“Aah … terus, Ryu!” Desahan dan erangan dari kamar hanya bisa membuat Visha tersungkur. Bisa-bisanya, sang kekasih justru bercumbu dengan wanita lain di siang bolong ini. Tak kuasa menahan emosi, Visha memutuskan untuk mendobrak pintu di depannya. “Apa yang sedang kalian lakukan?!” Pemandangan yang terhampar tepat di depannya seketika membuat Visha mual. Kekasih yang dicintainya, sedang berada di atas wanita lain, dan keduanya tak menggunakan sehelai benang pun di tubuh mereka. “Sa.. sayang kamu sudah pulang?”Sapaan sang kekasih bukan membuat Visha senang, justru semakin membuatnya marah. Di saat seperti itu, sang kekasih masih sempat untuk menyapanya?Bahkan, pria itu tak sadar jika wanita yang bersamanya terlihat panik sembari memakai satu persatu pakaiannya. “Gila ya, kamu? Delapan tahun hubungan kita kamu rusak begitu saja cuma karena wanita ini? Dia sahabat aku sendiri, Ryu!”Tak menghiraukan kekasihnya, Visha memutuskan untuk tak menahan emosinya, maniknya yang mulai meme
Visha kini menatap pantulan dirinya di dalam cermin. Wajahnya yang beberapa hari lalu terlihat layu karena terus memikirkan mantan kekasih dan juga sahabatnya yang berkhianat, seketika disulap menjadi segar dan cantik oleh perias yang berada di sampingnya. Seusai selesai dirias, Visha mengucapkan terima kasih, masih terus mengamati dirinya yang kini telah memakai dress putih dengan brukat yang indah. Visha hanya bisa tersenyum kecil, karena tak pernah menyangka, permintaan pernikahan palsu yang ia ucapkan untuk bersandiwara demi membuat mantan kekasihnya kesal, justru berubah menjadi pernikahan sesungguhnya.“Visha, sayang! Mama sama Papa kaget banget lihat kamu sama cowok baru, ganteng pula! Ternyata kamu sudah mau nikah sama dia? Yaampun! Approve! Ya gak, Pah?” Visha ingat sekali, betapa bingungnya dia tepat setelah ia meminta si driver online untuk menikah dengannya demi mempermalukan mantan kekasihnya, tiba-tiba orang tuanya yang telah lama di luar negeri mendadak pulang dan me
Ucapan Ehsam entah mengapa membuat Vishamerasa tak enak, tapi tersipu di saat yang bersamaan. Bahkan, Visha juga bisamerasakan jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya.Mengapa pria itu mengucapkan kalimat sepertiitu? Bukannya … pernikahan mereka mendadak, dan berawal dari sandiwara Visha? “Visha!”Tak sempat larut dalam pikirannya,tiba-tiba suara lantang menggema di tengah-tengah musik yang sedang mengalun, membuatsemua tamu menoleh ke arah pintu. Visha merasakan tubuhnya menegang, ia sangatmengenali suara itu, suara mantan kekasih yang telah mengkhianatinya. Mantan kekasihnya itu berjalan mendekatinyadengan tatapan marah. Visha merasakan genggaman tangan Ehsam di pinggangnyamenguat, seolah ingin meyakinkannya bahwa ia ada di sini untuknya.“Kamu pikir bisa seenaknya ninggalin akudan langsung menikah sama pria lain?” suara Ryu terdengar penuh emosi.Visha menarik napas panjang, berusahatetap tenang. Dia memang sengaja mengundang Ryu untuk menunjukkan bahwa ia bis
