan yang duduk bersama Marcel itu tiba-tiba menghampiri meja.Mata Ehsam mencari sosok Marcel yang tidak terlihat batang hidungnya di meja, bukankah mereka tadi sedang asik mengobrol. Tapi, kenapa perempuan ini bisa lepas dari genggaman sahabatnya itu.“Ya ampun, kenapa nggak bilang sih. Kalau kamu itu ada di sini juga,” ucapnya perempuan yang tidak lain adalah Clarie itu. Tanpa basa-basi Clarie langsung menghempaskan bokongnya, di sofa yang Ehsam tempati, bukan hanya duduk biasa melainkan memepet Ehsam dengan agresif. Ehsam sama sekali tidak berani melihat ke arah Visha, istrinya itu pasti sekarang sedang melongo melihat tingkah laku Clarie, ia sudah berusaha untuk bergeser. Namun, Clarie sama sekali tidak memberikannya ruang di antara mereka. Keringat dingin membasahi dahi Ehsam, di kala tangan Clarie di taruh di
Manik Ehsam menatap Visha, berharap gadis yang di hadapannya ini mau berubah pikiran, dan tidak jadi makan di restoran ini, sebab matanya tadi sempat menangkap sepasang sejoli, yang tidak lain adalah Marcel dan Clarie. Mereka sedang menikmati hidangan yang terletak di atas meja, yang tempatnya tidak jauh dari mereka berdiri.“Kita pindah saja, ya. Kamu lihat kan, di sini nggak ada tempat kosong lagi,” ucap Ehsam mencoba meyakinkan kembali.Namun, tiba-tiba seorang pegawai retoran justru menghampiri mereka. Bukan itu saja, pegawai itu juga justru merekomendasi tempat duduk, yang baru saja ditinggal oleh pengunjung sebelumnya.Ehsam tidak bisa berkutik, ketika Visha justru menyetujui apa yang barusan diusulkan oleh pegawai tersebut, mustahil baginya untuk meninggalkan Visha sendirian di sini. Bukankah ia sudah yang janji tadi, akan menemani gadis itu terlebih dahulu.“Sialan, kenapa mereka juga ada di sini?” batin Ehsam yang mulai merasa gelisah.Tadi ia sudah sedikit tenang, ketika men
Suara ketukan itu membuat Visha dan Ehsam panik, mereka langsung menjauhkan diri satu sama lain. Mereka langsung tersadar, jika masih berada di parkiran yang terletak di depan mall, Visha merapikan rambutnya terlebih dahulu sebelum menurunkan kaca mobilnya, beruntung kaca mobil Visha tidak tembus pandang. Meskipun tidak menghilangkan rasa cangung yang menjalar di antara mereka, ia sama sekali tidak bisa membayangkan, seandainya ada orang yang memergoki mereka sedang berciuman. “Ya ampun Mbak Visha, maafin saya ya. Seharusnya saya tadi nggak ninggalin Mbak Visya sendirian. Coba aja saya nggak diare, pasti Mbak nggak akan ngealamin hal seperti itu,” ucap Sisil panjang lebar, dibarengi dengan isak tangis.Dahi Visha berkerut mendengar suara asistennya terdengar besar itu, bahkan sampai mengundang atensi orang yang lewat di area parkir.“Udah aku nggak apa-apa kok, buruan masuk.” Visha mencoba menenangkan. “Enggak apa-apa gimana? Mbak Visha itu tadi habis disandra, kan. Gimana kalau ad