Visha merenggangkan ototnya sambil mengucek mata beberapa kali. Pagi ini badanya terasa pegal, entah kelelahan acara kemarin atau karena ia sedang datang bulan. Tangan Visha meraih gadget yang ada di atas nakas samping tempat tidur. Ia melihat ada begitu banyak pangilan serta pesan yang masuk. Salah satunya siapa lagi kalau bukan dari cowok keturunan Jepang itu. Ryu : Sha, bisa kita ketemu hari ini? Please, aku ingin memperbaiki semuanya. “Bisa-bisanya dia mengirimku chat seperti ini, setelah apa yang mereka lakukan kemarin,” omel Visha sambil meleparkan benda itu ke kasur. Jujur saja, dalam hati ia memang kecewa karena orang yang diharapkannya hadir, namun malah bikin heboh. Belum lagi dengan perempuan simpanan itu, bisa-bisanya dia menusuk dari belakang. Padahal ia sudah menolong agar dia bisa masuk ke perusahaan keluarganya. “Dia ke mana?” tanyanya pada diri sendiri saat tidak mendapati Ehsam di kamarnya. Bibir Visha mengulas senyum ketika mengingat wajah Ehsam yang terlih
Visha melerai kedua pria dewasa tersebut yang sedang aduh jotos, lebih tepatnya hanya sang mantanya itulah yang lebih dominan memukul Ehsam. Sedangkan pria yang menjadi suaminya itu hanya berusaha menangkis setiap kepalan tangan itu, hingga membuat pemiliknya menjadi semakin emosi karena tidak mengenai sasaran.“Kamu gila, ya. Sembarangan aja memukul orang!”Tangan Visha yang meraih lengan pria yang menjadi korban itu untuk menyanggah tubuhnya. Ia benar-benar tidak menduga jika Ryu akan melalukan hal kriminal seperti itu sungguh sangat menjijikan. Sejak awal ia tahu kalau berdebat dengannya sama saja kita bicara dengan angin, makanya ia meminta Ehsam untuk tidak menghiraukan Ryu. Apalagi dengan situasi jalanan yang sepi seperti kuburan. “Iya aku memang gila, dan itu semua gara-gara kamu menikah dengan pria yang nggak jelas ini.”“Kamu sendiri gimana? Bukannya kamu yang memulai semua ini, hah?”“Tapi, aku nggak sampai kepikiran mau menikahi Luna, Sha. Bahkan saat aku melakukan kejadi
“Kalian kenapa jadi tegang begini, sih?” tanya Visha yang menghampiri Marcel di meja bar yang sedang asik mengaduk kopi. Pria itu tidak kalah gugupnya juga dengan Ehsam, ketika ia menanyakan perihal kamar Ehsam yang mana, di antara dua ruangan yang saling berhadapan serta tengahnya terdapat kamar mandi itu.“Em, gimana kalau kamu nonton aja, Sha. Biar urusan itu aku dan Marcel aja yang beresin,” ucap Ehsam sambil menyusul Visha, serta merangkulnya untuk kembali ke tempatnya semula.“Iya benar itu! Kalau nggak begini aja, barang-barangnya nanti biar aku yang antar ke tempat kalian.” Marcel mencoba memberi solusi, sebab sejak Ehsam mengabari jika Visha ikut menemani sahabatnya itu. Ia jadi bingung untuk mencari rumah yang mana yang harus di sewa untuk beberapa jam itu.“Itu baru ide yang sangat bagus,” ucap Ehsam cepat, ia tetap mencoba bersikap tenang.“Sepertinya aku tahu kenapa kalian seperti ini?”Ehsam dan Marcel menahan napas mereka sejenak, untuk mendengarkan kalimat apa yang
“Kamu kenapa? Sakit?” tanya Visha saat melihat wajah Ehsam yang sedikit pucat, bahkan sejak acara makan malam berlangsung.Bibir Ehsam mengulas senyum hangat melihat ada rasa khawatir yang tersirat dari sorot mata Visha. Mata Ehsam menatap tubuh gadis itu yang sedang mengenakan piyama berbahan katun berwarna merah muda.Ia merasa pakaian apapun yang dikenakan oleh istrinya itu pasti akan terlihat indah, serta memacarkan aura kecantikannya. Padahal saat ini Visha sama sekali tidak mengenakan riasan apapun di wajah mulusnya.“Apa rasanya masih sakit?” Jemari lentik gadis itu menyentuh pipi kirinya dengan penuh hati-hati.“Tidak,” jawab Ehsam meraih tangan Visha sambil mengecupnya sekilas.Bagi Ehsam pukulan Ryu tadi siang saat di jalan itu tidak ada apa-apanya. Bahkan ia sudah terbiasa merasakan hal yang lebih dari ini. Ia bisa saja membalas apa yang dilakukan pria brengsek itu terhadapnya, tapi tidak untuk dihadapan gadis ini. “Maaf ya gara-gara aku, kamu jadi seperti ini,” ucap Visha
“Astaga satu bulan itu lama sekali, kalian tidak mungkin hanya akan berada di dalam kamar hotel saja tanpa jalan-jalan ke luar, kan?”Marcel sama sekali tidak habis pikir dengan apa yang akan terjadi dengan waktu yang selama itu. Beberapa hari saja berada di sana rasanya sudah terlalu lama, apalagi sampai menghabiskan waktu satu bulan.“Bukannya kalau orang honeymoon itu paling lama cuma satu minggu?” tanya Marcel lagi.“Entahlah, aku juga tidak tahu! Kamu pikir aku sudah pernah menikah sebelumnya.”Marcel menggaruk kepalanya yang tidak gatal, ia jadi ikut bingung memikirkan hal seperti ini, bukan apa-apa sebab jika Ehsam tersandung masalah maka ia adalah orang pertama yang akan dicari.“Jadi kamu akan tetap ikut pergi bersamanya?”“Ya, mau bagaimana lagi? Masa aku tidak ikut, yang ada orang tuanya Visha bakal curiga,” ucap Ehsam terdengar pasrah.Bukan hanya pria itu saja yang terkejut dengan waktu yang diberikan oleh mertuanya untuk pergi bulan madu, bahkan dirinya saja merasa riway
“Ka_kamu kenapa belum tidur?”Ehsam mencoba tersenyum pada Visha, ia melihat mata istrinya itu sudah sangat lelah, namun kenapa dia justrubelum tidur? Atau se benarnya sudah terlelap tapi malah terbangun olehnya. “Aku nunguuin kamu dari tadi.” Visha lalu merapatkan tubuhnya ke Ehsam. “Gimana Marcel? Dia baik-baik aja, kan?” sambungnya.Ehsam mengangguk pelan, sambil menjauhkan tanganya yang terluka agar tidak tersenggol oleh Visha yang kini memeluknya erat.“Syukurlah kalau begitu, aku lega mendengarnya.”“Iya, aku juga.”Visha tersenyum senang mendengar kabar itu dari Ehsam, sejak kepergian Ehsam untuk menemui Marcel benar-benar membuatnya sangat khawatir. Selain mencemaskan perasaan saudara suaminya yang sedang patah hati itu, Visha juga takut, kalau seandainya mereka berdua yang justru bertengkar, karena salah paham.Melihat suaminya itu kini pulang selamat tanpa ada bekas luka, sungguh membuat Visha sangat bersyukur. Tangan Visha mengusap wajah Ehsam secara perlahan, menikmati se
Ehsam melihat Marcel yang langsung berdiri dari tempat duduknya, sambil mengepalkan tangan dengan kuat. Matanya juga dipenuhi kabut amarah yang menyala. “Sudahlah, aku tidak apa-apa.” Ehsam mencoba meredam emosi yang ada dalam diri sahabatnya itu. Ia tahu betul, bagaimana pria itu jika sudah emosi, tapi menurutnya ini bukan saatnya untuk Marcel ikut campur. Lagipula yang dia hadapi hanya bocah yang sedang bermain layaknya seorang bos besar. Sungguh bukan tandingan Marcel. Jadi, Ehsam pikir buat apa diladeni orang yang seperti itu. Sama sekali tidak ada untungnya. “Apa yang melakukannya itu pria brengsek, mantan kekasih dari istrimu?” tebak Marcel kemudian. “Bukan! Tapi orang suruhannya.”Tangan Ehsam meraih kotak obat yang ada di laci, kemudian ia pun mulai menyiramkan cairan antiseptik ke telapak tangannya sendiri. “Apa? Orang suruhan? Berani sekali dia menyuruh orang untuk melukaimu seperti ini.” Marcel kemudian membantu Ehsam mengobati lukanya, sebenarnya Ehsam menolak tapi,
Ehsam meringis sambil memegangi perutnya yang baru saja terkena pukulan, untung saja wajahnya yang tampan itu tidak sampai mencium lantai, saat tubuhnya tersungkur. Kalau sampai hal itu terjadi, entah bagaimana ia mengatakannya pada Visha saat pulang nanti.Lagipula saat ini pikirannya benar-benar sangat kacau, karena memikirkan sahabatnya itu yang belum tahu di mana keberadaannya. Sehingga ia sama sekali tidak berpikir jika orang suruhan Ryu itu akan memukulnya.‘Sialan. Bisa-bisanya di saat seperti ini, aku malah diajak main-main dengan bocah ingusan, ck!’ pikir Ehsam, sambil berdiri.Ehsam menautkan tangan sambil membunyikan tulang di ruas-ruas jemarinya. “Aku tidak ada waktu untuk bermain sama beruang! Jadi, ayo sini kembalikan kunci mobil itu, atau kamu akan menyesal.”Pria bertubuh besar itu lantas tertawa terbahak-bahak, mendengar ucapan Ehsam yang seakan meremehkannya. Dia lalu meletakkan kunci itu di atas atap sunfroof mobilnya.“Ambil saja sendiri, itupun kalau kamu bisa m
Setelah mengambil motornya yang Ehsam parkiran di mall untuk mengantar Visha pulang, akhirnya ia pun kembali ke mansion.Ehsam sangat khawatir dengan kondisi sahabatnya itu, sejak kejadian di restoran jepang tadi. Pikiran Ehsam semakin kalut, ketika tidak mendapati mobil pria itu di basement. Itu bertanda jika Marcel belum menginjakkan kakinya kembali, sejak ia pergi meninggalkan mansion. “Ck! Nggak aktif lagi nomornya.” Ehsam mencoba menelpon ke nomor handphone lain milik Marcel, tiba-tiba ia dikejutkan dengan suara benda bergetar yang terletak di dekat meja laptop, tidak jauh dari tempatnya berdiri.“Sial. Dia juga tidak membawa handphonenya yang ini lagi.” Ehsam terlihat sangat frustasi, ia benar-benar cemas dengan kondisi mental Marcel.Ehsam paham betul, pria itu pasti sangat malu sekali. Atau bahkan mungkin rasanya ingin menghilang saja dari muka bumi. Ketika mengungkapkan perasaannya di hadapan orang banyak, tapi justru ditolak mentah-mentah begitu saja. Ehsam menjatuhkan
Visha bingung, melihat Ehsam yang masih mematung, bahkan tangannya yang berada di area itu tidak bergerak. Membuatnya sedikit jengah, apa miliknya tidak sebanding dengan perempuan tadi, kah? Jujur saja melihat ada perempuan yang tiba-tiba menghampiri, serta melakukan hal yang tidak senonoh di depan mata membuat darahnya menjadi mendidih. Apalagi saat, dengan sengajanya perempuan gila itu menggesekkan bagian dadanya ke lengan suaminya ini. Rasanya ia ingin sekali menjambak, serta menendangnya dari sisi Ehsam. Namun, nyatanya ia hanya bisa terdiam melihat adegan tersebut. Tanpa melakukan apapun, tidak saat ketika ia memergoki mantannya yang sedang asik bercumbu. Di sisi lain, ia juga bersyukur jika Ehsam juga merasa tidak nyaman atas kehadiran makhluk astral itu. Ia juga melihat beberapa kali Ehsam sudah mencoba untuk menghindar dari makhluk itu. Tadinya Visha ingin melakukan hal ini ketika mereka kembali berada dalam mobil, Visha ingin Ehsam melupakan pesona dari tubuh perempuan ya
Ehsam melihat kepergian Marcel dengan perasaan yang tak bisa digambarkan, tadinya ia memang sangat marah kenapa Marcel membiarkan perempuan yang bersamanya itu bisa sampai ke tempat meja. Kenapa dia tidak menjagainya dengan baik, atau bila perlu segera mengajak pergi perempuan itu dari sini. Namun, saat melihat bagaimana dia menebus kesalahannya di depan semua orang seperti tadi, bahkan sampai mempermalukan dirinya sendiri. Ia merasa jadi tidak enak hati, kobaran api yang sudah menggunung itu tiba-tiba lenyap, yang tersisa kini hanya perasaan sedih sekaligus khawatir atas Sepeninggalan pria itu dari ruangan ini.Ehsam menghela nafas dalam, tenggorokannya kini terasa pahit. Ia jadi ikut merasakan, apa yang dirasakan oleh sahabatnya itu. Ia tidak tahu pasti, itu semua hanya sandiwara semata yang dibuat oleh Marcel, agar rencana mereka tidak ketahuan oleh Visha dan Clarie. Atau memang sebuah pengungkapan, untuk semua perasaan yang terpendam selama ini.Jika semua hanya rekayasa, agar d
Uhukk... uhukk. Air yang baru saja di minumnya hampir saja keluar lagi, saat melihat orang yang kini berdiri di hadapannya. Ehsam sama sekali tidak menduga, jika perempuan yang duduk bersama Marcel itu tiba-tiba menghampiri meja.Mata Ehsam mencari sosok Marcel yang tidak terlihat batang hidungnya di meja, bukankah mereka tadi sedang asik mengobrol. Tapi, kenapa perempuan ini bisa lepas dari genggaman sahabatnya itu.“Ya ampun, kenapa nggak bilang sih. Kalau kamu itu ada di sini juga,” ucapnya perempuan yang tidak lain adalah Clarie itu. Tanpa basa-basi Clarie langsung menghempaskan bokongnya, di sofa yang Ehsam tempati, bukan hanya duduk biasa melainkan memepet Ehsam dengan agresif. Ehsam sama sekali tidak berani melihat ke arah Visha, istrinya itu pasti sekarang sedang melongo melihat tingkah laku Clarie, ia sudah berusaha untuk bergeser. Namun, Clarie sama sekali tidak memberikannya ruang di antara mereka. Keringat dingin membasahi dahi Ehsam, di kala tangan Clarie di taruh di
Manik Ehsam menatap Visha, berharap gadis yang di hadapannya ini mau berubah pikiran, dan tidak jadi makan di restoran ini, sebab matanya tadi sempat menangkap sepasang sejoli, yang tidak lain adalah Marcel dan Clarie. Mereka sedang menikmati hidangan yang terletak di atas meja, yang tempatnya tidak jauh dari mereka berdiri.“Kita pindah saja, ya. Kamu lihat kan, di sini nggak ada tempat kosong lagi,” ucap Ehsam mencoba meyakinkan kembali.Namun, tiba-tiba seorang pegawai retoran justru menghampiri mereka. Bukan itu saja, pegawai itu juga justru merekomendasi tempat duduk, yang baru saja ditinggal oleh pengunjung sebelumnya.Ehsam tidak bisa berkutik, ketika Visha justru menyetujui apa yang barusan diusulkan oleh pegawai tersebut, mustahil baginya untuk meninggalkan Visha sendirian di sini. Bukankah ia sudah yang janji tadi, akan menemani gadis itu terlebih dahulu.“Sialan, kenapa mereka juga ada di sini?” batin Ehsam yang mulai merasa gelisah.Tadi ia sudah sedikit tenang, ketika men
Suara ketukan itu membuat Visha dan Ehsam panik, mereka langsung menjauhkan diri satu sama lain. Mereka langsung tersadar, jika masih berada di parkiran yang terletak di depan mall, Visha merapikan rambutnya terlebih dahulu sebelum menurunkan kaca mobilnya, beruntung kaca mobil Visha tidak tembus pandang. Meskipun tidak menghilangkan rasa cangung yang menjalar di antara mereka, ia sama sekali tidak bisa membayangkan, seandainya ada orang yang memergoki mereka sedang berciuman. “Ya ampun Mbak Visha, maafin saya ya. Seharusnya saya tadi nggak ninggalin Mbak Visya sendirian. Coba aja saya nggak diare, pasti Mbak nggak akan ngealamin hal seperti itu,” ucap Sisil panjang lebar, dibarengi dengan isak tangis.Dahi Visha berkerut mendengar suara asistennya terdengar besar itu, bahkan sampai mengundang atensi orang yang lewat di area parkir.“Udah aku nggak apa-apa kok, buruan masuk.” Visha mencoba menenangkan. “Enggak apa-apa gimana? Mbak Visha itu tadi habis disandra, kan. Gimana kalau ad